BAB E.
PENDEKATAN METODOLOGI
DAN PROGRAM KERJA
E.1 UMUM
Maksud dan Tujuan dari pekerjaan Rencana
Induk Pengembangan Air Bersih adalah
mendata dan memetakan Pengembangan Air Bersih
di Kabupaten Bekasi, serta untuk memperoleh
gambaran terhadap kebutuhan air baku, sarana dan
prasarana air bersih, kelembagaan, rencana
pembiayaan dan rencana perlindungan air baku
untuk jangka panjang.
Sasaran dari kegiatan ini adalah; (1) Identifikasi kebutuhan air bersih (2)
Identifikasi penyediaan air bersih eksisting (3) Identifikasi ketersediaan
air baku (4) Identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengembangan
(5) Rencana pengembangan air bersih baik dengan sistem perpipaan E-1
ataupun non perpipaan (6) Kriteria dan Standar Pelayanan Air Bersih (7)
Pengembangan kelembagaan pengelola air bersih (8) Kerangka program
pengembangan air bersih (9) Rencana Pembiayaan dan Pola Investasi
Strategi perlindungan air baku untuk jangka panjang.
6) Evaluasi Studi
Usulan Penyusunan Studi / Rencana Pengembangan Air Bersih
Kabupaten Bekasi harus dievaluasi terhadap faktor-faktor ekonomi,
keuangan, sosial, lingkungan dan teknis.
7) Penyusunan rencana Induk Pengembangan Air Bersih
• Penyusunan Penyusunan rencana induk pengembangan air
bersih, pengembangan kelembagaan pengelola air bersih,
kerangka program, Rencana pendanaan dan pola investasi untuk
pengembangan air bersih.
• Menyusun kerangka pengembangan air bersih jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang yang menjadi pedoman bagi
stakeholder dalam pengembangan air bersih secara
komprehensif.
• Analisa tingkat partisipasi dan peran serta pihak-pihak yang
terkena dampak langsung dan tidak langsung dari
pengembangan air bersih, terutama masyarakat berdasarkan
pengaruh dan kepentingannya dalam pemenuhan kebutuhan air
bersih dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana
struktural melalui diseminasi dan diskusi sehingga
memungkinkan masyarakat mendapatkan akan air bersih secara
optimal dan komprehensih.
• Menyusun rekomendasi kebijakan dan rencana penanganan
masalah berdasarkan partisipasi dan peran serta masyarakat
dalam pemenuhan akan air bersih.
Tahapan pelaksanaan semua kegiatan tersebut di atas telah kami sajikan
dalam bentuk diagram alir yaitu Bagan Alir Pelaksanaan pekerjaan
“Rencana Induk Pengembangan Air Bersih” disajikan pada Gambar
E.21. E-3
E-4
Proses
Implementasi :
1. INPUT Pengumpulan
2. PROSES 3. OUTPUT
data
Identifikasi serta
Rujukan : pengkajian
Rencana Kerja dan data-data,
Syarat-Syarat (RKS) Identifikasi
Kerangka Acuan Kerja permasalahan,
(KAK) Identifikasi
Struktur
1. Dasar Kebijakan : Pengembangan
UU No.7/2004 tentang UU Air bersih Hasil Keluaran
SDA, pengganti UU Eksisting :
No.11/1974 tentang Studi Hidrologi,
Pengairan. Rencana
topografi,
PP tentang Pengelolaan klimatologi, Pengembang
SDA morfologi dsb. an Air bersih
PPNo.16 tentang Kualitas Studi Penyediaan Peta-peta
Air Bersih/Minum. Air bersih
pengganti UU No.5/1991 informasi
eksisting
tentang Sumber daya Studi Tata Ruang Data
Air, setiap warga wajib Analisa dan pendukung
mendapatkan jaminan pemodelan tata
dari pemerintah pada untuk
air
kebutuhan air bersih Menyusun pedoman
UU No.24/1992 tentang Peningkatan, Pekerjaan
Penataan Ruang Rehabiltasi dan Perencanaan
UU No.23/1997 tentang O&P Bangunan
Pengelolaan (Kerangka
Perumusan
Lingkungan Hidup Rencana
PP No.77/2001, tentang Penanganan,
Pembangunan SDA
Analisa Proyeksi
2. Referensi Pendukung:
Buku Pedoman Kebutuhan air
Perencanaan bersih
Pengembangan Air Penyusunan
Bersih
Buku Pedoman Laporan dan
Perencanaan Peta Informasi
Pengembangan E-5
Wilayah Daerah
Gambar 1.1 Rencana Induk Pengembangan Air Bersih.
E.3 METODOLOGI
Sesuai pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK),
maka dalam melaksanakan pekerjaan ini perlu ditunjang oleh metodologi
pelaksanaan secara rinci dan sistematis guna memperoleh hasil
pekerjaan yang memenuhi sasaran sesuai dengan syarat-syarat yang
ditetapkan pihak Pengguna Jasa.
Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, maka
Pendekatan dalam penelitian ini bersifat:
Normatif: menguraikan suatu kondisi yang seharusnya menurut
pedoman ideal serta norma-norma tertentu. Acuan dari
Pekerjaan Persiapan
Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan semua komponen (personil,
peralatan, ruang kerja dan administrasi) yang diperlukan untuk
memperlancar atau mendukung pekerjaan, sehingga pekerjaan ini dapat
dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah disepakati bersama
dengan Direksi Pekerjaan. E-6
Lingkup kegiatan yang akan dilakukan pada tahap persiapan adalah
sebagai berikut :
menggunakan metode Mock. Agar hasil kajian dengan metode ini dapat
diandalkan, data hasil survei lapangan sangat perlu untuk digunakan
sebagai acuan dalam menentukan “orde” besaran debit yang
diperkirakan.
Pada bagian berikut ini disajikan perhitungan ketersediaan air di sungai
dengan menggunakan metode Mock. Selain data klimatologi, informasi
lain yang diperlukan untuk analisis ini adalah data kondisi fisik lokasi
kajian (Daerah Aliran Sungai), seperti jenis tanah, tumbuhan penutup
permukaan, kondisi topografi, luas DAS, dan lain-lain.
Pengambilan air baku yang paling mudah dilakukan adalah di sungai
karena langsung mendapatkan debit. Debit sungai berasal dari aliran
limpasan hujan (direct run off) dan aliran air tanah (mata air).
Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau
dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya
yang tertentu, dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai
yang menyeluruh. Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan
disajikan pada Gambar E.2.
Yang paling berperan dalam studi penyediaan air baku adalah data
rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan
dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek
penyediaan air baku. Apabila penyadapan air baku akan dilakukan dari
sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-
periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga
keandalan pasok air dapat diketahui.
