Anda di halaman 1dari 12

Aspek Mikrobiologi Topik

Makanan Kaleng
F. Kusnandar, P. Hariyadi
6
dan N. Wulandari

Sub-topik 6.1. Karakteristik Mikrobiologi dan Penyebab


Kerusakan Mikrobiologis Makanan Kaleng

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah menyelesaikan sub-topik 6.1 ini, mahasiswa diharapkan mampu


menjelaskan mengidentifikasi jenis, karakteristik dan klasifikasi mikroba
pembusuk dan patogen serta resikonya untuk tumbuh dalam makanan
kaleng, serta mampu menjelaskan indikasi kerusakan makanan kaleng aki-
bat kontaminasi oleh mikroba pembusuk/patogen.

Pendahuluan
Mikroorganisme tersebar luas di alam dan sebagai akibatnya produk
pangan jarang sekali yang steril, tetapi umumnya tercemar oleh berbagai jenis
mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat
mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan
pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Pengawetan pangan merupakan usaha
untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.

Untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme mem-


butuhkan sumber energi, sumber nitrogen, vitamin, mineral dan faktor pertum-
buhan lainnya. Komponen-komponen tersebut diperoleh mikroba dari bahan
pangan, sehingga makanan menjadi rusak. Untuk pertumbuhannya, kapang
mempunyai kebutuhan zat gizi yang paling minimal, diikuti dengan khamir,
kemudian bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif mempunyai kebu-
tuhan zat gizi yang paling lengkap. Di samping komponen zat gizi yang diper-
lukan tersebut, kondisi lingkungan yang sesuai, seperti keberadaan air bebas
(aktivitas air), pH, oksigen, dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka mikroba pun tidak dapat hidup.

Di dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi, tujuan utama yang diinginkan


adalah untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan, terutama mikroba pem-
busuk dan patogen. Agar proses pemanasan dapat menjamin mikroba target
dibunuh, maka perlu pengetahuan tentang sifat-sifat mikroorganisme dan faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Mikroba yang berbeda akan tum-
buh di dalam produk pangan yang berbeda dari tingkat keasaman, kandungan

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 1


air, atau komposisi zat gizinya. Karena mikroba mempunyai toleransi yang ber-
beda terhadap keberadaan oksigen, maka terdapat mikroba yang dapat tumbuh
pada produk pangan yang dikemas dalam kondisi vakum (anaerobik) atau terda-
pat oksigen (aerobik). Ketahanan panas mikroba pun berbeda-beda, sehingga
kebutuhan suhu dan waktu pemanasan untuk membunuhnya akan berbeda
untuk jenis mikroba yang berbeda.

Keberadaan mikroorganisme pembusuk atau patogen dalam makanan


kaleng tidak diinginkan, sehingga pembunuhan atau inaktivasi mikroorganisme
menjadi target utama dalam proses pasteurisasi atau sterilisasi. Oleh karena itu,
menjadi sangat penting memahami jenis dan karakteristik mikroba, terutama dari
kelompok mikroba penyebab kebusukan dan patogen yang berpotensi tumbuh
dalam makanan kaleng. Dalam pengolahan pangan, biasanya jenis mikroba yang
menjadi perhatian utama adalah kelompok kapang, khamir dan bakteri.

Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau


mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pema-
nasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan
hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar mela-
lui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama
menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasan-
nya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk yang menga-
lami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi kondisi
proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses, karena
mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedang-
kan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit
ditentukan disebabkan mikroba yang mengkontaminasi dapat bervariasi.

Pembahasan pada Topik 6.1 ini terutama difokuskan pada pembahasan


jenis-jenis mikroba yang penting dalam makanan kaleng serta kerusakan-keru-
sakan pada makanan kaleng atau produk yang diproses dengan panas yang dise-
babkan oleh mikroba. Struktur dan karakteristik dari mikroba (kapang, khamir
dan bakteri) tidak menjadi pembahasan utama dari Topik ini. Bagi yang meng-
inginkan informasi yang lebih lengkap tentang hal tersebut dapat merujuk pada
buku-buku mikrobiologi pangan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba


Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh lingkungannya. Di antara faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah air, oksigen,
suhu dan nilai pH (keasaman).

