Anda di halaman 1dari 8

JENIS LUKA DAN PERAWATANNYA

Definisi : Luka adalah keadaan dimana terdapat diskontinuitas dari


kulit.
Sebagai penyebab dari perlukaan adalah trauma
mekanis,termis,listrik dsb. Pada umumnya yang diterima sebagai
penyebab luka adalah trauma mekanis.
Trauma mekanis ini dapat truma tajam maupun tumpul.

Luka dapat dibagi atas :

I. Menembus tidaknya :
A.Tidak menembus suatu rongga (vulnus non penetrans)
B.Menembus suatu rongga (vulnus penetrans)

II. Adanya infeksi :


A. Tidak ada infeksi
B. Ada infeksi (vulnus infectum)

III. Menurut bentuk morfologis :


A. Hematoma
Hematoma adalah keadaan terdapatnya penimbunan darah dalam
suatu rongga abnormal, dalam hal ini dibawah kulit.
Ada yang menganggap hematoma tidak termasuk didalam luka.
B. Abrasi :
Abrasi adalah keadaan dimana terdapat kerusakan epidermis.
C. Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah perlukaan dimana terdapat kerusakan dari
epidermis dan dermis.
D. Vulnus Punctum (ictum)
Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang kecil (luka
tusuk).
E. Vulnus Scissum
Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang berbentuk
garis.Sebagai penyebabnya adalah suatu trauma tajam.
F. Vulnus Laceratum (luka compang camping)
Sebagai penyebab adalah trauma tumpul.
Luka yang terjadi dapat berupa garis (seperti pada
v.scissum) atau memang berbentuk compang camping.
Apabila berbentuk garis, maka perbedaannya dengan
v.scissum adalah adnya jembatan jaringan,tepi yang tak
rata, pinggir yang tak rata dsb.
G. Luka tembak (v.sclopetorum)
Luka tembak terbagi atas luka tembak masuk dan luka tembak
keluar.
Perawatan luka secara umum :
____________________________

1. Pada setiap perlukaan perhatikan keadaan umum terlebih


dulu. Apabila keadaan umum buruk usahakan terlebih dulu
perbaikan keadaan umum.Apabila perdarahan tampak terus
berlanjut dan merupakan penyebab dari keadaan umum yang
buruk maka perdarahan dan keadaan umum buruk diatasi
secara bersama-sama.

2. Saat terjadinya perlukaan :


a. Luka kurang dari 6 jam : luka ini dianggap luka
bersih (clean wound) .
Luka seperti ini diharapkan akan sembuh per-primam
(dengan tindakan yang adekwat) dan dapat dilakukan
tindakan primer / penjahitan primer.
b. Luka terkontaminasi:
Yang termasuk luka terkontaminasi adalah :
= luka antara 6-12 jam
= luka kurang dari 6 jam akan tetapi kontaminasi
yang terjadi adalah banyak.
= luka kurang dari 6 jam akan tetapi ditimbulkan
karena daya / enersi yang besar (misalnya luka
tembak atau terjepit mesin).
Luka ini diragukan untuk dapat sembuh secara primer
karena itu diberikan tindakan ekspektatip (kompres
zat antiseptika dan diberikan antibiotika.
Apabila pada hari ke-3-7 tidak timbul radang bila
perlu dapat dilakukan tindakan penjahitan ;
penjahitan disini disebut jahitan primer tertunda
(delayed primary suture).
Bila antara hari ke-3-7 timbul pus maka luka
dianggap luka terinfeksi.
c.Luka terinfeksi : setiap luka diatas 12 jam dianggap
luka terinfeksi.
Pada luka ini diberi kompres dan antibiotika sambil
menunggu hasil kultur dan resistensi test untuk
pemberianantibiotika yang sesuai.. Apabila kemudian
proses radang sudah tenang dan timbul jaringan
granulasi sehat dapat dilakukan jahitan sekunder.

Perkecualian untuk penanganan ini:


a. Luka lebih lama dari 6 jam tanpa tanda-tanda radang
dan sudah diberi zat antiseptika sebelumnya dapat
dilakukan tindakan primer.
b. Luka terkontaminas didaerah wajah tetap dilakukan
penjahitan primer.
c. Luka kurang dari 6 jam didaerah perineum tetap
dianggap luka terkontam,inasi.
d. Perlukaan lebih dari 6 jam tetap dapat dilakukan
eksplorasi.

3. Profilaksis tetanus :
Dapat diberikan dalam bentuk Toksoid,ATS atau
imunoglobulin.
ATS diberikan 1500U,Toksoid 1cc atau imunoglobulin 250U
(pada orang dewasa).

4. Medikamentosa :
Sebaiknya diberikan antibiotika profilaksis.

5. Pembukaan jahitan :
Pada daerah wajah jahitan dibuka hari ke-4 untuk
menghindari terjadinya "railroad track" yang akan sangat
sulit untuk dikoreksi.
Apabila pada saat kontrol tampak adanya pus, maka
jahitan segera dibuka pada dimana tampak pernanahan.

Perawatan luka khusus :


_______________________

1. Perlukaan pembuluh darah :


Apabila terdapat perlukaan pada pembuluh darah sebagai
tindakan sementara dapat dilakukan tindakan penekanan
daerah luka atau penekanan pada nadi proksimal dari
luka.Sebagai tindakan definitip adalah ligasi atau
repair dari perlukaan pembuluh darah.

2. Perlukaan syaraf perifer :


Pada luka bersih, maka repair syaraf dapat dilakukan
secara primer, pada luka terkontaminasi atau terinfeksi
dilakukan secara sekunder.

