Anda di halaman 1dari 5

1

PENGARUH PAPARAN RADIASI SINAR X PADA TINGKAT SELULER


JARINGAN HIDUP

Ali Taqwim
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Jember

Latar Belakang

Memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad informasi cepat, menunjukkan


teknologi semakin canggih yang tidak lepas dari penggunaan sistem gelombang
elektromagnetik. Sistem tersebut menimbulkan radiasi yang mengandung aspek
positif maupun negatif, baik pada manusia maupun lingkungan. Salah satu sumber
radiasi yang berhasil digunakan di berbagai bidang seperti kristalografi dan
fotografi, adalah sinar-X. Pada energi tertentu sinar-X beresiko terhadap sel-sel
manusia (Ekawati et al., 2002).

Pemaparan radiasi yang besar dapat menimbulkan berbagai kerusakan dalam


tubuh manusia seperti skin erythema, katarak, tumor, kemandulan pria, kegagalan
organogenesis pada ibu hamil, dan sebagainya. Dengan pengendalian yang tepat
dan sesuai, sinar-X bermanfaat sekali terutama di bidang medis (Ekawati et al.,
2002).

Radiasi merupakan proses pemanfaatan energi radiasi secara terkendali yang


dapat menimbulkan berbagai perubahan dalam sel hidup. Setiap jenis kegiatan
memerlukan dosis radiasi yang berbeda-beda. Radiasi dengan dosis tinggi dapat
membunuh sel sehingga dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme
maupun serangga. Sedangkan radiasi dengan dosis yang lebih rendah dapat
mengubah reaksi-reaksi biokimia dan mempengaruhi pembelahan sel seperti yang
terjadi pada reproduksi parasit serta pertunasan pada umbi-umbian (Wiryosimin,
1995).
2

Interaksi antara radiasi ionisasi dengan sel atau jaringan akan mengakibatkan
kerusakan baik dalam tingkat yang dapat diperbaiki kembali, yang dapat
diturunkan, yang mengakibatkan kematian (Ekawati et al., 2002).

Efek radiasi pengion pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik
dan kimia yang terjadi segera setelah pajanan (10 -15 detik beberapa detik),
kemudian diikuti dengan proses biologik dalam tubuh. Proses biologik meliputi
rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.
Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada sel,
bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh (Alatas, 2007).

Pada pajanan akut dosis relatif tinggi, efek yang timbul merupakan hasil dari
kematian sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh,
bahkan kematian. Efek seperti ini disebut efek deterministik yang umumnya
segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terpajan radiasi dengan dosis di
atas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi
menyebabkan perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang
abnormal. Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, khususnya
DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya
kanker pada sebagian individu terpajan atau penyakit herediter pada turunan
mereka. Probabilitas timbulnya kanker dan penyakit herediter meningkat dengan
bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut
efek stokastik yang terjadi akibat pajanan radiasi tanpa ada dosis ambang (Alatas,
2007).

Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah berapapun, dapat menimbulkan


efek kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat menimbulkan kerusakan
DNA. Dosis kecil, 10-100 mSv, meningkatkan sekitar 1% laju latar kerusakan
DNA yang terjadi secara alamiah (Alatas, 2007).

Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman
dalam hal menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek kesehatan radiasi
pengion dosis rendah telah mengubah pernyataan "small dose may cause harm"
menjadi "small dose definitely will cause harm" (Alatas, 2007).
3

Kerusakan tingkat sel dan jaringan akibat radiasi meliputi kerusakan DNA dan
kromosom yang berpotensi menyebabkan mutasi sel somatik dan genetik dan
prosees transformasi sel. Kerusakan dapat pula terjadi pada struktur seluler lain,
yang mengakibatkan kematian sel atau kerusakan subletal pada sel, kerusakan
seperti ini umumnya tidak berakhir dengan terbentuknya kanker atau penyakit
herediter (Alatas, 2007).

Efek Radiasi pada DNA

Target utama kematian sel yang diinduksi oleh radiasi adalah DNA. Radiasi dapat
menimbulkan efek pada DNA baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui radikal bebas sebagai hasil interaksi radiasi dengan molekul air.