Air

Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan


dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi ke
dalam sel atau hasil metabolit ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air
dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan memben-
tuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air
tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme.

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 2


Pengaruh air terhadap pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan sebagai
aktivitas air (Aw), yaitu jumlah air bebas yang tersedia dan dapat digunakan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan. Jenis mikro-
organisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertum-
buhannya. Kebanyakan bakteri dapat hidup pada Aw >0.90, sedangkan keba-
nyakan kapang dan khamir berturut-turut dapat hidup pada Aw>0.70 dan Aw>
0.80. Pada Aw yang rendah, mikroorganisme akan mati karena sel-sel di mikro-
organisme akan berdifusi ke luar sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan
osmotik. Dengan kata lain, selama konsentrasi solut di luar sel lebih besar
dibanding di dalam sel, maka migrasi air akan terjadi untuk menyeimbangkan
konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menyebabkan sel mati disebabkan oleh
dehidrasi.

Oksigen

Beberapa mikroorganisme memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya,


yang disebut mikroorganisme aerobik. Contoh mikroorganisme aerobik adalah
kapang. Untuk beberapa mikroorganisme lainnya, oksigen bersifat racun. Mikro-
organisme ini dinamakan anaerob, seperti Clostridium botulinum. Kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen.
Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus, kebanyakan khamir
dan bakteri lainnya.

Suhu

Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi


pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum per-
tumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu:

(a) Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu
refrigerator (4oC). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada ma-
kanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik
tipe B dan F.

(b) Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang.
Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme
kelompok ini.

(c) Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60oC. Jika
spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu
50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran
suhu 50-66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut
fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC
dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60
menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya
pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearother-
mophilus.

Nilai pH

Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih


memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Keba-

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 3


nyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya beberapa
yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Bakteri mempunyai kisaran pH pertum-
buhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir. Sebagai contoh,
kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di atas 8.0,
sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-11.0, khamir mem-
punyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Oleh karena itu, makanan yang mem-
punyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis mikro-
organisme yang dapat tumbuh.

Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat


pada makanan tersebut. Ada di dalam makanan mungkin secara alamiah, seperti
buah-buahan asam, atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt, pikel,
sayur asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan mikroorga-
nisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang terdapat dalam
makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH
yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam
asetat atau asam laktat.

Mikroba Penyebab Penyakit


Kebanyakan penyakit pada manusia, hewan dan tanaman disebabkan oleh
mikroorganisme. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebab-
kan oleh mikroorganismenya sendiri atau oleh senyawa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.

Hanya beberapa mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manu-


sia. Penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit dapat terjadi melalui manu-
sia, hewan ataupun makanan. Mikroorganisme penyebab penyakit melalui
makanan di antaranya adalah Salmonella spp, Listeria monocytogenes, Vibrio
parahaemolyticus, Bacillus cereus, Escherchia coli, Campylobacter, Stapylococcus
aureus, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum.

Mikroorganisme patogen yang berada pada makanan umumnya berasal


dari tanah atau air. Sayuran yang dekat dengan tanah, seperti bayam dan daun-
daunan lain mengandung bakteri dan spora bakteri dalam jumlah banyak. Aspa-
ragus dan jamur selalu terkontaminasi dengan spora bakteri.

Bakteri C. botulinum merupakan mikroorganisme yang sering menjadi


target proses termal, terutama untuk produk pangan kelompok berasam rendah.
Bakteri ini sangat berbahaya, karena dapat memproduksi toksin yang mema-
tikan, yaitu botulin (menyebabkan botulism) dan terdapat pada tanah atau air
sehingga bahan pangan dengan mudah terkontaminasi. Botulin merupakan
toksin yang sangat kuat, satu gram dapat membunuh 300 ribu orang. Toksinnya
termasuk neurotoksin, yaitu menyerang sistem syaraf dan dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tanda-tanda keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi kaku,
penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian akibat
penderita tidak bisa bernapas.

Beberapa strain C. botulinum bersifat proteolitik dan menyebabkan putref-


aktif, yaitu membentuk bau karena degradasi protein. Spora C. botulinum akan
bergerminasi dengan baik pada pH di atas 4.8, sehingga dapat tumbuh baik pada

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 4


produk pangan berasam rendah. Dalam prakteknya, nilai pH 4.6 digunakan
sebagai batas pH pembeda antara makanan asam dan makanan asam rendah.
Spora C. botulinum dapat ditemukan pada makanan asam dan asam rendah,
akan tetapi pada makanan asam spora tersebut tidak dapat bergerminasi.

Pemanasan sedang dapat membunuh bakteri non-pembentuk spora atau


sel vegetatif pada makanan asam atau asam rendah. Pada makanan asam
rendah, penggunaan panas harus cukup untuk membunuh spora C. botulinum,
sehingga makanan ini harus dipanaskan dengan menggunakan tekanan.

Bakteri C. botulinum merupakan kelompok bakteri mesofilik yang sangat


penting dalam makanan kaleng. Hal ini karena kondisi makanan kaleng yang
vakum sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri C. Botulinum, karena sifatnya
yang anaerobik (hidup baik pada kondisi tidak ada oksigen). Perhatian utama
diberikan untuk makanan kaleng berasam rendah (pH>4.6) dan memiliki
aktivitas air tinggi (aw> 0.9), karena C. botulinum tumbuh baik pada kondisi pH
dan Aw tersebut. C. botulinum tumbuh baik pada suhu 30-37oC (kondisi penyim-
panan ruang atau gudang), walaupun dapat tumbuh pada suhu 10 dan 38oC.
Berdasarkan peraturan FDA, makanan dengan Aw lebih besar dari 0.85 dan pH
lebih besar dari 4.6 dikelompokkan sebagai makanan berasam rendah, dan
apabila akan dikalengkan (kondisi vakum tercapai) dan disimpan pada suhu
ruang, maka produk pangan tersebut harus diproses dengan sterilisasi.

Dalam hal proses sterilisasi tidak dapat diterapkan pada makanan berasam
rendah, maka penghambatan C. botulinum dapat dilakukan dengan memanipu-
lasi kondisi pH dengan proses pengasaman, penurunan aktivitas air atau penam-
bahan garam. Germinasi spora C. botulinum dapat dihambat dengan proses
pengasaman dimana pH produk pangan sehingga berada di bawah 4.6. Karena
dalam makanan asam hanya sel vegetatif yang perlu dibunuh, maka penggunaan
suhu seperti untuk mendidihkan air, atau pengemasan dalam keadaan panas
(hot filling) dapat dilakukan.

Germinasi spora C. botulinum dapat dihambat dengan menurunkan Aw di


bawah 0.93. FDA mensyaratkan Aw<0.85 untuk mengeluarkan produk pangan
dari kelompok berasam rendah. Apabila makanan yang Aw-nya diturunkan
sampai pada Aw dimana spora tidak dapat bergerminasi, maka pemanasan hanya
ditujukan untuk membunuh sel vegetatif. Penurunan Aw berguna bagi makanan
yang kualitasnya sensitif terhadap pemanasan, misalnya keju oles, peanut butter,
madu, sirup, jam, jelly dan produk coklat. Jika Aw makanan yang tidak
mengandung daging diturunkan menjadi 0.85 atau lebih rendah, maka tidak
memerlukan proses pemanasan yang digunakan untuk membunuh spora C.
botulinum.

Pada Aw yang rendah, bakteri akan mati karena sel-sel mikroorganisme


akan berdifusi ke luar sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik.
Penurunan Aw sampai 0.93 dikombinasikan dengan pasteurisasi menghasilkan
produk steril komersial. Akan tetapi praktek ini harus ditunjang oleh prosedur
pengukuran Aw yang akurat. Selain itu, faktor kritis dalam pengaturan Aw sebagai
salah satu metode pengawetan adalah ingredien yang digunakan untuk menu-
runkan Aw tersebut serta jumlahnya dalam produk akhir. Oleh karena itu, penga-
wasan harus dilakukan sejak persiapan produk dan pencapaian suhu yang

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 5


diterapkan pada proses sterilisasi produk akhir. Selain itu, pengujian Aw contoh
produk akhir harus dilakukan secara reguler untuk menjamin bahwa penurunan
Aw telah mencapai nilai yang diinginkan.