3. Perlukaan tendo :
Bila luka dijahit primer maka tendo juga diusahakan
untuk dijahit secara primer. Perkecualian adalah pada
daerah "no mans land" pada tangan dimana dimana
repair dilakukan secara sekunder.

4. Perlukaan daerah toraks dan abdomen :


Harus selalu ditentukan apakah luka tembus atau tidak.
5. Perlukaan daerah wajah dan kepala :
Apabila terdapat luka pada daerah kepala maka rambut
harus dicukur terlebih dahulu. Alis tidak diperbolehkan
untuk dicukur.
Apabila terdapat perdarahan maka langsung dilakukan
penjahitan tanpa hemostasis kecuali bila terkena
pembuluh darah sedang atau besar.
Perlukaan pada daerah pipi harus dipastikan bahwa tidak
terdapat kerusakan pada n.VII ataupun ductus Stenoni.

6. Perlukaan daerah leher :


Apabila luka dalam dan ada kemungkinan terkena organ
penting (pembuluh darah dsb) maka perlu eksplorasi.

Cedera Olah Raga

Cedera pada Otot atau Tendo dan Ligamen

Pengertian :

Menurut Depdiknas (1999: 632) “otot merupakan urat yang keras atau jaringan kenyal dalam
tubuh yang fungsinya untuk menggerakkan organ tubuh”.

Pengertian tendo menurut Hardianto Wibowo (1995: 5)


adalah jaringan ikat yang paling kuat (ulet) berwarna keputih-putihan, bentuknya bulat seperti
tali yang memanjang. Adapun strain dan sprain yang mungkin terjadi dalam cabang olahraga
renang yaitu punggung, dada, pinggang, bahu, tangan, lutut, siku, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki.
Cedera Olah Raga adalah cedera pada sistem otot dan rangka tubuh yang disebabkan oleh
kegiatan olah raga. Cedera olah raga merupakan suatu kejadian yang sangat ditakuti oleh pelatih
dan atlet, cedera dapat terjadi akibat trauma akut atau trauma yang terjadi berulang-ulang dalam
jangka waktu lama.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko cidera olah raga :

Metode Latihan Yang Tidak Tepat


Hal ini merupakan penyebab paling sering dari cedera pada otot dan sendi. Penderita tidak
memberikan waktu pemulihan yang cukup setelah melakukan olah raga atau tidak berhenti
berlatih ketika timbul nyeri.

Beberapa otot mengalami cedera setiap kali mengalami penekanan oleh aktivitas yang intensif,
dan otot yang lainnya menggunakan cadangan energinya. Penyembuhan serat-serat otot dan
penggantian energi yang telah digunakan memerlukan waktu pemulihan hingga berhari-hari.

Sebaiknya latihan olah raga dilaksanakan secara bergantian, misalnya hari ini melakukan latihan
berat, hari berikutnya beristirahat atau melakukan latihan ringan.

Kelainan Bentuk Anatomi Tubuh


Kelainan bentuk anatomi tubuh bisa menyebabkan seseorang lebih peka terhadap cedera olah

raga karena adanya tekanan yang tidak semestinya pada


bagian tubuh tertentu. Misalnya, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut
pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar sehingga
meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan tungkai (fraktur karena
tekanan).

Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.


Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka otot, tendon dan
ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang
menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang
(fraktkur).

Menurut Hardianto Wibowo (1995: 22) ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan
ligamentum, yaitu
1. Sprain
Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling
sering terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993: 92) berpendapat bahwa sprain
adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena
stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang
putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut
ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi,
(cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang
bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.

2. Strain
Menurut Giam & Teh (1992: 93) “strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo
karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.” Berdasarkan berat
ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada
jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan
rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini
membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada cedera tendo dan
ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE. Artinya:
R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastis, balut tekan di
berikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan.
E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang
cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard menurut Hardianto
wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukut diberikan istirahat saja
karena akan sembuh dengan sendirinya.
(b) Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu kita harus memberikan
tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
(c) Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya kemudian dikirim kerumah sakit
untuk dijahit/ disambung kembali.

Tags: cedera olah raga, cedera otot

Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.
Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada
sendi. Gejalanya dapat berupa nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa kasus,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup
gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.

Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous
(otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada persambungan antara
otot dan tendon. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada
pelari atau pelompat. Tipe cidera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada
hamstringnya. Beberapa kali cidera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkah
penuh. Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan,
dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala
oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada
bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.
Therapist mengkategorikan sprain dan strain berdasarkan berat ringannya cidera. Derajat I
(ringan) berupa beberapa stretching atau kerobekan ringan pada otot atau ligament. Derajat II
(sedang) berupa kerobekan parsial tetapi masih menyambung. Derajat III (berat) berupa
kerobekan penuh pada otot dan ligament, yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.

Terapi

Cidera derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan pemberian istirahat, es, kompresi dan
elevasi (RICE). Terapi latihan dapat membantu mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas.
Cidera derajat II terapinya sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada daerah yang
cidera. Dan derajat III biasanya dilakukan immobilisasi dan kemungkinan pembedahan unutk
mengembalikan fungsinya. Kunci pemulihan adalah evaluasi awal oleh seorang profesional
medis. Setelah cedera telah ditentukan, rencana perawatan dapat dikembangkan. Dengan
perawatan yang tepat, kebanyakan terkilir dan strain akan sembuh tanpa efek samping jangka
panjang.

Anda mungkin juga menyukai