Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi untuk tujuan damai yaitu menyejahterakan masyarakat secara intensif terus dikembangkan. Pengembangan tersebut meliputi aplikasi teknologi nuklir di bidang kesehatan, pertanian, pertambangan, dan peembangkitan energi. Walau pada dasarnya aplikasi teknologi nuklir tersebut menempatkan budaya keselamatan namun kelalaian dan keurangahlian seseorang dapat mengakibatkan bencana dari tingkat yang paling rendah sampai kondisi kedaruratan nuklir. Radiasi nuklir Jepang yang terjadi tanggal 11 Maret 2011 sampai sekarang masih menjadi sorotan dunia. Pasca terjadinya gempa dan tsunami di Jepang telah menyebabkan tiga reaktor nuklir di Negara sakura itu terbakar. Diketahui bahwa ledakan pada reaktor nomor dua kemungkinan telah mengurangi kekuatan struktur di sekitar reaktor dan meningkatkan resiko kebocoran yang lebih besar. Selang beberapa waktu, terjadi ledakanledakan pada dua reaktor lainnya. Pada pertengahan Agustus 2011, emisi radiaktif Iodine dan Cesium dari reaktor nuklir I Fukushima telah mendekati level radiasi bencana di Chernobyl, Ukraina utara, pada 1986. Kala itu, pembangkit listrik tenaga nuklir di kota itu meledak saat kondisi pembangkit dalam keadaan aktif. Sedangkan di Fukushima, reaktornya sudah padam secara otomatis saat gempa terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa rakyat Jepang telah mengalami efek radiasi seperti hasil survey yang dilaporkan oleh Japanese Ministry of Science and Education menunjukkan bahwa daerah yang berada di area 12 mil (19 km) radius zona evakuasi dari Fukushima telah terkontaminasi berat oleh radionuklida. Efek radiasi nuklir ini dapat menyebabkan kematian organisme yang tidak tahan radiasi nuklir, mutasi yang terjadi pada tumbuhan dan hewan. Pada manusia dapat terjadi radiasi kulit yang dapat menyebabkan sel-sel kulit kehilangan fungsi proteksinya sebagai pelindung tubuh. Dengan adanya bencana nuklir yang terjadi di Fukushima Jepang ini, dapat menjadi pelajaran bagi para ahli nuklir dan pemerinta-pemerintah di Negara-negara yang memanfaatkan tenaga nuklir untuk meningkatkan keamanan pada reaktor nuklirnya dan . Indonesia, merupakan salah satu Negara yang ikut mengembangkan energi nuklir. Hasil-hasil pemanfaatan energi nuklir ini berupa energi listrik, radiasi yang digunakan
1

untuk pemuliaan kapas, padi yang tahan hama, pakan ternak kaya serat, peningkatan kinerja reproduksi dan produksi ternak, dan aplikasi teknik nuklir dalam hidrologi. Memanfaatkan energi, nuklir besar sekali keuntungannya, tapi tanpa pengelolaan yang baik maka dapat menimbulkan masalah yang besar. Untuk mengembangkan tenaga nuklir, maka sebelum membangun suatu pusat tenaga nuklir harus dipikirkan dampakdampak radiasi nuklir yang terjadi. Hal tersebut dapat mengurangi bahaya radiasi nuklir bagi organisme yang hidup di muka bumi ini terutama manusia. Oleh karena itu, perlu dicari usaha-usaha dekontaminsi nuklir yang bertujuan menurunkan tingkat kontaminasi untuk mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi pada masyrakat di sekitar lokasi pembangunan tenaga nuklir. Selain itu perlu dicari usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi bahaya radiasi nuklir terhadap organisme di muka bumi ini terutama manusia.

1.2. Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah: Mengetahui efek dari radiasi nuklir. Menyumbangkan pemikiran mengenai usaha dekontaminasi nuklir dan mengurangi bahaya radiasi nuklir. Menginformasikan kepada masyarakat untuk waspada terhadap efek radiasi teknologi nuklir, bukan menolak teknologi nuklir.

1.3. Rumusan Masalah Bagaimana efek yang disebabkan oleh kontaminasi radioaktif terhadap lingkungan beserta organisme didalamnya? Apa saja usaha-usaha dekontaminasi nuklir? Apa saja usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi bahaya radiasi nuklir terhadap manusia?