Germinasi spora C. botulinum dapat juga dihambat dengan penggunaan


garam, terutama pada produk daging dan ikan kuring yang menggunakan garam
nitrat/nitrit selain NaCl. Proses penggaraman adalah untuk meningkatkan
konsentrasi solut di luar sel sehingga lebih besar dibanding di dalam sel. Adanya
konsentrasi solut yang lebih tinggi di luar sel mengakibatkan migrasi air dari
dalam sel untuk menyeimbangkan konsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menye-
babkan sel bakteri mati disebabkan oleh dehidrasi. Beberapa strain C. botulinum
mampu tumbuh pada kadar garam 7%, akan tetapi strain ini terhambat pada
kadar garam 10% yang setara dengan aw 0.93. Walaupun dapat tumbuh pada
kadar garam 7%, tetapi C. botulinum tidak memproduksi toksin.

Mikroba Penyebab Kebusukan Makanan Kaleng


Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan
bakteri. Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat
dari (a) penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur),
(b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang; (c) produk
hancur dan pucat; dan (d) keruh atau tanda-tanda abnormal lain pada produk cair.
Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab kerusakan yang
utama.

Kerusakan oleh kapang

Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang luas, yaitu 1.5-11.0.


Kebanyakan kapang dapat hidup pada aw> 0.70. Kebusukan makanan kaleng
yang disebabkan oleh kapang sangat jarang terjadi, tetapi mungkin saja terjadi.
Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga adanya kapang pada makanan
kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan (under process) atau karena
terjadi kontaminasi setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh
sehingga pertumbuhan pada kaleng hanya mungkin terjadi apabila kaleng bocor.

Kapang lebih tahan asam, sehingga kapang terutama membusukkan makanan


asam, seperti buah-buahan asam dan minuman asam. Kapang seperti Bysochamys
fulva, Talaromyces flavus, Neosartorya fischeri dan lain-lain telah diketahui sebagai
penyebab kebusukan minuman sari buah kaleng dan produk-produk yang mengan-
dung buah. Spora kapang-kapang ini ternyata mampu bertahan pada pemanasan
yang digunakan untuk mengawetkan produk tersebut. Spora kapang ini tahan terha-
dap pemanasan selama 1 menit pada 92oC dalam kondisi asam atau pada makanan
yang diasamkan. Akan tetapi untuk mencapai konsistensi yang seperti ini, kapang
tersebut memerlukan waktu untuk membentuk spora, sehingga sanitasi sehari-hari
terhadap peralatan sangat penting untuk mencegah pertumbuhan kapang ini dan
pembentukan sporanya. Pada umumnya kapang yang tumbuh pada makanan yang
diolah dengan panas tidak menyebabkan penyakit pada manusia.

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 6


Kerusakan oleh khamir

Khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-8.5. Namun kebanyakan


khamir lebih cocok tumbuh pada kondisi asam, yaitu pada pH 4-4.5, sehingga
kerusakan oleh khamir lebih mungkin terjadi pada produk-produk asam. Kebanyakan
khamir dapat hidup pada aw>0.80. Suhu lingkungan yang optimum untuk pertum-
buhan khamir adalah 25-30oC dan suhu maksimum 35-47oC. Beberapa khamir dapat
tumbuh pada suhu 0oC atau lebih rendah. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik,
tetapi khamir fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat.

Khamir hanya sedikit resisten terhadap pemanasan, dimana kebanyakan khamir


dapat terbunuh pada suhu 77oC. Oleh karena itu, khamir dapat dengan mudah
dibunuh dengan suhu pasteurisasi. Jika makanan kaleng busuk karena pertumbuhan
khamir, maka dapat diduga pemanasan makanan tersebut tidak cukup atau kaleng
telah bocor. Pada umumnya kebusukan karena khamir disertai dengan pembentukan
alkohol dan gas CO2 yang menyebabkan kaleng menjadi kembung. Khamir dapat
membusukkan buah kaleng, jam dan jelly serta dapat menggembungkan kaleng
karena produksi CO2. Seperti halnya kapang, khamir yang tumbuh pada makanan
yang diolah dengan pemanasan tidak menyebabkan penyakit pada manusia.

