Anda di halaman 1dari 2

c    


 

LEMBAGA KEUANGAN : Utang seperti Permen Loli«

Utang yang dianggap ´pahala´ oleh banyak pemerintah negara berkembang karena ´dipercaya
oleh kreditor berarti kita kredibel´ sebenarnya menuai bencana. Bisnis lembaga keuangan
internasional pada dasarnya adalah memasarkan uang untuk mengeruk lebih banyak uang.
Dampak bukan urusan mereka.
Suara-suara seperti itu digemakan para aktivis dari India, Banglades, Indonesia, Filipina,
Thailand, Vietnam, dan Sri Lanka dalam forum Asian People¶s Movement Against ADB di
Denpasar, Bali, Sabtu (2/5) dan Minggu (3/5). Di tempat terpisah juga berlangsung People¶s
Tribunal yang menghadirkan korban ¶pembangunan¶ proyek-proyek yang didanai Bank
Pembangunan Asia (ADB) dari berbagai negara di Asia.
´Tak ada negara yang menjadi sejahtera karena utang,´ ujar Gantam Bangyopadhyay dari Nadi
Ghati Morcha, yang bekerja untuk masyarakat adat di Chhattisgarh, India.
Menghancurkan

Di Asia Selatan pada umumnya, lanjut Gantam Bangyopadhyay, ADB mendanai proyek-proyek
besar agroindustri dan menggunakan benih transgenik yang mengancam kedaulatan benih
komunitas.
ADB juga membiayai pembangunan infrastruktur. Di Indonesia, salah satu rencana megaproyek
yang didanai ADB adalah pengembangan jalan regional, konon akan disetujui Februari 2010.
Menurut Titi Suntoro, Koordinator Advokasi Jaringan Forum NGO mengenai ADB, proyek itu
mencakup Kalimantan Barat sepanjang 1.300 kilometer koridor jalan, Kalimantan Timur 600
kilometer, Jawa bagian selatan 1.700 kilometer dan perbaikan serta pelebaran dua-tiga meter,
serta pembuatan jalan baru dan jalan tol.
Ravindranath dari River Basin Friends, India, menambahkan, proyek-proyek bendungan raksasa
di India yang dibiayai ADB telah menggusur 300.000 keluarga. Mereka harus pindah sejauh 9
kilometer dari lokasi asal dan setiap pemindahan membuat orang dijauhkan dari sumber
kehidupan dan penghidupannya, sekaligus tercerabut dari ikatan-ikatan sosial-budaya.
Siti Maemunah dari Jaringan Advokasi Tambang memaparkan, proyek industri ekstraktif gas
Tangguh yang didanai ADB sekitar 350 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,6 triliun menyebabkan
110 kepala keluarga atau 551 penduduk terusir dari tempat asalnya di Tanah Merah, Papua, dan
harus menyingkir sekitar 3,5 kilometer. Itu hanya salah satunya.
Di sektor kelautan dan kehutanan yang didanai ADB mulai tahun 1970-an, menurut Riza
Damanik dari Koalisi untuk Keadilan Perikanan, telah menjauhkan sedikitnya 5 juta hektar laut
pada 29 kawasan konservasi laut dari jangkauan nelayan tradisional. Industri tambak udang telah
menyebabkan 4,2 juta hektar hutan bakau menyusut menjadi 1,9 hektar pada tahun 2008.
´Sedikitnya Rp 648 miliar menjadi beban utang negara setiap tahun hingga tahun 2013,´
sambung Dani Setiawan dari Koalisi Anti Utang. ADB juga membiayai proyek-proyek
perkebunan sawit yang menghancurkan hutan dan keragaman hayati.
´Sejak tahun 1991, proyek- proyek ADB di Kamboja telah menyebabkan masalah besar bagi
masyarakat Kamboja di daerah pesisir,´ tambah Om Savath dari Fisheries Action Coalition
Team, Kamboja. Hal yang sama dipaparkan Dinna L Umengan dari Tambung Development,
Filipina.
ADB, seperti halnya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), menurut Ravindranath,
terus berupaya melakukan kontrol melalui reformasi hukum di suatu negara.
´Itu cara paling sistematis untuk menguasai kita,´ tambah Gantam Bangyopadhyay.

Tangga dipotong

Menurut Gantam Bangyopadhyay, cara yang digunakan lembaga-lembaga pemberi utang sudah
semakin canggih. Mereka memakai istilah sustainable development, human rights, dan lain-lain,
tetapi dengan definisinya sendiri.
´Pembangunan versi mereka adalah menghancurkan alam, ekosistem, dan masyarakat kita.
Kepedulian mereka palsu,´ sergah Taslima Islam Shorini dari Asosiasi Ahli Hukum Lingkungan
Banglades.
Menurut Bart Edes, Kepala NGO dan Civil Society Center ADB, Safeguard Policy ADB telah
mencakupi perlindungan lingkungan dan masyarakat adat, juga involuntary resettlement bagi
mereka yang tanahnya terkena proyek jalan raya.
Toh, utang tetap saja membuat suatu bangsa kehilangan harga diri dan posisi tawarnya terhadap
negara-negara pemegang saham tertinggi dalam lembaga-lembaga keuangan multilateral, kata
Taslima.
Utang dibuat negara berkembang untuk ¶mengatasi ketertinggalannya dari negara maju¶, suatu
pandangan tentang ¶pembangunan¶ yang didefinisikan sepihak oleh negara maju. ´Pembangunan
di negara berkembang itu seperti orang naik tangga. Begitu mau naik, anak tangganya dipotong.
Begitu terus,´ ujar Don Marut dari International NGO Forum on Indonesian Development
(INFID).

Namun, tawaran utang tetaplah menggiurkan. Seperti permen loli, manis, tetapi membuat haus
menetap yang berpotensi memunculkan berbagai penyakit berbahaya.
Seperti kata Taslima, ´Ketika pemerintah sadar bahwa utang menjerumuskan, kita sudah
kehilangan semuanya«.( Kompas online; Senin, 4 Mei 2009 | 04:22 WIB )
(www.mentorplus.multiply.com dan www.fikrulmustanir.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai