Anda di halaman 1dari 10

Mazmur 97:11

"Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati."

Wajahnya lugu. Sederhana. Tutur katanya simpatik. ”Soal gaji sih terserah saja. Saya terima.
Yang penting bisa kerja membantu Tuan dan Nyonya,” ujar Yati. Sang majikan terkesan. Yati
diterima menjadi pembantu rumah tangga. Ia dipercaya. Kunci-kunci rumah dipegangnya. Dua
bulan kemudian, majikannya sangat kaget ketika tiba di rumah. Semua barang berharga mereka
habis terkuras. Yati lenyap. Rupanya ia adalah anggota sindikat perampok yang beraksi dengan
bepura-pura menjadi pembantu. Wajahnya tulus, namun hatinya bulus!

Sulit mencari orang berhati tulus. Langka, tetapi sangat berharga. Waktu mencari pengganti
Yudas, para murid tidak mencari orang hebat. Belajar dari pengkhianatan Yudas, mereka sadar
bahwa faktor terpenting yang harus ada dalam diri seorang murid adalah ketulusan hati. Namun
siapa yang bisa mengenal isi hati? Tuhan! Mereka pun lantas berdoa: “Ya Tuhan, Engkaulah
yang mengenal hati semua orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih” (ayat 24). Soal
hati itu perkara penting. Percuma menjadi orang berprestasi apabila tanpa ketulusan hati.
Akhirnya, Tuhan memilih Matias, tokoh yang tidak terkenal. Namanya tak pernah muncul dalam
kitab Injil maupun surat Rasuli. Ia bekerja dibalik layar. Namun, ketulusan hatinya membuat
Tuhan berkenan.

Orang yang tulus hati membuat rencana tanpa intrik. Berbicara tanpa melebih-lebihkan.
Memberi bantuan tanpa pamrih. Menampilkan diri apa adanya tanpa berusaha terlihat suci. Ia
benci kemunafikan dan kepalsuan. Seperti itukah Anda? Apakah Anda dikenal sebagai orang
yang tulus hati?

Tanpa hati yang diwarnai ketulusan, Anda tidak bisa membuat Allah terkesan

Penulis: Juswantori Ichwan


Sumber: www.renunganharian.net

HATI SEBAGAI HAMBA

Seekor harimau yang nyasar disuatu perusahaan, karena ketakutan akan ditemukan, sang
harimau bersembunyi di toilet perusahaan. Berhari-hari ia cukup aman bersembunyi didalam
toilet. Tak seorang pun memperhatikan toilet tersebut, karena jarang dipakai. Itu adalah toilet
eksekutif. Namun setelah beberapa hari bersembunyi, sang harimau mulai kelaparan. Akhirnya ia
memutuskan untuk menyantap apapun yang ditemukannya.
Pagi itu, Kepala HRD perusahaan masuk ke toilet. Betul-betul santapan yang lezat bagi sang
harimau. Maka, setelah melihat situasi cukup aman, akhirnya harimau tersebut langsung
menerkam Kepala HRD perusahaan itu. Berhari-hari setelah Kepala HRD hilang, ternyata
perusahaan aman terkendali dan tidak terjadi masalah apapun. Dan sang harimau lapar lagi. Kali
ini ia menunggu korban kedua. Ternyata, korban kedua tersebut adalah Presiden
Direktur(Presdir) perusahaan itu yang banyak mengurusi urusan-urusan utama dalam perusahaan
& urusan penting lainnya. Ketika ia sedang menikmati aktivitas alaminya, ia pun diterkam oleh
harimau itu. Setelah kejadian itu, perusahaan tetap tenang, bahkan sampai berhari-hari setelah
peristiwa itu, tak ada yang geger dan merasa kehilangan dengan lenyapnya Kepala HRD maupun
Presiden Direktur.

Lantas, untuk ketiga kalinya setelah beberapa hari lewat, sang harimau pun lapar lagi. Pagi itu
yang masuk adalah sang office boy. Hari itu, sang office boy membersihkan toilet eksekutif
tersebut. Setelah melihat situasi aman, sang harimau menerkamnya. Selang beberapa jam
kemudian, perusahaan tersebut menjadi geger, orang-orang mulai mencari sang office boy yang
hilang, karena mereka membutuhkannya untuk fotokopi, mengantarkan dokumen, melayani
tamu, dan urusan-urusan lainnya, hal itu membuat mereka sibuk mencari sang office boy.

Keamanan pun dikerahkan untuk mencari sang office boy. Semua orang sibuk mencari sampai
ke pelosok kantor. Justru karena sang harimau telah memakan sang office boy perusahaan
menjadi geger dan harimau itu ditemukan di toilet eksekutif.

