A. DEFINISI RADIASI
Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media
atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering
menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata nuklir,
reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi elektromagnetik
(yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-ray),
radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas.
Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar
dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah
pada sistem pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Setiap
aktivitas yang kita lakukan atau suatu alat yang kita gunakan membutuhkan energi. Energi
yang ditimbulkan dari sebuah alat mengandung unsur-unsur radiasi. Beberapa radiasi dapat
berbahaya.
B. JENIS RADIASI
a. Berdasarkan Massanya
1. Radiasi Korpuskuler (corpuscular radiation)
Radiasi korpuskuler adalah pancaran atom-atom atau partikel sub atom yang
mempunyai kemampuan memindahkan energi geraknya atau energi kenetiknya ke
bahan- bahan yang ditumbuknya. Radiasi korpuskuler (radiasi partikel) adalah radiasi
yang memiliki massa, di antaranya partikel alfa, beta dan netron. Partikel alfa dan
beta ini dihasilkan dari peluruhan zat radioaktif yang terurai menjadi satu atau
beberapa partikel lain.
2. Radiasi Elektromagnetik (electromagnetics radiation)
Radiasi elektromagnetik adalah pancaran gelombang yang punya medan listrik dan
magnet yang dapat menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari bahan yang
dilaluinya. Jadi radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki massa,
terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, gelombang tampak,
sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik.
b. Berdasarkan Muatannya
1. Radiasi Pengion
Radiasi pengion merupakan radiasi yang dapat mengionkan suatu zat atau materi
yang dilalui oleh radiasi tersebut sehingga sangat berbahaya sekali jika sering terkena
dari radiasi ini khususnya didaerah PLTN dan Laboratorium yang menggunakan
radiasi. Contoh dari radiasi pengion adalah sinar-X, sinar gamma, dan lain
sebagainya.
2. Radiasi Non-Pengion
Radiasi non-pengion merupakan kebalikan dari radiasi pengion, jenis radiasi ini tidak
dapat mengionkan suatu zat atau materi. Walaupun radiasi ini tidak terlalu berbahaya
bagimanusia namun jika dalam jangka panjang terkena paparan radiasi ini tentu akan
menimbulkan efek bagi kesehatan. Contoh dari radiasi non pengion adalah sinar
matahari, gelombang radio, gelombang mikro dan lain sebagainya.
C. DOSIS RADIASI
Pembatasan dosis baru dikenal pada tahun 1928 yaitu sejak dibentuknya organisasi
internasional untuk proteksi radiasi (International Commissionon Radiological Protection–
ICRP). Menurut rekomendasi ICRP, pekerja radiasi yang di tempat kerjanya terkena radiasi
tidak boleh menerima dosis radiasi lebih dari 50 mSv pertahun dan rata-rata pertahun selama
lima tahun tidak boleh lebih dari 20 mSv. Nilai maksimum ini disebut Nilai Batas Dosis
(NBD).
ICRP mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan diterima seseorang sebagai dosis
yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran intensif
seketika yang menurut tingkat pengetahuan sekarang ini memberikan kemungkinan yang
dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik.
Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja selama dosis radiasi yang mungkin
diterimanya harus selalu dikontrol secara tepat. ICRP merekomendasikan pembatas dosis
yang diterimapermukaan perut wanita hamil tidak lebih dari 1 mSv.
Dilihat dari interaksi biologi maka secara biologis dampak radiasi dapat dibedakan atas
beberapa efek, yaitu:
1. Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel genetik adalah sel
telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatik adalah sel-
sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat
dibedakan atas:
a. Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh
keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
b. Efek Somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi
sehingga dapat dibedakan atas:
c. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu
dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi
(rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah
sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca
iradiasi.
d. Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama
(bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel, sel
yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk
lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti
ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik
yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan
muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar
peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan
oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel
genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya
sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka
sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh
dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang
menjadi jaringan ganas atau kanker.
Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih
besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih
rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik
dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya
efek ini menjadi 100%.
Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap
kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat berlangsung tanpa kesalahan sehingga
struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel.
Tetapi bila kerusakan yang terjadi terlalu banyak melebihi kapasitas kemampuan proses
perbaikan, maka perbaikan tidak dapat berlangsung secara tepat dan sempurna sehingga
menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi.
Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel akan menyebabkan sel tetap hidup
atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan yang terjadi secara enzimatis. Bila
proses perbaikan berlangsung dengan baik dan sempurna dan juga tingkat kerusakan yang
dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaan sebelum
terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka akan dihasilkan
sel yang tetap dapat hidup tetapi mengalami perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi
seperti sel semula, tetapi sudah menjadi sel yang baru atau abnormal yang hidup. Selain itu
bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila proses perbaikan tidak
berlangsung dengan baik maka sel akan mati.
Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang terjadi karena
mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel sperma dan sel telur).
Perubahan kode genetik yang terjadi akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan
individu yang terpapar. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang
terjadi bervariasi, dari ringan hingga kehilangan fungsi, atau kelainan anatomi yang parah
dan bahkan kematian prematur.
