Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus Erythematosus merupakan suatu penyakit autoimun yang sudah sejak lama
dikenal dalam dunia medis. Meskipun demikian masih banyak hal yang menimbulkan
pertanyaan seputar penyakit ini. Lupus erythematosus lebih dikenal dengan sebutan Lupus
dalam masyarakat. Lupus itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “serigala”, oleh karena pada
penderita Lupus gejala yang tampak nyata pada umumnya yaitu adanya ruam merah berbentuk
kupu-kupu di pipi yang disebut sebagai butterfly rash, ruam inilah yang serupa tampak pada
pipi serigala.
Etiologi pasti Lupus hingga saat ini pun masih kerap kali menimbulkan pertanyaan
seputar kaitannya dengan factor-faktor antara genetika, imunologi, kondisi hormonal seseorang
serta adanya pengaruh dari infeksi virus.
Lupus ini sendiri diklasifikasaikan menjadi 3 varian yaitu Systemic Lupus
Erythematosus, Discoid Lupus Erythematosus, dan Drug Induced Lupus. Ketiga varian ini
memiliki perbedaan baik itu lokasi tersering manifestasi klinis dari Lupus maupun penyebab
utamanya seseorang didiagnosis terpapar Lupus. Lupus erythematosus ini merupakan suatu
penyakit yang pada umumnya menyerang jaringan konektif dan vascular, secara klinis inilah
yang membedakan antara lupus yang sistemik dengan jenis yang discoid.
Penegakkan diagnosis Lupus pun tidak mudah karena memerlukan beberapa pemeriksaan
penunjang disamping dari gejala klinis yang tampak pada penderita Lupus. Pengobatannya pun
biasanya dilakukan seumur hidup dan secara rutin serta perlu perhatian yang lebih terutama
dalam menjaga imunitas dan kondisi tubuh seseorang penderita Lupus.
Manifestasi klinis Lupus erat pula kaitannya dengan Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, oleh
karena adanya beberapa gejala klinis yang timbul disekitar mulut baik itu berupa userasi hingga
perdarahan pada gigi. Untuk itulah, selaku tenaga medis baik itu dokter umum maupun dokter
gigi perlu mengetahui manifestasi klinis, ciri dan tanda gejala Lupus yang timbul di sekitar
mulut.

1
BAB II
LUPUS ERYTHEMATOSUS

I. Latar Belakang
Penyakit Systemic Lupus Erythethematosus adalah suatu penyakit yang menyerang
seluruh organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, yang disebabkan oleh
penurunan kekebalan tubuh manusia, dan lebih dikenal penyakit sebagai autoimun. Penyakit ini
sebenarnya telah dikenal sejak jaman Yunani kuno oleh Hipokrates, namun pengobatan yang
tepat belum diketahui.
Asal nama "Lupus" itu sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti serigala, oleh
karena pada penderita Lupus gejala yang tampak nyata pada umumnya yaitu adanya ruam
merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang disebut sebagai butterfly rash, ruam inilah yang
serupa tampak pada pipi serigala. Satu teori lainnya menjelaskan bahwa penyakit ini telah
mendapat namanya karena mirip dengan serangan serigala terhadap manusia dengan beratnya,
bintik-bintik acak serangan dan berulang.
"Erythro" dalam singkatan Yunani untuk merah, dan sistemik adalah kata bahasa Inggris
yang berarti bahwa beberapa organ yang terlibat. Dalam pustaka Jerman, penyakit ini dikenal
dengan Lupus Eritematodes.

II. Sejarah
Pada abad ke-13, pertama kali disebut “butterfly rashes” yaitu brcak kemerahan
berbentuk kupu-kupu di daerah pipi. Pada saat ini pula dikenal istilah Lupus dari bahasa Latin
oleh Rogerius yang berarti serigala oleh karena bercak tersebut serupa dengan bekas luka
cakaran serigala. Pada abad ke-19, Thomas Bateman, Cazenave, and Moriz Kaposi menjelaskan
bermacam gambaran dermatologis Lupus. Tahun 1833, Cavenaze menjelaskan apa yang dikenal
dengan lesi discoid untuk pertama kalinya. Tahun 1846, Von Hebra menjelaskan mengenai
“butterfly rash” untuk pertama kali, dan pada tahun 1856 Von Hebra mempublikasikan ilustrasi
pertamanya mengenai Lupus erythematosus dalam Atlas of Skin Disease. Tahun 1872, Kaposi
pertama kalinya menjelaskan ada 2 tipe dari Lupus yaitu discoid dan sistemik. Tahun 1904,
bentuk sistemik Lupus diterima oleh Osler di Baltimore dan Jadassohn di Vienna.
Tahun 1908, Alfred Kraus dan Carl Bohac menjelaskan “lupic pneumonia” sebagai dampak
terkenanya paru-paru pada penyakit Lupus. Tahun 1923, Emanuel Libman dan Benjamin Sacks
mengenalkan non-infectious endocarditis oleh karena Lupus. Tahun 1939, leukopenia dan