Raw a
S u ng a i
E - 10
M u ka Air
Tana h
A li r a n A ir
Tana h
D a n au
Jika tidak ada data rekaman debit sungai yang ada di wilayah kajian,
maka untuk mengetahui besarnya potensi air permukaan (air sungai)
akan dilakukan dengan cara simulasi hujan-limpasan sehingga diperoleh
besar-nya debit sintetik.
Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off) tidak bisa meng-
gantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana
sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya
penaksiran atau perkiraan.
Banyak metode untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-
masing metode tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan
data yang tersedia. Salah satu metode tersebut adalah Metode Mock.
Metode Mock adalah suatu metode untuk memperkirakan keberadaan air
berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini
adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan
untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik
daerah aliran sungai.
Metode Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur
hidrologi. Metode Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metode
yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metode Mock dikembangkan
untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan
dalam perhitungan debit dengan Metode Mock ini adalah data klimatologi,
luas, dan penggunaan lahan dari catchment area.
Pada prinsipnya, Metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk,
keluar, dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang
masuk adalah hujan.
Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan yang dominan adalah
akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan
Metode Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang
E - 11
disimpan dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh.
Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metode Mock ini mengacu
pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah
tetap, hanya sirkulasi, dan distribusinya yang bervariasi.
Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metode Mock dijelaskan dalam
Gambar E.3.
Perhitungan
Evapotranspirasi
Potensial (Metode
Penman)
Perhitungan
Evapotranspirasi
Aktual
Perhitungan Water
Surplus
Perhitungan
Base Flow
Direct Run Off
dan
Strom Run Off
B. Water Balance
Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke
dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu
perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water
balance). Hubungan-hubungan ini lebih jelas ditunjukan oleh Gambar
E.4.
Bentuk umum persamaan water balance adalah:
P = Ea + ΔGS + TRO
dimana :
P = presipitasi.
E - 12
Ea = evapotranspirasi.
Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun
waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan
groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater
storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu
tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:
P = Ea + TRO
tertentu adalah:
Presipitasi
Evaporasi
Air Permukaan
Limpasan
Presipitasi
Uap Air Curah Hujan
Perkolasi
Kelembaban
Tanah dan Air
Tanah
Evaporasi
Presipitasi
C. Data Iklim
E - 13
Data iklim yang digunakan dalam Metode Mock adalah presipitasi,
temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan
angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung
evapotransprasi. Dalam Metode Mock, data-data iklim yang dipakai
adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan
adalah jumlah data dalam satu bulan.
Notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim ditabelkan pada. Tabel
E.1.
D. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari
data curah hujan dan klimatologi dengan Metode Mock. Alasannya adalah
karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya
debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan
sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah
pengaliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi.
Evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan di
bawah ini.
a. Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin
terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting
yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah
tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu
tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman
selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan
akan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedia-nya air di
bawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung
evapotranspirasi potensial adalah: rumus empiris dari E - 14
Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc-Langbein-
Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metode Mock
menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris
Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu
temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin
sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi
potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi
evaporasi diperlukan panas.
AH + 0,27D
E=
A + 0,27
dimana :
H = energy budget,
(
= R (1 − r )( 0.18 + 0.55S ) − 0.56 − 0.092 )
e d ( 0.10 + 0.9S )
Temperatur
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
(0C)
A
0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013
(mmHg/0F)
B
12.60 12.90 13.30 13.70 14.80 14.50 14.90 15.40 15.80 16.20 16.70 17.10
(mmH2O/hari)
ea E - 15
8.05 9.21 10.50 12.00 13.60 15.50 17.50 19.80 22.40 25.20 28.30 31.80
(mmHg)
Sumber: Sudirman (2002).
Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Tahun
50 LU 13.7 14.5 15.0 15.0 14.5 14.1 14.2 14.6 14.9 14.6 13.9 13.4 14.39
00 14.5 15.0 15.2 14.7 13.9 13.4 13.5 14.2 14.9 15.0 14.6 14.3 14.45
50 LS 15.2 15.4 15.2 14.3 13.2 12.5 12.7 13.6 14.7 15.2 15.2 15.1 14.33
100 LS 15.8 15.7 15.1 13.8 12.4 11.6 11.9 13.0 14.4 15.3 15.7 15.8 14.21
E - 16
Koefisien
No. Permukaan
Refleksi [r]
1 Rata-rata permukaan bumi 40 %
2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim – 40 – 85 %
3 masih segar
Spesies tumbuhan padang pasir dengan 30 – 40 %
4 daun berbulu
Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %
5 Permukaan padang pasir 24 – 28 %
6 Tumbuhan hijau yang membayangi 24 – 27 %
7 seluruh
Tumbuhantanah
muda yang membayangi 15 – 24 %
8 sebagian tanah
Hutan musiman 15 – 20 %
9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15 %
10 Tanah gundul kering 12 – 16 %
11 Tanah gundul lembab 10 – 12 %
12 Tanah gundul basah 8 – 10 %
13 Pasir, basah – kering 9 – 18 %
14 Air bersih, elevasi matahari 450 5%
15 Air bersih, elevasi matahari 200 14 %
Sumber: Sudirman (2002).
E=
A ( 0,18 +0,55S ) R (1 −r ) −
AB
0,56 −0,092
e
d
( 0,1 +0,9S ) +
0,27 x 0,35 (ea −ed ) (
A +0,27 A +0,27 A +0,27
jika:
A ( 0,18 + 0,55S )
F = f(T, S) =
1 A + 0,27
AB
0,56 −0,092 e
F = f(T, h) = d
2 A +0,27
0,27 x 0,35 ( ea − ed )
F = f(T, h) =
3 A + 0,27
maka:
dan jika:
E1 = F1 x R(1 - r)
E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)
E3 = F3 x (k + 0,01w)
E = E1 - E2 + E3
b. Evapotranspirasi Aktual
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang
diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan,
maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan
atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi
yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas.
Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar
yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim
kemarau.
Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda.
F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-
2 10 – 40 % Daerah tererosi
Sehingga:
m
ΔE = E
P 20
( 18 − n ) .
E. Water Surplus
Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah
mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage,
disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau
perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan
water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut:
WS = (P – Ea) + SS
Dengan memperhatikan Gambar 4.7, maka water surplus merupakan air
limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi.
Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS)
terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat
SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah
(soil storage, disingkat SS). Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap
daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land covery) dan
tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.7.
Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor,
ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200
mm/bulan. Dalam Metode Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung
sebagai berikut:
SMS = ISMS + (P – Ea)
dimana :
ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah
awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan
sebelumnya.
P–Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.
Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC
terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan E - 20
perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada
dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:
a. SMC = 200 mm/bulan, jika P – Ea < 0.
Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah
mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air
tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS)
sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P -
Ea.
b. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika P – Ea < 0.
Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture
storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air
yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan
EVAPOTRANSPIRASI
KELEMBABAN TANAH
TAMPUNGAN
Limpasan
Permukaan
Zona Infiltrasi
Kapasitas
Kelembaban
Tanah
Tabel E.6. Nilai Soil Moisture Capacity Untuk Berbagai Tipe Tanaman
dan Tipe Tanah
Soil Moisture
Zone Akar
Tipe Tanaman Tipe Tanah Capacity
(dalam m) E - 21
(dalam mm)
Lempung 0.25 75
Soil Moisture
Zone Akar
Tipe Tanaman Tipe Tanah Capacity
(dalam m)
(dalam mm)
F. Limpasan Total
Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam
tanah lembab selanjutnya akan melimpas di permukaan (surface run off)
dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi
adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau:
Infiltrasi (i) = WS x if
Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan
daerah pengaliran. Lahan yang bersifat poros umumnya memiliki
koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal
Ea
Gambar 1.5 Perjalanan air hujan sampai terbentuk debit.
SROS
demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama
harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.
Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:
GS = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom }
∑
i = bulan ke −1
Δ GS = 0
lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K
cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda.
Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya
merupakan bulan basah.
e. Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang
menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitunga n storm run off
pada total run off. Storm run off hanya dimasukkan kedalam total
run off, bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity.
Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%-10%, namun tidak
menutup kemungkinan untuk meningkat sampai harga 37,3%.
H. Data Kalibrasi
Kalibrasi terhadap parameter Mock yang digunakan perlu dilakukan agar
hasil perhitungan debit dengan metoda ini dapat mewakili kondisi aktual
seperti di lapangan (dibandingkan dengan debit hasil survei hidrometri).
Dalam perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metode Mock
tersebut, akan digunakan data debit hasil survei hidrometri untuk
kalibrasi yang dilakukan pada beberapa sungai di wilayah kajian.
I. Kuantifikasi Potensi Air Permukaan
a. Ketersediaan Data
Data iklim yang akan digunakan dalam perhitungan simulasi
hujan-limpasan menggunakan metode Mock adalah data iklim
selama minimal 10 tahun yang diperoleh dari stasiun klimatologi
yang terdekat dengan dan dapat dianggap mewakili lokasi kajian.
b. Jumlah Sungai
Langkah kuantifikasi air permukaan adalah melacak DAS dan
meng-hitung luas catchment area pada peta hasil survei
topografi. Penelusuran didasarkan pada muara aliran di E - 26
sepanjang garis pantai. Dari sekitar sungai dan alur yang
terdapat di wilayah kajian, tidak semua akan dihitung besar debit
sintetiknya. Dilakukan pemilihan dan pemilahan terhadap sungai-
sungai yang dianggap mempunyai potensi dimanfaat-kan sebagai
sumber air baku, ditinjau dari aspek kuantitasnya.
c. Titik Perhitungan
Besar ketersediaan air baku di sungai dihitung berdasarkan curah
hujan di DAS (hujan bulanan), luas DAS dan koefisien
pengaliran. Dengan demi-kian ketersediaan air baku adalah
besar debit di suatu titik pengeluaran (outlet) pada suatu waktu
tertentu. Debit yang dihitung adalah debit pada tiap outlet yang
dipilih:
Outlet
2
Outlet
1
J. Mata Air
Potensi sumber daya mata air di lokasi studi diinventarisir, dihitung
potensinya dan pemanfaatan mata air.
K. Danau
Potensi sumber daya Danau di lokasi studi diinventarisir, dihitung
potensinya dan pemanfaatan danau. E - 27
dikeluarkan untuk air bersih dan kualitas air. Kebutuhan air penduduk
tergantung dari cuaca, standar hidup, ketersediaan dan metode distribusi
air. Gambaran pemakaian air domestik per kapita dengan berbagai
penggunaannya dapat dilihat pada tabel 1.
Untuk memperoleh estimasi kebutuhan air dalam suatu wilayah, lebih
mudah untuk mensurvey jumlah rumah tangga daripada harus
melakukan sensus dari rumah ke rumah. Penggunaan air domestik
(rumah tangga) dapat dihitung dengan mengasumsikan rata-rata jumlah
anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Untuk Indonesia rata-rata
jumlah anggota keluarga digunakan 5 orang penduduk dalam satu
keluarga. Adanya sekolah, rumah sakit, hotel, tempat peribadatan dan
fasilitas umum lainnya dalam wilayah yang kita tinjau juga harus dihitung
penggunaan airnya. Dibawah ini dalam tabel 2 merupakan gambaran
penggunaan air untuk fasilitas umum di Indonesia. Berdasarkan
kompomen pengembangan sumber daya air, jenis kebutuhan air dapat
diuraikan sebagai berikut :
B. Rumah Tangga dan Perkotaan
Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10%
- 15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga. Estimasi ini hanya
dapat digunakan untuk preliminary design dan merupakan estimasi
secara kasar. Untuk perencanaan lebih lanjut (final design)
perhitungannya harus memakai data yang lebih lengkap dengan
memperhatikan kondisi lokal (Smet Jo, 2002).
Kebutuhan air bersih domestik merupakan jumlah dari kebutuhan air
rumah tangga penduduk, kebutuhan air untuk fasilitas umum, hidrant,
dan kebocoran. Untuk mendapatkan kebutuhan air rumah tangga
penduduk, dipakai perhitungan sebagai berikut :
• Kebutuhan air rumah tangga = 300 liter/rumah tangga/hari
E - 28
• Diasumsikan dalam satu rumah tangga terdiri dari 5 (lima) anggota,
sehingga kebutuhan air rumah tangga
= 300 / 5 = 60 liter/kapita/hari.
= jml penduduk * 60/liter/kapita/hari
= debit (l/hari)
• Kebutuhan air untuk fasilitas umum:
= 10% x kebutuhan air rumah tangga
= debit (l/hari)
• Kebutuhan air untuk kebocoran:
= 1,5% x kebutuhan air rumah tangga
= debit (l/hari)
• Kebutuhan air untuk hidran
= 20% x kebutuhan air rumah tangga
= debit (l/hari)
• Kebutuhan air Total
= Kebutuhan air rumah tangga + fasilitas umum + kebocoran +
hidran
= debit (l/hari)
• Kebutuhan air bersih
= Kebutuhan air Total / (60 x 60 x 24)
= debit (l/detik
E - 29
H. Kebutuhan Irigasi
Faktor yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan irigasi ada-lah:
Evapotranspirasi
Kebutuhan air di sawah
a. Evapotranspirasi
Besaran evapotranspirasi tergantung dari kondisi iklim (suhu
udara, kelembaban relatif, kecepatan angin, lama penyinaran
dan radiasi matahari) seperti terlihat pada perhitungan
berikutnya.
b. Kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh:
- Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PWR)
Faktor penting yang menentukan kebutuhan air untuk
penyiapan lahan padi adalah :
Lamanya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Biasanya
tergantung dari kondisi sosial budaya masyarakatnya, untuk
pedoman diambil 45 hari, apabila digunakan mesin diperlukan
waktu 30 hari.
- Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Untuk tanah bertekstur berat, tanpa retak-retak kebutuhan
diambil 200 mm ditambah 50 mm setelah transplantasi.
Lahan dibiarkan bera jangka waktu lebih dari 2,5 bulan atau
lebih kebutuhan diambil 300 mm termasuk 50 mm untuk
penggenangan setelah transplantasi.
Untuk lahan bertekstur ringan dengan laju perkolasi tinggi
sebaiknya diambil lebih tinggi dari 250 mm.
E - 32
Penyiapan lahan untuk tanaman ladang dianjurkan 50 - 100
mm, sedang untuk tanaman tebu 100 - 120 mm.
- Penggunaan konsumtif (ETc)
Penggunaan konsumtif digunakan persamaan sebagai
berikut :
ETc = kc x ETo
dimana:
Etc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari
Kc = koefisien tanaman,
ETo = evapotranspirasi tanaman acuan
• Jaringan primer = 90 %
Total efisiensi (e) untuk tanaman padi adalah 65 %
Efisiensi untuk tanaman ladang dianjurkan memakai harga-
harga sebagai berikut :
• Jaringan irigasi utama, awal 0,75 % peningkatan 0.80 %
• Petak tersier awal 0,65 % peningkatan 0,75 %
• Keseluruhan awal 0,50 % peningkatan 0,60 %
Untuk studi efisiensi untuk tanaman palawija digunakan 50 %.
- Kebutuhan air irigasi
Studi Hidrologi
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana proses analisa hujan, intensitas
hujan serta analisa debit banjir.
Data yang diperlukan untuk keperluan Analisis hidrologi merupakan data
sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dengan cara
memfotocopi dan atau membeli pada Instansi – instansi terkait. Data
data sekunder yang diperlukan antara lain :
Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal
di Bogor tujuannnya adalah untuk mengetahui luas daerah aliran
sungai disamping untuk mengetahui secara umum penggunaan
lahannya.
Data Hujan dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
atau Dinas Pertanian dan Puslitbang Sumber Daya Air Departemen
Pekerjaan Umum. Data hujan yang diperlukan adalah data hujan
harian dan data hujan jam-jaman. Data yang diperlukan minimal 10
tahun terakhir. Kegunaan dari data hujan ini adalah untuk
menganalisis debit banjir.
Data Iklim dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika.
Data yang diperlukan minimal 5 tahun terakhir. Kegunaan data ini
adalah untuk keperluan Analisis Evapotranspirasi serta analisa aliran
rendah.
Data Debit jika ada di lokasi studi, tujuannya adalah untuk
mengetahui debit sungai, bila data cukup dapat langsung dijadikan E - 34
acuan untuk mengetahui debit, namun bila tidak cukup dapat
dijadikan pembanding dengan hasil Analisis curah hujan, Apabila
tidak ada data dapat diambil dari data sungai terdekat tujuannya
adalah untuk melakukan regional Analisis. Data dapat diperoleh dari
instansi yang memasangnya, contoh Pos Duga Muka Air lihat Gambar
berikut :
E - 35
Contoh Pengukuran Aliran Sungai
Yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pengukuran arus harus
diikuti dengan :
Pendugaan kedalaman alat yang digunakan tergantung dari
kedalaman muka air, alat duga air dengan batang duga
digunakan untuk kedalaman air kurang dari 3 meter, untuk
yang lebih dari 3 meter digunakan alat lain yang sesuai.
Pengukuran jarak dan lebar aliran dapat dilakukan dengan
teodolit apabila di lokasi pengukuran tidak ada jembatan atau
kabel gantung, apabila ada dapat dilakukan dengan pita ukur.
Lokasi pengukuran akan lebih baik apabila dekat dengan pos
duga air. Syarat lokasi pengukuran :
1
Q= A.R 2 / 3 .S 1 / 2
n
dimana :
Q = besar aliran ( m3/dt )
A = luas penampang basah ( m2 )
R = jari –jari hidrolis, A/O ( m )
O = keliling basah ( m )
S = kemiringan muka air
n = koefisien kekasaran Manning
Metode IOH, sesuai dengan alur yang mempunyai kemiringan
tajam dan materi dasarnya berbatu-batu.
Q = K .Sf 1 / 2
1/ 2
8
K = A.( g .R )
1/ 2
.
f
dimana :
Q = besar aliran ( m3/dt )
K = konveyence
Sf = friction slope
R = jari –jari hidrolis, A/O ( m )
O = keliling basah ( m )
g = percepatan grafitasi
f = koefisien kekasaran Darcy -Weibach
E - 38
c. Pengukuran aliran dengan alat pelampung
Apabila tidak memungkinkan diukur dengan alat ukur arus.
d. Pengukuran aliran dengan cara volumetrik
Digunakan apabila tidak dapat dilakukan pengukuran dengan alat
ukur arus standar maupun alat ukur pigmy. Pengukuran dapat
dilakukan dengan dua keadaan, yaitu :
Apabila aliran sungai memusat dalam satu titik sehingga
seluruh aliran dapat dimasukkan dalam tempat ukur.
Pengukuran dilakukan dengan bantuan sekat ukur V-notch.
Apabila air sungai mengalir pada pelimpah atau bendung kecil
namun tidak terpusat maka pengukuran dilakukan dengan
cara sampel.
e. Sekat ukur
Cara ini dilakukan apabila pengukuran aliran tidak dapat
dilakukan, biasanya dilakukan untuk alur-alur sungai yang kecil,
dangkal dan arus lambat.Pengukuran aliran dengan metode ini
dilakukan dengan menggunakan sekat ukur (weir plate). Sekat
ukur yang cocok adalah V-notch 900 sekat ini dibuat dari besi.
Untuk mencegah kebocoran dipasang bahan kedap atau bahan
yang dapat menutup kebocoran yang terjadi yang diletakkan
disisi depan dan belakang. Papan ini ditempatkan pada lokasi
yang tidak terpengaruh oleh peristiwa pasang surut air akibat
back water. Persamaan untuk menghitung aliran di atas sekat
ukur berbentuk segitiga, bersisi tajam dan bersudut 900 adalah :
Q = C.h3/2
Dimana :
Q = besarnya aliran
h = tinggi statis
C = koefisien besarnya aliran, biasanya nilai C adalah
sebesar 2,47
E - 39
1 n Rx
r = ∑ ri
x n 1 R
i
dimana :
r x = Curah hujan yang diisi.
