Latar Belakang
Di dunia ini terdapat bermacam-macam agama. Sejarah manusia
sendiri tidak dapat dipisahkan dari keberadaan agama. Banyak perdebatan atau
bahkan peperangan terjadi dalam dalil agama. Namun, apakah sebenarnya
agama itu?
Pengertian agama dapat dijabarkan berdasaran pengertian etimologis
dan pengertian terminologis. Jika dilihat dalam pengertian etimologis
(bahasa), kata agama berasal dari bahasa Sansekerta. Agama berasal dari dua
kata, yaitu kata a yang berarti tidak dan kata gama yang berarti kacau. Jika
disatukan, maka maksud dari agama adalah tidak kacau atau dengan kata lain
berarti agama itu membawa kita kepada kehidupan yang teratur dan tidak
kacau.
Pengertian agama secara terminologis (istilah) adalah hubungan
manusia dengan kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi, untuk dipuja,
mohon pertolongan dalam mengatasi kesulitan hidupnya (Endang Syaifuddin:
1978 dalam M. Noor Matdawam: 2003) in berarti bahwa kita, umat yang
beragama, mempunyai tujuan (Tuhan) yang kita anggap jauh lebih bernilai,
lebih tinggi kedudukannya dari kita. Dan cara manusia mencapai ataupun
mengagungkan tujuan (Tuhan) tersebut bisa saja berbeda antara satu dan yang
lainnya.
Menurut Islam sendiri agama masih dibagi lagi menjadi menjadi dua
kelompok besar, yaitu agama Samawiyah atau agama Tauhid dan agama
Ardhiyah (ardhi = bumi) yang dianggap Syirik.
Dalam sejarah umat manusia, agama selalu ada. Walaupun ada
beberapa golongan yang menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada (atheis),
namun tetap saja kehidupan mereka tidak dapat terlepas dari kehidupan
beragama. Sejarah juga membuktikan bahwa agama telah membawa pengaruh
besar terhadap kehidupan manusia. Misalnya perang Salib (perang agama
antara Nasrani dan Islam), ataupun sampai ke sejarah masuknya Islam ke
Indonesia telah membawa dampak yang tidak sedikit.
Sayangnya perkembangan dunia dengan adanya agama tidaklah selalu mulus.
Beberapa pertentangan hingga peperangan besar terjadi dengan dalih agama.
Sebagai contoh, pertentangan (yang dapat dikatakan perang) yang terjadi di
daerah timur Indonesia sering kali melibatkan Islam-Nasrani. Karena hal ini
jualah daerah timur Indonesia menjadi rapuh terhadap isu-isu yang
menyangkut agama, walau kecil sekalipun.
Masalah-masalah inilah yang kemudian menyebabkan perang berkepanjangan
antara Palestina dan Israel (yang telah ditunggangi oleh kepentngan politik
tentunya). Ataupun “perang” di antara antara Nasrani dan Islam di Indonesia
Timur. Masalah-masalah ini juga telah memakan banyak korban, apalagi
setelah ditunggangi banyak pihak sehingga masalah menjadi semakin komplek
dan sulit untuk dicari penyelesaiannya. Dan mencari penyelesaian bagaikan
mengurai benang kusut. Akan sangat sulit.
Namun berbagai masalah dan pertentangan mengenai agama tidak
melunturkan kebiasaan manusia menyembah Tuhannya. Karena itulah muncul
beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan agama. Sebenarnya
bagaimanakah sejarah agama sehingga di bumi ini bisa terdapat bermacam-
macam agama? ataupun pertanyaan macam “sudah benarkah agama yang
selama ini saya pegang?”.
Agama Ardhiyah (Dienul Ardhi / Syirik)
Sesuai dengan kata Ardhi yang berarti bumi, serta kata syirik
yang berasal dari kata syirkun (syirk) yang berarti persekutuan ataupun
perserikatan yang jumlahnya lebih dari satu, agama ini memang
tercipta di bumi dan bersifat syirik.