1.4. Pembataasan Masalah Efek kontaminasi radioaktif terhadap lingkungan beserta organism di dalamnya. Usaha-usaha dekontaminasi nuklir. Usaha untuk mengurangi bahaya radiasi nuklir terhadap manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Radiasi dan Efek Radiasi Radiasi tidak dapat dilihat, dirasakan atau diketahui keberadaannya oleh tubuh dan pajanan radiasi yang berlebih dapat menyebabkan efek yang merugikan. Pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan keselamatan kerja dengan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya pajanan radiasi yang tidak diinginkan. Setiap individu yang bekerja dengan menggunakan radiasi baik pengion maupun non pengion harus selalu sadar bahwa aktivitas yang sedang dilakukannya dapat menimbulkan efek yang merugikan baik bagi dirinya maupun lingkungannya bila terjadi kecelakaan akibat kesalahan/keteledoran yang dilakukan (Alatas, 2004). Interaksi radiasi pengion dengan materi biologik dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologik penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air. Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air menghasilkan radikal bebas yang tidak stabil, sangat reaktif dan toksik terhadap molekul organik vital tubuh. Radikal bebas yang terbentuk dapat saling bereaksi menghasilkan suatu molekul hidrogen peroksida yang lebih stabil (Alatas, 2004). Sedangkan radiasi non pengion merupakan pancaran energi yang tidak mampu menyebabkan terjadinya proses ionisasi pada materi biologik. Radiasi non pengion yang mengacu pada kelompok radiasi elektromagnetik dengan energi < 10 eV, meliputi radiasi optik dan medan radiofrekuensi. Interaksi radiasi non pengion, khususnya pada rentang radiasi optik, dengan materi biologik umumnya menimbulkan reaksi panas/termal dan reaksi fotokimia. Mekanisme kerusakan akibat suhu membutuhkan energi yang cukup yang diserap oleh jaringan dalam waktu singkat menimbulkan peningkatan suhu yang nyata/berpengaruh pada jaringan normal. Reaksi fotokimia terjadi ketika sebuah foton mempunyai energi kuantum yang cukup untuk menginisiasi terjadinya eksitasi yang merubah suatu molekul menjadi satu atau lebih molekul kimia yang berbeda (Alatas, 2004).
3

1. Efek pada DNA Kerusakan DNA akibat radiasi dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Kerusakan yang parah adalah putusnya kedua atau salah satu untai pasangan DNA. Radiasi juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa dan lainnya. Kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki secara alamiah sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan, sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi (Alatas, 2004). 2. Efek pada Kromosom Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik pada jumlah maupun pada struktur kromosom yang disebut dengan aberasi kromosom. Perubahan jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan timbulnya kelainan genetik. Sedangkan kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan kromosom yang terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya dosis radiasi (Alatas, 2004). 3. Efek pada Sel Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi yang terjadi sampai akhirnya organ tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Gangguan pada fungsi jaringan atau organ tubuh ini menimbulkan efek deterministik. Banyaknya sel yang mengalami kematian akan meningkat dengan meningkatnya dosis radiasi. Radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi merubah sel dengan fungsi yang berbeda yang akan menimbulkan efek stokastik. Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama akan tumbuh dan berkembang menjadi kanker (Alatas, 2004). 4. Efek radiasi pada jaringan organ sistem tubuh - Kulit
4

Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis, lokasi kulit dan faktor lainnya. Dosis ambang sekitar 2 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara yang timbul dalam waktu beberapa jam. Gejala ini kemudian menghilang dan akan timbul kembali dalam waktu sekitar 7 10 hari, bergantung dosis radiasi yang diterima. Dengan demikian eritema akibat pajanan radiasi pengion terjadi dalam 2 tahapan. Dosis radiasi yang lebih tinggi, sekitar 3 8 Gy akan menyebabkan kerontokan rambut (epilasi) dan pengelupasan kering (radang kulit kering) dalam waktu 3 6 minggu setelah pajanan radiasi. Pada dosis 12-20 Gy, akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit, pelepuhan, dan bernanah, peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit sekitar 2-6 minggu kemudian. Kematian jaringan (nekrosis) dapat terjadi dalam waktu 10 minggu setelah terpajan radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy. Bila dosis yang di terima sekitar 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3 minggu. Efek stokastik pada kulit adalah kanker kulit (Alatas, 2004). - Mata Bagian mata yang sangat sensitif terhadap radiasi adalah lensa mata yang tersusun dari sel serabut lensa yang bersifat transparan. Terjadinya kekeruhan atau hilangnya sifat transparansi sel pada lensa sudah mulai dapat dideteksi setelah pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5 Gy dan bersifat akumulatif. Proses kekeruhan akibat pajanan radiasi terjadi pada bagian permukaan posterior. Dengan demikian tidak seperti efek deterministik pada organ lainnya, katarak tidak akan terjadi beberapa saat setelah pajanan, tetapi setelah masa laten berkisar dari 6 bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun (Alatas, 2004). - Tiroid Tiroid tidak terlalu peka terhadap radiasi. Pajanan radiasi dapat menyebabkan terjadinya tiroiditis akut dan hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroiditis akut sekitar 200 Gy. Efek stokastik berupa kanker tiroid. Hal ini banyak terjadi sebagai efek tertunda akibat pajanan radiasi (sampai 5 Gy) pada kelenjar timus bayi yang menderita pembesaran kelenjar timus akibat infeksi. Pajanan radiasi pada kelenjar timus yang berada tepat di bawah kelenjar tiroid ini menyebabkan
5

kelenjar tiroid juga terirradiasi walaupun dengan dosis yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan individu tersebut menderita kanker tiroid setelah dewasa. (Alatas, 2004). - Paru Paru dapat terkena pajanan radiasi eksterna dan interna. Efek deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasaanya terjadi pada dosis 5 15 Gy (Alatas, 2004). - Organ reproduksi Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang dihasilkan. Pengaruh radiasi pada produksi sel sperma tidak dapat diketahui segera setelah terpajan radiasi, tetapi dalam waktu sekitar 2 bulan kemudian. Dosis radiasi 0,15 Gy sudah dapat mengakibatkan penurunan jumlah sel sperma (oligospermia). Dosis sampai 2 Gy menyebabkankan sterilitas sementara selama sekitar 1 2 tahun. Menurut ICRP 60, dosis ambang sterilitas permanen adalah 3,5 6 Gy. Radiasi pada laki-laki tidak mempengaruhi libido secara nyata. Pada sel telur, adiasi dapat menyebabkan strilitas atau menopause dini. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu mencapai 12 15 Gy (Alatas, 2004). - Sistem pembentukan darah Sumsum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan sel stem pada sumsum secara tajam. Dosis sekitar 0,5 Gy dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel darah sehingga jumlah sel-sel darah akan menurun. Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca pajanan radiasi, sedangkan
6

jumlah granulosit dan trombosit (platelet) juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit baru terjadi dalam waktu beberapa minggu kemudian. Pada dosis yang lebih tinggi, individu terpajan umumnya mengalami kematian sebagai akibat dari infeksi karena terjadinya penurunan jumlah sel lekosit (limfosit dan granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena menurunnya jumlah trombosit dalam darah. Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah (Alatas, 2004). - Janin Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap pertama yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai sejak proses pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan kematian janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehammilan 2-7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Kemunduran mental diduga terjadi karena salah sambung sel syaraf di otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang diperkirakan sekitar 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8 - 15 minggu dan sekitar 0,4 - 0,6 Gy untuk usia kehamilan 16 - 25 minggu. Janin juga berisiko terhadap efek stokastik dan yang paling besar adalah risiko terjadinya leukemia pada masa anak-anak (Alatas, 2004).