E - 40
Rx = Curah hujan rata-rata setahun ditempat pengamatan
yang datanya harus dilengkapi.
Ri = Curah hujan rata-rata setahun di pos hujan
pembandingnya.
ri = Curah hujan dipos hujan pembandingnya.
n = Banyaknya pos hujan pembanding.
4. Hujan Rerata
Hujan rerata merupakan wilayah yang dihitung dari hujan titik dari
beberapa stasiun penakar hujan yang berpengaruh terhadap daerah
aliran sungai. Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung
hujan wilayah/daerah adalah metode Thiesen. Cara diperoleh
dengan cara membuat poligon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis hubung dua pos penakar hujan, persamaannya
adalah sebagai berikut :
A n
R = ∑ i Ri
AVG 1 A
n2 ∑ (Xi− X)
Cs = i=1
(n− 1)(n− 2) nS3
i=n 3
n 3 ∑ (Xi− X)
Ck = i =1
(n− 1)(n− 2)(n− 3) nS4
E - 41
dimana :
S = Standar Deviasi
n = Banyaknya data
Xi = Data
i = Urutan data mulai dari yang terbesar
X = Hujan rata-rata
Cs = Koefisien Skew
Ck = Koefisien kurtosis
MULAI
Uji Konsistensi
Hujan titik
(Point Rainfall)
Analisa Statistik
(Cs dan Ck)
Hujan Rancangan
Uji Kesesuaian
Distribusi Frekwensi
Analisa
Evapotranspirasi
Distribusi
hujan jam-jaman
E - 42
Analisa
Analisa
Ketersediaan
Banjir Rencana
Debit
SELESAI/
ANALISA SELANJUTNYA/
TAHAP PERENCANAAN
MULAI
Cs =0
Pilih kertas proba-
Ck =3 Ya Sebaran Normal
bilitas yang sesuai
?
Tidak
Cs(ln X) =0
Sebaran Log Normal 2
Ck (ln Y) =0 Ya
parameter
?
Tidak
Cs >0
Hitung Sebaran
1,5Cs^2+3 =Ck Ya Sebaran Pearson III
Teoritik
?
Tidak
Cs(ln X) >0
1,5(Cs Sebaran Log Pearson Plot Sebaran Teoritik
Ya
lnX)^2+3=Ck(lnX) III dan Empirik
?
Tidak
Keterangan :
Cs =Koefisien kemiringan Baca Curah Hujan
Ck =Koefisien kurtosis Rencana pada Ya Cocok ?
Seri x data yang asli (Xi .... Xn) Sebaran Teoritik
Seri y data seri logaritma (ln Xi .. ln Xn) Tidak
Mercury (Hg)
Saat ini potensi cemaran air raksa/mercury di SWS Kapuas dan
Pawan diduga sebagian besar dihasilkan oleh kegiatan industri
pertambangan (pertambangan rakyat/PETI), dalam jumlah yang
lebih kecil oleh industri plastik dan berasal obat-obatan pembasmi
hama dari kegiatan pertanian/perkebunan seperti, fungisida,
bakterisida dan lain-lain.
Arsen
Arsen sudah sejak lama sering digunakan sebagai bahan utama
dalam pembuatan racun tikus yang banyak digunakan di dalam
kegiatan pertanian.
Zat organik
Zat organik merupakan indikator umum bagi pencemaran. Apabila
zat organik yang dapat dioksidasi (BOD/COD) besar, maka ia
menunjukkan adanya pencemaran. Kondisi sebaliknya terjadi pada
oksigen terlarut (DO).
Ammonia
Ammonia banyak berasal dari kegiatan domestik dan pertanian.
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi
dengan chlor.
Kesadahan
Kesadahan dapat menyebabkan pengendapan pada dinding pipa bila
air tersebut digunakan sebagai bahan baku air minum komunal
(PDAM). Kesadahan yang tinggi disebabkan sebagian besar oleh
Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang dapat
timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak E - 46
suka memanfaatkan sumber air tersebut.
Besi
Di alam didapat sebagai hematite. Di dalam air minum Fe
menimbulkan rasa, warna (kuning), kekeruhan pertumbuhan bakteri
besi dan pengendapan pada dinding pipa bila air tersebut digunakan
sebagai bahan baku air minum komunal (PDAM).
Cadmium
Kehadiran Cadmium di lokasi-lokasi pertanian/perkebunan diduga
berasal dari pestisida yang digunakan dalam jumlah yang besar
dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Timbal
Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman, yang banyak
digunakan dalam bahan bakar kendaraan dan industri. Dalam hal ini
terutama adalah kendaraan-kendaraan air dan industri-industri
kayu.
Chlorida
Chlorida adalah senyawa halogen chlor (Cl). Toksisitasnya
tergantung gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun,
tetapi karbonil chlorida sangat beracun. Kandungan NaCl saat ini
cukup tinggi hingga Sadap Penepat Sungai Kapuas, yang
menunjukkan telah terjadi intrusi air laut yang semakin jauh ke
hulu.
Nitrat, Nitrit
Nitrat, nitrit banyak dijumpai pada perairan yang melalui tata guna
lahan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit yang
memiliki pabrik pengolahan CPO yang limbah organiknya dibuang ke
badan air (tidak menggunakan land application). Nitrat, nitrit
berasal dari dekomposisi organik kompleks menjadi organik yang
lebih sederhana.
Sulfat
Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastro-intestinal, bila bercampur
dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang tidak terlalu
besar sudah dapat menimbulkan diare. Sulfat pada boilers
menimbulkan endapan (hard scales), demikian pula pada heat
exchangers.
Seng
Potensi cemaran seng (Zn) di SWS Kapuas dan Pawan berasal dari E - 47
industri karet dan industri seng itu sendiri. Toxisitas Zn pada
hakekatnya rendah. Di dalam air minum Zn akan menimbulkan rasa
kesat, dan dapat menimbulkan gejala muntaber. Seng
menyebabkan air menjadi berwarna, dan bila dimasak akan timbul
endapan seperti pasir.
Detergen
Detergen ada yang bersifat cationic, anionic, maupun nonionic.
Kesemuanya membuat zat lipofilik mudah larut dan menyebar di
perairan.
