Anda di halaman 1dari 8

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Perawatan yang bisa dilakukan untuk penyakit diabetes mellitus diantaranya adalah dengan terapi

an yang bisa dilakukan untuk penyakit diabetes mellitus diantaranya adalah dengan terapi obat dan insulin.
Terapi obat biasanya diberikan kepada penderita jika sasaran kadar glukosa darah pasien belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi obat yang diberikan seperti obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin.
Tujuan utama penatalaksanaan diit adalah untuk mencegah naiknya gula darah, mencegah timbulnya komplikasi,
menurunkan kematian, dan meningkatkan kualitas hidup. Tim FK UI (2005) menggunakan standar yang ditetapkan
pada konsesus Perkumpulan Endrokologi Indonesia (PERKENI) dalam menetapkan pengaturan diet, yaitu diet dengan Diet Kencing Manis – Diabetes
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%). Pemanis dapat digunakan
secukupnya. Konsumsi garam dibatasi bila terjadi hipertensi.
| Mengelola penyakit kencing manis atau diabetes mellitus sebenarnya mudah asal penderita bisa mendisiplinkan
diri dan melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran dokter, dan tidak mudah patah semangat.
Penatalaksanaan diabetes mellitus berdasarkan pada (1) diet, (2) agen hipoglikemik, dan (3) pengaturan aktivitas fisik.
Diet penderita diabetes ditujukan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dimakan setiap hari. Jumlah
kalori yang dianjurkan tergantung sekali pada kebutuhan untuk mempertahankan, mengurangi atau menambah berat Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses
badan (Price & Wilson 1995). pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya, penderita diabetes harus memperhatikan takaran karbohidrat.
Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini.

Terapi nutrisi untuk mengendalikan glukosa darah pada pasien-pasien DM Tipe I harus mencakup pedoman berikut ini
(Hartono 2006): Menurut dr. Elvina Karyadi, M.Sc., ahli gizi dari SEAMEO-Tropmed UI, ada dua golongan karbohidrat yakni jenis
· Makan makanan secara teratur (3 kali makanan pokok dan 3 kali cemilan/hari dengan waktu yang kurang lebih sama kompleks dan jenis sederhana. Yang pertama mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa sedangkan yang
setiap hari). lain hanya satu. Di dalam tubuh karbohidrat kompleks seperti dalam roti atau nasi, harus diurai menjadi rantai tunggal
· Makan makanan dengan jumlah kalori yang cukup untuk memungkinkan tumbuh kembang yang normal. dulu sebelum diserap ke dalam aliran darah. Sebaliknya, karbohidrat sederhana seperti es krim, jeli, selai, sirup,
· Makan sumber karbohidrat dengan jumlah yang sama setiap kali makan makanan utama atau makanan camilan minuman ringan, dan permen, langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga kadar gula darah langsung melejit.
untuk meningkatkan pengendalian glukosa darah.
· Batasi asupan lemak, khususnya lemak jenuh rantai panjang dan kolesterol.
· Batasi asupan gula sederhana termasuk gula pasir, gula aren, madu, sirup jagung dan mungkin juga fruktosa. Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti
· Pertahankan berat badan ideal/normal. kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan
· Ikutsertakan olahraga atau latihan jasmani dalam perencanaan kesehatan. buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
· Lakukan olahraga satu jam sebelum makan untuk meningkatkan pengendalian glukosa darah.

Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas
Terapi nutrisi untuk pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien DM Tipe II mencakup (Hartono 2006): dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang
· Jadwal makan yang teratur, jumlah kalori dari makanan sesuai dengan kebutuhan, dan jenis makanan dengan indeks Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein.
gikemiks yang tinggi harus dibatasi. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian,
· Asupan kolesterol <300mg diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
· Asupan serat 25 gram/hari, meningkatkan konsumsi serat pangan yang larut maupun tak larut.
· Menghindari suplemen niasin yang berlebihan karena dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Suplemen ini
biasanya digunakan untuk pengendalian kadar kolesterol darah. Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel,
· Pengendalian berat badan. pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai
· Olahraga aerobik yang teratur. hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan
· Pemantauan kadar glukosa darah. putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

Bahan Makanan yang dianjurkan :


· Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi, sagu Pola 3J
· Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, kacang-kacangan Ahli gizi lain, dr. Andry Hartono D.A. Nutr., dari RS Panti Rapih, Yogyakarta menyarankan pola 3J yakni:
· Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan
cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus, dan dibakar.
1. Jumlah kalori,

Bahan makanan yang dibatasi/dihindari:


· Mengandung banyak gula sederhana seperti gula pasir, gula jawa, sirop, selai, jelly, buah yang diawetkan dengan 2. Jadwal makan, dan
gula, susu kental manis, minuman ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake
· Mengandung banyak lemak seperti fast food dan gorengan
3. Jenis makanan.
· Mengandung banyak natrium (garam) seperti ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan

Bagi penderita kencing manis yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu lebih mudah untuk
Klinik gizi memberikan pelayanan konsultasi gizi bagi pasien yang membutuhkan terapi diit termasuk penderita DM.
menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg,
Disini penderita DM diajak untuk mengenal dirinya sendiri dan mampu memilih menu makanan sesuai kebutuhan
maka kebutuhan kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan menjalankan olahraga,
dirinya (Depkes RI 2003).
kebutuhan kalorinya pada hari berolahraga ditambah sekitar 300-an kalori.

Latihan fisik atau bekerja juga mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah penderita diabetes. Latihan
Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang. Maksudnya agar jumlah kalori merata
mempermudah transport glukosa ke dalam sel, tetapi pasien-pasien yang mendapat injeksi insulin tidak dapat
sepanjang hari. Tujuan akhirnya agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut tidak
melakukan kontrol ini, dan pemakaian glukosa yang meningkat sewaktu latihan dapat menimbulkan hipoglikemia. Agar
terlalu mendadak.
pasien dapat melakukan pengaturan kadar glukosa yang lebih baik maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat
dalam melakukan aktivitas fisik (Price & Wilson 1995).
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela-sela waktu
tersebut(selang waktu sekitar tiga jam).
Pengobatan dengan insulin masa kerja singkat (diberikan melalui infus atau suntikan yang sering) dan infus glukosa
Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan
dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan benda keton,
berlemak tinggi seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap
serta memulihkan keseimbangan asam basa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi
dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-
berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes, maka tidak mengherankan kalau infeksi
buahan segar. Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-sayuran hijau dan
dapat mempercepat terjadinya dekompensasi diabetik akut dan ketoasidosis. Dengan demikian, pasien dalam keadaan
makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani kerja ginjal.
ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan
karbohidrat, baik oral (melalui mulut) maupun intervena (infus). Kadang-kadang diberikan glukagon, suatu hormon
glikogenolisis secara intramuskular untuk meningkatkan kadar glukosa darah (Price & Wilson 1995).
Diet kalori terbatas
Penderita bisa mengikuti contoh susunan menu diet B untuk 2.100 kalori (Simbardjo dan Indrawati, B.Sc. dari bagian Untuk memudahkan penerapan, dibuat sistem unit 80 kalori. Tabel 2 menyajikan makanan yang mengandung 80 kalori
ilmu gizi RSUD Dr. Sutomo Surabaya) seperti pada Tabel 1. Diet B tinggi serat itu termasuk diet diabetes umum, yang per unitnya. Misalnya, seorang pasien yang memerlukan 1.600 kalori per harinya, akan mendapat makanan 20 unit
tidak menderita komplikasi, tidak sedang berpuasa atau pun sedang hamil. sehari senilai 80 kalori setiap unitnya. Jumlah 20 unit terbagi atas sarapan empat unit, makanan kecil (pk. 10.00) dua
unit, makan siang enam unit, makanan kecil (pk. 16.00) dua unit, dan makan malam enam unit.
Tabel di bawah ini yang menunjukkan contoh lima kelompok makanan: makanan pokok, lauk pauk, sayuran, makanan
ringan/siap santap, buah-buahan, dan minuman.