Struktur DNA berbentuk heliks ganda yang tersusun dari ikatan antara gugus
fosfat dengan gula dioksiribosa yang membentuk strand DNA, dan ikatan antar
basa nitrogen yang menghubungkan kedua strand DNA. Sebagian besar
kerusakan DNA berupa kerusakan pada basa, hilangnya basa, putusnya ikatan
antar basa dan juga putusnya ikatan gula dengan fosfat sehingga terjadi patahan
pada salah satu strand yang disebut single strand break (ssb). Kerusakan di atas
dapat dikonstruksi kembali secara cepat tanpa kesalahan oleh proses perbaikan
enzimatis dengan menggunakan strand DNA yang tidak rusak sebagai cetakan
(Alatas, 2007).

Sel mampu melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam


beberapa jam, tetapi dapat tidak sempurna terutama terhadap kerusakan DNA
yang dikenal sebagai double strand breaks (dsb) yaitu patahnya kedua strand
DNA. Proses perbaikan dengan kesalahan dapat menghasilkan mutasi gen dan
abnormalitas kromosom yang merupakan karakteristik pembentukan malignansi
(Alatas, 2007).

Kerusakan dsb dianggap sebagai penyebab kerusakan genotoksik dan dengan


tidak adanya proses perbaikan yang efisien dapat menyebabkan timbulnya
kerusakan jangka panjang, bahkan pada dosis yang paling rendah (Alatas, 2007).
4

Efek Radiasi pada Kromosom

Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur kromosom, Secara


normal, kromosom terdiri dari lengan atas dan lengan bawah yang dihubungkan
dengan sebuah sentromer. Radiasi dapat menyebabkan terbentuknya (1) fragmen
asentrik yaitu delesi lengan kromosom sehingga terbentuk fragmen kromosom
tanpa sentromer, (2) kromosom disentrik yaitu kromosom dengan dua sentromer,
(3) kromosom cincin dan (4) translokasi, yaitu perpindahan materi genetik antar
lengan kromosom (Alatas, 2007).

Frekuensi kromosom disentrik oleh radiasi latar pada sel darah limfosit sekitar 1
dalam 1000 sel dan radiasi dapat menginduksi disentrik dengan laju sekitar 4/100
sel/Gy. Frekuensi kromosom disentrik dan cincin meningkat dengan
meningkatnya dosis kumulatif pada daerah dengan radiasi latar tinggi. Sedangkan
frekuensi translokasi latar lebih tinggi, sekitar 5-10/1000 sel limfosit dan lebih
bervariasi sehingga relatif sulit untuk digunakan untuk mengukur peningkatan
respon pada dosis di bawah 200 -300 mGy. Dengan demikian translokasi sebagai
aberasi kromosom stabil mempunyai arti yang kecil dalam memperoleh informasi
tentang bentuk hubungan dosis respon pada dosis rendah (Alatas, 2007).

Hasil penelitian in vitro pada sel limfosit manusia menunjukkan bahwa dosis
radiasi sinar X terendah yang dapat menginduksi aberasi kromosom tidak stabil
(disentrik dan cincin) dan mutasi adalah 20 mGy, sedangkan dosis radiasi sinar
gamma untuk menginduksi aberasi kromosom stabil (translokasi) adalah 250
mGy. Beberapa studi tidak dapat memperoleh informasi tentang efek radiasi pada
dosis jauh di bawah sekitar 20 mGy untuk aberasi kromosom, 100 mGy untuk
transformasi sel, dan 200 mGy untuk mutasi somatik. Bentuk pasti dari respon
untuk efek seluler pada dosis rendah masih belum jelas (Alatas, 2007).

Efek Radiasi pada Sel

Kerusakan jaringan dan kematian sel yang diinduksi oleh radiasi dapat
mempercepat mekanisme penggantian sel yang rusak melalui peningkatan
5

aktivitas pembelahan sel. Mekanisme apoptosis secara normal dan spontan,


bersama dengan peningkatan proliferasi sel dapat mengeliminasi sel yang rusak,
berpotensi mereduksi risiko terjadinya transformasi sel dan kanker. Di sisi lain,
perubahan kinetika penggantian sel berpotensi meningkatkan ekspansi klonal dari
sel terubah atau sel abnormal sehingga meningkatkan risiko kanker. Proliferasi sel
adalah sebuah tahapan yang dibutuhkan selama induksi kanker dimana tanpa itu
kanker tidak akan terbentuk, oleh karena itu peningkatanan proliferasi sel dapat
dilihat sebagai suatu mekanisme baik dalam proses perbaikan jaringan atau dalam
promosi proses pembentukan kanker. Hilangnya kontrol apoptosis juga diyakini
sebagai proses penting dalam perkembangan neoplasia (Alatas, 2007).

Anda mungkin juga menyukai