2.2. Dekontaminasi Radiasi Nuklir Berdasarkan Latif (2009), dekontaminasi adalah penghapusan kontaminasi di permukaan fasilitas atau peralatan dengan mencuci, pemanasan, kimia, tindakan elektrokimia atau teknik lainnya. Tujuan dekontaminasi adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi paparan radiasi 2. Menyelamatkan peralatan dan bahan-bahan 3. Menghilangkan kontaminan radioaktif

Dalam melakukan dekontaminasi memperhatikan pertimbangan sebagai berikut: Keselamatan, Efisiensi, Efektivitas biaya, Meminimalisasi limbah, Kelayakan dari produksi. Prosedur dan metode yang digunakan untuk melakukan dekontaminasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu dalam keadaan kering dan basah. Dekontaminasi keadaan basah dapat dilakukan dengan cara melarutkan dalam suatu bahan pelarut atau dengan cara lain yaitu menggerakkan didalam suatu bahan pelarut dekontaminasi yang disediakan degan komposisi dan sifat yang standar (Latif, 2009). Berdasarkan Windarto (2002), pertimbangan penggunaan teknik dekontaminasi meliputi dua alasan, yaitu: 1. Mengurangi paparan radiasi terhadap pekerja dengan meningkatkan penggunaan robot atau pengontrolan jarak jauh. 2. Meminimalkan volume dan aktivitas limbah (waste downgrading), sehingga menurunkan biaya pengolahan limbah dan penyimpanan akhir. Pada peralatan tertentu diupayakan dapat digunakan kembali setelah dekontaminasi. Teknik dekontaminasi yang telah dikembangkan untuk memperbaiki proses dekontaminasi yang telah ada, agar memenuhi persyaratan dari segi: keselamatan, pengelolaan limbah sekunder (limbah sedikit, kompatibel dengan perlakuan efluen dan tidak ada pengaruh ke lingkungan), efektifitas (baik pada saat perawatan atau dekomisioning), karakteristik material (geometri, sifat alami) dan karakteristik kontaminasi (Windarto, 2002).

2.3. Usaha Mengurangi Bahaya Radiasi Nuklir Terhadap Manusia - Penggantian atau daur ulang (recycle) radionuklida Mengganti radionuklida yang mempunyai waktu paruh yang panjang dengan radionuklida yang waktu paruhnya pendek, sehingga dampak kesehatan yang ditimbulkan pada radionuklida dengan waktu paruh orde detik cepat hilang, dibandingkan radionuklida. Radionuklida yang sudah digunakan sebagian dapat di daur ulang, sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan radionuklida yang tidak dapat didaur ulang akan dilimbahkan (Suhariyono, 2006). - Pengendalian Rekayasa Instalasi nuklir dapat menggunakan sistem filtrasi yang efisiensi penyaringan udaranya 99,99 % yakni HEPA (High Efficiency Particulate Air), sehingga udara
8

yang dibuang ke lingkungan lewat cerobong bisa diminimisasi radioaktivitasnya (Suhariyono, 2006). - Perlindungan Perorangan Aneka ragam perlindungan pekerja pengoperasian tenaga nuklir dapat berupa pakaian jas laboratorium, kaca mata anti radiasi, masker, sarung tangan, sepatu khusus, alat pemantau radiasi (surveimeter, dosimeter,dll.) dan lain-lain (Suhariyono, 2006). - Pengendalian Administratrif Ini mencakup pendidikan pekerja, pemberian label pada semua bahan yang digunakan, saling gilir tempat kerja, mengurangi kerja lembur, tidak boleh kerja seorang diri, dan cara-cara lain yang tidak terkait langsung dengan kejadian pencemaran. Pemeriksaa kesehatan secara berkala kepada para pekerja (Suhariyono, 2006).