Makanan dalam kelompok A bisa dibilang berkomposisi paling baik, karena mengandung serat dan atau rendah hidrat
arang olahan serta rendah lemak. Sementara golongan C kurang baik karena kandungan gulanya tinggi, rendah atau
tanpa serat, dan terlalu banyak lemak. Jadi, dianjurkan untuk memilih A atau B, bukan C. Nasi lebih baik daripada
bubur, karena kandungan serat lebih baik sehingga lebih lama bertahan di usus. Pemanis gula bisa diganti dengan
pemanis buatan.Di sini diberikan pula contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori):

Sedangkan buku panduan “Perencanaan Makan Penderita Diabetes dengan Sistem Unit” terbitan Klinik Gizi dan Klinik
Edukasi Diabetes RS Tebet, menuliskan tentang prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai kebutuhan
dasar. Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25 kalori)ditambah 20% untuk aktivitas. Sedangkan
untuk pria, (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal (BBI)
bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) – 100 cm – 10%.

Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI = 64 kg – 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori
dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori. Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori. Jadi, pria ini memerlukan diet
sekitar 2.000 kalori sehari.

Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka
kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya,
bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan
mencapai normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.

Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula. Juga menghindari
konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah
lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.), sebab tubuh
penderita mengalami kelebihan lemak darah.

Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang larut air seperti pektin (dalam
apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng).
Dengan melakukan diet yang teratur dan disiplin pasti kadar gula dapat dikendalikan.

Bila penderita juga mengalami gangguan pada ginjal, yang perlu diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein.
Umumnya, digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi, Sumber : http://www.indomedia.com/Intisari/1999/juli/diabetes.htm
disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
Read more: http://indodiabetes.com/diet-diabetes.html#ixzz16HvTIJUi

Kegagalan berdiet bisa disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam memilih makanannya atau tidak mampu
mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa juga penderita tidak mempedulikan saran dokter.

Diabetes Melitus Gestasional diabetes melitus gestasional atau diabetes ibu hamil yakni suatu bentuk diabetes yang berkembang pada beberapa
Diarsipkan di bawah: 1 — ayosz @ 7:47 am wanita selama kehamilan. Diabetes gestasional terjadi karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin
yang cukup untuk mengkontrol gula darah ( glukosa ) wanita hamil tersebut pada tingkat yang aman bagi dirinya
maupun janin yang dikandungnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang menunjukkan wanita
hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi dalam darahnya dimana ia tidak pernah menderita diabetes sebelum
kehamilannya. kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering Pada penderita Diabetes tipe 1 dikenal sebagai diabetes yang tergantung insulin. tipe ini berkembang jika sel-sel beta
buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan pankreas memproduksi insulin terlalu sedikit atau bahkan tidak memproduksi sama sekali. Jenis ini biasanya muncul
adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar sebelum usia 40 tahunan bahkan termasuk pada usia anak-anak.
karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala
sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena penyebabnya bukan dari pola makan yang tidak sehat
pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air melainkan karena adanya kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas
kencing) juga ditemukan reaksi positif. tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
Namun demikian Diabetes gestasional berbeda dengan diabetes lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
setelah bayi lahir. Tipe diabetes yang umum dijumpai adalah diabetes tipe 1 dan tipe 2, yang akan berlanjut terus respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. dimana
sepanjang hidup orang tersebut setelah diagnosis penyakit ini ditegakkan. Namun demikian wanita hamil tersebut Penderita dirawat dengan menyuntikkan insulin dan dianjurkan untuk melakukan diet khusus diabetes serta melakukan
mempunyai resiko tinggi untuk menderita hipertensi selama kehamilannya. Dan pada saat itu, Janin mempunyai berat pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. 5-10% dari penderita
yang berlebihan, menyebabkan kesulitan untuk melahirkan bahu janin melalui jalan lahir selama persalinan ( distosia diabetes menderita diabetes tipe 1
bahu ). Hal ini dapat menyebabkan jejas pada saraf di leher bayi atau jejas-jejas lainnya pada persalinan sulit ini. Bayi
yang besar juga membutuhkan suatu tindakan pembedahan ( seksio sesarea ) sehingga terhindar dari jejas pada
persalinan normal. Setelah persalinan, bayi akan mengalami masa /episode hipoglikemia ( kadar gula darah lebih Diabetes Mellitus Tipe 2 :
rendah dari normal ), kadar kalsium yang rendah, kadar bilirubin darah yang tinggi ( jaundice ) atau kesulitan
bernapas. Bayi juga akan dihantui kecacatan diantaranya pada sistem saraf, sistem kardiovaskular dan sistem tulang.
Diabetes Tipe 2 dikenal sebagai Diabetes Mellitus yang tidak tergantung Insulin. Diabetes tipe 2 ini berkembang ketika
tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karen
Maka dari itu, diharapkan wanita yang beresiko tinggi seperti: insulin yang dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara maksimal. Sekitar 90-95%
• Wanita yang bertubuh gemuk. penderita diabetes termasuk dalam tipe diabetes 2. Penderita dirawat dengan mangatur pola makan, latihan dan
• Wanita yang mempunyai keluarga terdekat seperti ibu, nenek, adik-beradik yang menghidap diabetes. menyuntikkan insulin untuk mencapai kadar gula dan tekanan darah yang senormal mungkin.
• Wanita yang pernah mengalami masalah kematian bayi semasa melahirkan.
• Wanita yang pernah lahirkan anak cacat.
• Wanita yang bertambah berat badan semasa hamil. Gestational Diabetes Mellitus
• Wanita yang mempunyai sejarah mengidap kencing manis ketika hamil.
Gestational diabetes mellitus (GDM) diakibatkan oleh kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon
insulin yang tidak cukup, seperti Tipe 2 di beberapa kesaksian. Biasanya terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh
setelah melahirkan. GDM kemungkinan dapat merusak kesehatan janin atau kesehatan ibu, dan sekitar 20–50% dari
Dapat memeriksakan dirinya, karena sangat berpengaruh pada diri dan bayi dalam kandungannya.
Namun Banyak wanita dengan diabetes gestasional mampu mengkontrol kadar gula darahnya dalam batas yang aman wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan
dengan makan makanan yang seimbang dan melakukan latihan fisik yang teratur. Bagaimana pun, jika diet dan latihan bisa menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin
tidak dapat mengkontrol kadar gula darah dalam suatu batas yang aman, insulin mungkin dibutuhkan. Bagaimanapun mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis
juga, wanita-wanita yang menderita diabetes gestasional mempunyai resiko tinggi untuk mengalami diabetes sepanjang kehamilan.
gestasional lagi pada kehamilan berikutnya, dan juga 17 % – 63 % dari mereka akan mengalami perubahan dan
berkembang menjadi diabetes tipe 2 dalam 5 hingga 16 tahun.
Kalbe.co.id - Kadar vitamin D (25 hydroxyvitamin D3 [25 (OH)D3]  sangat bervariasi tiap individu terutama karena
perbedaan paparan sinar matahari, warna kulit dan adanya faktor risiko pernyakit komorbid lainnya.   Kaitan antara
vitamin D dan harapan hidup telah diketahui terutama berasal dari studi observasi kohort  dimana kadar vitamin D
Meskipun demikian, Pada waktu hamil, perubahan-perubahan biokimiawi akibat kehamilan seperti hiperkortisolism , berkaitan dengan meningkatnya risiko kardiovaskuler dan mortalitas akibat kardiovaskular pada populasi umum.
meningkatnya pemecahan insulin oleh plasenta, merupakan faktor diabetogenik. Wanita hamil dengan diabetes
mellitus perlu dibedakan atas:
A. Diabetes mellitus yang diketahui sewaktu hamil: disebut diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa yang Dalam studi observasi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik non diabetes stadium 2-5 memperlihatkan kadar
terjadi sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan. vitamin D rendah  menjadi faktor prediksi kematian akibat semua sebab dan penyebab kematian kardiovaskuler yang
– dianggap diabetes mellitus (jadi bukan gestasional) bila gangguan toleransi glukosa menetap setelah persalinan. lebih besar hal tersebut juga didukung hipotesis defisiensi vitamin D berperan penting dalam progresifitas dari penyakit
B. Diabetes pragestasional, artinya sudah diketahui diabetes mellitus kemudian hamil: mereka tanpa komplikasi atau ginjal stadium akhir.
dengan komplikasi yang ringan.
–mereka dengan komolikasi berat, khususnya retinopati,nefropati dan hipertensi. Walaupun diakui bahwa diabetes
Diabates sebagai penyebab utama terjadinya penyakit ginjal stadium akhir di dunia barat   dan beberapa pasien
gestasional merupakan bentuk diabetes mellitus yang ringan, para ahli diabetes kini sepakat, penanganan perlu sebaik
mungkin untuk mencegah komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Oleh karena itu, diabetes dapat meninggal akibat komplikasi kardiovaskuler, berdasarkan hal tersebut suatu penelitian dilakukan untuk
sudah selayaknya pada semua ibu hamil dilakukan skrining untuk mendeteksi sedini mungkin diabetes gestasional. melihat apakah kadar vitamin D plasma dapat menjadi nilai mempredksi meningkatnya risiko semua sebab kematian
dan akibat kardiovaskuler atau terjadinya progresifitas penyakit ginjal pada pasien diabetes tipe 2.

