Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap
kelarutan suatu senyawa yang didasarkan atas beberapa prinsip yaitu; like dissolves like, titrasi
asam basa, hukum distribusi, dan persamaan vant hoff.
Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, jenis
terlarut, konsentrasi, serta bentuk dan ukuran partikel. Semakin tinggi temperature dan semakin
kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat.
Pada praktikum kali ini, zat-zat yang digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), asam
oksalat (H
2
O
2
C
4
)

dan asam benzoat (C
7
H
6
O
2
).
NaOH atau natrii hydroxidum merupakan senyawa yang mempunyai sifat kelarutan yang
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, NaOH juga larut dalam
etanol dan metanol, namun tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya; dengan
kandungan tidak kurang 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali & tidak lebih dari 3,0%
Na
2
CO
3
; mempunyai sifat fisik yang berbentuk pellet, serpihan atau batang, serta bersifat keras,
rapuh dan menunjukkan pecahan hablur; dan bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap
karbondioksida dan lembab sehingga harus ditaruh di dalam wadah tertutup rapat (Ditjen POM,
1979).
H
2
O
2
C
4
atau asam oksalat merupakan suatu senyawa yang mempunyai sifat kelarutan
yang mudah larut dalam air dan etanol. Asam oksalat adalah zat padat , halus, dan putih. Asam
oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya.
Asam oksalat mempunyai berat ekivalen sejumlah 63 (Ditjen POM, 1979).
C
7
H
6
O
2
atau asam benzoat (acidum benzoicum) merupakan suatu senyawa yang
mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% (C
7
H
6
O
2)
dihitung sebagai zat
anhidrat; pemerian hablur berbentuk jarum atau sisik putih, sedikit berbau, biasanya bau
benzaldehda atau benzoin ; agak mudah menguap pada suhu hangat , mudah menguap dalam uap
air. Dan memiliki sifat yang sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam etanol, kloroform,
dan eter. (Ditjen POM, 1979).
Sebelum dilakukannya perlakuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan
suatu senyawa, dilakukan pembakuan terlebih dahulu terhadap masing-masing senyawa yang
akan digunakan. Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tetap dan
dapat digunakan untuk menetapkan kadar suatu larutan lain yang belum diketahui
konsentrasinya. Larutan baku dibagi menjadi dua, antara lain; larutan baku primer adalah larutan
yang mengandung zat padat murni yang konsentrasinya diketahui dengan tepat sehingga dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Sedangkan larutan
baku sekunder adalah larutan suatu zat yang tidak dapat diketahui dengan tepat sebab dibuat dari
zat yang tidak pernah murni.
Larutan baku pertama yang dibuat adalah NaOH. Larutan baku NaOH termasuk ke dalam
larutan baku sekunder. NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi,bersifat higroskopis
sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO
2
dalam udara.
Di mana akan menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan
kepastian massa yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO
2
yang diserap oleh NaOH tidak
diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak
tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka
zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya. Larutan NaOH dibuat dengan konsentrasi 0,1 N
dalam 250 ml pelarut. Pelarut yang digunakan untuk membuat larutan baku ini adalah air.
Dengan menggunakan perhitungan N = gram/mr x 1000/v maka didapat massa NaOH
yang dibutuhkan adalah sebanyak 1 gram. NaOH kemudian ditimbang menggunakan neraca
analitis kemudian ditempatkan pada wadah kaca dalam keadaan tertutup. Penggunaan wadah
kaca dalam keadaan tertutup untuk menempatkan NaOH dikarenakan NaOH bersifat lembab
cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas yang menyebabkan NaOH
meleleh. Melelehnya NaOH akan mempengaruhi massa yang diperlukan sebagaimana harusnya.
Sebelum dilarutkannya NaOH dalam pelarut. Pelarut dipanaskan terlebih dahulu diatas pemanas
air untuk membebaskan CO
2
. Kemudian setelah cukup mendidih, pelarut didiamkan sampai
terasa hangat. Hal ini dikarenakan agar pelarut tidak dalam keadaan bersuhu tunggi ketika
terlarut dimasukkan dikarenakan suhu tinggi akan merusak struktur dari NaOH. Setelah pelarut
didiamkan beberapa saat hingga hangat, NaOH dimasukkan ke dalam pelarut kemudian
diaduknya.