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Manfaat Radiasi Radiasi memiliki banyak manfaat dalam menyejahterakan kehidupan manusia. Manfaat radiasi nuklir amat luas, diantaranya di bidang Industri yaitu industri kabel, kosmetika, membunuh pathogen dan kuman di bahan pangan, pelapisan kayu, logam, kertas, dan keramik. Dalam bidang kesehatan seperti penggunaan rontgen, dan pengobatan dengan radioterapi. Dalam bidang pertanian seperti menghasilkan padi yang tahan hama dan bakteri. Dalam bidang peternakan seperti teknik ria progesterone untuk peningktan kinerja reproduksi dan produksi ternak dan pembuatan pakan ternak tambahan bergizi tinggi. Dalam bidang perkebunan seperti pemuliaan tanaman kapas. Dalam bidang hidrologi membantu menetukan gerakan sedimen di pelabuhan dan daerah pantai, melacak zat pencemar, menetukan kebocoran bendungan. Selain itu sebagai sumber tenaga listrik dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Oleh karena manfaat radiasi nuklir yang banyak dan bersifat dapat diperbaharui dengan keahlian manusia, maka banyak Negara yang telah mengembangkan teknologi nuklir, seperti Amerika serikat, Afrika Selatan, Cina, Jepang, Jerman, Inggris, Kanada, Perancis, Rusia, dll (Suhariyono, 2006). Indonesia pun ikut mengembangkan teknologi nuklir. Akan tetapi, karena nuklir dikenal masyarakat Indonesia sebagai biang bencana seperti peristiwa Hiroshima dan Nagasaki (1945), kebocoran reaktor Chernobyl (1986), dan meledaknya tiga reaktor nuklir di Fukushima (2011), maka sebagian besar rakyat Indonesia menolak pembangunan dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Akhirnya hal ini menjadi hambatan bagi pemerintah untuk mencari sumber energi baru. 3.2. Efek Radiasi Nuklir Kelalaian dan kekurangahlian serta bencana alam dapat merusak reaktor nuklir yang menjadi sumber radiasi nuklir. Kebocoran radiasi dapat mengkontaminasi lingkungan beserta organisme yang ada didalamnya, adapun efek yang disebabkan oleh kontaminasi radioaktif tersebut adalah:

10

- Air Terkontaminasinya air, seperti air laut dan air tanah. Apabila air yang terkontaminasi adalah air laut, maka organisme laut akan terkontaminasi, awalnya tumbuhan laut yang menjadi produsen, kemudian hewan yang berada di laut mengkonsumsi tumbuhan yang ada di laut, dimulai terkontaminasinya hewan kecil kemudian yang besar. Dan akhirnya manusia terkontaminasi karena mengkonsumsi hewan laut seperti ikan. Kemudian daratan mengalami intrusi air laut dan kontaminasi beralih ke air yang berada di daratan atau air tanah. Air tanah ini dikonsumsi tumbuhan, hewan, dan manusia. Akhirnya, tumbuhan, hewan, dan manusia terkontaminasi. Kontaminasi ini pun dapat langsung dirasakan oleh manusia jika manusia secara langsung mengkonsumsi air yang terkontaminasi radiasi.

- Tanah Apabila tanah terkontaminasi radiasi, maka tumbuhan yang mengambil unsur hara dalam pembuatan pemenuhan nutrisinya pun akan ikut terkontaminasi. Akhirnya, radiasi ini mengalir mengikuti jaring-jaring makanan, radiasi yang terkandung di dalam tumbuhan akan dikonsumsi oleh hewan, hewan yang terkontaminasi dikonsumsi oleh manusia, akhirnya manusia pun ikut terkontaminasi. Kontaminasi ini juga dapat terjadi jika manusia mengkonsumsi tumbuhan yang terkontaminasi radiasi.

- Udara Apabila udara yang terkontaminasi radiasi, maka tumbuhan, hewan, dan manusia dapat secara langsung terkontaminasi apabila terpapar secara langsung oleh radiasi yang terdapat di udara. Manusia dapat terkontaminasi secara tidak langsung karena memakan hasil pertanian dan hewan ternak yang telah terkkontaminasi.

- Organisme Tumbuhan : Pada dasarnya tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tidak mudah mengalami kontaminasi karena adanya dinding sel sebagai barier selnya dengan lingkungan. Dinding sel ini menghalangi radiasi dari lingkungan mengkontaminasi bagian dalam sel tumbuhan. Walau demikian, tingkat radiasi itu berbeda-beda sesuai dengan partikel atau sinar radiasi, jika partikel atau sinar radiasi itu kecil seperti
11

gamma dan sinarx maka kemungkinan tumbuhan akan terkontaminasi. Efek radiasi ini pun dapat tampak dari tumbuhan, misalnya tumbuh benjolan-benjolan kecil pada buah, daun, atau batangnya, dan jika radiasinya parah maka dapat menyebabkan tumbuhan itu gosong seperti yang terjadi pada peristiwa bom atom Hiroshima dan Nagasaki.

Hewan : Hewan dapat terkontaminasi radiasi, kontaminasi radiasi ini dapat

mengakibatkan mutasi DNA, kromosom, dan sel pada hewan. Mutasi tersebut dapat tampak secara genotip maupun fenotip, dan dapat diturunkan kepada turunannya atau tidak, sesuai dengan mutasi itu menyerang sel gamet atau sel somatik. Kontaminasi radiasi yang dapat secara langsung adalah radiasi pada kulit hewan seperti merahmerah, melepuh, dan gosong.

Manusia: Radiasi dapat mengkontaminasi manusia. Berdasarkan Darusslam (1996) kontaminasi radiasi ini dibedakan menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung. Kerja langsung radiasi dimana perubahan atau kerusakan terjadi pada molekulmolekul yang menyerap langsung energy radiasi. Kerja tidak langsung, dimana perubahan atau kerusakan pada molekul-molekul terjadi akibat pengaruh senyawa radikal-radikal bebas dan peroksida. Baik radikal bebas maupun peroksida sangat reaktif dan dapat menyerang atau merusak molekul-molekul penting biologi seperti molekul enzim, DNA, RNA, dan lain-lain. Radiasi dapat mengakibatkan mutasi pada DNA dan kromosom, mutasi ini menyebabkan gangguan di dalam tubuh. Radiasi dapat mematikan sel, adapula sel yang tidak mati akibat radiasi tetapi berubah. Jika perubahan terjadi pada sel genetik maka sifat tersebut dapat diturunkan. Jika perubahan terjadi pada sel somatik maka penderitanya akan mengidap kanker. Radiasi ini dapat menyerang kulit akibatnya kulit menjadi kemerahan, mengelupas, melepuh, bernanah, dan dapat pula terjadi kanker kulit. Jika mengkontaminasi mata, maka mata akan mengalami katarak. Radiasi pun dapat menyebabkan anker tiroid dan peradangan paru akut. Jika menyerang organ reproduksi maka pada pria akan mengakibatkan sterilitas dan menurunkan jumlah sperma dan pada wanita akan mengakibatkan sterilitas dan manapouse dini. Jika radiasi menyerang sumsum tulang belakang dapat mengakibatkan penurunan jumlah
12

eritrosit, leukemia, kanker sel darah merah, dan kematian karena berkurangnya trombosit dan leukosit. Jika ibu yang sedang hamil terkontaminasi radiasi maka ada kemungkinan janinnya pun terkontaminasi, jika kontaminasi terjadi pada tahap ppreimplantasi dan implantasi dapat mengakibatkan kematian janin. Jika kontaminasi radiasi telah melewati masa itu, janin yang telah lahir akan tumbuh menjadi anakn yang mengalami gangguan mental atau menderita leukemia pada masa anak-anak.

3.3. Usaha Dekontaminasi Radiasi Nuklir Usahadekontaminasi radiasi merupakan usaha yang dilakukan guna mengurangi kontaminasi radiasi . Untuk mengurangi efek radiasi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
-

Mengencerkan Mengencerkan radioaktif dengan dibuang ke laut. Cara ini merupakan cara yang paling mudah, karena efek radiasi akan berkurang jika diencerkan ke dalam air laut. Akan tetapi cara ini dapat mengkontaminasi tumbuhan dan hewan laut.S

Mengisolasi lokasi Isolasi dilakukan sesuai radius lokasi yang kemungkinan terkontaminasi radioaktif. Kemudian lokasi tersebut tidak dihuni untuk beberapa waktu hingga diketahui bahwa radioaktif telah meluruh seluruhnya atau sampai dosis yang dapat diterima oleh manusia. Akan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk meluruhnya radioaktif tersebut dapat mencapai angka bulanan atau tahunan tergantung oleh jenis radioaktif.

Dekontaminasi dengan Prussian Blue Cara dekontaminasi dengan Prussian blue merupakan prinsip dekontaminasi zat radioaktif dari dalam tubuh. Berdasarkan Alatas (1996), dekontaminan yang dapat digunakan untuk mengeblok zat radioaktif sebelum terserap dalam organ yang selanjutnya dieliminasi dari dalam tubuh adalah Prussian blue. Penggunaan Prussian Blue ini dapat diaplikasikan kepada hewan dan manusia dengan dosis tertentu.

