Anda di halaman 1dari 5

Jumlah Raka’at dalam Shalat 

Tarawih
Posted by Admin pada 21/08/2009

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat
semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah, Hadits ini dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380).

Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari

‫َت ْر ِو ْي َح ٌة‬

yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Dan ‫َت ْر ِو ْي َح ٌة‬

pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan
shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)

Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih.
(Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali bekumpul
untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup
dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan
Fathul Bari, 4/294)

Hukum Shalat Tarawih

Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-
Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

‫سا ًبا ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫مَنْ َقا َم َر َم‬
ْ ‫صانَ إِ ْي َما ًنا َو‬
َ ِ‫احت‬

“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah
ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa
shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan
pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih
Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).

Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-
Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu
Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan
qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan
lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)

Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?
Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:

Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.

Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah
dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan
lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih
Muslim (6/282).

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada
qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada
(dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).

Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.

Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam
Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 6/282).

Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Dasar pendapat pertama:

1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

ْ ‫ ُث َّم‬،‫اس‬
‫ ِة‬5َ‫وا مِنَ اللَّ ْيل‬5‫اج َت َم ُع‬ ُ ‫ر ال َّن‬5َ ‫ ِة َف َك ُث‬5َ‫ابل‬
ِ ‫ َّلى مِنَ ا ْل َق‬5‫ص‬
َ ‫ ُث َّم‬،‫اس‬5
ٌ ‫الَتِ ِه َن‬5‫ص‬ َ ‫صلَّى ِب‬ َ ‫سلَّ َم َذاتَ َل ْيلَ ٍة فِي ا ْل َم ْس ِج ِد َف‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫هللا‬ِ َ ‫س ْول‬ُ ‫أَنَّ َر‬
ُ‫ج إِلَ ْيك ْم‬ ُ ْ َ َ ُ َ َّ َ َ َ
َ ‫ قدْ َرأ ْيتُ الذِي‬:َ‫ص َب َح قال‬ َ َ َ َّ َ
َ ‫صلى هللاُ َعل ْي ِه َو‬ َّ َ ْ َ َ
ُ ‫الرابِ َع ِة فل ْم َيخ ُر ْج إِل ْي ِه ْم َر‬ َ
َّ ‫ال َّثالِ َث ِة أ ِو‬
ِ ‫ ُر ْو‬5‫ َول ْم َي ْمن ْعنِي مِنَ الخ‬،‫صن ْعت ْم‬ ْ ‫ فل َّما أ‬.‫سل َم‬ َ ِ‫س ْول ُ هللا‬
َ‫ضان‬ َ َ
َ ‫ َوذلِ َك ف ِْي َر َم‬.‫ض َعل ْي ُك ْم‬ ْ َ
َ ‫إِال أ ِّني َخشِ ْيتُ أنْ ُتف َر‬ َ َّ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para
shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka
manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi ), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga
atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika
pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah
kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku
khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)

• Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah
(sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-
shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula
shalat tarawih menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528)

• Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat yang shalat
bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (Al-Fath, 4/297 dan Al-Iqtidha’,
1/592)

2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‫ب لَ ُه قِ َيا ُم لَ ْيلَ ٍة‬


َ ِ‫ف ُحس‬
َ ‫ص ِر‬ َ ‫الر ُجل َ إِ َذا‬
َ ‫صلَّى َم َع ْاإلِ َم ِام َح َّتى َي ْن‬ َّ َّ‫إِن‬
“Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya
(makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380).
Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adalah khusus
pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang
dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir
malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung
baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 26)

3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya radiyallahu ‘anhum
‘ajma’in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia
shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan
ada pula yang shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah
dan dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat
Tarawih).

4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh
Shahih Muslim, 6/282)

5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi keumuman orang-
orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)

Dalil pendapat kedua:

Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit , sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai
manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya
seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di
rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh
Shahih Muslim, 6/282)

Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah
tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh
pemegang pendapat kedua adalah:

• Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat
malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat sempat beberapa malam
mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam), karena
kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah
(Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para
shahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau
shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi. (Al-‘Aun, 4/248
dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi wasallam maka tidak ada
kewajiban yang baru dalam agama ini.

Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang digunakan
pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih


Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassallam:

‫صالَ ِة ا ْل َف ْج ِر‬
َ ‫شاءِ إِلَى‬
َ ‫صالَ ِة ا ْل ِع‬ َ ‫صالَ ًة َوه َِي ا ْل ِو ْت ُر َف‬
َ َ‫صلُّ ْوهَا فِ ْي َما َبيْن‬ َ ‫هللا َزادَ ُك ْم‬
َ َّ‫إِن‬

“Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah
shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)

Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih

Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:

1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan,
beliau menjawab:

‫ش َر َة َر ْك َع ًة‬
ْ ‫ضانَ َوالَ ف ِْي َغ ْي ِر ِه َعلَى إِ ْح َدى َع‬
َ ‫… َما َكانَ َي ِز ْي ُد ف ِْي َر َم‬

“Tidaklah (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan
tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan
Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu
alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11
rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya
beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam
wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)

2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:

‫ش َر َة َر ْك َع ًة‬ ِ ‫ي أَنْ َيقُ ْو َما لِل َّن‬


ْ ‫اس ِبإِ ْح َدى َع‬ ٍ ‫ب أ ُ َب َّي بْنَ َك ْع‬
ِ ‫ب َو َت ِم ْي ًما ال َّد‬
َّ ‫ار‬ ِ ‫أَ َم َر ُع َم ُر بْنُ ا ْل َخ َّطا‬

“’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk
memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh
Az-Zarqani, 1/361 no. 249)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini: “(Hadits)
ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini
merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar , dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu
‘anhu karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As
Sunnah, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka
sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang teguh dengan
jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’)

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat
yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yang lemah. Di
antara hadits-hadits tersebut:
1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:

‫ش ِريْنَ َر ْك َع ًة‬ ٍ َ‫ضانَ ِب َثال‬


ْ ‫ث َو ِع‬ ِ ‫ان ُع َم َر ْب ِن ا ْل َخ َّطا‬
َ ‫ب ف ِْي َر َم‬ ِ ‫اس َيقُ ْو ُم ْونَ ف ِْي َز َم‬
ُ ‫َكانَ ال َّن‬

“Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no.
250)

Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar radiyallahu
‘anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red).

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa
(2/192 no. 446).

2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhu :

‫ش ِريْنَ َر َك َع َة َوا ْل ِو ْت َر‬ َ ‫صلِّى ف ِْي َر َم‬


ْ ِ‫ضانَ ع‬ َ ‫سلَّ َم َكانَ ُي‬ َ ‫أَنَّ ال َّن ِب َّي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-
Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir,
11/311 no. 12102)

Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali
Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul
Ausath, 1/244)

Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang
lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah,
sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-
Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah,
2/35 no. 560 dan Al-Irwa, 2/191 no. 445)

Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih
yaitu dengan membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yang dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap
dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang bid’ah (tidak diajarkan oleh nabi shallallahu
‘alaihi wassallam). Wallahu a’lam

Sumber http://asysyariah.com, Penulis: al Ustadz Hariyadi, Lc, judul asli Shalat Tarawih.

Anda mungkin juga menyukai