Anda di halaman 1dari 4

Eksplorasi Sumber Daya Alam harus Selektif

Oleh : Bambang Purwono (Arcamanik, Bandung)


Tanggal : Jumat, 07 Mei 2010

KEKAYAAN alam di negeri ini demikian


melimpah dan beraneka ragam, sehingga banyak pihak yang tergoda untuk mengeksplorasi,
sayang sejauh ini masih banyak warga/masyarakat bangsa ini yang belum ikut menikmati bahkan
masih di bawah standar kehidupan yang layak, di lain pihak disinyalir banyak orang yang
melakukan perusakan di sekitar areal SDA dieksploitasi.

Terdapat dua bagian penting menyangkut SDA, yakni SDA yang renewable resource (sumber
materi yang dapat diperbaharui seperti kayu, kulit hewan, ikan tawar, ikan laut, dsbnya) sebut
saja SDA1 dan non renewable resource ( sumber materi yang tak dapat diperbaharui, minyak
bumi, galian tambang, dsbnya) atau SDA2.

Untuk mengelola SDA1 dibutuhkan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) yang selalu
dikembangkan lewat badan atau lembaga penelitian yang intensif. Sedangkan untuk mengelola
SDA2 dibutuhkan kemampuan SDM yang normatif, kecuali kemungkinan kemampuan SDM
tambahan atau extra ordinary bila wilayah explorasi berada di medan yang sulit atau diproteksi
(hutan lindung). Pilihan utama yang bijak tentu seharusnya yang berkaitan dengan explorasi
SDA1, karena disamping mengexplorasi SDA juga mengexplorasi kemampuan SDM yang
melibatkan pekerja secara masal/padat karya. Semua ini sepenuhnya manjadi tanggung jawab
manusia untuk mengelolanya dan kita menginginkan kondisi yang ideal (sistimatik) dalam
pengelolaan SDA.

Pilihan mengeksplorasi SDA2 seyogyanya karena benar-benar ada kebutuhan yang mendesak,
jika perlu adakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut (kebijakan yang selektif),
mengingat akan berdampak kerusakan yang luas dalam eksplorasi, juga akibat sekunder
penggunaan bahan tambang yang berlebihan terhadap pencemaran udara misalnya, disamping
menyusutnya cadangan SDA2. Hanya ada satu pilihan untuk pertimbangan meminimalisir
kerusakan karena akibat penggalian tanah yang dalam (akibat langsung/primer). Diberlakukan
secara ketat undang-undang sebagai payung hukum dan auditor yang mengawal dan
menentukan aman atau tidak terhadap dampak kerusakan yang lebih luas selama mengexplorasi,
ada tahapan waktu antara eksplorasi dan pemulihan lahan yang ditambang.
Jika dalam mengeksplorasi tersebut terindikasi ada ambisi-ambisi tertentu dari beberapa oknum
yang mungkin terjadi dengan melakukan manipulasi terhadap sistem pelaporan berkala, sudah
akan berujung pada penuntutan secara hukum, karena telah melanggar ketentuan undang-undang.
Telah dilakukan pembatasan-pembatasan terhadap maksud mengexplorasi SDA2, dan rambu-
rambunya adalah undang-undang no.32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Untuk pilihan mengeksplorasi SDA1 ada penekanan selektif menyangkut tempat dan waktu.
Sehingga perlu dibedakan lagi menjadi SDA1 primer (Area Hulu) dan SDA1 sekunder (Area
Hilir). Sebagai contoh eksplorasi SDA1 primer adalah menebang pohon species tertentu di hutan
yang homogen, banyak species tumbuhan lain dan juga banyak spesies hewan yang harus
diselamatkan agar tidak musnah, ditentukan di mana pohon itu berada dan berapa usia pohon
yang sudah saatnya ditebang. Bagaimana menentukan jalur pangangkutannya yang tidak
merusak area dari hutan menuju tempat pengumpulan sementara dari batang-batang pohon
tersebut sebelum diangkut ke konsumen. Dan bagaimana meregenerasi tempat sisa penebangan
menjadi tempat tumbuh kembali pohon serupa. Jadi banyak parameter-parameter yang harus
dicermati. Untuk urusan mengambil batang pohon hasil tebangan di hutan homogen adalah
sangat sulit, sehingga di negara maju disediakan helikopter khusus pengangkut kayu. Mereka
sejak awal sudah sangat cermat sekalipun harus menyediakan tambahan biaya.

Inilah gambaran bagaimana cara perlakuan khusus terhadap hutan lindung, di mana ekosistem
padanya harus tetap dipertahankan, namun kita masih dijinkan mengeksplorasi dengan
ketentuan-ketentuan yang sangat ketat. Seandainya di hutan lindung ada kandungan emas tidak
sembarangan diijinkan melakukan explorasi SDA2, karena hutan lindung adalah master
kehidupan di darat yang tak ternilai. Termasuk kategori SDA1 primer ini adalah kehidupan
terumbu karang di laut dan juga species ikan tawar di danau. Perlu dipikirkan teknik-teknik baru
cara penanganannya agar lebih aman.

SDA1 sekunder, merupakan hasil budidaya manusia, ada campur tangan manusia secara
dominan. Pengelolaannya padat modal dan padat karya, cukup besar potensi untuk menciptakan
lapangan pekerjaan seperti proyek Hutan Tanaman Industri (HTI), terdapat hutan jati, hutan
pinus, dll, dan sifat hutannya heterogen. Demikian juga Padang Penggembalaan, terdapat
peternakan sapi, peternakan kambing, peternakan unggas, dll. Area HTI dan sentral peternakan
cenderung berada di daerah hilir.