Dan Ada hal penting mengapa diabetes gestasional perlu ditegakkan diagnosisnya
Observasi longitudinal dengan melibatkan 363 subyek dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 berusia dibawah 66 tahun
A. Makrosomia dan kelainan perinatal lainnya sering ditemukan pada ibu diabetes gestasional
B. Antara 10–15% dari mereka dengan diabetes gestasional tidak berhasil dengan pengobatan diet saja, sehingga dimulai tahun 1987 hingga 2009 atau jika pasien telah meninggal, dimana kadar vitamin D (25 hydroxyvitamin D3 [25
membutuhkan insulin sebagai pengobatan tambahan. (OH)D3] dikelompokan diatas dan dibawah 13,9 nmol/L, sampel vitamin D dalam darah diukur setiap waktu yang sama
C. Sekitar 50–60% dari mereka dengan diabetes gestasional,setelah 10–15 tahun akan menjadi diabetes mellitus. setiap tahun.
D. Mungkin merupakan skrining pada ibu hamil untuk berhati-hati memberikan kontrasepsi hormonal,
Dengan hasil karakteristik klinis dan laboratorium pada 289 pasien diabetes tipe 2   (yang dapat dievaluasi)
oleh karena dapat mengakibatkan gangguan toleransi glukosa.Di negara-negara yang maju, penelitian mengenai berdasarkan kadar 25 (OH)D3  didapat data : dengan cut off kadar vitamin D 13,9 nmol/L   didapat pasien dengan
diabetes gestasional telah banyak dilaporkan, baik soal insidensi maupun pengelolaan atau komplikasi. Di negara Asia kadar vitamin D rendah memiliki kejadian retinopati lebih tinggi, kadar UAE ( Urinary Albumin Excretion) yang lebih
belum banyak laporan. Sedang di Indonesia, agaknya belum mendapat perhatian para ahli baik ahli penyakit dalam tinggi, dan diketahui lama diabetes lebih panjang dan secara lemah berkaitan dengan meningkatnya tekanan darah
maupun ahli kebidanan. Prevalensi diabetes gestasional menurut beberapa peneliti berkisar antara 1–7%, kebanyakan sistolik, tetapi kadar vitamin D tidak berkaitan dengan usia, jenis kelamin dan kadar HbA1c.
peneliti melaporkan antara 2–3% Prevalensi yang lebih besar pada umumnya ditemukan di klinik swasta, sedang klinik
pemeritah berkisar antara 1–4%. penelitian di Ujung Pandang melaporkan angka prevalensi 2,58%, keadaan ini sama
dengan keadaan klinik pemerintah di Amerika Serikat. Selain oleh perbedaan materi yang diteliti, prevalensi yang Selama follow up 15 tahun (0,2-23 tahun)  kematian  karena semua sebab dan kematian pasien diabetes karena
berbeda mungkin oleh karena cara skrining maupun kriteria diagnosis yang berlainan oleh beberapa peneliti. kardiovaskuler secara signifikan juga lebih tinggi pada pasien diabetes tipe 2 dengan kadar vitamin D lebih rendah.
Dari hasil penelitian observasi tersebut didapatkan kadar vitamin D yang rendah pada pasien diabetes tipe 2 menjadi
faktor prediksi mortalitas dengan semua sebab dan mortalitas akibat gangguan kardiovaskular, mekanisme bagaimana
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui bahwa ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan pasien dengan kadar vitamin D tinggi dapat mempanjang usia harapan hidup masih belum cukup jelas,   beberapa hal
diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan). mengindikasikan yaitu karena vitamin D akan mengaktivisi reseptor vitamin D yang berperan penting dalam
pleiotropik, menekan RAAS (renin angiotensin aldosteron system), menurunkan hipertropi miosit jantung, menurunkan
Diabetes Mellitus Tipe 1 : terjadinya kalsifikasi vascular, aterosklerosis, menekan proses inflamasi dan bekerja sebagai imunomodulator serta
memiliki efek renoproteksi. Berdasarkan hal tersebut, pemberian vitamin D pada pasien diabetes dengan defisiensi  perlu diteliti lebih lanjut dengan harapan akan mampu memberbaiki prognosis pasien

Kalbe.co.id - Studi epidemiologi cross-sectional melaporkan adanya hubungan antara testosteron dalam plasma, Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes
sensitivitas insulin dan diabetes mellitus tipe 2. Pria dengan diabetes mellitus tipe 2 mempunyai konsentrasi berkisar 1,5-2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi yaitu sebesar 6%.
testosteron lebih rendah dalam serum dibandingkan pria tanpa riwayat DM, demikian pula  terdapat hubungan terbalik
antara level testosteron dengan konsentrasi glycosylated hemoglobin (HbA1c), sebagaimana diutarakan Svartberg,
Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta, kekerapan DM di daerah sub-urban yaitu Depok adalah
2007 serta Stanworth and Jones, 2009). Menurut Zitzmann dan rekan pada tahun 2006, pada pria dengan testosteron 12,8%, sedangkan di daerah rural yang dilakukan di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Di suatu daerah terpencil di
rendah dalam plasma mempunyai resiko terjadinya peningkatan Diabetes Mellitus tipe 2. Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural,
menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu
Karenanya, dilakukan studi selama 52 minggu dengan melakukan diet dan olahraga serta tambahan menggunakan 1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus
testosteron transdermal, dalam mengurangi sindroma metabolik dan meningkatkan kontrol glikemik pada pria yang Terkait Malnutrisi (DMTM) di Jawa Timur, sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah rural. Hasil penelitian
baru didiagnosa mengalami Diabetes tipe 2 dan testosteron plasma yang subnormal. Studi ini dilakukan oleh Dr. epidemiologis di Jakarta (daerah urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982
menjadi 5,7% pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok menjadu 12,8%. Demikian pula prevalensi DM di
Heufelder dan rekan-rekan dari Jerman, Belanda dan Uni Emirat Arab.
Ujung Pandang (daerah urban), meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 2,9% pada tahun 1998 (Suyono,
2005).
Berdasarkan studi, peningkatan level testosteron rendah dapat memperbaiki gambaran dari sindroma Metabolik dan
kontrol glikemik.  Secara buta tunggal ( single blind), dilakukan studi klinis secara randomisasi selama  52 minggu ,
dengan efek yang diawasi termasuk diet dan exercise/olahraga (D&E) dengan atau tanpa pemberian Testosteron Kekerapan DM tipe 1 di negara Barat + 10% dari DM tipe 2, di negara tropik jauh lebih sedikit lagi.
Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa anak-anak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang
transdermal dalam komponen sindroma Metabolik, khususnya dilakukan pada pria hipogonadisme dengan  diagnosa 
timbul pada masa dewasa. Kekerapan tertinggi ditemukan di Eropa Utara. Ada kecenderungan bahwa kekerapan ini
sindroma metabolik dan  baru mengalami diabetes. berbeda antara Eropa Utara dengan Selatan, atau dengan kata lain ada gradien antara Utara dengan Selatan di mana
Utara lebih banyak dari Selatan. Dan akhir-akhir ini tampak bahwa kekerapan DM tipe 1 di Eropa meningkat, tidak
Sebanyak total 32 pria dengan hipogonadisme (testosteron  total <12,0 nmol/L) dengan diagnosis baru diabetes tipe 2 seperti di Amerika Serikat yang rata-rata relatif stabil.
dan dengan sindroma metabolik yang didefinisikan oleh the Adult Treatment Panel III and the International Diabetes
Federation, menerima D&E, dengan  16  menerima juga kombinasi testosterone gel (50 mg) setiap hari (n = 16). Tidak
DM tipe 2 mengenai sedikitnya 90% dari 14 juta orang penderita diabetes di Amerika Serikat (ADA, 1999).
satupun preparat penurun gula yang diberikan sebelum dan selama periode studi. Pengukuran hasil adalah komponen Timbul makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4
sindroma metabolik yang diberikan oleh the Adult Treatment Panel III and the International Diabetes Federation. kali lebih tinggi daripada rata-data orang dewasa. Kekerapan DM di Eropa dan di Amerika Serikat berkisar antara 2-5%
Perbaikan dalam testosteron dalam serum, glycosylated hemoglobin (HbA1c), glukosa plasma puasa, kolesterol HDL  sedangkan di negara berkembang antara 1,5-2 % (Suyono, 2005).
(high-density lipoprotein),  konsentrasi trigliserida , dan pengukuran lingkar pinggang pada kedua kelompok
pengobatan setelah terapi selama 52 minggu.
1.1.3 Diagnosis