2
hipersensitivitas cahaya pertama kali dijelaskan pada beberapa kasus Lupus. Tahun 1948,
Hargraves dan koleganya menemukan sel LE sebagai hasil penelitian imunologis pada penderita
Lupus. Tahun 1950, Moore di Baltimore pertama kali mengasosiasikan Lupus dengan positif
palsu pada tes sifilis. Tahun 1954, Leonhardt menemukan hubunga familial pada penderita
Lupus dan pada tahun yang sama Klinik Cleveland menemukan adanya “Drug-Induced Lupus”.
Tahun 1958, Friou mengaplikasikan suatu teknik menggunakan immunofluorescence tidak
langsung untuk mendemonstrasikan ada tidaknya Antinuclear Antibodies dalam darah pada
pengembangan ANA test. Tahun 1971, Committee of North American Rheumatologists
mengeluarkan Kriteria ddiagnosis SLE. Sementara pada tahun 1982 The American College of
Rheumatology’s diagnostic criteria direvisi.
Sementara itu sejarah pengobatan Lupus yaitu dimulai pada tahun 1894, Payne
mendiskusikan penggunaan Quinine dalam pengobatan Lupus. Tahun 1948 Philip Hench
menemukan Cortisone yang disiapkan sebagai terapi terbaik untuk Lupus pada saat itu Tanggal
30 Juni 1948 Anti koagulan (buffered aspirin) diterima untuk mengobati Lupus. Tanggal 30
Oktober 1949 Chloroquine diterima untuk mengobati Lupus. Tahun 1952, Immunosupresan
digunakan pertama kali dalam pengobatan Lupus. Tahun 1955, derivatif Cortison yaitu
Prednisone disintesis. Tanggal 21 Februari 1955, Metocorten (Prednison) diterima untuk
pengobatan Lupus. Tanggal 18 April 1955, Plaquenil diterima sebagai terapi Lupus. Tanggal 20
November 1958, Quinacrine menjadi obat terakhir yang diterima dalam pengobatan Lupus oleh
FDA.
III. Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus, atau yang lebih dikenal dengan nama lupus, merupakan
penyakit autoimun, yang artinya antibodi yang dibentuk dalam tubuh penderita, justru merusak
organ tubuh sendiri. Di dalam tubuh manusia terdapat sistem kekebalan tubuh berupa antibodi.
Sistem kekebalan ini berfungsi untuk melindungi tubuh manusia dari serangan antigen, yang
berupa bakteri, virus atau mikroba lainya. Pada lupus, oleh suatu sebab yang belum diketahui,
sistem kekebalan tubuh itu justru menjadi liar dan menyerang organ tubuh yang seharusnya
dilindungi.
Berdasarkan bentuknya diketahui Lupus berada dalam dua bentuk Discoid lupus
eritematosus dan Sistemik lupus eritematosus. Sebagian peneliti beranggapan bahwa discoid
lupus eritematosus sama sekali tidak berhubungan dengan jenis yang sistemik melainkan
muncul sebagai penyakit mucocutaneus. Sebagian lainnya beranggapan bahwa discoid lupus
eritematosus merupakan suatu manifestasi klinis yang timbul dari sistemik lupus eritematous.
Selain itu kita mengenal pula Drug Induced-Lupus yaitu penggolongan Lupus yang

3
didasarkan dari manifestasi klinis oleh karena pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi sehingga
menimbulkan gejala Lupus, akan tetapi bila obat-obatan tersebut dihentikan maka gejala
tersebut juga akan hilang.

IV. Epidemiologi
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 5 juta pasien lupus dan setiap tahun
ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru, baik usia anak-anak, dewasa, laki-laki maupun
perempuan. Penyakit ini tidak menular, tetapi didapatkan hampir seluruh penderita Systemic
Lupus Erythematosus adalah perempuan (80%-89%:). Dalam penelitian di Amerika Serikat
ditemukan pula bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada ras Asia, Indian Amerika dan
Afrika dibandingkan dengan Ras Kaukasia.Prevalensi: 0,05%, 15 sampai 50 per 100.000
penduduk di Amerika Serikat. Perbandingan di Amerika antara perempuan : laki-laki yaitu
Rasio = 10 : 1 (90% dari kasus pada perempuan) terutama pada perempuan muda karena
tingkat yang lebih tinggi estrogen, sedangkan pada perempuan dan postmenopauzal
pramenstruasi, perbandingan dengan laki-laki menurun 3 : 1. Namun, secara keseluruhan
perbandingannya antara perempuan dan laki-laki yaitu 8 : 1.
Penyakit ini mencapai puncaknya pada wanita di usia 30, sedangkan pada pria di usia
40 tahun, dan bisa juga muncul pada anak-anak. Lebih umum dan parah mengenai penerita
yang berkulit hitam dan atau Asia. Statistik menunjukkan bahwa lupus agak lebih sering pada
Amerika Afrika dan rakyat dan Jepang keturunan Cina.

V. Etiologi
Baik discoid maupun sistemik lupus eritematosus, keduanya memiliki factor-faktor
etiologi sama yang harus dipertimbangkan diantaranya factor predisposisi herediter/genetika,
immunologis yang abnormal, factor hormonal serta kemungkinan mediasi dari infeksi virus.
Karakteristik penyakit ini yaitu diklasifikasikannya kedalam penyakit autoimmune.
Faktanya, pada beberapa manifestasi klinis terlihat menghasilkan kompleks antigen-antibody di
jaringan. Respon imun abnormal termasuk didalamnya yaitu polyclonal dan hiperaktifitas
antigen spesifik limfosit T dan B, serta regulasi yang inadekwat pada keadaan hiperaktivitas
tersebut. Respon imun yang abnormal ini mungkin bergantung pada interaksi antara
kesesuaian gen dan lingkungannya.
Untuk factor hormonal hal ini diketahui bahwa beberapa wanita dengan SLE dapat
mengalami perburukan gejala mereka sebelum mereka menstruasi. Terjadinya remisi pada
wanita hamil, serta ditemukannya peningkatan level estrogen pada pasien SLE. Fenomena ini,