Tentu saja ini semua hanya cerita kiasan(ilustrasi/ perumpamaan), tetapi mempunyai makna yang
sangat berharga.

"Barang siapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu dan
barang siapa yang ingin menjadi terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hamba atas
semuanya."
(Markus 10:43-44)

Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi yang terbesar (pemimpin) dalam suatu
jabatan. Tidaklah salah untuk menjadi yang terbesar (pemimpin), tetapi Yesus menegaskan
kepada kita dalam (Markus 10:43-44), jika kita ingin menjadi yang terbesar (pemimpin),
hendaklah kita menjadi pelayan atas sesama (saling melayani) dengan penuh kerendahan hati &
menjadi hamba untuk semua. Karena kedudukan & kemuliaan seorang pemimpin tidak terletak
pada kekuasaan, melainkan pada pemberian dirinya yang tulus sebagai hamba atau pelayan
bagi sesamanya. Dan kemuliaan seorang pemimpin tidak diukur dari banyaknya uang, jabatan;
kuasa, melainkan dari kerelaannya untuk melayani; menyelamatkan banyak orang.
Berdoa dng tulus

Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan
doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya,
supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat
upahnya."

"Bagaimana sih aku harus berdoa? Aku bukan orang yang pintar
merangkai kata." Itu kata seorang teman ketika saya menyarankan dirinya
untuk mulai mengisi hari-hari dengan doa. Mungkin ada yang tertawa
mendengar pertanyaan itu, tapi sebenarnya ada banyak orang yang
mengira bahwa doa itu sama seperti puisi atau lirik lagu, yang harus
dibuat bersajak, memakai kata-kata yang terangkai indah atau malah
sepanjang mungkin. Tidaklah mengherankan jika banyak orang yang
tidak berani memimpin doa bahkan dikalangan teman-temannya sendiri.
Bagus tidaknya sebuah doa bukan lagi didasarkan kepada kesungguhan
hati, ketulusan dan kejujuran, melainkan kehebatan bermain kata. Doa bukan lagi merupakan
sarana hubungan antara kita dengan Tuhan, namun sudah bergeser maknanya menjadi ajang
untuk memamerkan kemampuan merangkai kata atau mencari popularitas diri sendiri.

Bukan itu yang dicari Tuhan dari kita. Bukankah Tuhan sendiri sudah berfirman bahwa "Bukan
yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi
TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7) ? Tuhan tidak melihat hebat tidaknya rangkaian
kata-kata puitis, tapi Dia melihat hati kita. Apakah doa yang kita panjatkan berasal dari hati
yang tulus, atau semua itu hanyalah dilakukan untuk memamerkan diri kita sendiri didepan orang
lain. Ketika makna doa bergeser menjadi untuk kepentingan duniawi, agar dipuji orang, agar
terlihat suci, sebagai ajang pameran rohani, maka sesungguhnya Tuhan pun tidak lagi berkenan
atas doa-doa yang kita panjatkan, meski dalam rangkaian kata yang begitu indah. Doa yang
didengarkan Tuhan adalah doa yang didsarkan kepada kejujuran atau ketulusan bukan
kepura-puraan.

Kita bisa melihat reaksi Yesus terhadap orang-orang Farisi. Ketika itu orang Farisi terkenal
dengan kegemarannya berdoa di sudut-sudut jalan yang ramai, ditengah pasar atau kerumunan
orang. Pokoknya dimana ada keramaian, maka mereka pun segera pasang aksi. Mereka mengira
Tuhan akan terkesan dengan perilaku mereka, namun sebenarnya justru sebaliknya. Tuhan tidak
suka dengan gaya seperti ini. Yesus pun segera mengingatkan murid-muridNya untuk tidak
meniru cara tersebut. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik.
Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada
tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:5). Yesus pun melanjutkan bahwa
berdoa itu justru sebaiknya dilakukan dengan mencari tempat yang sepi dan tenang, seperti di
dalam kamar, agar kita bisa memusatkan seluruh diri kita untuk mencari Bapa dan
mendengarkan suaraNya. "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah
pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (ay 6). Tidak cukup sampai disitu,
Yesus pun melanjutkan peringatan agar kita jangan bertele-tele dalam berdoa. Berpanjang lebar,
berulang-ulang seolah-olah Tuhan itu pelupa atau sulit mengerti isi hati kita. "Lagipula dalam
doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah.
Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (ay 7).
Mengapa demikian? "karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu
minta kepada-Nya." (ay 8). Lalu Yesus pun memberikan contoh doa yang baik yang kita kenal
dengan Doa Bapa Kami. (ay 9-15).

