ABSTRACT
The use of DOTS strategy for tuberculosis treatment has not been successful,
while the cases of tuberculosis multidrug resistance is increasing. We therefore
require to know how far effect of family support to increase compliance in taking anti
tuberculosis drugs. The research was observational study with cross sectional
design. From the findings of the research, it was concluded that: There was family
support influence to compliance rate to take anti tuberculosis drugs. The regresion
ordinal analysis showing that there is a effect of family support with compliance to
taking anti tuberculosis drugs. The result show value of F = 5.502 and p = 0.001
(p<0.05) and correlation coefisient r = 0.210. This indicating higher family support,
also make higher compliance to taking anti tuberculosis drugs. If take more analysis,
from 4 variabels of family support in this research (encouragement going to clinic,
family not stayed away from sufferer, transportation support, and attention to
success of medical treatment) toward compliance to taking anti tuberculosis drugs,
the biggest efford variabel is attention to success of medical treatment,
transportation support, encouragement going to clinic, and the last family not avoid
from sufferer.
Keywords : Family support, compliance, Tuberculosis
PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis paru telah dikenal lebih dari satu abad yang lalu, yakni
sejak diketemukannya kuman penyebab Tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882,
namun sampai saat ini penyakit Tuberkulosis (TB) masih tetap menjadi problema
kesehatan di seluruh dunia dan sebagai penyebab kematian utama yang diakibatkan
oleh penyakit infeksi.1 Pada April 1993 WHO menyatakan TB sebagai suatu
problema kesehatan masyarakat yang sangat penting dan serius di seluruh dunia
serta merupakan penyakit yang menyebabkan kedaruratan global (Global
Emergency), karena satu dari 3 penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi dengan
Mycobacterium tuberkulosis (disebut juga Basil Tahan Asam = BTA) sebagai kuman
penyebab TB yang dibuktikan dengan pemeriksaan Mantoux tes.2 Sekitar 95%
penderita TB terdapat di negara sedang berkembang dengan sosioekonomi rendah
termasuk Indonesia dan 75% dari penderita TB tersebut terjadi pada usia produktif.3
Setiap tahun terdapat sekitar 4 juta penderita baru TB paru menular di dunia.4
Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 8,74 juta penderita baru TB
dan akan menjadi 10,2 juta penderita baru TB pada tahun 2005. Di kawasan Asia
Tenggara diduga terjadi lebih dari 3,5 juta penderita baru TB dan lebih dari 1,3 juta
kematian akibat penyakit ini, dan diperkirakan pada tahun 2005 terdapat 3 juta
penderita baru TB.5
2
Data pada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun 2004 menunjukkan
15% dari penderita TB paru yang diobati di seluruh Puskesmas di Jawa Timur yang
mempergunakan program pengobatan strategi “DOTS”, tidak melanjutkan
pengobatan sampai selesai (tidak patuh minum obat). Bila dilihat tiap daerah tingkat
II, didapatkan beberapa daerah dimana didapatkan persentase penduduknya yang
menderita TB paru dan tidak patuh berobat antara lain : Bangkalan (37%); Sidoarjo
(29%); Lamongan (27%); Sumenep (24%); Situbondo (23%); Gresik (22%). Pada
tahun 2005 total yang tidak patuh berobat sebesar 14% dengan daerah tingkat II
terbanyak adalah: Ngawi (38%); Jember (36%); Bangkalan (28%); Kabupaten
Malang (25%); Gresik (20%).
Data ketidakpatuhan berobat penderita TB paru dari klinik dan rumah sakit
dapat dilihat dari data penderita TB paru yang berobat di RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang, BP4 Surabaya. (lihat tabel 1).