Kerusakan oleh bakteri

Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw >0.90, sehingga kerusakan oleh


bakteri terutama terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Beberapa
bakteri memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut bakteri aerobik.
Untuk beberapa bakteri lainnya, oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan
anaerob. Contoh bakteri yang bersifat anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri
yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini
disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus. Tabel 1 memperlihatkan beberapa
jenis bakteri pembentuk spora yang dapat menyebabkan kerusakan makanan berda-
sarkan suhu pertumbuhan dan tingkat keasaman bahan pangan.

Tabel 1. Bakteri pembentu spora yang berperan dalam kerusakan makanan


Tingkat Keasamanan Pangan
Kelompok bakteri
Asam (3.7<pH<4.5 Asam Rendah (pH≥4.5
B. coagulans C. thermosaccharolyticum
o
Termofilik (35-55 C) S thermophilus C. nigrificans
B. stearothermophilus
L. bulgaricus C. botulinum (A dan B)
C. butyricum C. sporogenes
Mesofilik (10-40oC)
C. pasteurianum C. licheniformis
B. mascerans B. subtilis
B. polymixa C. botulinum E
Psikrofilik (<5 – 35oC) Pseudomonas S. aureus
Micrococcus

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempenga-


ruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri. Berdasarkan suhu optimum pertum-
buhannya, bakteri dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu:

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 7


1. Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada
suhu refrigerator (4oC). Kelompok bakteri psikotropik yang penting pada ma-
kanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik
tipe B dan F.

2. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal


gudang. Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme
kelompok ini.

3. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik adalah 45-60oC. Jika spora


bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC,
bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-
66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif
termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan
bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit).
Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada
makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermo-
philus.

Pertumbuhan bakteri ditentukan oleh kondisi pH lingkungannya. Bakteri


mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang
dan khamir, yaitu antara 4.0-8.0. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada
pH di bawah 4.0 dan di atas 8.0. Makanan yang mempunyai pH <4.0 akan
semakin awet karena praktis bakteri tidak dapat tumbuh.

Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat


pada makanan tersebut. Keasaman ada di dalam makanan dapat terjadi secara
alamiah, misalnya pada buah-buahan asam; atau terbentuk selama fermentasi,
misalnya yoghurt, pikel, sayur asin, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang
terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat
tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan
tersebut berupa asam asetat atau asam laktat.

Bakteri dapat berbentuk sel vegetatif atau sel sporanya. Pada umumnya sel
vegetatif bakteri lebih sensitif terhadap panas dibanding sel sporanya, sehingga sel
vegetatif bakteri lebih mudah dihancurkan dibandingkan sel sporanya. Sel vegetatif
bakteri dapat dihancurkan dengan proses pasteurisasi, sedangkan sel spora umum-
nya dapat dihancurkan dengan proses sterilisasi.

Pembentukan spora bakteri adalah salah satu tahap istirahat dalam siklus kehi-
dupan bakteri. Spora bakteri adalah struktur tahan terhadap keadaan lingkungan
yang ekstrim, misalnya keadaan kering, pemanasan, keadaan asam, dsb. Beberapa
spora bakteri tahan pada suhu air mendidih (100oC) selama 16 jam. Spora yang
tahan panas juga tahan terhadap perlakuan kimia. Beberapa spora bakteri tahan
lebih dari tiga jam dalam larutan disinfektan yang biasa digunakan di industri pangan.
Bakteri yang tidak membentuk spora atau sel vegetatif dengan mudah dapat diinakti-
vasi dengan sanitiser.

Kebanyakan bakteri yang tumbuh pada makanan kaleng akan membentuk


gas, kecuali bakteri non-pembentuk spora penyebab flat-sour (busuk asam,
tanpa memproduksi gas). Indikator yang jelas kebusukan makanan kaleng ada-

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 8


lah kembungnya kaleng pada satu sisi atau kedua sisi. Hal ini merupakan petun-
juk bahwa makanan tersebut telah mengalami kebusukan karena pertumbuhan
bakteri pembentuk gas. Penampakan dan bau makanan juga merupakan petun-
juk kebusukan. Jika produk hancur atau sirup atau larutan garam yang seharus-
nya bening telah menjadi keruh, keadaan ini merupakan petunjuk telah terjadi
kebusukan.