Hasil studi menunjukkan bahwa penambahan testosteron secara signifikan meningkatkan perbaikan dari parameter
pengukuran dibandingkan hanya menjalankan diet dan exercise/olahraga saja. Seluruh penderita yang menjalani D&E Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada
ditambah testosteron mencapai sasaran  HbA1c kurang dari 7,0%;  dan 87,5% diantaranya mencapai HbA1c kurang mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi
dari 6,5%. Berdasarkan pedoman dari Adult Treatment Panel III  tersebut  81,3%  penderita yang diacak dari D&E mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada
mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (PERKENI, 2002).
dengan testosteron tidak lagi masuk kedalam kriteria sindroma metabolik, sedangkan 31, 3% pada peserta yang hanya
melakukan  D&E saja yang masuk dalam kriteria tersebut. Tambahan juga ,   pengobatan testosteron memperbaiki
sensitivitas  insulin , adiponektin, dan sensitivitas tinggi dari C-reactive protein. Kesimpulan studi yang dilakukan 1.1.3.1 Pemeriksaan Penyaring
dengan penambahan testosterone pada diet dan exercise/olahraga akan memberikan perbaikan terapeutik terhadap 
kontrol glikemik dan sindroma metabolik setelah 52 minggu pengobatan pada penderita hipogonadisme dengan
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut (PERKENI,
sindroma metabolik dan yang didiagnosa Diabetes mellitus tipe 2.
2002) :

1.1 GAMBARAN UMUM DIABETES MELITUS


1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (³ 140/90 mmHg)
1.1.1 Pendahuluan
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL £ 35 mg/dl atau trigliserida ³ 250 mg/dl.
Diabetes melitus dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini
masalah DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya,
yaitu berupa penurunan kulitas SDM, terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya (PERKENI, 2002).
Catatan: Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan
penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan
kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan
perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass screening) tidak
penyakit jantung koronner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain (Suyono, 2005).
dianjurkan karena disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi
mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain ( general check up) adanya
pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2005).
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT, sehingga dapat ditentukan
langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah
1.1.2 Epidemiologi
5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali
normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis
Saat ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus meningkat. Berbagai penelitian di Indonesia lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan
menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3% menjadi 5.7% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun (Subekti, disiplidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin
2002). Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan (PERKENI, 2002).
tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus yang tidak ditangani dapat mengakibatkan
berbagai penyulit atau komplikasi yang meliputi komplikasi akut dan kronik (Supartondo dan Waspadji, 1997).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO standar) (PERKENI, 2002).
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) yang menderita diabetes beberapa tahun setelah kehamilan akan mengalami mortalitas fetus dan neonatus yang
Bukan DM Belum pasti DM DM tinggi. Menjelang tahun 1950-an istilah diabetes melitus gestasional (DMG) diperkenalkan dan diartikan sebagai sebuah
Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena <> 110-199 > 200 kondisi sementara (transient) yang mempengaruhi keadaan klinis janin secara buruk. Pada tahun 1960-an, O’Sullivan
(mg/dl) menemukan bahwa derajat toleransi glukosa selama kehamilan berhubungan dengan risiko perkembangan diabetes
setelah kehamilan. Ia mengajukan kriteria untuk interpretasi toleransi glukosa oral (TTGO) selama kehamilan yang
Darah kapiler <> 90-199 > 200
secara statistik mendasar dan membuat suatu nilai titik pokok – kira-kira 2 standar deviasi – untuk mendiagnosis
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma vena <> 110-125 > 126
intoleransi glukosa selama kehamilan. Pada tahun 1980-an, nilai tersebut disesuaikan terhadap metode modern untuk
Darah kapiler <> 90-199 > 110 pengukuran glukosa dan diaplikasikan kepada definisi modern dari diabetes melitus gestasional (Buchanan dan Xiang,
Sumber : Soegondo S (2005) Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes 2005).
Mellitus Terpadu.Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 25-9
1.1.3.2 Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus dan gangguan tolerangi glukosa
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa yang pertama kali
dideteksi selama kehamilan. Definisi sederhana ini menggambarkan kompleksitas sebuah kondisi yang merentangkan
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, sebuah spektrum glikemia, patofisiologi, efek klinik dan kepada siapa deteksi dan penatalaksanaan ditujukan. Definisi
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan ini juga dapat mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM (tetapi belum teridentifikasi), dan baru diketahui
pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien saat kehamilan (DM + hamil) di samping yang benar-benar diabetes melitus gestasional menurut definisi lama.
wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ³ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis Sesudah kehamilan selesai baru kemudian dapat dipilah mana yang DMG dan mana yang DM + hamil (PERKENI,
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ³ 126 mg/dl juga digunakan utnuk patokan diagnosis DM. Untuk 2002).
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup
kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa ³ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ³ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari Terdapat bukti yang meyakinkan bahwa hiperglikemia maternal ringan adalah faktor risiko untuk
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ³ 200 mg/dl (PERKENI, morbiditas fetus, namun morbiditas tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil kasus. Kegagalan mengenali dan
2002). (Gambar 1) menangani kondisi ini akan berakibat pada morbiditas yang tidak diinginkan pada beberapa kehamilan, sedangkan
penatalaksanaan yang terlalu agresif akan berakibat timbulnya intervensi yang tidak diperlukan. Skripsi ini akan
membahas lebih dalam deteksi dan penatalaksanaan DMG dengan mengutamakan stratifikasi risiko untuk
Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI, 2002) : meminimalkan kesalahan penanganan pada wanita DMG (Metzger et al, 1998).

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup) 2.2.1 Deteksi DMG
2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
3. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan
4. Diperiksa kadar glukosa darah puasa Faktor risiko DMG ialah : abortus berulang, riwayat pernah melahirkan tanpa sebab yang jelas, riwayat
5. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan, pernah melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, mempunyai riwayat pre-
ml dan diminum dalam waktu 15 menit eklamsia dan polihidramnion. Faktor predisposisi DMG ialah : umur ibu hamil lebih dari 30 tahun, riwayat DM dalam
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa keluarga, pernah DMG pada kehamilan sebelumnya, dan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang selama hamil
7. Selamam proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan tidak merokok (PERKENI, 2002).