4
bersama dengan dominasi SLE pada wanita, menyarankan bahwa hormon-hormon wanita
memainkan peran penting dalam ekspresi dari SLE. Hubungan hormonal adalah daerah aktif
penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan.
Beberapa penemuan yaitu lebih tingginya angka kerabat pasien SLE yang memiliki
autoantibodies dan immune deficiency dan angka tersebut lebih besar lagi pada pasien kembar
identik. Hal ini membuktikan adanya peran factor genetic.
Baru-baru ini, penelitian juga telah menunjukkan bukti bahwa kunci kegagalan enzim
untuk membuang sel-sel mati dapat berkontribusi pada pengembangan SLE. Enzim, DNase1,
umumnya mengeliminasi apa yang disebut "sampah DNA" dan puing-puing sel-sel lainnya
dengan mencincang mereka menjadi fragmen kecil untuk memudahkan pembuangan berbalik.
Para peneliti dari gen DNase1 pada tikus. Tikus-tikus itu kelihatannya sehat pada waktu lahir,
namun setelah enam sampai delapan bulan, mayoritas dari tikus tanpa DNase1 menunjukkan
tanda-tanda dari SLE. Jadi, mutasi genetik dalam gen yang dapat mengganggu pembuangan
limbah selular tubuh mungkin terlibat dalam permulaan dari SLE.
Selain itu, penyakit ini pun dapat diinduksi oleh obat misalnya prokainamid, hidantoin,
griseofulvin, fenilbutazone, penisiln, streptomisin, tetrasiklin, kinidin, isoniazid, hidralazin dan
sulfonamida. Obat-obatan ini mengakibatkan apa yang disebut dengan Systemic Lupus
Erythematosus like syndrome atau Drug Induced Lupus.
Beberapa ilmuwan pun percaya bahwa sistim imun pada lupus lebih mudah distimulasi
oleh faktor eksternal seperti virus atau sinar ultraviolet,. Kadang-kadang gejala lupus dapat
dipercepat atau diperburuk oleh hanya untuk periode singkat paparan sinar matahari. Selain itu
ada pula teori biokimia, yang didukung oleh penemuan peningkatan ekskresi produk
metabolisme tyrosine dan phenylalanine pada beberapa pasien SLE.

VI. Patogenesis
SLE hasil kerusakan jaringan yang disebabkan oleh serangan autoantibodies dan
kompleks imun. Melibatkan dan antigen-spesifik T poliklonal dan hiperaktif limfosit B. T sel
membantu dalam produksi autoantibodies sangat penting untuk pengembangan penyakit.
Kedua bentuk lupus erythematosus dimulai dengan mutasi somatic pada sel limfositik
(lymphositic stem cell) pada orang yang mempunyai predisposisi. Gejala-gejala pada kedua
bentuk memberi sugesti bahwa keduanya merupakan varian yang sama baik itu Discoid
maupun Systemic. Tanda-tanda klinis dan histologis pada beberapa fase penyakitnya ialah
sama. Kelainan-kelainan hematologic dan imunologik pada DLE lebih ringan daripada SLE.

5
Berikut ini perbedaan antara DLE maupun SLE, walaupun keduanya merupakan bentuk
sebuah clinical entinity.
DLE SLE
(discoid lupus erythematosus) (systemic lupus erythematosus)

- insidens pada wanita lebih banyak - wanita jauh lenih banyak daripada
daripada pria, usia biasanya lebih pria, usia terbanyak biasanya kurang
dari 30 tahun. dari 40 tahun (20-30 tahun).

- kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit


- kira-kira 50% berasosiasi atau DLE
menjadi SLE
- lesi mukosa lebih sering, terutama
- lesi mukosa oral dan lingual jarang pada SLE akut

- gejala konstitusional jarang - gejala konstitusional sering

- kelainan laboratorik dan imunologik - kelainan laboratorik dan imunologik


jarang sering

VII. Manifestasi Klinis

Gejala pertama yang timbul yaitu Demam, Malaise / Kelelahan, Limfadenopati, Berat
badan menurun, Myalgia dan Arthritis.

a. Muskuloskeletal
Yang paling umum manifestasi dari SLE adalah arthralgias dan Nonerosive Arthritis
(terjadi pada 95% pasien, itu adalah simetris dan melibatkan sendi kecil tangan,
pergelangan tangan, dan kaki). Bengkak fusiform yang simetris terutama pada proximal-
interphalangeal dan metacarpophalangeal sendi tangan, pinggul dan lutut, bengkak yang
difus/merata pada tangan dan kaki, tenosynovitis juga dapat terlihat. Deformitas sendi dan
erosi jarang terjadi. Myopathy bisa terjadi karena peradangan atau sekunder karena
pengobatan (hipokalemi, glucocorticoid myopathy, hydroxychloroquine myopathy).
Arthritis pada SLE umumnya berupa arthritis yang intermiten. Kadang-kadang, arthritis
dari SLE dapat meniru yang dari rheumatoid arthritis (penyakit autoimun lain). Nekrosis
avaskular panggul, bahu dan lutut terutama pada pasien yang menerima glucocorticoid
(juga merupakan salah satu penyebab nyeri, bersamaan dengan arthritis) dan myositis . 

b. Dermatology

6
Lesi cutaneous berupa lesi eritematosus pada wajah berbentuk simetris dibagian pipi
dan hidung yang membentuk gambaran “kupu-kupu” terkadang meluas hingga dagu dan
telinga. Hal ini juga terdapat disekitar leher, lengan atas, bahu dan jari-jari. Lesi tersebut
bisa menimbulkan gatal dan sensasi terbakar sebagai mana di area yang hyperpigmentasi.
Tingkat keparahan juga bergantung pada intensitas terekspose matahari.