Karsinogenesis pada rahim akibat dari paparan radiasi bisa terjadi tetapi dalam kasus
yang sangat kecil, dengan dosis 1-2 rad yang terkena pada fetus akan mengakibatkan
leukomia, walaupun kasus ini terjadi 1 :2000. Sehingga sangat dipertimbangkan efek
pada embrio dan janin ketika dilakukan radiografi pada gigi pada saat hamil, dan
dianjurkan untuk menunda pemotretan sampai akhir kehamilan
G. PROTEKSI RADIASI
Proteksi radiasi dapat dilakukan dengan menerapkan tiga azas yaitu justifikasi, limitasi dan
optimisasi. Ketiga azas ini saling berkaitan dan berurutan, berikut penjelasan masing masing
azas tersebut:
1. Justifikasi
Setiap penggunaan radiasi pengion, harus dinilai terlebih dahulu manfaat dan resikonya.
Penggunaan radiasi pengion hanya dibolehkan jika maanfaat yang diperoleh dari
penggunaan tersebut lebih besar daripada resikonya. Jika ada teknologi lain yang
memiliki resiko lebih rendah namun memiliki kehandalan yang hampir sama dengan
teknologi penggunaan radiasi pengion, maka penggunaan teknologi lain tersebut sangat
dianjurkan.
2. Limitasi
Setelah penggunaan radiasi pengion untuk tujuan tertentu terjustifikasi, maka penerapan
pembatasan dosis radiasi yang diterima manusia harus dibatasi. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif, pembatasan ini dapat dilakukan dengan cara, antara lain:
melakukan pemantauan paparan radiasi dengan surveymeter;
melakukan pemantauan dosis yang diterima pekerja; dan
menyediakan perlengkapan proteksi radiasi (tanda radiasi dan pelindung paparan).
3. Optimisasi
Walaupun paparan radiasi sudah dibatasi dengan azas limitasi, namun agar proteksi
radiasi dapat berjalan dengan baik perlu dilakukan optimisasi. Optimisasi harus
diupayakan agar pekerja dan anggota masyarakat menerima paparan radiasi serendah
mungkin yang dapat dicapai. Penerapan optimisasi harus mempertimbangkan faktor
teknologi, ekonomi, dan sosial.
Bagi dokter yang menginstruksikan pemeriksaan radiologi diagnostik dan juga radiografer
yang melaksanakan tindakan radiologi diagnostik pada ibu hamil harus memperhatikan hal-
hal tambahan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi pada bagian panggul ibu hamil yang tidak menambah hasil
pemeriksaan klinis harus dihindarkan.
b. Wanita hamil tidak boleh diperiksa dengan fotofluorografi paru.
c. Apabila radiografi daerah panggul harus dilakukan, maka paparan harus diusahakan
sampai serendah mungkin. Selain itu, penahan radiasi gonad serta perlengkapan penahan
radiasi lain harus digunakan.
d. Radiografi tidak boleh digunakan untuk menentukan keberadan janin yang tidak normal
atau untuk mengetahui lokasi plasenta. Teknik pemeriksaan lain seperti, ultrasonongrafi
lebih tepat untuk tujuan pemeriksaan ini
Radiografi dengan alasan klinis yang tepat untuk anggota tubuh (kaki dan tangan) dan
bagian tubuh wanita hamil lainnya, hanya boleh dilakukan dengan menggunakan kolimasi
berkas sinar-X yang baik dan menggunakan penahan radiasi yang tepat pada daerah sekitar
panggul. Dokter spesialis radiologi dan radiografer harus memberi perhatian khusus
terhadap faktor penting untuk mengurangi dosis organ pasien, yaitu:
a. Kolimasi berkas sinar-X yang benar.
Tidak cukup semata-mata membatasi berkas ukuran penerima citra. Kehati-hatian harus
dilakukan untuk membatasi dosis radiasi baik pada bagian yang akan diperiksa maupun
bagian yang tidak diperiksa.
b. Penahan radiasi organ reproduksi.
Penahan radiasi yang memadai pada daerah sekitar organ reproduksi harus digunakan
jika berkas utama sinar-X dekat dengan organ reproduksi atau sekitar organ reproduksi.
c. Pemilihan faktor teknik yang sesuai.
Pemilihan tegangan tabung, arus dan filtrasi harus tepat prosedur diagnostik organ
reproduksi atau sekitar reproduksi
REFERENSI
ACOG. Guidelines for diagnostic imaging during pregnancy. Available online at
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-
on-Obstetric-Practice/Guidelines-for-Diagnostic-Imaging-During-Pregnancy; 2004.
Alatas, Zubaidah. Efek teratogenik radiasi pengion.J Ipteks ilmiah popular. 2005; 6(3):133.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Materi Diklat Inspektur Pratama Tingkat Satu. Jakarta;
2011.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8
Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar X
Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Jakarta; 2011.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Jakarta; 2007.
BAPETEN. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional. Jakarta: Badan Pengawas Tenaga Nuklir; 2011.
Dwipayana CAW. Proteksi radiasi dalam radiologi diagnostic bagi wanita usia subur dan
wanita hamil. Yogyakarta: Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng dan DIY;
2015.
White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: principles and interpretation. Edisi ke-6. St. Louis,
Missouri: Mosby Elsevier; 2009.