KELOMPOK 6 IKP 1 A
HUKUM TRANPLANTASI ORGAN
Di Indonesia pengaturan hukum transplantasi organ
adalah dalam UU No 23/1992 tentang Kesehatan dan PP
No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis, serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh
Manusia. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU No
9/1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang telah
dicabut. Akan tetapi PP ini masih tetap berlaku karena
berdasarkan pasal 87 UU No 23/1992 tentang Kesehatan,
semua peraturan pelasksanaan dari UU No 9/1960 masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan UU No. 23/1992.
TUJUAN
Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis
memindahkan sebagian tubuh atau organ yang sehat untuk
menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat berfungsi lagi.
Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto
transplantasi), pada orang yang berbeda (homotransplantasi)
ataupun antar spesies yang berbeda (xeno-transplantasi).Pasal 33
UU No 23/1992 menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah
satu pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Secara legal transplantasi hanya
boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh
dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992).
Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa organ atau jaringan
tubuh merupaka anugerah Tuhan YME sehingga dilarang untuk
dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.
TENAGA YANG BERWENANG
Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kewenangan, yang melakukannya atas
dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli warisnya (pasal
34 ayat 1 UU No. 23/1992
Secara logika, transplantasi organ dalam pelaksanaannya akan
melibatkan banyak dokter dari berbagai bidang kedokteran seperti
bedah, anestesi, penyakit dalam, dll sesuai dengan jenis
transplantasi organ yang akan dilakukan. Dokter yang melakukan
transplantasi adalah dokter yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh
Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981).
Untuk menghindari adanya konflik kepentingan, maka dokter yang
melakukan transplantasi tidak boleh dokter yang mengobati pasien
(pasal 11 ayat 2 PP 18/1981)
SYARAT PELAKSANAAN
Pada transplantasi organ yang melibatkan donor organ hidup, pengambilan
organ dari donor harus memperhatikan kesehatan donor yang
bersangkutan. Pengambilan organ baru dapat dilakukan jika donor telah
diberitahu tentang resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang benar
tadi donor dan ahli watis atau keluarganya secara sukarela menyatakan
persetujuannya (pasal 32 ayat 2 UU No. 23/1992)
Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan
tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara,
pegawai pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk
menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi
(pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka
penyediaan organ untuk pasien dari negara lain)
Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:
1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatakan
bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3
UU No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan
dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan
tubuh atau tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan
pidana denda paling banyak 300 juta rupiah.
2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19
PP No. 18/1981)
Transplantasi Menurut Islam
a. TransplantasiOrgan Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan
sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang
membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi
mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si
pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka
hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam
Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ”
Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan
memberikan maaf dalam masalah qishash dan
berbagai diyat. Allah SWT berfirman :
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf ) membayar (diyat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu
rahmat.” (QS. Al Baqarah : 178)
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah
Meninggal
Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang
ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal.
Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani
kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum
memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka
persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga
penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat
keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan
haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat
menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup
manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan
setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si
penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga
dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya
tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan
seizin hakim.
c. Keadaan Darurat