Kelainan rambut, kulit atau selaput lendir adalah manifestasi paling umum kedua SLE,
terjadi pada 85% pasien. Alopecia pada penderita SLE masih bisa tumbuh lagi tapi tidak
pada DLE. Pada SLE, lesi pada kulit lebih jarang terjadi biasanya berupa urtikaria, bulla,
erythema multiforme, mirip-lichen planus dan panniculitis. Sementara pada DLE, lesi
kemerahan sirkuler, kering-mengelupas, sumbatan follicular dan telangiectasia.
Pada pasien subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE) terjadi rekurensi dermatitis
yang luas, arthritis dan malaise sering namun ginjal dan susunan saraf pusat jarang
terpengaruh. Beberapa pasien negatif ANA. Lesi pada kulit fotosensitif dan berbentuk
annular atau papuloskwamosa psoriasiform terjadi sekitar lengan, ekstremitas dan wajah
tapi tidak membentuk jarinan parut.
Baik pasien SLE, DLE maupun SCLE dapat berkembang lesi kulit vaskulitis yang berupa
purpura, nodul subkutan, infark kuku, ulcus, urticaria, panniculitis dan gangren pada jari.
Ulkus kecil yang nyeri dan dalam pada mulut serta hidung lebih sering pada penderita SLE.

c. Renal
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki deposit immunoglobulin dalam glomerulinya
tapi hanya sedikit yang berkembang menjadi nephritis. Pada awal penyakit asymptomatic,

7
meskipun beberapa berkembang menjadi edem pada sindrom nefrotik. Urinalisis
menunjukkan hematuri, cylinduri, dan proteinuri. Beberapa pasien dengan mesangial atau
mild focal proliferative nephritis dapat mempertahankan fungsi ginjalnya . Sementara pada
pasien dengan nefritis proliferatif yang diffuse akan berkembang mejadi gagal ginjal bila
tidak diobati.
Pada ginjal terdapat penebalan fibrinoid kapiler glomerular yang bisa mengakibatkan
insufisiensi renal. peradangan ginjal pada SLE dapat menyebabkan kebocoran protein ke
urin, retensi cairan, tekanan darah tinggi , dan bahkan gagal ginjal . Dengan kegagalan
ginjal, mesin diperlukan untuk membersihkan darah dari produk-produk limbah
terakumulasi dalam proses yang disebut dialisis.

d. Nervous
Depresi, kecemasan, gangguan kepribadian, psikosis, gangguan demyelinisasi, CVD,
gangguan motorik, aseptic meningitis, myelopathy, mono or polyneuropathy, gangguan
mood, optic neuritis, perdarahan sebarachnoid, pseudotumor cereberi, disfungsi
hipotalamus. Hasil tes laboratorium CNS hingga saat ini untuk Lupus masih sulit
ditegakkan. Masalah neurologis yang timbul biasanya semakin bertambah dengan adanya
terapi immunosupresan.

e. Hematology dan Vascular


Teman-fenomena Raynaud, Trombosis, Vaskulitis, reticularis Livedo, anemia Hemolytic
(paling manifestasi vaskular umum, di hampir semua pasien), Leukopenia (50% dari
pasien), limfopenia, Trombositopenia. Leukopenia akan meningkatkan insidens terjadinya
infeksi, sementara trombositopenia akan meningkatkan resiko perdarahan. Peradangan
pembuluh darah ( vaskulitis ) yang memasok oksigen ke jaringan-jaringan dapat
menyebabkan terisolasi cedera pada saraf, kulit, atau organ internal. Pembuluh darah
terdiri dari arteri yang lewat darah yang kaya oksigen ke jaringan tubuh dan vena bahwa
oksigen kembali-habis darah dari jaringan ke paru-paru. Vasculitis ditandai oleh
peradangan dengan kerusakan dinding pembuluh darah berbagai. Kerusakan blok
peredaran darah melalui pembuluh dan dapat menyebabkan cedera pada jaringan yang
dipasok dengan oksigen oleh kapal.

f. Cardiopulmonary

8
Pada jantung biasanya terdapat atypical endocarditis pada katub sebagaimana terjadi
degenerasi fibrinoid epicardium dan myocardium. Perikarditis adalah manifestasi kardiak
yang paling umum, terjadi hingga 30% kasus.  Myocarditis dapat menyebabkan aritmia,
mati mendadak, dan/atau gagal jantung. Insufisiensi katub dengan atau tidak LibmanSacks
endocarditis.
Sementara paru biasanya mengalami penyakit paru-paru interstisial, hipertensi paru,
perdarahan alveolar, dan pleuritis. Pleura efusi termasuk yang paling sering pada pasien
Lupus. Pada Lupus pneumonitis menyebabkan demam, batuk, dan dyspnea. Bagaimanapun
juga penyebab umum paling sering infiltrat paru pada pasien SLE adalah infeksi.

g. Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal paling umum yaitu mual, muntah, diare, dan perasaan tidak
nyaman. Gejala bisa timbul karena adanya Lupus peritonitis atau dari peradangan SLE.
Vascuitis pada usus halus merupakna manifestasi paling berbahaya ditandai dengan kram
akut, nyeri abdomen, muntah, dan diare. Bila terjadi perforasi usus harus segera dilakukan
tidakan bedah. Glucocorticoid berguna untuk semua mengurangi gejala gastrointestinal.
Tanda-tanda lain adalah: Pankreatitis, Lupus enteropati, Hepatitis dan
Hepatomegali dimana terjadi peningkatan serum transaminase tapi bukan karena
kerusakan hepar sehingga bila SLE diobati maka level serum transaminase juga akan
kembali normal.

h. Ophtalmology
Retinal vasculitisadalh manifestasi yang sangat serius karena dapat berkembang
menjadi kebutaan. Pada pemeriksaan menunjukkan adanya penyempitan arteriol dan
badan cytoid (eksudat putih). Selain itu biasa juga terdapat konjungtivitis, episkleritis,
keratokonjuctivitis (terjadi pada 20% pasien), optic neuritis dan sindrom sicca.

Diagnosis Lupus
Item
Definition
Malar rash Fixed erythema over malar areas, sparing nasolabial folds

Discoid rash Erythematous raised patches with keratotic scaling and follicular plugging

Photosensitivity Skin rash after exposure to sunlight, history or physical exam

Oral ulcers Oral or nasopharyngeal, painless, by physical exam

9
Nonerosive arthritis Tenderness, swelling, effusion in 2 or more peripheral joints

Pleuritis or pericarditis Convincing history or physical exam or ECG or other evidence

Renal disorder >0.5g protein/d or 3+ or cellular casts

Seizures, psychosis Not due to drugs, metabolic derangement, etc.

Hematologic disorder Hemolytic anemia or leukopenia (<4000 twice) or lymphopenia (<1500 twice) or
thromobocytopenia (<100,000) without other causes

Immunologic disorder Anti-dsDNA or anti-Sm or antiphospholipid antibodies (anticardiolipin, lupus


anticoagulant, or false positive test for syphilis) Positive ANA Not drug-induced

Table 1. 1997 Update of the 1982 American College of Rheumatology Classification Criteria for SLE
(Hochberg, Arthritis Rheum 1997;40:1725).

Laboratorium tes yang akan menentukan diagnosis Lupus:

• Diagnosis serologi dibuat oleh titer ANA yang tinggi terdeteksi oleh
immunofluorescence, tetapi tes ini tidak menentukan diagnosa karena penyakit autoimun
lainnya melakukan tes ANA positif 
Anti-dsDNA antibodi • dideteksi dengan uji Crithidia dan antibodi anti-Sm spesifik untuk
SLE (95-98% dari kasus) dan tes ini menentukan diagnosis Lupus.

Radiografi karakteristik:

Radiografi, arthritis dari SLE adalah non-erosif. Hal ini bermanfaat untuk diagnosis
diferensial dengan Rheumatoid Arthritis di mana terdapat tulang erosi pada
radiograf. 

10
Mikroskopis fitur / histoanalysis:

Tiga lesi histologis yang paling karakteristik dari SLE: 


1. Bawang-lesi kulit - ditemukan di arteri limpa, yang terdiri dari lapisan konsentris
fibrosis sekitar kapal 
2. Libman-Sacks endocarditis verrucous: vegetasi pada katup jantung 
3. badan Hematoksilin: massa berbentuk bulat kebiruan,, homogen materi padat terlihat di
hematoxylin dan eosin noda.

Mikroskopis fitur lesi oral:

Histologi, lesi mengungkapkan mucositis lichenoid dengan eksudat perivascular dan


penebalan membran basement.

Subset dari Lupus:

1. Idiopatik 
2. Berbentuk cakram 
3. kulit subakut (ANA negatif) 
4. Akhir-onset 
5. Neonatal 
6. Obat-induced

Selain 11 kriteria, tes lainnya dapat membantu dalam mengevaluasi orang


dengan SLE untuk menentukan beratnya keterlibatan organ. Ini termasuk
pengujian rutin darah untuk mendeteksi peradangan (misalnya, tes disebut laju

11
sedimentasi dan -reaktif protein C ), darah-kimia pengujian, analisis langsung
dari cairan tubuh internal, dan biopsi jaringan. Kelainan pada cairan tubuh dan
sampel jaringan (ginjal, kulit, dan biopsi saraf) lebih lanjut dapat mendukung
diagnosis SLE. Prosedur pengujian yang sesuai dipilih untuk pasien individual
oleh dokter.

Apa pengobatan untuk lupus eritematosus sistemik?

Pengobatan:

Systemic Lupus Erythematosus adalah penyakit tanpa obat


diketahui, sehingga pengobatan berdasarkan gejala
menghilangkan, menekan peradangan, dan mencegah
patologi masa depan. Gejala pengobatan disesuaikan untuk
organ yang terlibat dan untuk tingkat keparahan penyakit:
penggunaan tabir surya topikal, menghindari sinar UV dan
estrogen, penggunaan NSAID untuk artritis, penggunaan
anti-malaria untuk manifestasi dermatologi, penggunaan
steroid topikal untuk ruam, penggunaan steroid sistemik
untuk mencegah kerusakan organ akhir. Kalsium dan
Vitamin D untuk melawan osteoporosis, penggunaan
Kortikosteroid sebagai obat penekan kekebalan untuk
keterlibatan organ yang serius (misalnya Cerebritis,
nefritis). Semua obat yang dipakai untuk mengobati SLE
memerlukan pemantauan berkala untuk toksisitas
potensial. 
Tidak ada kesembuhan yang permanen untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah
untuk meringankan gejala dan melindungi organ-organ oleh peradangan
berkurang dan / atau tingkat aktivitas autoimun dalam tubuh. Banyak. Orang
dengan gejala ringan mungkin tidak memerlukan pengobatan atau hanya
berselang program anti-inflamasi obatMereka dengan penyakit yang lebih serius
melibatkan kerusakan pada organ internal (s) mungkin memerlukan dosis tinggi
kortikosteroid dalam kombinasi dengan obat lain yang menekan sistem
kekebalan tubuh.
Orang dengan SLE memerlukan lebih banyak istirahat selama periode penyakit
aktif. Para peneliti telah melaporkan bahwa miskin tidur berkualitas merupakan
faktor penting dalam mengembangkan kelelahan pada orang dengan
SLE. Laporan-laporan ini menekankan pentingnya bagi masyarakat dan dokter
untuk mengatasi kualitas tidur dan pengaruh yang mendasari depresi ,
kurangnya olahraga , dan perawatan strategi mengatasi-diri terhadap kesehatan
secara keseluruhan. Selama periode tersebut, yang ditentukan dengan hati-hati

12
latihan masih penting untuk menjaga otot dan kisaran gerak pada sendi.
obat anti-inflamasi nonsteroidal (NSAIDs) membantu dalam mengurangi
peradangan dan rasa sakit pada otot, sendi, dan jaringan lain. Contoh NSAID
termasuk aspirin ,ibuprofen (Motrin), naproxen (Naprosyn),
dan sulindac (Clinoril). Karena respon individu pada NSAIDs bervariasi, adalah
umum bagi seorang dokter untuk mencoba NSAID yang berbeda untuk
menemukan yang paling efektif dengan efek samping paling sedikit. Efek
samping yang paling umum adalah sakit perut, sakit perut , bisul , dan
bahkan perdarahan borok . NSAID biasanya diambil dengan makanan untuk
mengurangi efek samping. Kadang-kadang, obat yang mencegah borok saat
mengambil NSAID, seperti misoprostol (Cytotec), diberikan secara bersamaan.
Kortikosteroid lebih kuat daripada NSAID dalam mengurangi peradangan dan
memulihkan fungsi ketika penyakit aktif. Corticosteroids terutama berguna ketika
organ internal terpengaruh. Kortikosteroid dapat diberikan melalui mulut,
disuntikkan langsung kedalam sendi-sendi dan jaringan lain, atau diberikan
intravena. Sayangnya, kortikosteroid memiliki efek samping yang serius jika
diberikan dalam dosis tinggi dan periode yang lama, dan dokter akan mencoba
untuk memonitor aktivitas penyakit dalam rangka untuk menggunakan dosis
terendah yang aman. Efek samping dari corticosteroids termasuk penambahan
berat badan , penipisan tulang dan kulit, infeksi,diabetes , bengkak
wajah, katarak , dan kematian ( nekrosis ) dari jaringan di sendi-sendi besar.
Hydroxychloroquine (Plaquenil) adalah obat antimalaria ditemukan terutama
efektif untuk orang SLE dengan kelelahan, keterlibatan kulit, dan penyakit
sendi. Konsisten mengambil Plaquenil dapat mencegah flare-up lupus. Efek
samping jarang terjadi tapi termasuk diare , sakit perut, dan-perubahan pigmen
mata. Perubahan pigmen mata jarang tapi memerlukan pemantauan oleh dokter
mata (spesialis mata) selama pengobatan dengan Plaquenil. Para peneliti telah
menemukan bahwa Plaquenil secara signifikan menurunkan frekuensi
abnormal bekuan darah pada orang dengan lupus sistemik. Selain itu, efek itu
sepertinya tergantung dari penekanan imun, menyiratkan bahwa Plaquenil
langsung dapat bertindak untuk mencegah bekuan darah. Penelitian ini menarik
menyoroti alasan penting bagi masyarakat dan dokter untuk mempertimbangkan
Plaquenil untuk penggunaan jangka panjang, terutama untuk orang-orang SLE
yang berada pada beberapa risiko bekuan darah di vena dan arteri, seperti yang
dengan fosfolipid antibodi (antibodi cardiolipin, lupus anticoagulant , dan-positif
penyakit kelamin palsu uji laboratorium penelitian). Ini berarti tidak hanya bahwa
Plaquenil mengurangi kesempatan untuk re-flare dari SLE, tetapi juga dapat
bermanfaat dalam menipis darah untuk mencegah pembekuan darah abnormal
yang berlebihan.Plaquenil umumnya digunakan dalam kombinasi dengan
pengobatan lain untuk lupus.
Untuk penyakit kulit yang resisten, obat antimalaria lain,
seperti klorokuin (Aralen) ataukuinakrin , dianggap dan dapat digunakan dalam
kombinasi dengan hydroxychloroquine. obat alternatif untuk penyakit kulit
termasuk dapson retinoic asam dan ( Retin-A ).Retin-A seringkali efektif untuk
umum kutil seperti bentuk-penyakit kulit lupus. Untuk penyakit kulit yang lebih
berat, obat-obat penekan imun dianggap sebagai dijelaskan di bawah ini.
Obat-obatan yang menekan kekebalan (obat imunosupresan) juga
disebut sitotoksikobat. obat imunosupresif digunakan untuk merawat orang