Tabel 2. Kriteria diagnostik diabetes melitus* dan gangguan toleransi glukosa Risiko terhadap fetus meningkat berbanding lurus dengan meningkatnya keadaan glikemia pada ibu.
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ³ 200 mg/dl Dengan demikian, tidak terdapat ambang glikemia yang membedakan secara jelas antara kehamilan risiko rendah dan
Atau tinggi. Kriteria diagnostik DMG dapat ditetapkan hanya untuk mengidentifikasi kehamilan yang sangat berisiko tinggi
1. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ³ 126 mg/dl dan semua risiko kehamilan (Sacks et al, 1995). Pendekatan tersebut diadopsi oleh Fourth International Workshop-
Atau Conference on Gestational Diabetes Mellitus dan digambarkan di bawah ini (Metzger et al, 1998).
1. Kadar glukosa plasma ³ 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**
Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2002) Konsensus pengelelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia
2002. PB Perkeni, Jakarta. hal 1-19 2.2.1.1 Skrining
TABLE 4. CLINICAL SCREENING FOR GESTATIONAL DIABETES MELLITUS*
Risk category and clinical characteristic † Recommendation for serum or plasma glucose
1.1.4 Klasifikasi screening
High risk (one or more of the following) At initial antepartum visit or as soon as possible
Marked obesity there after, repeat at 24-28 weeks if no diagnosis of
Tabel 3. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Diabetes in first degree relative gestational diabetes mellitus by that time
I. Diabetes Melitus Tipe 1 [Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM] History of glucose intolerance
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) Previous infant with macrosomia
1. Imunologik Current glycosuria
1. Idiopatik Average risk Between 24 and 28 weeks of gestation
II. Diabetes Melitus Tipe 2 [Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)] The patient fits neither the low nor the high risk profile
(Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan Low risk (one or more of the following) Not required
gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) Age less than 25
III. Diabetes Melitus Tipe Lain Belongs to low risk race or ethnic group ††
Defek genetik fungsi sel beta No diabetes in first degree relative
Defek genetik kerja insulin Normal pregnancy weight and weight gain during
Penyakit endokrin pankreas pregnancy
Endokrinopati No history of abnormal blood glucose concentration
Karena obat/zat kimia No prior poor obstretical outcomes
Infeksi * Data are from Metzger et al
Imunologi (jarang)
Sindrom genetik lain
IV. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan) † Assesment is performed at the initial antepartum visits and repeated at 24 to 28 weeks of gestation in patients in
Catatan : Diabetes melitus pada sirosis hati belum bisa dikelompokkan ke dalam klasifikasi di atas karena whom gestational diabetes has not been diagnosed
mekanismenya belum dapat ditentukan dengan pasti
Sumber : Soegondo S (2005) Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu.Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 25 †† Low risk race and ethnic group are those other than Hispanic, black, native American, South or East Asian, Pacific
Islander, or indigenous Australian

2.1 DIABETES MELITUS GESTASIONAL


Prosedur skrining mengidentifikasi wanita hamil yang berada pada risiko kehamilan tinggi yang dikuatkan
dengan uji diagnostik, tes toleransi glukosa oral (TTGO). Saat ini dianjurkan untuk dilakukannya skrining pada semua
Selama lebih dari satu abad, telah diketahui bahwa diabetes yang datang pada saat kehamilan dapat wanita hamil dengan cara mengukur glukosa serum atau plasma antara minggu 24 dan 28 masa kehamilan (National
menyebabkan efek buruk pada keadaan klinis fetus dan neonatus. Pada awal tahun 1940-an, diketahui bahwa wanita Diabetes Data Group, 1979). Namun, beberapa wanita mempunyai gambaran klinik yang menunjukkan risiko
DMG yang rendah yang tidak memerlukan skrining. Sedangkan, pada sebagian yang lain mempunyai Kriteria yang lebih inklusif (Tabel 3) diadopsi oleh the Fourth International Workshop-Conference on
karakteristik risiko tinggi yang mengharuskan dilakukannya skrining. Skrining DMG seharusnya meliputi Gestational Diabetes Mellitus (Metzger et al, 1998). Penggunaan kriteria tersebut meningkatkan persentase wanita
penilaian manifestasi klinik pada semua wanita hamil untuk menentukan risiko DMG (Lihat tabel 4) dan hamil yang diklasifikasikan sebagai DMG dari 4% (menurut the criteria of the National Diabetes Data Group) menjadi
skrining glukosa serum pada wanita yang tidak mempunyai gambaran klinik risiko rendah (Lihat tabel 5) 7% pada kelompok yang secara konsisten lebih banyak wanita kulit putih. Besarnya insidensi mungkin berbeda pada
(Metzger et al, 1998). ras dan etnik lain (Dooley et al, 1991). The Fourth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes Mellitus,
TABLE 5. SERUM OR PLASMA GLUCOSE SCREENING FOR GESTATIONAL DIABETES MELLITUS WITH THE 50-g ORAL the World Health Organization, the European Diabetic Pregnancy Study Group telah mengajukan kriteria yang berbeda
GLUCOSE CHALLENGE TEST* untuk menginterpretasikan hasil tes toleransi glukosa 2 jam post prandial pada wanita hamil. Saat ini tidak terdapat
Serum glucose cutoff point † Proportion of women with Sensitivity for gestational data pada hasil klinik perinatal atau maternal untuk mendukung penggunaan kriteria tersebut (Lind et al, 1991).
positive test †† diabetes mellitus
> 140 mg/dl (7.8 mmol/liter) 14-28 80%
Menurut Konsensus pengelelolaan diabetes mellitus yang diterbitkan oleh PERKENI tahun 2002, kriteria DM
> 130 mg/dl (7.2 mmol/liter) 20-25 90%
pada wanita hamil sama seperti bukan wanita hamil yaitu gula darah puasa > 126 mg/dL dan atau 2 jam pasca
* Recommendation are adaptes from Metzger et al. Serum or plasma glucose is measured one hour after the glucose
pembebanan > 200 mg/dL. Mereka dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
challenge, which can be performed at any time of day, without regard to the time of last meal. In women with very
(GDPT) dianggap sebagai DMG (PERKENI, 2002).
high risk clinical characteristic, diagnostic testing may be performed without prior glucose screening

2.1.2 Implikasi Diabetes Melitus Gestasional


† Venous serum or plasma glucose concentration is measured by methode with high precision and appropriate quality
control
Diabetes melitus gestasional sering mengakibat penyulit pada ibu seperti pre-eklamsia, polihidramnion,
infeksi saluran kemih berulang pada saat kehamilan, persalinan seksio sesarea dan trauma persalinan akibat bayi besar
†† The percentage may vary according to race or ethnic group and glucose tolerance test criteria for diagnosis
(PERKENI, 2002).

Penilaian awal seharusnya dibuat pada kunjungan antenatal care (ANC) pertama. Wanita yang mempunyai
Morbiditas antepartum pada wanita dengan DMG terbatas hanya terhadap peningkatan frekuensi gangguan
karakteristik risiko tinggi harus menjalani skrining glukosa sesegera mungkin. Uji beban glukosa oral dengan 50 gram
hipertensi. Data yang paling meyakinkan adalah adanya hubungan dengan pre-eklampsia dan lebih kontroversial
glukosa (50-g oral glucose-challenge test) biasanya dianjurkan untuk tujuan ini, diikuti dengan TTGO jika konsentrasi
adalah adanya hubungan dengan hipertensi yang diinduksi kehamilan (Joffe et al, 1998). Pemantauan tekanan
glukosa serum pada saat skrining cukup tinggi (O'Sullivan et al, 1973). Namun, jika kecurigaan hiperglikemia
darah, pencapaian berat badan yang ideal dan ekskresi protein urin dianjurkan, terutama selama masa
(overt hyperglycemia) yang jelas sangat tinggi (contohnya jika terdapat poliuria dan polidipsi), pengukuran
kehamilan trimester kedua. Kriteria diagnostik standar dan penatalaksanaan gangguan hipertensif dapat
glukosa serum puasa cukup untuk mengkonfirmasi diagnosis diabetes (Lihat tabel 6). Wanita yang
diaplikasikan pada wanita dengan DMG (Roberts, 1998).
ditemukan berada pada risiko rata-rata atau rendah pada penilaian klinis awal harus dinilai kembali antara
masa gestasi 24 dan 28 minggu, bersama dengan wanita risiko tinggi yang belum didiagnosis DMG pada saat
itu (Metzger et al, 1998). Risiko klinik antepartum DMG dominan terjadi terhadap fetus. Beberapa studi melaporkan peningkatan
TABLE 6. DIAGNOSIS OF DIABETES MELITUS GESTATIONAL* frekuensi anomali kongenital mayor, namun peningkatannya tampak terbatas pada bayi yang ibunya menderita
Time of measurement Gluose concentration hipeglikemia berat (konsentrasi awal glukosa puasa serum di atas 120 mg/dL (6.7 mmol per liter)). Menurut prosedur,
Diabetes mellitus type 1 or 2 Gestational diabetes mellitus † diperbolehkan memberikan konseling khusus dan pemeriksaan ultrasound untuk mendeteksi anomali fetus) (Schaefer
Miligram oer deciliter et al, 1997).
Random†† ∂ > 200 ―
After overnight fast ∂ > 126 95
One hour after test ― 180 Dahulu, lahir mati (stillbirth) adalah komplikasi terpenting pada kehamilan diabetik, termasuk kehamilan
Two hour after test ― 155 pada wanita DMG yang tidak ditangani. Sebagai hasilnya, maternal monitoring untuk melihat pergerakan fetus dan
Three hour after test ― 140 kardiotokografi sering dianjurkan pada kehamilan yang diperberat oleh DMG untuk mendeteksi fetus pada risiko
* Diagnoses are based on recommendation of the Fourth International Workshop-Conference on gestational diabetes, kematian intrauterin. Beberapa studi klinik besar menunjukkan tidak terdapat mortalitas perinatal yang besar ketika
with venous serum or plasma glucose concentration measured by method with high precision and appropriate quality pemeriksaan di atas dilakukan pada wanita DMG dan kehamilan tanpa komplikasi yang ditangani dengan cara diet atau
control. To convert values glucose to millimoles per liter, multiple by 0,05551 masa kehamilan 32 sampai 34 minggu pada wanita yang ditangani dengan insulin, wanita dengan hipertensi dan
wanita yang mempunyai riwayat lahir mati sebelumnya (Kjos et al, 1995).

† Values shown are for 100 g, three hour oral glucose tolerance test. The serum glucose cutoff for the 75 g two hour
oral glucose tolerance test are identical to the fasting, one hour and two hour values from the 100 g, three hour test. Makrosomia, hipoglikemia, ikterus, respiratory distress syndrome, polisitemia, dan hipokalsemia dilaporkan
Two or more of the values must be met or exceeded for diagnosis of gestational diabetes to be made with the use of frekuensinya bervariasi pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DMG. Makrosomia dan komplikasi yang
neither berhubugan dengan kehamilan dan persalinan adalah morbiditas yang paling banyak dan paling serius. Makrosomia
disebabkan oleh adanya asupan glukosa yang berlebih kepada fetus sebagai konsekuensi hiperglikemia maternal.
Terdapat korelasi yang positif antara derajat glikemia maternal dengan berat badan lahir, atau frekuensi makrosomia.
†† Values are measured at any time except during the oral glucose challenge test or oral glucose tolerance test Faktor maternal lain yang berperan terhadap makrosomia fetus adalah obesitas dan konsentrasi asam amino serum,
dan lipid. Respon fetus terhadap ibu diabetes bervariasi karena adanya bukti yang menunjukkan perbedaan frekuensi
makrosomia pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DMG berdasarkan kelompok ras dan etnik (Jang, 1997).
∂ Abnormal values should be present on at least two occasions

Dengan demikian, pertumbuhan fetus yang berlebih pada kehamilan yang dipersulit oleh DMG harus
Pada minggu 24 sampai 28, wanita dengan risiko rendah tidak memerlukan uji diagnostik lebih jauh dipandang sebagai hasil multifakor gangguan metabolik maternal yang diikuti dengan respon fetus yang bervariasi
(Metzger et al, 1998). Wanita dengan suatu gambaran klinis yang menempatkannya pada suatu risiko (risiko terhadap gangguan tersebut. Hasil akhirnya adalah frekuensi makrosomia yang lebih besar pada bayi yang dilahirkan
rata-rata atau tinggi pada tabel 4) harus menjalani tes glukosa ( Naylor et al, 1997). Pada sebagian besar dari wanita bukan penderita diabetes, namun efek tersebut hanya sebagian kecil dari keseluruhan (kira-kira 20-30
populasi, prosedur ini akan membatasi jumlah TTGO yang dilakukan. Langkah pertama adalah uji beban persen bayi yang ibunya penderita DMG). Frekuensi makrosomia yang berhubungan dengan DMG tampaknya telah
glukosa 1 jam dengan 50 gram glukosa ( 50-g, one-hour glucose-challenge test, tabel 5), dan langkah 2 adalah menurun pada banyak kehamilan (Jang, 1997).
TTGO yang dilakukan pada wanita yang mempunyai nilai 50-g, one-hour glucose-challenge test menunjukkan
risiko tinggi DMG. Frekuensi uji skrining positif dan spesifisitasnya terhadap DMG bervariasi berdasarkan titik potong
yang dipilih untuk konsentrasi glukosa serum pada 1 jam setelah makan (Tabel 5) (Metzger et al, 1998). 2.2 PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS GESTASIONAL

2.1.1.2 Diagnosis 2.2.1 Penatalaksanaan Metabolik Antepartum

Penapisan DMG dianjurkan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama dengan petugas kesehatan. Penatalaksanaan antepartum wanita DMG harus difokuskan pada pencegahan komplikasi fetus. Tampaknya
Bila hasilnya negative, pemeriksaan diulang pada masa kehamilan 24-28 minggu (PERKENI, 2002). semua pendekatan mempunyai landasan program edukasi nutrisi dan penatalaksanaan diet. The American Diabetes
Association (ADA) menganjurkan pemberian jumlah kalori dan nutrien (zat gizi) yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan kehamilan dan meminimalkan hiperglikemia maternal. Keperluan harian pada wanita dengan berat badan
Diagnosis DMG berdasarkan hasil TTGO, kecuali pada wanita dengan hiperglikemia berat (Tabel 6), yang normal pada kehamilan trimester kedua adalah 30-32 kkal/kgbb. Pendekatan diet yang dapat menurunkan konsentrasi
harus dipertimbangkan sebagai diabetes tipe 1 atau 2 dan ditangani sesuai dengan penyakitnya. Tidak terdapat glukosa serum maternal meliputi pembatasan asupan (intake) karbohidrat sampai 40 persen dari total kalori,
persetujuan tentang interpretasi TTGO pada wanita hamil (Magee et al, 1993). penyediaan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemia yang rendah dan penurunan intake total untuk wanita yang
kelebihan berat badan sampai 25 kkal/kgbb. Satu studi penunjukkan bahwa wanita yang mendapatkan kurang dari
40% total kalori dari karbohidrat mempunyai bayi dengan berat lahir yang lebih rendah dan frekuensi persalinan sectio lebih kecil lebih masa kehamilan daripada menunggu persalinan secara spontan menjelas masa gestasi 41 minggu
secarea yang lebih sedikit daripada wanita dengan asupan yang besar (ADA, 1999). lengkap. Di antara wanita yang persalinannya diinduksi, tidak ada satu pun jumlah sectio secarea (25 persen vs 31
persen di antara wanita yang persalinannya tidak diinduksi), maupun frekuensi distosia bahu yang jumlahnya besar
(Kjos, 1993).
Menurut Konsensus pengelelolaan diabetes mellitus yang diterbitkan oleh PERKENI tahun 2002,
penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri
ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian Surfactant-deficient respiratory distress syndrome jarang pada bayi cukup umur yang dilahirkan dari ibu
ibu, kesakitan dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat dipertahankan DMG. Uji maturasi paru janin tidak dianjurkan setelah masa kehamilan 38 minggu pada kasus di mana terdapat
selama kehamilan sampai persalinan. Oleh karena itu penting sekali penatalaksanaan medis untuk mencapai sasaran perhitungan masa kehamilan yang dapat dipercaya dan kontrol gula darah maternal yang baik (Kjos, 1990).
normoglikemia. Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa < style="letter-spacing:
0.3pt;">(PERKENI, 2002).
2.2.3 Pasca Kelahiran