Fitoremediasi Radioaktif dapat dipekatkan atau diabsorbsi dengan menggunakan eceng gondok. Pemanfaatan eceng gondok dalam usaha dekontaminasi radiasi ini dikenal dengan nama fitoremediasi, yaitu metode pemulihan lingkungan dengan memanfaatkan kemampuann penyerapan tanaman terhadap suatu kontaminan. Lalu eceng gondok yang telah berhasil mengabsorbsi radioaktif diamankan. Berdasarkan Prabaningrum, dkk (2008), eceng gondok memiliki kemampuan menyerap dan mengakumulasi
13

cesium dalam bentuk larutan terakumulasi pada akar. -

133

CsNO3. Unsur cesium yang diserap sebagian besar

Mengamankan tanaman dan hewan yang terkontaminasi Cara ini merupakan cara yang dilakukan untuk menghindari kontaminasi radioaktif ke dalam tubuh manusia.

Teknik dekontaminasi permukaan Cara ini dilakukan guna menghilangkan efek radiasi dalam skala kecil yang tampak di permukaan. Berdasarkan Windarto (2002), teknik dekontaminasi permukaan dapat dilakukan dengan: 1. Gel, untuk dekontaminasi permukaan yang luas dengan geometri yang sederhana seperti tembok sel. Dilakukan dengan penyemprotan gel (reaktan dan silika kemudian penyemprotan tekanan tinggi. 2. Busa, untuk dekontaminasi peralatan terkontaminasi secara internal dengan luas dan bentuk yang rumit seperti ditemukan pada sebagian besar peralatan kimia seperti pipa, katup, dan sebagainya. Prosesnya, yaitu penghilangan lemak dengan alkali, pengikisan kerak dengan asam, dan pencucian dengan busa asam 3. Molekul surfaktan, menggunakan natrium hidroksida sebagai zat degreasing, diikuti oleh asam nitrat sebagai reaktan pengikis. 4. Plasma, memanfaatkan sifat volatil gas yang terbentuk akibat reaksi gas plasma dengan kontaminan di permukaan dan juga terjadinya pengikisan permukaan yang kemudian dihisap dan terkumpul pada filter. 5. Laser, menggunakan laser berdasarkan pada propagasi melalui serat optik silika dengan impuls pendek berdurasi tenaga instan yang dialirkan dalam nano-detik. Dibawah efek sinar laser, kotoran di permukaan ditransformasikan ke dalam plasma dan dikeluarkan dari posisinya oleh gelombang kejut yang dibangkitkan.

3.4. Usaha Mengurangi Bahaya Radiasi Nuklir terhadap Manusia Usaha mengurangi bahaya radiasi nuklir merupakan usaha yang dilakukan sebelum terjadinya kontaminasi radiasi. Usaha-usaha pencegahan ini meliputi: Penyuluhan tentang nuklir dan radiasi Penyuluhan ini dilakukan untuk menginformasikan kepada orang yang hidup di sekitar wilayah yang dekat dengan efek radiasi untuk selalu waspada yaitu jangan
14

terlalu

dekat

dengan

sumber

radiasi

seperti

pemancar

sinyal.

Kemudian

menginformasikan kepada pekerja pengoperasian untuk selalu wasapada dengan meningkatkan perlindungan perorangan dengan pakaian jas laboratorium, kaca mata anti radiasi, masker, sarung tangan, sepatu khusus, alat pemantau radiasi. Penggantian atau daur ulang (recycle) radionuklida Radionuklida yang waktu paruhnya panjang diganti dengan radionuklida yang waktu paruhnya pendek sehinggadampak kesehatan yang ditimbulkan cepat hilang. Radionuklida yang sudah digunakan sebagian dapat didaur ulang, sedangkan radionuklida yang tidak dapat didaur ulang dapat dilimbahkan (Suhariyono, 2006). Pengendalian rekayasa Instalasi nuklir dapat menggunakan sistem filtrasi yang efisiensi penyaringan udaranya 99,99 % yakni HEPA (High Efficiency Particulate Air), sehingga udara yang dibuang ke lingkungan lewat cerobong bisa diminimisasi radioaktivitasnya (Suhariyono, 2006). Pengamanan radiasi berlapis pada PLTN Pengamanan berlapis yang digunakan seperti sistem pendingin teras cadangan yang dapat dimanfaatkan dalam keadaan darurat. Sistim keselamatan juga terdapat dalam sistim operasi reaktor untuk menjamin agar reaksi nuklir dapat dipertahankan atau diberhentikan secara aman sewaktu-waktu diperlukan. Dan sistim keselamatan terpasang, dapat menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistim pengendali reaksi gagal dioperasikan. Mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi untuk mencegah radikal bebas Makanan yang berprotein tinggi seperti susu dapat mencegah radikal bebas, sehingga efek radiasi yang menyebakan radikal bebas dapat terminimalisasi. Menjaga pola makan dan kebiasaan Menjaga pola makan dengan meningkatkan konsumsi makanan yang berprotein tinggi, mengurangi makanan goreng-gorengan yang mengandung radikal bebas yang tidak baik bagi tubuh, dan hindari merokok Menjaga kebiasaan hidup untuk mengurangi efek radiasi. Rumah berventilasi Rumah yang ventilasinya tidak baik mengakibatkan udara terisolasi di dalam ruangan. Udara ini biasanya mengandung Radon yang merupakan salah satu radionuklida, karena itu sering merasa sesak napas.