Parameter mikrobiologis
Parameter mikrobiologis yang umum digunakan adalah koliform
tinja dan total koliform. Kedua macam parameter ini hanya
Dimana :
IP = Indek Planologi
V = Nilai Variabel (1-100)
N = Jumlah Variabel
(b) Analisa Kecenderungan Perkembangan Penggunaan Lahan
Perhitungan kecenderungan perkembangan pemanfaatan lahan lebih
diperhitungkan terhadap koefisien spesialisasi dari kegiatan yang
dilaksanakan secara keseluruhan, dengan rumusan matematik sebagai
berikut.
z
D = K Ai
Dimana :
D = Development Ratio
K = Konstanta
Ai = Tingkat Aksesibilitas
Z = Eksponen/Pangkat
Sedangkan untuk menghitung indeks pertumbuhan masing-masing
kegiatan pemanfaatan lahan dengan mengunakan rumus sebagai
berikut :
Gi = Di - Oi
Σ Di Oi
Dimana :
Gi = Indeks Pertumbuhan.
Di = Development Ratio pada lokasi i
Oi = Indeks Ketersediaan Lahan pada lokasi I
E - 56
(c) Analisa Sosial Kependudukan
Analisa ini juga dimasukkan dalam bagian Sosial Ekonomi, Model
pekerjaansi penduduk, mobilitas penduduk. ekstrapolasi secara grafik
dapat digambarkan dalam bentuk persamaan matemaika :
P t+ θ = Pt + F (θ )
Dimana :
P t+ θ = Jumlah Penduduk pada tahun t + 0
Pt = Jumlah Penduduk pada tahun dasar t
θ = Selisih tahun dari tahun dasar t ke tahun dasar t +
0
Dimana:
Gi - j= Besaran pergeseran relatif
K = Konstanta grafikasi
Di = Dimensi aktivitas zone I
Dij = Jarak antara I - j
X = Konstanta Jarak
E - 57
E.3.8 Studi dan Evaluasi
Bangunan Air Bersih Eksisting
Evaluasi yang akan dilakukan terhadap kondisi dan fungsi saluran dan
bangunan dilakukan dalam dua tahap yaitu:
Tahap Pertama melakukan
evaluasi “tingkat pelayanan” yang mencakup “indikator kapasitas
kemampuan sistem bangunan,”. Dalam evaluasi ini juga ditinjau
perihal pemanfaatan.
Tahap Kedua melakukan evaluasi keadaan kerusakan bangunan
yang merupakan indikator pemeliharaan meliputi kondisi dan fungsi
dari morfologi sumber air, saluran dan bangunan dan bangunan
pelengkap.
Dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat pelayanan kerusakan
bangunan juga akan dilakukan evaluasi terhadap sejarah saluran dan
bangunan dan permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam sejarah
saluran dan bangunan akan diuraikan pemanfaatan saluran dan
bangunan yang ada.
Tahap I Kapasitas
Evaluasi Tingkat Kemampuan
Pelayanan Jaringan
Evaluasi
Gabunga
Evaluasi n
Jaringan Sosial
sumber Air
Bersih Tahap II
Evaluasi
Kerusakan
Bangunan
Pemelihar
aana
E - 59
(a) Evaluasi Tahap Pertama “Tingkat Pelayanan”
Evaluasi tingkat pelayanan dengan membuat grafik tingkat pelayanan
masing-masing sistem bangunan dimulai dari tahun pertama. Grafik
tingkat pelayanan saluran dan bangunan yang masih baru dimulai dari
saat saluran dan bangunan yang bersangkutan difungsikan,
sedangkan bagi saluran dan bangunan yang telah direhabilitasi
dimulai saat rehabilitasi saluran dan bangunan bersangkutan
dinyatakan selesai.
Indikator Kapasitas
Kemampuan sistem bangunan Air Bersih menunjukkan debit
kemampuan saluran dan bangunan (Q) untuk mengalirkan air
bersih. Pada awal pengoperasian saluran dan bangunan Q akan
sama dengan debit desain (Qd). Karena tujuan rehabilitasi saluran
Nilai
No Indikator Bobot Keterangan
Faktor (F)
(W)
> 70% 1,0 Baik = 1
Indikator Kapasitas Cukup = 0,8
= Buruk = 0,5
Kemampuan
(50-70)% 0,8
bangunan air
I. 45%
bersih &
=
Kelengkapannya
< 50% 0,5
(IKJ)
=
(70-100)% 1,0
FS
=
Indikator Sosial (50-69)% 0,8
II. 20%
(ISO)
=
< 50% 0,5
=
A ≥ 80% = 1
Indikator
III. 35% B (50-79)= 0,8
Pemeliharaan (IPE)
C < 50% = 0,5
E - 61
Jumlah I – III 100%
Sebagai bahan
Indikator Biaya
VI. pertimbangan
(IB)
saja
Indikator Nilai
Nama Sub
No IKJ ISO IPE Gabungan Biaya
Daerah
(NG) *)
1. 1 …… …… …… …… ……
2. 2 …… …… …… …… ……
3. 3 …… …… …… …… ……
4. 4 …… …… …… …… ……
5. 5 …… …… …… …… ……
*)Tiap daerah Irigasi dihitung nilai gabungan kemudian diranking untuk memilih prioritasnya.
Nilai NG terkecil akan mendapat prioritas pertama untuk direhabilitasi.
Strategi
E - 63
Strategi
Strategi
E - 64
1. Peningkatan
kinerja Pengelola
Air Bersih
Dokumen Penawaran Teknis
E - 64
RENCANA INDUK PENGEMBANGAN AIR BERSIH
A. Aspek Sosial
Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan
bagi berfungsinya penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal
mungkin. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni peningkatan tingkat
pelayanan air bersih dan pengembangan kelembagaan sektor bersih.
Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa tingkat akses
atau pelayanan air bersih baru mencapai 19 persen rumah tangga
(Susenas, 1999). Sebagian besar penduduk, atau sekitar 50 persen
masih mengandalkan air bersih dari sumur.
Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak penduduk mengakses air
yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh social benefit lain dari
konsumsi air bersih.
Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua
sasaran. Pertama, pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota
dan 60 persen penduduk kabupaten. Langkah operasional untuk
mencapai sasaran dapat mencakup program-program pembangunan
terintegrasi, misalnya pembangunan perkotaan atau pengentasan
kemiskinan maupun pembangunan sektoral, misalnya pengembangan
wilayah pemukiman dan wilayah industri. Sedangkan program
pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering berorientasi jangka
pendek, nampaknya cukup efektif meningkatkan jumlah sambungan air
bersih.
Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya wilayah-wilayah pemukiman
atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu insentif
yang ditawarkan oleh pengembang. Kedua, sasaran pemanfaatan air
bersih untuk kepentingan sosial secara selektif.
Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan
sektor air bersih. Strategi ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa
kelembagaan sektor air bersih, terkait dengan Pengelola Air maupun E - 65
eksternal dengan pihak lain, belum berjalan optimal menyelenggarakan
pelayanan air bersih. Hal tersebut secara tidak langsung menempatkan
sektor air bersih berjalan sendiri (status quo) dalam pembangunan sektor
air bersih. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur kelembagaan
baru yang diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan
senantiasa dapat melahirkan kebocoran (externality) yang merugikan
salah satu pihak. Dengan strategi ini semua pihak (stakeholder)
diharapkan dapat melihat secara obyektif faktor atau variabel yang
mempengaruhi tingkat akses air bersih dan menemukan rumusan
lembaga pengelolaan sektor air bersih yang lebih efisien dan sustainable.
Strategi pengembangan kelembagaan sektor air bersih mempunyai tiga
sasaran.
sistem monitoring dini kualitas air. Hal ini relevan karena relatif sering
menghadapi penurunan kualitas air bersih yang tidak terduga pada
musim kemarau. Di sisi lain, perbaikan teknologi pengolahan perlu
diupayakan terus menerus selain alasan efisiensi.
Strategi kedua dalam aspek lingkungan adalah peningkatan daya dukung
lingkungan sumberdaya air. Strategi ini sekalipun tidak di bawah
wewenang sektor air bersih namun menjadi relevan dikemukakan karena
alasan keterkaitan ekologis dan dampak-dampaknya. Sumberdaya air
adalah bagian dari sumberdaya alam dan lingkungan yang harus
dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat mengalirkan manfaat
sebagai air baku secara optimal dan berkelanjutan. Sejauh ini yang
terkait dalam arti luas dengan pengelolaan air baku meliputi sektor-
sektor kehutanan, pertambangan atau geologi, pekerjaan umum dan
pemerintah daerah. Sektor kehutanan berwenang dalam perlindungan
wilayah hutan serta sumberdaya tanah dan air di dalamnya, Direktorat
Geologi memiliki otoritas dalam eksplorasi air bawah tanah, dan
departemen PU berwenang mengelola air permukaan. Sementara itu,
pengelolaan air permukaan di wilayah DAS Terkait. Sedangkan
pemerintah daerah bergerak menjalankan kebijakan sektoral dan
menerima umpan balik hasil pengelolaan air. Gambaran tersebut
memperlihatkan bahwa mekanisme pengelolaan air baku relatif rumit dan
berpeluang menimbulkan pelanggaran dalam alokasinya. Dengan melihat
keadaan obyektif tersebut, strategi peningkatan daya dukung lingkungan
sumberdaya air diharapkan dapat terkoordinasi sekaligus terfokus untuk
menghasilkan keluaran air baku bagi kepentingan air bersih tanpa
dikendalai penurunan daya dukung lingkungan.
Strategi peningkatan daya dukung lingkungan memiliki dua sasaran.
Pertama, perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan
sumberdaya air. Langkah operasional terpenting adalah menganalisis
potensi dan panenan aktual air baku pada masing-masing wilayah. E - 69
Sehingga dapat menggunakan hasil-hasil analisis yang terkait dengan
neraca air dari berbagai sumber atau berinisiatif untuk hal tersebut.
Upaya selanjutnya adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder dalam
wadah seperti diuraikan dalam strategi aspek sosial, untuk merumuskan
plihan-pilihan perlindungan sumberdaya hutan, tanah dan air atau
ekosistem yang terkait. Langkah lainnya adalah pendekatan material
balance dengan menerapkan instrumen baku mutu lingkungan
sumberdaya air. Kedua, mengendalikan alokasi air baku. Alokasi air baku
yang tidak terukur dilakukan oleh rumah tangga dan jasa atau industri
dalam bentuk air sumur, mata air, sumur dalam, atau air permukaan.
Langkah operasional untuk sasaran ini adalah melakukan pembinaan dan
penyuluhan lingkungan kepada masyarakat. Langkah berikutnya adalah
Sumber: Small Comm. Water Supplies, IRC Technical Paper Series, 2002)
Gambar 1.1 Perencanaan yang konfrenhensif.
perpipaan.
− Pengujian jaringan instalasi :
• Semua pipa-pipa serta saluran-saluran utama harus diuji
hingga tekanan hidroliknya 7 kg/cm2 atau sekurang-
kurangnya 2 kali tekanan biasa untuk pipa air bersih tanpa
mengalami kebocoran. Air harus dipaksa memasuki saluran-
saluran utama dengan pompa dan dibiarkan mengalir dengan
tekanan yang ditentukan selama (empat) jam tanpa
mengalami perubahan tekanan. Pada prinsipnya pengujian
dilakukan bagian demi bagian dari panjang maksimum 100
m. Biaya pengetesan serta alat-alat yang diperlukan adalah
tanggung jawab pemborong / kontraktor.
• Tidak boleh menutup bagian pipa atau fittingnya sebelum
disetujui oleh pengawas.
• Pengujian dilakukan dengan menjalankan seluruh sistem atau
peralatan yang dipakai dalam sistem yang dimaksud.
• Pemborong / kontraktor harus membuat berita acara
pengujian.
• Segala cacat yang ada harus diperbaiki oleh pemborong atas
biaya sendiri, sampai disetujui pemberi tugas / pengawas.
Peralatan dan fasilitas untuk pengujian harus disediakan oleh
pelaksana.
3). Agar fitting-fitting tidak bergerak jika diberikan beban tekanan,
maka pipa disekitar fitting harus dipasang bertumpu pada
penyangga dari beton, khususnya pada tempat-tempat belokan
pipa.
4). Penyambungan pipa
E - 76
− Penyambungan pipa PVC menggunakan system rubber ring joint.
Bagian yang akan disambung harus dibersihkan lebih dahulu dan
dan dipasang / disambung secara benar dan rapi.
− Penyambungan pipa Galvanized bias dilakukan dengan sistem
pengelasan atau flange sesuai dengan gambar.
5). Desinfektan
− Kontraktor harus melaksanakan pembilasan desinfektan dari seluruh
instalasi air sebelum diserahkan kepada pemberi tugas.
− Desinfektan dilakukan dengan memasukkan larutan chlorine
sekurang-kurangnya 50 mg/ltr ke dalam sistem pipa, dengan cara /
metode yang disetujui oleh Konsultan Pengawas. Setelah 24 jam,
sisa chlorine diperiksa kembali untuk kemudian dilakukan
Kesulitan air bersih bukan masalah baru bagi sebagian besar penduduk
Jakarta saat ini. Bagi penduduk yang berlangganan air minum perpipaan
(PAM), air menyala tidak setiap waktu. Sementara pengguna non-
perpipaan membeli air bersih atau mengombinasikannya dengan air
sumur. Air sumur masih menjadi sumber yang paling banyak digunakan
oleh sebagian besar penduduk, walaupun air sumur terasa asin akibat
adanya intrusi air laut ke dalam akuifer.