Jenis-jenis bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan makanan kaleng


adalah sebagai berikut:

(1) Bakteri termofilik

Bakteri termofilik, seperti Bacillus stearothermophilus menyebabkan busuk


asam (flat sour) pada makanan kaleng berasam rendah dan B. coagulans pada
makanan kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu Clostridium thermosaccha-
rolyticum menyebabkan penggembungan kaleng karena memproduksi CO2 dan
H2. Kebusukan sulfida disebabkan oleh Clostridium nigridicans.

Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terha-


dap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri termofil lebih resisten
terhadap pemanasan daripada bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk
membunuh spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya
kebusukan oleh spora termofil, kecuali jika makanan tersebut disimpan pada
suhu di bawah termofil. Untuk produk-produk makanan, seperti kacang polong,
jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk karena termofil, para
pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan
karena germinasi dan pertumbuhan spora termofil. Bahan-bahan yang digunakan
seperti gula, tepung dan rempah-rempah harus terbebas dari spora termofil.

Bakteri termofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung
dengan makanan, sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77oC atau
lebih tinggi lagi untuk mencegah pertumbuhan termofil. Selain itu, produk harus
segera didinginkan sampai suhu di bawah 41oC setelah sterilisasi dan menyimpan
produk ini di bawah suhu 35oC.

Bacillus stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C. thermosaccarolyti-


cum merupakan anggota kelompok bakteri termofilik (50-55oC) yang lebih tahan
panas dibanding C. botulinum. Dalam proses pengalengan, bakteri ini tidak
menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kaleng umumnya di
bawah suhu 30oC.

(2) Bakteri mesofilik pembentuk spora

Spesies Clostridium yang memfermentasi gula, misalnya C. Pasteurianum


dan C. Butyricum memproduksi asam butirat, CO2 dan H2 dan menyebabkan
penggembungan kaleng. Bakteri ini dapat ditemukan pada makanan kaleng asam
seperti tomat, nenas dan buah pir. Spesies yang lain, seperti C. sporogenes, C.
putrefaciens dan C. botulinum menyebabkan kebusukan sulfida dan penggem-
bungan kaleng. Bakteri ini dapat membusukkan makanan kaleng asam rendah,
seperti jagung, daging, daging unggas dan ikan.

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 9


Resistensi spora Bacillus mesofil tidak sebesar spora termofilnya. B. subtilis,
B. mesenteriicus, B. polymixa dan B. macerans telah dilaporkan tumbuh pada
makanan kaleng asam rendah. Keberadaan bakteri ini pada makanan kaleng
menunjukkan kurangnya proses pemanasan atau telah terjadi kebocoran kaleng.

(3) Bakteri non-pembentuk spora

Jika bakteri non-pembentuk spora ditemukan pada makanan kaleng, hal ini
menunjukkan bahwa makanan tersebut diolah dengan pemanasan yang sangat
ringan atau telah terjadi kebocoran kaleng. Bakteri yang termasuk dalam kelom-
pok ini adalah mikrokoki dan bakteri asam laktat. Pada susu kental manis, per-
tumbuhan Micrococcus dapat menyebabkan susu menjadi lebih kental.

Kebusukan makanan kaleng oleh bakteri dapat disebabkan oleh salah satu
penyebab di bawah ini:

(a) Incipient spoilage

Makanan yang telah dimasukkan ke dalam kaleng sering kali dibiarkan


terlalu lama sebelum disterilisasi. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan bakteri yang terdapat pada makanan dan menyebabkan dimulainya
kebusukan. Kehilangan vakum dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada
kaleng selama sterilisasi dan dapat menyebabkan kaleng kebocoran kaleng.
Beberapa kaleng bahkan dapat pecah selama sterilisasi.

(b) Kontaminasi setelah pengolahan

Kontaminasi setelah pengolahan terjadi karena adanya kebocoran kaleng


yang disebabkan oleh penutupan yang kurang sempurna, kerusakan kaleng atau
air pendingin yang terkontaminasi dalam jumlah besar. Berbagai jenis mikro-
organisme, tidak hanya yang tahan panas, dapat ditemukan dalam kaleng jika
kaleng mengalami kebocoran.

(c) Kurang cukup pemanasan (under process)

Pemanasan untuk makanan kaleng seharusnya dapat membunuh semua


mikroorganisme penyebab penyakit dan pembusuk. Pemanasan yang tidak cukup
dapat disebabkan oleh (a) tidak diikutinya waktu atau suhu yang telah ditetapkan
atau tidak ditentukannya suhu dan waktu pemanasan dengan baik; dan (b) keru-
sakan mekanik atau kesalahan manusia.