Larutan baku yang kedua yang dibuat adalah asam oksalat. Sama halnya dengan
pembuatan NaOH. Disini asam oksalat juga akan dibuat dengan konsentrasi 0,1 N namun dalam
100 ml pelarut. Pelarut yang digunakan untuk membuat larutan baku ini pun juga adalah air.
Dengan menggunakan perhitungan N = gram/mr x 1000/v maka didapat massa asam oksalat
yang dibutuhkan adalah sebanyak 0, 63 gram. Asam oksalat kemudian ditimbang menggunakan
neraca analitis di atas kertas perkamen. Setelah itu dimasukkannya asam oksalat yang telah
ditimbang tadi ke dalam pelarut dengan volume 100 ml, kemudian diaduknya. Larutan asam
oksalat merupakan larutan baku primer dikarenakan asam oksalat tidak bersifat higroskopis dan
memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan
zat.
Setelah dibuatnya ke dua jenis larutan baku; dimana NaOH merupakan larutan baku
sekunder dan asam oksalat merupakan larutan baku primer. Untuk menentukan konsentrasi dari
larutan NaOH, maka dilakukan titrasi antara asam oksalat dengan NaOH sebagai pentitran.
Larutan asam oksalat dipipet menggunakan pipet ukur sebanyak 10 ml dan dimasukan ke dalam
labu erlenmeyer. Sedangkan larutan NaOH yang digunakan sebagai pentitran dimasukkan ke
dalam buret. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Sebelum dilakukannya titrasi ini,
diberikan penambahan 2-3 tetes indikator fenofhtalein ke dalam larutan asam oksalat. Indikator
fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara
8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai
titik ekivalen. Pemilihan indikator felnolftalein ini juga dikarenakan pada standarisasi ini
merupakan titrasi asam lemah (C
2
H
2
O
4
) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya diatas
7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian
ini adalah berubah menjadi warna merah muda yang konstan dari warna asal mula bening.
Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen
Tercapainya titik ekuivalen pada proses titrasi menyatakan terjadinya kesetimbangan
antara mol asam dan mol basa, sehingga diperoleh persamaan berikut:

(N . V)
asam
= (N . V)
basa

Dari persamaan diatas, maka dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi NaOH.
Titrasi asam oksalat dengan NaOH dilakukan sebanyak 3 kali. Pada titrasi pertama
volume NaOH yang diperlukan adalah sebanyak 9,5 mL, pada titrasi kedua volume NaOH yang
diperlukan adalah sebanyak 9,3 mL dan pada titrasi ketiga volume NaOH yang diperlukan adalah
sebanyak 9,2 ml. Maka dari hasil ketiga titrasi tersebut didapatkan masing-masing konsentrasi
dari NaOH, dengan menggunakan perhitungan V1xN1 = V2xN2, yaitu; 0.1053, 0.1075, dan
0.1086. Sehingga konsentrasi rata-rata NaOH yang didapat adalah 0.1071. Dilakukannya titrasi
sebanyak 3 kali dikarenakan agar hasil konsentrasi NaOH yang didapat semakin mendekati
konsentrasi yang sebenarnya.
Kemudian dari nilai konsentrasi NaOH tersebut dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi asam benzoat. Tetapi penentuan konsentrasi asam benzoat ini juga harus dilakuakan
melalui metode titrasi.
Larutan asam benzoat dibuat dalam 100 ml pelarut. Pelarut yang digunakan untuk
membuat larutan baku ini adalah air. Massa asam benzoate yang ditimbang menggunakan
neraca analitis yang ditempatkan pada kertas perkamen. Larutan asam benziat dibuat hingga
larutan jenuh. dilarutkan ke dalam air hangat yang telah dipanaskan pada suhu sekitar 80 C.
Sambil tetap dipanaskan, campuran air dan asam benzoat ini terus diaduk sampai asam benzoat
benar-benar larut. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat proses kelarutan antara asam
benzoat dan air agar larutan asam benzoat cepat homogen. Hal ini karena asam benzoat dan air
bila dilarutkan sukar larut akibat sifat asam benzoat yang semi polar sehingga perlu dipanaskan
agar kelarutan antara sampel dengan air cepat larut.
