I. Menembus tidaknya :
A.Tidak menembus suatu rongga (vulnus non penetrans)
B.Menembus suatu rongga (vulnus penetrans)
3. Profilaksis tetanus :
Dapat diberikan dalam bentuk Toksoid,ATS atau
imunoglobulin.
ATS diberikan 1500U,Toksoid 1cc atau imunoglobulin 250U
(pada orang dewasa).
4. Medikamentosa :
Sebaiknya diberikan antibiotika profilaksis.
5. Pembukaan jahitan :
Pada daerah wajah jahitan dibuka hari ke-4 untuk
menghindari terjadinya "railroad track" yang akan sangat
sulit untuk dikoreksi.
Apabila pada saat kontrol tampak adanya pus, maka
jahitan segera dibuka pada dimana tampak pernanahan.
3. Perlukaan tendo :
Bila luka dijahit primer maka tendo juga diusahakan
untuk dijahit secara primer. Perkecualian adalah pada
daerah "no mans land" pada tangan dimana dimana
repair dilakukan secara sekunder.
Pengertian :
Menurut Depdiknas (1999: 632) “otot merupakan urat yang keras atau jaringan kenyal dalam
tubuh yang fungsinya untuk menggerakkan organ tubuh”.
Beberapa otot mengalami cedera setiap kali mengalami penekanan oleh aktivitas yang intensif,
dan otot yang lainnya menggunakan cadangan energinya. Penyembuhan serat-serat otot dan
penggantian energi yang telah digunakan memerlukan waktu pemulihan hingga berhari-hari.
Sebaiknya latihan olah raga dilaksanakan secara bergantian, misalnya hari ini melakukan latihan
berat, hari berikutnya beristirahat atau melakukan latihan ringan.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 22) ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan
ligamentum, yaitu
1. Sprain
Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling
sering terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993: 92) berpendapat bahwa sprain
adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena
stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang
putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut
ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi,
(cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang
bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
2. Strain
Menurut Giam & Teh (1992: 93) “strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo
karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.” Berdasarkan berat
ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada
jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan
rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini
membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada cedera tendo dan
ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE. Artinya:
R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastis, balut tekan di
berikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan.
E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang
cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard menurut Hardianto
wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukut diberikan istirahat saja
karena akan sembuh dengan sendirinya.
(b) Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu kita harus memberikan
tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
(c) Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya kemudian dikirim kerumah sakit
untuk dijahit/ disambung kembali.
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.
Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada
sendi. Gejalanya dapat berupa nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa kasus,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup
gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous
(otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada persambungan antara
otot dan tendon. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada
pelari atau pelompat. Tipe cidera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada
hamstringnya. Beberapa kali cidera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkah
penuh. Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan,
dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala
oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada
bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.
Therapist mengkategorikan sprain dan strain berdasarkan berat ringannya cidera. Derajat I
(ringan) berupa beberapa stretching atau kerobekan ringan pada otot atau ligament. Derajat II
(sedang) berupa kerobekan parsial tetapi masih menyambung. Derajat III (berat) berupa
kerobekan penuh pada otot dan ligament, yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
Terapi
Cidera derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan pemberian istirahat, es, kompresi dan
elevasi (RICE). Terapi latihan dapat membantu mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas.
Cidera derajat II terapinya sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada daerah yang
cidera. Dan derajat III biasanya dilakukan immobilisasi dan kemungkinan pembedahan unutk
mengembalikan fungsinya. Kunci pemulihan adalah evaluasi awal oleh seorang profesional
medis. Setelah cedera telah ditentukan, rencana perawatan dapat dikembangkan. Dengan
perawatan yang tepat, kebanyakan terkilir dan strain akan sembuh tanpa efek samping jangka
panjang.