13
dengan berat manifestasi lebih dari SLE, seperti kerusakan organ internal
(s). Contoh-contoh dari obat-obat imunosupresif
termasuk methotrexate (Rheumatrex,
Trexall), azathioprine (Imuran),cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leuk
eran), dan siklosporin (Sandimmune).Semua obat imunosupresif serius dapat
menekan jumlah sel darah dan meningkatkan risiko infeksi dan
pendarahan. efek samping lainnya adalah spesifik untuk masing-masing
obat. Sebagai contoh, Rheumatrex dapat menyebabkan toksisitas hati,
sedangkan Sandimmune dapat merusak fungsi ginjal.
Dalam beberapa tahun terakhir, mofetil mycophenolate (Cellcept) telah
digunakan sebagai obat efektif untuk lupus, terutama bila dikaitkan
dengan penyakit ginjal . Cellcept telah membantu dalam membalikkan ginjal
penyakit lupus aktif (penyakit ginjal lupus) dan dalam mempertahankan remisi
setelah didirikan. rendah Its efek samping profil memiliki kelebihan dibanding
obat kekebalan-penindasan tradisional.
Pada pasien SLE dengan otak serius atau penyakit ginjal, plasmapheresis
(proses menghapus dan mengobati darah sebelum dikembalikan ke tubuh)
kadang-kadang digunakan untuk menghilangkan antibodi dan zat kekebalan
tubuh lainnya dari darah untuk menekan kekebalan. Jarang, orang dengan SLE
dapat mengembangkan serius tingkat platelet rendah, sehingga meningkatkan
resiko perdarahan yang berlebihan dan spontan. Karena limpa diyakini menjadi
situs utama dari penghancuran platelet, operasi pengangkatan limpa kadang-
kadang dilakukan untuk meningkatkan kadar trombosit. perawatan lain termasuk
plasmapheresis dan penggunaan hormon pria.Plasmapheresis juga telah
digunakan untuk menghilangkan protein ( cryoglobulins ) yang dapat
menyebabkan vaskulitis. Stadium akhir kerusakan ginjal dari SLE memerlukan
dialisis dan / atau transplantasi ginjal.
Penelitian terakhir mengindikasikan manfaat rituximab (Rituxan) dalam
mengobati lupus. Rituximab adalah antibodi infus intravena yang menekan suatu
sel darah putih tertentu, sel B , dengan mengurangi jumlah mereka dalam
sirkulasi. sel B telah ditemukan untuk memainkan peran sentral dalam kegiatan
lupus, dan ketika mereka ditekan, penyakit ini cenderung ke arah remisi. Hal ini
dapat sangat berguna untuk orang dengan penyakit ginjal.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa dosis rendah suplemen makanan
dengan omega-3 minyak ikan bisa membantu pasien dengan lupus dengan
mengurangi aktivitas penyakit dan mungkin mengurangi risiko penyakit jantung.

Bagaimana pasien lupus membantu mencegah aktivitas


penyakit (flare)?
SLE yang tidak meragukan serius penyakit berpotensi dengan keterlibatan
berbagai sistem organ. Namun, penting untuk mengakui bahwa kebanyakan
orang dengan SLE memimpin, aktif, dan sehat hidup penuh. kenaikan Berkala)
flare penyakit aktivitas (biasanya dapat dikelola dengan memvariasikan
obat. Karena sinar ultraviolet dapat memicu dan memperburuk suar, orang
dengan lupus sistemik harus menghindari paparan sinar matahari. Tabir
surya dan pakaian yang menutupi kaki dapat membantu. Tiba-tiba berhenti obat,