Tabel 1. Data ketidakpatuhan berobat penderita TB paru (%) di RSUD Dr.Saiful Anwar Malang
(1999 dan 2001) dan BP4 Surabaya (2003-2004)
Kelompok umur N %
≤ 20 thn 11 8,2
21-30 thn 43 32,1
31-40 thn 27 20,1
41-50 thn 30 22,4
51-60 thn 18 13,4
61-70 thn 5 3,7
Jumlah 134 100,0
Pendidikan N %
Rendah 47 35,0
Menengah 79 59,0
Tinggi 8 6,0
Jumlah 134 100,0
Terdapat 59,0% dari peserta penelitian berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
Pekerjaan penderita TB Paru dalam penelitian ini cukup bervariasi. Distribusi
pekerjaan penderita TB Paru dalam penelitian seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Distribusi Pekerjaan Penderita
Pekerjaan N %
Tidak bekerja 62 46,2
PNS/TNI/Polri 1 0,7
Kary. Swasta 40 29,9
Wiraswasta 15 11,2
Pedagang 10 7,5
Lain-lain 6 4,5
Jumlah 134 100,0
Terdapat 46,2% dari peserta penelitian tidak mempunyai pekerjaan. Hal ini terjadi
karena pada kelompok tidak bekerja termasuk para ibu Rumah Tangga, anak yang
masih bersekolah atau belum berumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan
sendiri.
Pendapatan keluarga rata-rata penderita TB Paru dalam penelitian ini adalah Rp.
711.111 ± Rp. 270.161. Pendapatan terendah Rp. 350.000 dan tertinggi Rp.
2.000.000.
Dukungan Anggota Keluarga
Dorongan anggota keluarga untuk berobat teratur
Didapatkan 73,1% penderita menyatakan anggota keluarga mendorong untuk
berobat secara teratur.
5
Didapatkan 50,7% dari penderita menyatakan tidak adanya perhatian atas kemajuan
pengobatan penderita dari anggota keluarga.
Tabel 8. Distribusi adakah keluarga yang memperhatikan kemajuan pengobatan penderita
Bila dijabarkan lebih rinci kepatuhan penderita dalam minum obat menurut hasil
pengamatan kesesuaian jumlah obat yang tersisa dengan yang seharusnya,
keteraturan minum obat menurut PMO, keteraturan minum obat menurut penderita
sendiri, dan cara minum obat, didapatkan hasil sebagai berikut.
3. Kepatuhan minum OAT (berdasarkan kesesuaian jumlah obat yang tersisa)
Dari hasil pengamatan dengan melihat sisa obat yang ada pada penderita
saat dilakukan kunjungan rumah, apakah sesuai dengan sisa obat yang seharusnya,
maka didapatkan gambaran hasil pengamatan kepatuhan minum obat selama 8
minggu seperti tergambar pada tabel berikut.
Tabel 12. Distribusi jumlah penderita yang memiliki sisa obat sesuai dengan seharusnya (per-minggu)
Minggu N %
1 87 64,9
2 85 63,4
3 83 61,9
4 92 68,7
5 96 71,6
6 98 73,1
7 106 79,1
8 107 79,9
7
Minggu N %
1 84 62,7
2 89 66,4
3 91 67,9
4 102 76,1
5 111 82,8
6 104 77,6
7 117 87,3
8 121 90,3
Minggu N %
1 81 60,4
2 78 58,2
3 81 60,4
4 91 67,9
5 97 72,4
6 106 79,1
7 106 79,1
8 110 82,1
Tabel 15. Distribusi jumlah penderita yang minum obat sebelum makan pada pengamatan tiap
minggu
Minggu N %
1 2 1,5
2 3 2,2
3 6 4,5
4 15 11,2
5 32 23,9
6 42 31,3
7 44 32,8
8 45 33,6
8
Tabel 16. Besar pengaruh variabel dukungan keluarga terhadap kepatuhan penderita minum OAT
Variabel dukungan keluarga Beta P
Dorongan berobat 0,347 0,000
Menghindari penderita 0,311 0,000
Bantuan transport 0,423 0,000
Perhatian atas kemajuan pengobatan 0,429 0,000
Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap
kepatuhan minum obat penderita adalah perhatian atas kemajuan pengobatan,
disusul bantuan transport, dorongan berobat dan keluarga tidak menghindari
penderita yang sakit TB.