Apa yang diajarkan Yesus sesungguhnya jelas. Dia mengingatkan kita bahwa doa itu dipanjatkan
hanya untuk Tuhan saja, dan bukan untuk didengarkan manusia. Ini berarti bahwa Tuhan
mementingkan isi hati kita yang tulus, datang dan mengatakan apa adanya di hadapan Tuhan,
mencurahkan isi hati kita tanpa ada agenda-agenda terselubung, tanpa ada maksud lain selain
menjalin hubungan secara langsung dengan Tuhan. Ketika berdoa dilakukan agar mendapat
pujian, supaya dinilai hebat rohani oleh orang lain, agar terlihat pintar bermain kata-kata puitis,
punya banyak perbendaharaan kata dan lain-lain, ketika itu pula kita menjadi orang yang
munafik. Dalam kemunafikan tidak ada lagi ketulusan. Motivasi berdoa yang benar itu sungguh
penting. Berdoa nonstop 24 jam pun akan percuma apabila dilakukan dengan motivasi yang
hanya mencari perhatian dari orang lain.

Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang munafik yang mempergunakan doa untuk tujuan atau
motivasi yang hanya mencari pujian. Lihat apa kata Tuhan mengenai hal ini. "Dan Tuhan telah
berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku
dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah
perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula
hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya
yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi."
(Yesaya 29:13-14). Keajaiban yang menakjubkan bukanlah keajaiban dalam arti positif, tapi
mengacu kepada pukulan yang bertubi-tubi. Jurang kebinasaan pun menganga di depan mata.

Firman Tuhan berkata "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-
lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di
bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:2). Ini mengingatkan kita
untuk tidak mementingkan rangkaian kata-kata panjang. Apa yang berkenan bagi Tuhan adalah
doa yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, yang berasal dari hati yang tulus.
Ketulusan sungguh memegang peranan penting dalam menjalin hubungan yang dekat dengan
Tuhan. Dengan menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan mendapatkan anugerah Roh Kudus
dalam diri kita, sudah seharusnya kita datang kepada Bapa dengan hati yang tulus ikhlas dan
iman yang teguh. "Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan
keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat
dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni." (Ibrani 10:2). Janganlah sama dengan apa
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, yang mengira bahwa doa yang
dijawab adalah doa yang dirangkai dengan kata-kata mutiara, berpanjang lebar atau berulang-
ulang, atau bahkan berupa hafalan. Berdoa dengan kata-kata indah itu bagus, tapi semua itu
tidaklah ada gunanya jika bukan berasal dari hati yang tulus. Jika seperti itu, jangan harap Tuhan
mau menjawab doa kita. Hati Tuhan akan tersentuh jika kita berdoa dengan hati yang tulus,
karena apa yang ada di hati kita,itulah yang dilihat Tuhan. Tidak perlu bingung seperti teman
saya ketika hendak berdoa. Datang apa adanya, membawa diri kita sendiri dengan jujur di
hadapan Allah akan jauh lebih bernilai daripada doa yang mementingkan gaya dan motivasi-
motivasi salah lainnya. Bukan cara kita berdoa yang paling penting, tetapi sikap hati kita ketika
melakukannya, itulah yang dilihat Tuhan.

Tuhan mengasihi kita apa adanya

Cerdik seperti ular, tulus seperti ular..

Mat 10:16 "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah
kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Kecerdikan si ular disebut dalam Alkitab sebanyak dua kali, dan masing-masing dinyatakan oleh dua
orang nabi besar :

1. Musa
2. YESUS

YESUS adalah nabi yang sama seperti Musa yang dibangkitkan Tuhan

Deu 18:18 seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau
[Musa] ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka
segala yang Kuperintahkan kepadanya.

Gen 3:1 Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN
Allah

Kecerdikan si ular

Mengapakah ular direfer sebagai suatu yang cerdik?

Kecerdikan bukan menyangkut tinggi rendahnya suatu intelegensia, namun lebih kepada kemampuan
memanfaatkan intelegensi yang dimilikinya secara optimal.

Orang yang memiliki tingat IQ tinggi, belum tentu cerdas (smart), namun orang yang memiliki tingkat IQ
yang lebih rendah, mungkin bisa cerdas/cerdik (smart) dibanding orang yang memiliki tingkat IQ lebih
tinggi.