(d) Kerusakan termofilik

Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak membunuh bakteri


termofilik (lihat pembahasan di atas). Apabila proses pendinginan setelah proses
sterilisasi terlalu lambat atau produk disimpan pada suhu penyimpanan di atas
normal dimana bakteri termofilik dapat tumbuh, maka makanan kaleng dapat
rusak oleh bakteri termofilik.

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 10


Indikasi Kerusakan Makanan Kaleng
Berikut ini adalah beberapa indikasi kerusakan makanan kaleng yang dise-
babkan oleh kerusakan mikrobiologis:

Flat Sour. Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami
kerusakan apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan
berbau asam yang menusuk. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas spora bak-
teri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.

Flipper. Apabila dilihat secara sekilas, kaleng terlihat norrnal tanpa keru-
sakan. Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya
akan cembung.

Springer. Apabila Salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal,
sedangkan ujung yang lainnya tampak cembung permanen. Bila bagian yang
cembung ini ditekan, maka bagian ujung yang masih rata akan tampak cembung.

Swell. Apabila Kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat adanya
bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dibedakan menjadi soft swell yang
lunak dan masih bisa ditekan sedikit dengan jari, serta hard swell yang keras dan
tidak bisa ditekan ke dalam.

Rangkuman

1. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan


bakteri. Dari ketiga mikroba tersebut, kerusakan oleh bakteri lebih dominan.
Jenis bakteri yang dapat merusak makanan kaleng adalah bakteri mesofilik
pembentuk spora, bakteri termofilik dan bakteri non-pembentuk spora.

2. Clostridium botulinum merupakan salah satu bakteri pembentuk spora yang


memproduksi toksin yang mematikan yang disebut botulin. Bakteri ini tum-
buh baik pada kondisi pH>4.6, suhu 30-37oC, anaerobik (tanpa oksigen/
vakum) dan aw>0.93. Tanah merupakan sumber utama spora bakteri C.
botulinum, sehingga spora terdapat pada hampir semua bahan mentah.
Spora C. botulinum sangat resisten terhadap pemanasan. Kondisi-kondisi
yang dapat menghambat pertumbuhan C. botulinum adalah dengan menu-
runkan pH sehingga di bawah 4.6, menurunkan aw sehingga di bawah 0.85
dan penggaraman.

3. Makanan dengan pH>4.6 disebut makanan berasam rendah, dan di bawah


pH 4.6 disebut makanan asam. Semakin rendah pH makanan, pemanasan
yang diperlukan semakin ringan. Makanan asam rendah yang diasamkan
sampai pH 4.6 atau lebih rendah tidak memerlukan proses panas yang tinggi
tetapi pH harus dikontrol dengan benar.

4. Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroba dapat dilihat dari (a)
penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur),
(b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang; (c)
produk hancur dan pucat; dan (d) keruh atau tanda-tanda abnormal lain

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 11


pada produk cair.

5. Kebusukan karena bakteri seringkali menghasilkan kondisi kaleng yang


abnormal. Penyebab kebusukan makanan kaleng adalah incipient spoilage
(proses membiarkan terlalu lama makanan yang sudah dikemas sebelum
disterilisasi), kontaminasi setelah proses (karena kebocoran selama pendi-
nginan dengan air atau penanganan setelah sterilisasi), pemanasan yang
tidak cukup (ketidakcukupan panas pada titik terdingin), dan kebusukan
termofilik (ketidakcukupan pendinginan dan/atau suhu penyimpanan di atas
normal).

6. Beberapa indikasi kerusakan makanan kaleng oleh mikroorganisme adalah


flat sour, flippper, springer dan swell.

Daftar Pustaka

Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis


Horwood, New York.

Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat
STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed,


Academic Press, San Diego, CA.

Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand


Reinhold, New York.

Valentas,K.J., Rotstein,E. Dan Singh,R.P. 1997. Handbook of Food Engineering


Practice. CRC Presss, New York.

Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip


Teknik Pangan. PAU Pangan

Topik 6. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng 12

Anda mungkin juga menyukai