14
khususnya kortikosteroid, juga dapat menyebabkan flare dan harus
dihindari.Orang dengan SLE mengalami peningkatan risiko infeksi, terutama jika
mereka mengambil kortikosteroid atau obat imunosupresif. Oleh karena itu,
setiap tak terduga demam harus dilaporkan dan dievaluasi.
Kunci keberhasilan pengelolaan SLE adalah kontak teratur dan komunikasi
dengan dokter, sehingga pemantauan gejala, kegiatan penyakit, dan
pengobatan efek samping.
Bagaimana lupus eritematosus sistemik mempengaruhi
kehamilan atau bayi yang baru lahir?
Wanita dengan SLE yang menjadi hamil dianggap "berisiko tinggi." Wanita
dengan SLE yang sedang hamil membutuhkan pengamatan dekat selama
kehamilan, persalinan, dan periode postpartum. Ini mencakup pemantauan janin
oleh dokter kandungan selama kehamilan nanti. Para wanita ini dapat memiliki
peningkatan risiko keguguran(aborsi spontan) dan dapat memiliki suar dari SLE
selama kehamilan. Kehadiran antibodi fosfolipid, seperti antibodi cardiolipin atau
antikoagulan lupus, dalam darah dapat mengidentifikasi orang yang berisiko
untuk keguguran. Cardiolipin antibodi dikaitkan dengan kecenderungan
pembekuan darah. Orang dengan SLE yang memiliki antibodi cardiolipin atau
lupus anticoagulant mungkin memerlukan obat pengencer darah (aspirin dengan
atau tanpa heparin) selama kehamilan untuk mencegah keguguran. perawatan
melaporkan lain termasuk penggunaan infus gamma globulinuntuk orang-orang
yang dipilih dengan sejarah keguguran prematur dan yang dengan elemen
pembekuan darah rendah (platelet) selama kehamilan. wanita hamil yang
memiliki peristiwa pembekuan darah sebelumnya mungkin manfaat dengan
kelanjutan dari obat pengencer darah sepanjang dan setelah kehamilan hingga
enam sampai 12 minggu, pada waktu mana risiko penggumpalan berhubungan
dengan kehamilan kelihatannya berkurang. Plaquenil sekarang telah ditemukan
aman untuk digunakan untuk mengobati SLE selama kehamilan.
antibodi Lupus dapat ditransfer dari ibu ke janin dan mengakibatkan penyakit
lupus pada bayi baru lahir (" neonatal lupus "). Ini termasuk pengembangan sel
darah merah yang rendah ( anemia ) dan / atau sel darah putih dan platelet, dan
ruam kulit. Masalah juga dapat berkembang dalam sistem listrik jantung bayi
(blok jantung bawaan).Kadang-kadang, sebuah alat pacu jantung untuk bayi
jantung diperlukan dalam pengaturan ini. Neonatal lupus dan blok jantung
kongenital lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dari ibu dengan SLE yang
membawa antibodi disebut sebagai anti-Ro (atau SS-A) dan anti-La (atau SS-
B). (Adalah bijaksana untuk bayi yang baru lahir bayi dokter harus sadar jika
sang ibu diketahui membawa antibodi ini, bahkan sebelum pengiriman;. Resiko
jantung blok 2% risiko lupus neonatal adalah 5%.) Lupus neonatal biasanya
kosong setelah usia 6 bulan, sebagai antibodi ibu secara perlahan
dimetabolisme oleh bayi.

Apa Masa Depan untuk orang dengan lupus?


Prognosis:
Survival pada pasien dengan SLE adalah 90 sampai 95% pada 2

15
tahun, 82 sampai 90% pada 5 tahun, 71 sampai 80% pada 10
tahun, dan 63 sampai 75% pada 20 tahun. Kecacatan pada pasien
SLE adalah umum. 20% dari pasien mengalami remisi. Infeksi
akibat terapi imunosupresif dan gagal ginjal adalah penyebab
utama kematian pada dekade pertama penyakit. thromboembolic
acara sering penyebab kematian pada dekade kedua

Secara keseluruhan, prospek untuk orang dengan lupus sistemik adalah


meningkatkan setiap dekade dengan pengembangan lebih tes pemantauan
akurat dan perawatan.
Peran dari sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penyakit ini menjadi
lebih baik dipahami melalui penelitian. Pengetahuan ini akan diterapkan untuk
merancang metode pengobatan yang lebih efektif dan lebih aman. Misalnya,
benar-benar merevisi sistem kekebalan tubuh orang dengan perlakuan yang
sangat agresif bahwa hampir sementara menghapus sistem kekebalan tubuh
sedang dievaluasi. Studi saat ini melibatkan pemberantasan kekebalan tubuh
dengan atau tanpa penggantian sel-sel yang dapat membangun kembali sistem
kekebalan tubuh (transplantasi sel induk ).
Perlu dicatat bahwa orang dengan SLE berada pada peningkatan resiko agak
untuk mengembangkan kanker . Risiko kanker yang paling dramatis untuk
kanker darah, seperti leukemia dan limfoma , tetapi juga meningkat untuk kanker
payudara . Risiko ini mungkin berhubungan, sebagian, dengan sistem imun
yang adalah karakteristik dari SLE.
Wanita dengan SLE tampaknya pada peningkatan risiko untuk penyakit
jantung(penyakit arteri koroner) menurut laporan terbaru. Wanita dengan SLE
harus dievaluasi dan konseling untuk meminimalkan faktor risiko untuk penyakit
jantung, seperti darah tinggi kolesterol , berhenti merokok , tekanan darah tinggi,
dan obesitas .
DHEA ( dehydroepiandrosterone ) telah membantu dalam mengurangi
kelelahan, meningkatkan kesulitan berpikir, dan meningkatkan kualitas hidup
pada orang dengan SLE. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa DHEA telah
ditunjukkan untuk meningkatkan atau menstabilkan tanda-tanda dan gejala dari
SLE. DHEA biasanya tersedia di toko makanan kesehatan, apotik, dan
belanjaan banyak.
Landmark penelitian telah menunjukkan dengan jelas bahwa kontrasepsi
oral yangtidak meningkatkan tingkat flare dari lupus eritematosus
sistemik. Temuan penting adalah berlawanan dengan apa yang telah berpikir
selama bertahun-tahun. Sekarang kita bisa meyakinkan wanita dengan lupus
bahwa jika mereka mengambil kontrol kelahiran- pil, mereka tidak meningkatkan
resiko mereka untuk flare lupus. CATATAN: Lahir-kontrol pil atau obat estrogen
masih harus dihindari oleh wanita yang mengalami peningkatan risiko
pembekuan darah, seperti wanita dengan lupus yang telah fosfolipid antibodi
(termasuk antibodi cardiolipin dan antikoagulan lupus).
Individu dengan SLE dapat meningkatkan prognosis mereka dengan belajar
tentang berbagai aspek penyakit serta memantau kesehatan mereka sendiri
dengan dokter mereka.

16
_____________________________________________________________________

17

Anda mungkin juga menyukai