DISKUSI
Sebagian besar penderita berusia antara 21-50 tahun, hal ini sesuai dengan
berbagai penelitian yang menyimpulkan penyakit TB Paru terutama ditemukan pada
usia produktif (Crofton, 1999; Reichman 2000; Enarson, 2004). Pada penelitian ini
didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, tingkat pendidikan sampel
terbanyak adalah berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA). Persentase
pendidikan ini menyerupai gambaran penduduk kota Surabaya, di mana sebagian
besar penduduk Surabaya berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) (Data
kependudukan kota Surabaya, 2004).
Dalam penelitian ini ditemukan dukungan keluarga yang dilakukan anggota
keluarga dengan mendorong penderita untuk berobat secara teratur, memperhatian
kemajuan pengobatan penderita, memberi bantuan transport dan tidak menghindari
penderita yang sakit TB. Perilaku patuh minum OAT dinilai dari:
1. Sisa OAT pada penderita sesuai dengan jumlah yang seharusnya
2. PMO menyatakan bahwa pasien meminum OAT setiap hari
3. Pasien menyatakan bahwa ia meminum OAT setiap hari. Ketiga data tersebut
didapat dari instrumen pengumpul data berupa lembar observasi dan catatan
mingguan oleh petugas pada saat melakukan kunjungan ke rumah penderita TB
yang menjadi peserta penelitian.
9
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan diskusi penelitian ini menyimpulkan bahwa
dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT penderita TB Paru.
Analisis regresi ordinal dari 4 variabel dukungan keluarga menunjukkan
bahwa yang paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan kepatuhan minum
OAT penderita TB Paru adalah perhatian atas kemajuan pengobatan, disusul
dengan bantuan transportasi, dorongan berobat dan tidak menghindarnya keluarga
dari penderita TB tersebut.
10
DAFTAR PUSTAKA
29. Otok S. 1997. Resitensi primer kuman M.tuberkulosis terhadap obat Streptomisin, INH,
Rifampisin dan Etambutol di Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4)
Surabaya.Karya Akhir PPDS Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.
30. Sarwono SW, 1993. Pendidikan kesehatan dan beberapa model perubahan perilaku.Dalam:
Sosiologi Kesehatan. Gajah Mada University Press.
31. Soedarsono. 2005. Resistensi Obat Tuberkulosis: Problema dan Penatalaksanaannya.dalam:
Simposium TB, tropical Disease Center (TDC) Unair. Surabaya.
32. Tety R. 2008.Pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan tentang penyakit TB terhadap motivasi
untuk sembuh penderita Tuberkulosis Paru yang berobat di Puskesmas. Puslitbang system dan
kebijakan kesehatan. http://diglib.litbang. depkes.go.id. disitasi 02/09/2008
33. Wu X: J.Zhang; Y.Zhuang. 1999. Molecular mechanism of drug resistance in Mycobacterium
tuberculosis clinical isolated. Clin Med J. 114: 18-22.
34. WHO/IUATLD. 1999-2002. Anti Tuberculosis drug resistant in the World. The WHO/IUATLD
Global Project on Anti Tuberculosis Drug Resistance Surveillance.
35. Yessica HT. 2004 Hubungan persepsi dan pengetahuan orang tua tentang penyakit Tuberkulosis
dengan kepatuhan pengobatan Tuberkulosis pada anak di Kabupaten Purworejo. Program
Pascasarjana UGM.
36. Yew WW; CH.Chau. 1995. Drug Resistant TB in 1990. Eur Respir J. 124: 26-29
RR
Correspondence : Tahan P.Hutapea, Saiful Anwar General Hospital, Jl. Jaksa Agung
Soeprapto No.2 Malang East Java, Email:drtphutapea@yahoo.com