15

BAB IV KESIMPULAN

Teknologi nuklir mendatangkan banyak manfaat dalam menyejahterakan kehidupan manusia. Akan tetapi, pengelolaan yang kurang baik, kelalaian, dan kekurangahlian akan menyebabkan kecelakaan nuklir. Kecelakaan nuklir ini dapat menyebabkan efek radiasi yang besar. Efek radiasi ini dapat memengaruhi lingkungan dan mengkontaminasi organisme yang ada di dalamnya, baik itu tumbuhan, hewan, dan manusia. Usaha dekontaminasi nnuklir yang dapat dilakukan diantaranya adalah mengencerkan radioaktif ke dalam air laut, mengisolasi lokasi yang terkena radiasi, dekontaminasi dengan Prussian Blue, fitoremediasi dengan eceng gondok, mengamankan tanaman dan hewan yang terkontaminasi, teknik dekontaminasi permukaan (gel, busa, molekul surfaktan, plasma, dan laser). Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahaya radiasi nuklir adalah mengadakan penyuluhan tentang nuklir dan radiasi, penggantian atau daur ulang (recycle) radionuklida, pengendalian rekayasa, pengamanan radiasi berlapis pada PLTN, mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi untuk mencegah radikal bebas, menjaga pola makan dan kebiasaan, dan rumah berventilasi. Kecelakaan reaktor nuklir seperti yang terjadi di Cernobyl dan Fukushima dapat diambil pelajaran untuk memerhatikan keselamatan PLTN. Karena energi merupakan kekuatan dan tolak ukur tingkat kemajuan suatu bangsa, karena itu pengembangan PLTN di Indonesia digalakan dengan baik dan keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya. harus memerhatikan

16

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Zubaidah. 1996. Buletin Alara. Efektifitas Prussian Blue untuk dekontaminasi Cs-137 pada tikus putih.

Alatas, Zubaidah. 1998. Buletin Alara. Efek Radiasi pada Kulit. Alatas, Zubaidah. 2004. Buletin Alara. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. Alatas, Zubaidah. 2006. Buletin Alara. Efek Pewarisan Akibat Radiasi Pengion. Alatas, Zubaidah. 2006. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. Tindakan terhadap Korban Sindroma Radiasi Akut. Darussalam, M.1996. Radiasi dan Radioisotop. Tarsito, Bandung Hilmy, Nazly. 1995. Prosiding Pertemuan dan Presentasi llmiah. Manfaat Radiasi dalam Industri, Lingkungan, dan Kesehatan. Kurnia, Iin. 1997. Buletin Alara. Radiasi Pengion dan Resiko Kanker Terhadap Manusia. Latif, Akhmad. 2009. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir. Dekontaminasi Mesin Busur Listrik Centorr Furnaces di HR-16 IEBE PTBN. Prabaningrum, dkk. 2008. Media Teknik. Daya Serap Tanaman Eceng Gondok Sebagai Salah Satu Alternatif Fitoremediator 173Cs. Suhariyono, Gatot. 2006. Buletin Alara. Perkembangan teenaga Nuklir. Windarto, Hendri. 2002. Buletin Alara. Pengembangan dan Pengalaman Penggunaan Teknologi Dekontaminasi Radioaktif pada Fasilitas Nuklir.

17

18

Anda mungkin juga menyukai