Sekali terapi nutrisi dimulai, dua pendekatan umum dapat digunakan untuk mengidentifikasi wanita yang
mempunyai fetus berada dalam risiko tinggi untuk mendapat penatalaksanaan yang lebih intensif lagi, yaitu Terdapat bukti epidemiologi bahwa seorang janin yang terpajan DMG intra uterin memiliki risiko yang tinggi
pengukuran konsentrasi gula darah maternal secara teratur dan penilaian perkembangan fetus. Pendekatan yang terkena obesitas dan tolerasi glukosa terganggu pada saat anak-anak dan dewasa. Hubungan yang dilaporkan tidak
paling sering dilakukan pada pengalaman klinis adalah pemantauan konsentrasi gula darah yang intensif yang hanya pada wanita penderita diabetes tipe 1 atau 2 namun juga pada wanita penderita DMG. Tidak terdapat intervensi
merupakan indikasi pada fetus-fetus risiko tinggi. Karena tidak terdapat ambang glikemik maternal untuk risiko fetus, yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Anjuran untuk perawatan anak-anak meliputi
ajuran difokuskan pada mempertahankan konsentrasi gula darah pada kisaran nornal untuk semua wanita hamil. evaluasi teratur tinggi badan, berat badan, konsentrasi glukosa darah, pemberian diet yang tepat dan aktivitas fisik
Hiperglikemia postprandial lebih dekat berhubungan dengan makrosomia fetus daripada hiperglikemia preprandial pada yang benar untuk mengurangi kecenderungan munculnya obesitas (Pettitt, 1985).
kehamilan yang perberat oleh diabetes yang sudah ada. Hal itu merupakan alasan untuk pemantauan gula darah pada
wanita DMG (Homko et al, 1998).
Wanita penderita DMG mempunyai risiko diabetes melitus non gestasional (DMNG) sebesar 17-63% dalam
waktu 5-16 tahun setelah kehamilan. Risiko diabetes terutama tinggi pada wanita yang menderita hiperglikemia yang
Sekalipun demikian, The Fourth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes Mellitus, nyata selama atau segera seteralah kehamilan, wanita yang gemuk dan wanita yang menderita DMG yang didiagnosis
menganjurkan mempertahankan konsentrasi gula arah pada kurang dari 95 mg/dL (5.3 mmol per liter) sebelum makan sebelum masa kehamilan 24 minggu (Damm et al, 1992).
dan kurang dari 140 dan 120 mg/dL (7.8 dan 6.7 mmol per liter) pada saat satu dan dua jam setelah makan. Beberapa
klinis menggunakan target glikemia yang lebih ketat lagi, walaupun penatalaksanaan yang terlalu agresif tanpa
preseleksi ibu dengan janin besar, dapat meningkatkan angka kelahiran bayi kecil sesuai masa kehamilan (Metzger et Pemeriksaan fisiologik pada wanita penderita DMG menunjukkan kapasitas yang terbatas pada sel beta
al, 1998). pankreas untuk meningkatkan sekresi insulin dalam mengkompensasi resistensi insulin. Sekresi insulin yang buruk
selama kehamilan bernilai prediktif selama persalinan. Defek sel beta dapat disebabkan otoimunitas terhadap pankreas
pada sejumlah kecil kasus, kebanyakan penyebabnya masih tidak diketahui (Freinkel, 1985).
Pemantauan glukosa darah di rumah dengan memory-capable meters tampaknya lebih unggul daripada
pemantauan dengan strip baca (read strips) dalam mengidentidikasi konsentrasi gula darah yang tetap meningkat
ketika mereka menjalani terapi diet. Penatalaksanaan berdasarkan hiperglikemia maternal sendiri telah dihitung Pertambahan berat badan dan jumlah kehamilan dalam meningkatkan risiko diabetes setelah DMG,
mempunyai biaya yang efektif (Kitzmiller, 1998). mengisyaratkan bahwa resistensi insulin dapat mempercepat penurunan fungsi sel beta yang cenderung menyebabkan
diabetes. Penanganan wanita yang mempunyai riwayat DMG harus meliputi usaha untuk mengurangi resistensi insulin
(olahraga, mempertahankan berat badan normal dan menghindari obat-obat yang menginduksi resistensi insulin).
Karena hanya sebagian kecil kasus janin yang dilahirkan dari ibu penderita DMG berada pada risiko Konsentrasi glukosa darah harus dinilai kembali setelah persalinan dan sedikitnya setiap tiga tahun setelah persalinan
morbiditas yang disebabkan hiperglikemia, beberapa peneliti telah mengkombinasikan pemeriksaan glikemia maternal sesuai anjuran American Diabetes Association untuk mendeteksi diabetes pada subjek yang berisiko tinggi.
dengan pemeriksaan fetus untuk mengidentifikasi kehamilan yang berada dalam risiko morbiditas perinatal (Gambar Pemeriksaan harus dilakukan lebih sering pada wanita yang mempunyai gangguan gula darah puasa atau konsentrasi
1). Satu pendekatan tersebut menggunakan pemeriksaan konsentrasi fruktosamin serum untuk mengidentifikasi gula darah setelah pembebanan (Peters, 1996).
wanita dengan kehamilan risiko renda. Selanjutnya, pengukuran insulin dalam cairan amnion dapat mengidentifikasi
janin dengan hiperinsulinisme. Pendekatan lain menggunakan pengukuran glukosa serum puasa yang didapatkan
setiap satu sampai dua minggu untuk mengidentifikasi wanita yang mempertahankan konsentrasi glukosa kurang dari Akhirnya, wanita dengan riwayat DMG harus menggunakan kontrasepsi yang efektif untuk mengurangi
105 mg/dL (5.8 mmol per liter) ketika mendapatkan terapi diet. Pengukuran sirkumferensia abdomen janis pada awal kemungkinan kehamilan yang disertai hiperglikemia yang tidak ditangani dengan baik, yang akan meningkatkan risiko
trimester ketiga digunakan untuk mengidentifikasi sebagian kecil fetus yang berada pada risiko makrosomia pada masa defek lahir pada janin mereka. Penatalaksanaan jangka panjang dengan kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah
aterm. Besarnya kasus makrosomia dan komplikasi perinatal menurun dengan dilakukannya pendekatan ini (Hofmann tampaknya tidak meningkatan risiko diabetes setelah DMG. Intra uterin device (IUD) merupakan kontrasepsi yang
et al, 1990). paling efektif yang secara metabolik bersifat netral. Sebaliknya penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin
selama masa menyusui dapat meningkatkan risiko diabetes (Kjos et al, 1998).

Wanita yang pada dirinya terdapat tanda morbiditas janin (menurut pendekatan yang berdasarkan pada
karakteristik fetus) atau yang pada dirinya terdapat konsentrasi gula dara melebihi sasaran) dapat ditangani dengan
lebih intensif, biasanya menggunakan insulin. Terapi insulin menurunkan frekuensi makrosomia fetus dan morbiditas Kalbe.co.id - DM (Diabetes mellitus) tipe-2 merupakan suatu penyakit metabolik yang progresif yang saat ini angka
perinatal. Pada pertimbangan ini, terapi insulin untuk mencapai konsentrasi glukosa darah post prandial kurang dari kejadiannya semakin meningkat di seluruh dunia dan dalam pengelolaannya sering gagal mencapai target gula darah
140 mg/dL memberikan kadar gula darah rata-rata yang lebih rendah dan keadaan klinis perinatal yang lebih baik dari yang diinginkan hanya dengan satu macam obat. Tidak terkendalinya kadar gula darah dalam waktu lama tentunya
pada terapi untuk mempertahankan konsentrasi gula darah preprandial kurang dari 105 mg/dL (de Veciana, 1995). akan memicu terjadinya komplikasi kronis. Akibatnya sering diperlukan pemakaian atau kombinasi lebih dari satu
Lebih jauh dari itu, kasus makrosomia telah menurun dengan pemberian insulin dengan cara mengurangi konsentrasi macam obat untuk mencapai target kontrol gula darah mendekati normal. Hiperglikemia yang tidak terkontrol dan
gula darah preprandial kira-kira sebesar 80 mg/dL (.4 mmol per liter) pada wanita yang janinnya telah teridentifikasi berlangsung  dalam waktu yang lama bertanggung-jawab atas terjadinya komplikasi baik makrovaskuler maupun
berada pada risiko makrosomia dengan pemeriksaan USG janin. Dengan demikian, waktu pengukuran glukosa darah, mikrovaskuler yang juga berdampak terhadap meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hal tersebut diungkapkan oleh
sasaran glukosa darah yang hendak dicapai dan karakteristik pertumbuhan janin semuanya harus dipertimbangkan Dr. IGN Adhiarta SpPD-KEMD, dalam acara Simposium Endokrinologi Klinik VIII – 2010 pada tanggal 21 Juli 2010
dalam merencakanan terapi insulin (Buchanan, 1994). Pilihan lain untuk mengintensifkan penatalaksanaan meliputi di Hotel Hyatt – Bandung.
modifikasi diet yang telah disebutkan di atas dan latihan aerobik (Bung, 1991) .