Syirik sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Syirik Jaliy
Syirik Jaliy yaitu syirik yang jelas memuja Tuhan
yang lebih dari satu. Syirik Jaliy menganggap Tuhan itu
lebih dari satu serta menyembah kepada benda-benda lain
yang mereka anggap Tuhan dan yang dianggap bisa
mendatangkan berkah ataupun manfaat.
b. Syirik Khafiy
Syrik Khafiy sendiri merupakan syirik namun dapat
dikatakan sebagai syirik yang tidak tampak. Syirik khafiy
ini merupakan perbuatan yang entah disadari atau tidak
adalah perbuatan yang dilakukan manusia yang menyerupai
sifat Tuhan. Misalnya takabbur.
Syirik sendiri adalah suatu dosa yang besar, dosa yang paling
besar di atas segala dosa. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak memberi ampunan kepada orang
yang mempersekutukan (seuatu) dengan–Nya dan Dia memberi ampun
terhadap dosa-dosa selain itu bagi orang yang dikehendaki-Nya. Dan
barang siapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, sungguh dia
sesat sejauh-jauh kesesatan” (QS. 4:116).
Ciri-ciri Dienul Ardhi:
Tumbuh dalam masyarakat.
Tidak sesuai dengan Rasul Allah.
Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada sudah
mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarah.
Memiliki bermacam-macam konsep Tuhan.
Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan
masyarakat penganutnya.
Kebenaran ajarannya tidak universal, hanya berlaku bagi
golongan-golongan tertentu saja, bagi konsep waktu
tertentu serta suatu keadaan tertentu saja.
Disebutkan bahwa agama ini tercipta di bumi karena agama ini
memang semata-mata tercipta dari sistem kebudayaan manusia dan
termasuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan. Sumber konsep
agama Ardhiyah adalah cipta, rasa dan karsa manusia. Dengan kata
lain agama Ardhiyah tercipta dari filsafat manusia.
Sedangkan konsep agama syirik berarti bahwa agama ini tidak
mengajarkan konsep Tuhan yang Esa. Dalam konsep ajaran agama
seperti ini merka mengakui adanya banyak Tuhan atau politheisme.
Konsep politheisme ini sendiri dapat terbagi lagi menjadi beberapa
macam konsep Tuhan, misalnya ajaran Trinitas ataupun ajaran
Trimurti.
Berdasarkan pengertian di atas maka kita dapat menjadi
maklum jika kemudian konsep agama serta cara penyembahan
terhadap Tuhan dapat berbeda sekalipun mereka mempunyai agama
yang sama. Hal ini disebabkan karena kultur kebudayaan masing-
masing tempat di mana agama itu berkembang dapat sangat berbeda.
Sehingga timbullah berbagai macam perbedaan yang mendasar.
Misalnya ajaran Hindu. Hindu Bali akan berbeda dengan ajaran Hindu
India.
Sifat agama Ardhiyah yang kebenarannya tidak universal dapat
terlihat dari contoh ketika agama Hindu dianggap tidak valid lagi oleh
sebagian umatnya maka agama Hindu pecah dan muncullah agama
Budha. Kejadian yang sama juga menimpa agama Budha. Setelah
seratus tahun sang Budha wafat, timbullah bernagai macam penafsiran
terhadap hakikat ajaran Sang Budha. Yang akhirnya mengakibatkan
pecahnya agama Budha menjadi dua aliran, yaitu Budha Hinayana dan
Budha Mahayana.
Umumnya agama Ardhiyah memang tidak memiliki kitab suci.
Salah satu contoh agama Ardhiyah yang memiliki kitab suci adalah
Hindu. Pada dasarnya peradaban dan kehidupan bangsa Hindu telah
teracantum dalam kitab suci Wda (Weda berarti pengetahuan), juga
dalam kitab Brahmana dan Upanisad.
Isi kitab suci Weda merupakan kumpulan dari hasil pemikiran
para pendeta (Resi). Pemikiran para pendeta (Resi) itu kemudian
dibukukan oleh Resi Wiyasa. Selain itu ternyata kitab Weda hanya
diciptakan untuk golongan tertentu saja.
“Apabila orang sudra kebetulan mendengarkan kitab Weda
dibaca, maka adalah kewajiban raja untuk mengecor cor-coran timah
dan malam dalam kupingnya; apabila seorang sudra membaca
mantara-mantra Weda maka raja harus memotong lidahnya; dan
apabila ia berusaha untuk membaca Weda, maka raja harus memotong
badannya.” (Gotama Smarti:12)