Titrasi dilakukan terhadap larutan asam benzoate dengan NaOH didasarkan dengan
variasi suhu. Sebelum dititrasi, larutan asam benzoate dibiarkan terlebih dahulu agar suhunya
turun dari 80 C hingga 70 C. Larutan ini diambil 10 ml dan dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer. Penuangan larutan asam benzoate ke dalam labu erlenmeyer dilakuan dengan
menggunakan kertas saring yang ditaruh diatas labu erlenmeyer. Penggunaan kertas saring
dilakukan agar didapatkan filtrate yang bening dan kemungkinan adalah asam benzoate murni.
Penggunaan kertas saring juga dilakukan agar sisa asam benzoate yang berbentuk butiran
lonjong tidak ikut masuk ke dalam labu erlenmeyer karena akan mengganggu proses saat titrasi
dilakukan. Karena titrasi merupakan proses analisis volumetri yang membutuhkan ketelitian
kuantitas saat dilakukan. Kemudian larutan asam benzoate ini dititrasi dengan larutan NaOH.
Titik akhir titrasi didapatkan saat warna larutan ini berubah menjadi merah muda, yaitu pada
volume NaOH mencapai 3,2 ml.
Seiring turunnya suhu larutan asam benzoate, proses titrasi yang sama dilakukan terhadap
larutan ini saat mencapai suhu 60 C, 50 C, dan 40 C. Pada titrasi larutan asam benzoate
bersuhu 60 C, volume NaOH pada buret mencapai 3,1 ml. Sedangkan pada suhu 50 C dan 40
C, volume NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi ialah 3ml dan 2,9ml.
Asam benzoat merupakan larutan sekunder yang dititrasi dengan NaOH primer sebagai
pentitran. NaOH yang bersifat basa digunakan sebagai pentitran dalam titrasi karena sampel
yang digunakan asam benzoat yang bersifat asam, sehingga titrasi yang dilakukan merupakan
titrasi alkimetri. Titrasi alkimetri berarti titrasi untuk penetapan asam dengan standar basa
sebagai alat ukur.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan atas data yang diperoleh, didapatkan kelarutan
atau nilai konsentrasi dari larutan asam benzoate yang bervariasi berdasarkan perbedaan suhu.
Dengan menggunakan perhitungan V1xN1 = V2xN2, Pada suhu 70 C diperoleh nilai kelarutan
asam benzoate sebesar 0,369 N, pada suhu 60 C diperoleh nilai kelarutan asam benzoate
sebesar 0,357 N, pada suhu 50 C diperoleh nilai kelarutan asam benzoate sebesar0,345 N,
sedangkan pada suhu 40 C diperoleh nilai kelarutan asam benzoate sebesar 0,3347 N.
Melalui data yang telah diperoleh, dapat diamati bahwa kelarutan saat suhu asam
benzoate tinggi, maka kelarutan yang didapat juga besar. Begitupun sebaliknya dibandingkan
dengan kelarutan asam benzoate saat suhu asam benzoat rendah maa kelarutan yang didapat juga
kecil. Maka terbukti bahwa suhu berbanding lurus dengan kelarutan.
Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh praktikan
pada saat praktikum berlangsung. Namun, ketika praktikan mengamati ulang hasil percobaan dan
data yang dimiliki, praktikan menemukan beberapa kesalahan besar namun mendasar yang
dilakukan oleh praktikan. Kesalahan tersebut antara lain ialah kesalahan pengisian data dalam
tabel yang telah dibuat oleh praktikan. Jika meninjau kembali data yang telah dituliskan, terdapat
kesalahan yaitu tertukarnya data pada kolom volume NaOH dan kolom volume asam benzoate.
Kesalahan mendasar ini ternyata menjadi kesalahan yang cukup besar karena data yang salah ini
menjadi dasar dari perhitungan kedua yang dilakukan. Hal inilah yang menjadikan praktikan
salah dalam menyimpulkan hasil dari percobaan ini.
Apabila penulisan data dari percobaan dikoreksi, maka hasil dari perhitungan pun akan
berubah dan meiliki nilai kelaritan yang berbeda yaitu pada suhu 70 C, 60 C, 50 C, 40 C akan
diperoleh nilai kelarutan masing-masing sebesar 0,031 N, 0,032 N, 0,033 N, dan 0,034 N. Dan
apabila diamati maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi suhu maka nilai
kelarutan asam benzoate semakin kecil dan sebaliknya, atau suhu berbanding terbalik dengan
kelarutan.

Anda mungkin juga menyukai