Pertumbuhan penduduk sangat tinggi tidak hanya karena pertumbuhan
alami namun juga migrasi yang sangat besar dari kota dan desa (Firman,
2002). Saat ini, penduduk telah mencapai lebih dari juta jiwa (BPS,
2010) dan akan bertambah banyak jika ditambah dengan penglaju yang
bekerja di Jakarta pada pagi hingga sore hari. Mereka tidak hanya tinggal
di kawasan sekitar Jakarta tetapi beberapa diantaranya tinggal di
Bandung dan Serang. Adanya Jaringan Jalan Tol dari Merak – Bandung –
Cikampek – Bogor telah mendorong mereka untuk tinggal di luar kota.
Tetapi, apakah infrastruktur telah siap melayani mereka, penduduk
maupun penglaju.
Secara Umum, salah satu permasalahan penyediaan air bersih di Jakarta
lebih dikarenakan tidak seimbangnya penyediaan (supply) dan
permintaan (demand). Sejak Kolonioal Belanda, pembangunan
infrastruktur penyediaan air bersih telah mempertimbangkan
pertumbuhan penduduk (Kooy, 2008) dengan menyediakan air baku dari
berbagai macam sumber mata air dan air permukaan di sekitar Jakarta.
Sejak awal, Pemerintah Belanda menyadari bahwa air baku yang ada di
Jakarta tidak cukup untuk memenuhi warganya terutama Warga Belanda
yang butuh air dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik. Berbagai
proyek pembangunan jaringan air bersih maupun sumber air baku
dibangun termasuk membangun jaringan pipa dari mata air Ciburial
hingga instalasi pengolahan air di Pejompongan. Itu semua dilakukan
untuk menyediakan air bersih bagi warga Belanda dan penduduk Jakarta. E - 80
Tingginya pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan perluasan
jaringan infrastruktur air bersih apalagi sanitasi perkotaan yang baik.
Sejak kemerdekaan, pemerintah Indonesia banyak mengandalkan
pinjaman dan hibah luar negeri untuk membangun infrastruktur
penyediaan air bersih dan sanitasi. Namun, pembangunan infrastruktur
secara masif terhenti sejak diterapkan model Kerjasama Pemerintah
Swasta dengan pola konsesi dalam pembangunan infrastruktur di awal
1998. Pembangunan infrastruktur yang secara signifikan meningkatkan
penyediaan air bersih tidak dilakukan seperti penambahan jumlah air
baku karena kendala pengelolaan. Dengan konsep ini, masing-masing
rantai bisnis, seperti penyedia air baku, dikelola oleh institusi bisnis lain.
Dari sisi penyediaan air bersih, tidak adanya penambahan infrastruktur
penyedia air baku dan buruknya kualitas air baku yang diterima dijadikan
E - 83
Mulai
Pekerjaan Persiapan
Persiapan Administrasi,
Personil dan Peralatan
Mobilisasi Personil dan
Peralatan
Pengumpulan Data Awal
Ya Tidak
Diskusi/Pres
entasi
Ya
E - 84
2 1
2 1
Bulan ke-
Perumusan dan Penyusunan Rencana
3 Pengembangan Air Bersih
Perumusan Kebijakan Terkait dgn
Sistem SDA
Pengembangan Kelembagaan Pengelola
air bersih
Perumusan Usulan Kegiatan Prioritas
Perumusan Kerangka Program
Pembuatan Peta-Peta Infomasi
Ya
Penyusunan Laporan
Akhir
Asiste Tidak
nsi
Ya
Laporan Akhir E - 85
Album Peta
Bulan ke-
4 Keterangan :
Asistensi/Diskusi/Presentasi/PKM
E.9 KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah
1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Air Bersih selain
sebagai informasi/data mengenai kondisi jaringan air bersih di
Kabupaten Bekasi beserta dengan kelengkapannya.
2. Media untuk dokumentasi pada proyek ini dibuat dalam
format softcopy dan hordcopy. Format yang digunakan dalam
dokumentasi dalam bentuk softcopy adalah menggunakan standar
format Windows Office, Auto Cod, PDF, JPG, SIG Dokumen yang
diserahkan tersebut harus merupakan versi final dari analisa yang
telah dikembangkan/direncanakan melalui tahapan kegiatan.
E.10 LAPORAN
Laporan-laporan harus disusun dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar serta harus memuat/ menguraikan hal-hal sebagai berikut :
(a) Rencana Mutu Kontrak (RMK)
RMK berisi uraian prosedur pelaksanaan pekerjaan yang
penyusunannya mengacu pada standar pembuatan RMK dari
Direktur Jenderal Sumber Daya Air serta harus dikonsultasikan
dan disetujui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). RMK harus
diserahkan selambat-lambatnya 2 minggu setelah tanggal
penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).
(b) Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan sekurang-kurangnya berisi :
Persepsi terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK);
Rencana penugasan tenaga ahli;
Rencana pelaksanaan pengumpulan data clan pekerjaan E - 86
lainnya yang berkaitan pekerjaan yang dilakukan;
Menyampaikan metoda pengumpulan data, metoda analisis
data, dan penyusunan laporan ;
Dalam hal metoda pengumpulan data, penyedia jasa
diwajibkan untuk dapat menyampaikan usulan model
pengumpulan data sesuai dengan analisis data yang
digunakan, seperti model kuesioner, wawancara maupun
model lainnya sesuai dengan kaidah akademis.
Pada metoda analisis data, penyedia jasa harus dapat
menyampaikan penggunaan metoda yang digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan ini yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis dengan
NO. URAIAN
A. Jadwal Penyeraha
E.11 FASILITAS PENGGUNAAN ALAT YANG DIGUNAKAN
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini tentunya perlu adanya peralatan
pendukung guna terselesaikannya pekerjaan ini. Daftar Fasilitas
pendukung terdapat pada Tabel E.15 sedangkan Jadwal Penggunaan
Fasilitas pendukung tersebut disampaikan dalam Tabel E.16.
1 Laporan Renca
E - 88
2 Laporan Pendah
3 Laporan Fakta d
4 Laporan Akhir
5 Album Peta
Dokumen Penawaran Teknis
E - 88
RENCANA INDUK PENGEMBANGAN AIR BERSIH
NO. JEN
I. PERLENGKAPA
E - 89
1 Sewa Kanto
2 Komputer +
Dokumen Penawaran Teknis
E - 89
RENCANA INDUK PENGEMBANGAN AIR BERSIH
E - 90