HTI dalam memanen tebangan kayu harus ada pergiliran waktu, ada scheduling atau jadwal,
misalnya antara areal petak 1 yang sejajar dengan areal petak 2( menurut alur sungai dari hulu ke
hilir) menebangnya tidak dalam waktu yang bersamaan ada selang waktu misalnya 2 tahun atau
lebih menunggu masa rekoveri (reboisasi) areal yang dipanen, tujuannya supaya tidak
mengakibatkan banjir/kerusakan di bagian wilayah bawah (hilir).

Pembinaan Sumber Daya Manusia


Dengan melakukan langkah yang selektif dalam pengambilan apa yang tersedia di alam, sangat
erat dengan kemampuan SDM di lapangan. Bertujuan supaya manusia selalu dapat beradaptasi
terhadap hak alam yang perlu tindakan yang bijak dari sisi manusia. Dengan demikian manusia
telah dapat melakukan komunikasi yang interaktif dengan alam. Saling menghormati dan
mempertahankan eksistensi kehidupannya atau kehadirannya yang berkesinambungan.

Kompleksitas ada pada karakter kehidupan manusia, diperlukan pembinaan SDM yang
berkelanjutan. Untuk maksud tersebut harus dibentuk suatu wadah yang bersifat institusional.
Dalam rangka menuju pembangunan untuk memajukan nilai-nilai kualitas Lingkungan Hidup.
Sasarannya antara lain bila terdapat program seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
memungkinkan bisa segera direalisir. RTRW sepenuhnya kewajiban daerah di era otonomi
daerah. Oleh sebab itu kemapuan SDM harus dibangun di daerah.

Daerah-daerah di wilayah negeri kita ini sifatnya homogen, sehingga pusat perlu mengambil
inisiatif untuk melakukan supervisi, pembinaan sehingga tujuannya tercapai dalam gerak
harmoni bangsa untuk mencapai kepentingan bangsa yang terintegrasi (persatuan).

Sebagai misal Indonesia telah menandatangani persetujuan pengurangan emisi karbon karena
dunia sudah terindikasi pemanasan global, padahal daerah merasa memiliki hak untuk
mengexplorasi tambang batubara yang dimilikinya karena alasan untuk pendapatan daerah, yang
semestinya dibatasi akibat konsekwensi perjanjian itu. Dengan mengetahui ada sumber
renewable energy yang lebih ramah lingkungan tentu ini dapat dijadikan skala prioritas pilihan.
Tentunya MenLH berkoordinasi dengan menteri ESDM, dan instansi terkait lainnya untuk
mengembangkan apa itu Bio Diesel, Bio Etanol, Gelombang Laut, Arus Laut dan Energi
Matahari.

Supervisi ke daerah-daerah harus intensif dilakukan, siapa tahu di daerah ada potensi putra
daerah yang peduli pada energi alternatif (pernah terekpose oleh media TV tentang adanya
kreatifitas individu warga di daerah menampilkan teknik berhemat BBM, dsbnya). Bagaimana
jika ditampilkan secara kelembagaan dari daerah, tentu jaminan kontinuitas dan
reliabiliti/kehandalan dari kreatifitas mereka yang positif itu akan dapat lebih terjamin dan terus
dapat dipertahankan. Seharusnya pemerintah daerah perlu memiliki model litbang yang berguna,
tidak eksklusif hanya dikuasai aparatur daerahnya saja tetapi terbuka kesempatan yang seluas-
luasnya bagi warganya, sehingga akan muncul institusi baru litbang-litbang swakarsa dari
warganya. Potensi putra daerah akan termobilisasi, banyak yang terdidik dan terlatih, tentu
inisiatif membuka lapangan pekerjaan swasta di daerah akan berkembang dengan seluas-luasnya
atas dasar kekuatannya sendiri.

Dengan demikian partisipasi wujud ketulusan mereka dari tiap-tiap daerah akan mewujudkan
impian-impian mereka yang baik dan memperbesar peluang cita-cita kemerdekaan bangsa
menuju masyarakat yang adil dan makmur tercapai. Bahkan akan menunjukan rasa percaya diri
sebagai bangsa yang besar di mata internasional.

Kesimpulan
Pilihan terjadi jika kita mampu memetakan obyek-obyek yang akan dipilih untuk diexplorasi dan
menjadikan salah satu sebagai skala prioritas, selektif dalam pengambilan kebijaksanaan dan
selektif dalam pelaksanaan di lapangan , hal ini dapat dikerjakan dengan lebih mudah jika
memilki kemampuan SDM yang handal dan merata di setiap daerah. Bukankah idealnya setiap
warga negara memiliki daya yang responsif terhadap situasi lingkungannya, bisa berbuat secara
individu atau bersama-sama dalam wadah kelembagaan yang lebih bertanggung jawab dan
terhormat. Dengan demikian setiap orang akan menghormati dan mentaati tertib hukum, yang
menjamin hak mencari nafkah bagi kehidupan dari setiap warga negara dengan perasaan nyaman
dan aman secara berkelanjutan, karena lingkungan hidupnya tertata dengan baik dan sehat. (*)

Anda mungkin juga menyukai