Dalam dunia usaha Indonesia pada umumnya, petinggi-petinggi perusahaan dipegang oleh lulusan-
lulusan pendidikan jurusan ekonomi (non eksakta) yang secara umum tingkat IQ mereka lebih rendh
dibanding lulusan eksakta.
Hal ini dipengaruhi oleh sistem pendidikan di Indonesia, dimana sejak banku sekolah SMA, siswa-siswa
dengan tingkat IQ tinggi diarahkan dan mengarahkan diri ke jurusan eksakta, dmikian pula saat mereka
memasuki dunia perguruan tinggi.

Kondisi ini berbalik 180 derajat saat memasuki dunia usaha, dimana pada level managerial sangat
dibutuhkan orang-orang yang memiliki kualifikasi management yang baik - dan kenyataannya
kemampuan ini banyak dimiliki oleh ara lulusan non eksakta (ekonomi).

Sementara itu, para lulusan eksakta lebih menyukai bidang-biadang keahlian khusus yang notabene
level nya berada di bawah management.

Disinilah apa yang saya sebut sebagai 'smart', suatu kemampuan untuk mengolah tingkat intelegensia
nya dan memanfaatkan nya untuk mengelola orang-orang yang memiliki tingkat IQ lebih tinggidari
mereka sendiri. Mereka sanggup 'memanfaatkan' keahlian orang lain untuk dirinya sendiri (dalam arti
luas kepentingan usaha yang dia pegang).

Orang Jawa bilang:

"Pinter ora cukup, kudu pinter-pinter "

Demikian pula, si ular yang hanya seekor binatang yang tingkat inteleensi nya lebih rendah dari manusia,
ia sangat cerdas untuk mengelabuhi manusia (Adam da Hawa) watu itu.

Lalu dimanakah letak kecerdasan (kecerdikan) si ular tadi?

Masalah ini masih menjadi pergumulan buat saya untuk mencari jawaban kunci atas rahasia ini, sebab
saya percaya pada Tuhan YESUS - Dia itu Tuhan. Jadi kalau Dia berkata demikian, maka FirmanNya
adalah Ya dan Amin.

Tulisan ini mungkin belum final.

Kecerdikan ular :

1. Dia mampu berganti kulit secara periodik, hal ini memungkinkan ia untuk melepaskan diri dari parasit-
parasit yang menempel pada kulitnya.
Karena kemampuan renewal inilah, ia dijadikan lambang kesehatan.
2. Kemampuan untuk mendeteksi mangsa dengan penglihatan infra merah
3. Kemampuan untuk mendeteksi keberadaanmangsa dengan indra penciuman.
4. Kemampuan untuk mengelabui mangsanya
Tulus seperti merpati

Mengapa merpati direfer sebagai suatu ketulusan?

Ketulusan menandakan hatinya murni, tidak ada kepahitan sedikitpun dalam hidupnya.
Akar kepahitan pun tidak ada, sebab ia tidak membiarkan benih-benih kepahitan masuk dalam dirinya.

Deu 29:18 Sebab itu janganlah di antaramu ada laki-laki atau perempuan, kaum keluarga atau suku
yang hatinya pada hari ini berpaling meninggalkan TUHAN, Allah kita, untuk pergi berbakti kepada allah
bangsa-bangsa itu; janganlah di antaramu ada akar yang menghasilkan racun atau ipuh.

Deu 29:18 lest there should be among you man, or woman, or family, or tribe, whose heart turneth away
this day from Jehovah our God, to go to serve the gods of those nations; lest there should be among you
a root that beareth gall and wormwood;

Act 8:23 sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan."

Act 8:23 For I see that thou art in the gall of bitterness and in the bond of iniquity.

Demikian juga, meskipun merpati adalah salah satu keluarga burung (avian family), ia tidak seperti
burung-burung lainya, ia tidak memiliki sumber kepahitan ddalam dirinya.

Merpati tidak memiliki : empedu

KUPU-KUPU
Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya
kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya,
namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada
suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.

"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa
yang kau risaukan..?" Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-
kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam
diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir
dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"

Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah
lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin
jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan.
"Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang
kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama,
dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang
bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari
kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan.
Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan
buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini.
Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak
dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada
satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu,
dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak
muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan
kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali
hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu
arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak,
mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan
menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang
dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu.
Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari
kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di
ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan.
Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan
yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu
menyelaminya.
"

Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu
bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat
mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk
mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah.
Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap
setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti
itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat
disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar
bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula
kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula
kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam
hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja,
dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam
riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.

Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin,
bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga,
bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya

Anda mungkin juga menyukai