Lebih lanjut Dr. IGN Adhiarta SpPD-KEMD., menyampaikan bahwa sesuai dengan American Diabetes Association (ADA),
2.2.2 Rute dan Waktu Kelahiran target glikemik adalah dengan pemeriksaan HBA1c < 7%. Dari algoritma penatalaksanaan diabetes tipe-2 menurut
American Diabetes Association (ADA), langkah pertama adalah perubahan gaya hidup dan pemberian metformin. Jika
hal tersebut belum memberikan hasil perbaikan HbA1c yang diinginkan maka dapat ditambahkan insulin basal atau
Diabetes mellitus gestasional bukan merupakan indikasi persalinan sectio secarea. Sekalipun demikian, dengan sulfonilurea. Ataupun dalam kondisi tertentu memungkinkan pemberian obat kombinasi.
besarnya persalinan sectio secarea di antara wanita penderita DMG lebih besar dua kali lipat daripada wanita bukan
penderita DMG. Peningkatan tersebut mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah janin dengan makrosomia. Namun,
pengetahuan bahwa ibunya menderita DMG atau telah ditangani dengan insulin, dapat meningkatkan kesempatan Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar HbA1c, terdapat 3 alternatif pemilihan obat ADO yang dapat digunakan pada
sectio secarea. Untuk mengurangi morbiditas iatrogenik tersebut, rute persalinan pada wanita yang ditangani secara penatalaksanaan diabetes tipe-2.
baik seharusnya berdasarkan pertimbangan yang sama antara ibu dan janin yang dapat diterapkan pada wanita hamil
bukan penderita diabetes (Drury, 1983).
1. Kadar HbA1c antara 6,5% - 7,5%, dimulai dengan penggunaan monoterapi, dimana pilihan pertama
menggunakan metformin, jika dalam 2 - 3 bulan kadar HbA1c belum mencapai target maka dapat dilakukan pemberian
Waktu persalinan, pada ketiadaan masalah pada ibu dan janin, seharusnya berdasarkan pola pertumbuhan kombinasi dengan 2 atau 3 golongan ADO yang berbeda.
janin dan risiko yang berhubungan dengan induksi persalinan dan kelahiran prematur. Pada salah satu studi, induksi
persalinan rutin pada masa gestasi 38 minggu lengkap menyebabkan kelahiran yang lebih awal dan proporsi bayi yang
2.  Kadar HbA1c antara  7,6% - 9,0%, dapat segera dimulai dengan pemberian kombinasi  dua obat ADO, dan mempunyai efek yang lebih lama dalam mengontrol kadar gula darah jika dibandingkan dengan sulfonilurea. Efek
selanjutnya jjika dalam 2 –3 bulan kadar HbA1c belum mencapai target dapat dilakukan penambahan obat ADO ke-3 samping yang paling umum terjadi adalah peningkatan berat badan dan retensi cairan dengan edema perifer dan
atau kombinasi dengan insulin. peningkatan 2 kali terhadap risiko gagal jantung kongestif.

3. Kadar HbA1c > 9%, sudah diperkenankan dengan pemberian insulin pada awal pengobatan bagi pasien dengan Pemberian ADO kombinasi pioglitazone dengan metformin dalam kombiansi tetap ternyata mempunyai bioekuivalen
keluhan hiperglikemia akut sedangkan bagi yang tidak disertai dengan keluhan masih memungkinkan pemberian ADO yang tidak berbeda dengan jika diberikan terpisah walaupun dalam kombinasi dosis yang berbeda. Keadaan yang sama
kombinasi. akan didapat jika diberikan dalam keadaan perut kosong maupun bersamaan dengan makanan. Keadaan ini sangat
menguntungkan dikarenakan akan meningkatkan kepatuhan pada pasien yang harus menggunakan berbagai macam
obat. Dan manfaat yang diperoleh dengan pemberian kombinasi pioglitazone–metformin akan lebih besar jika
Pemilihan obat antihiperglikemia ditentukan berdasarkan efektivitas obat tersebut dalam menurunkan kadar gula dibandingkan dengan  pemberian monoterapi.
darah, efek ekstra-glikemik yang dapat menurunkan  komplikasi jangka panjang, keamanan, tolerabilitas, kemudahan
dalam penggunaan dan tentunya harga. Terapi kombinasi metformin dan pioglitazone dalam Simposium Endokrinologi
Klinik VIII 2010 tersebut dibahas lebih dalam oleh Dr. Em Yunir SpPD-KEMD., pada sesi kedua. Dalam materinya Dr. Beberapa manfaat yang didapat pada kombinasi pioglitazone–metformin antara lain: perbaikan glukosa darah puasa
Em Yunir SpPD-KEMD., menyampaikan bahwa berdasarkan Konsensus American Association of Clincial Endocrinologists dan kadar HbA1c, memperbaiki kadar insulin puasa, memperbaiki kadar C-peptidase, memperbaiki penurunan
(ACCE)/ American College of Endocrinology (ACE), terdapat berbagai pilihan kombinasi dari ADO, salah satu kemampuan metformin dalam kendali glukosa darah, mencegah penurunan respon  pengendalian glukosa darah jika
diantaranya adalah kombinasi Metformin dan golongan TZD misalnya pioglitazone. dibandingkan dengan kombinasi metformin–sulfonilurea, efek komplimenter dalam pengendalian dislipidemia,
metformin memperbaiki kolesterol total sedangkan pioglitazone meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar
trigliserida. Serta manfaat lainnya seperti penurunan mediator inflamasi (misal: CRP, MMP-9, IL-6, dsb) akibat
Metformin merupakan satu-satunya ADO golongan biguanid yang tersedia dan banyak dipakai saat ini.  Obat ini pemberian pioglitazone, perbaikan faktor-faktor koagulasi darah, dan dari studi yang ada pioglitazone dapat
bekerja dengan cara menurunkan pembentuan glukosa di hati dan menurunkan gula darah puasa. Umumnya terapi menurunkan ketebalan tunika intima arteri karotis yang merupakan prediktor risiko kardiovaskular. Sedangkan dari sisi
tunggal metformin akan menurunkan kada HbA1c sekitar 1,5%. Terapi tunggal metformin biasanya tidak disertai keamanan kombinasi metformin-pioglitazone dapat ditoleransi dengan baik, dengan profil efek samping yang tidak
dengan hipoglikemi dan telah dipergunakan dengan aman. Efek samping utama yaitu gangguan saluran cerna. jauh berbeda dengan pemberian monoterapi dari masing-masing ADO tersebut.
Gangguan ginjal merupakan kontraindikasi penggunaan metformin dikarenakan akan meningkatkan kejadian asidosis
laktat, komplikasi yang jarang namun bersifat fatal.
Di akhir sesi tersebut, pembicara menyimpulkan bahwa kombinasi tetap ADO pioglitazone-metformin tidak
menunjukkan efek yang berbeda dengan jika diberikan secara terpisah. Profil farmakologi pun tidak berbeda.
Sedangkan pioglitazone (golongan TZD) merupakan suatu proliferator peroksisom yang mengaktifkan modulator Keunggulan pemberian dalam dosis tetap akan meningkatkan kepatuhan jika dibandingkan dengan pemberian secara
reseptor gamma. TZD meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hati terhadap insulin endogen maupun eksogen terpisah dari masing-masing obat. Kombinasi tetap pioglitazone-metformin dapat menurunkan kadar gula darah puasa
(insulin sensitizer). Efektivitas terapi tunggal TZD dapat menurunkan HbA1c sekitar 0,5% - 1,4%. TZD ini juga dan post prandial, meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan kadar HbA1c, trigliserida dan meningkatkan HDL.

Anda mungkin juga menyukai