Seribu. Terumbu karang yang dijumpai ada yang berasosiasi dengan lamun atau dengan mangrove. Menurut beberapa ahli
menilai kompleks terumbu karang Kepulauan Seribu tergolong muda, yaitu baru terbentuk sekitar 9000 tahun lalu bersama
terumbu karang di Belitung dan Karimun Jawa (Park dkk, 1992 dalam Tomascik dkk 1997; Brown 1991).
Tekanan dan ancaman di Kepulauan Seribu pada saat ini masih berlangsung atau meningkat intensitasnya. Tekanan yang
datang baik dari daratan Jakarta maupun wilayah Kepulauan Seribu sendiri. Salah satu pencemaran yang terjadi adalah
Pulau-pulau yang dekat dengan teluk Jakarta memiliki kecerahan dan salinitas yang rendah yang dipengaruhi oleh 13 sungai
yang mengalirkan airnya ke Teluk Jakarta (Suharsono, 2005).Sebanyak 65% - 92% nelayan dari 5 kelurahan (Pulau
Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Pari, Pulau Harapan, dan Pulau Untung Jawa) menyatakan bahwa hasil tangkapan menurun
(Napitupulu dkk., 2005).
Meningkatnya kegiatan wisata di Kepulauan Seribu menyebabkan beberapa masalah yang terjadi seperti sampah yang
banyak dan belum semua terkelola (Wijayanti, 2008), perilaku masyarakat di Kepulauan Seribu yang terlihat mulai
terpengaruh oleh budaya yang dibawa oleh wisatawan, serta semakin maraknya pembangunan penginapan.
Salah satu kegiatan konservasi di Kepulauan Seribu dilakukan oleh Taman Nasional, yaitu dengan cara Pembagian zonasi
dalam wilayah Taman Nasional adalah sebuah upaya pengelolaan wilayah untuk meminimalkan atau mengurangi tekanan
yang bisa ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Di dalamnya, aktivitas manusia yang cukup intensif dibatasi pada Zona
Pemukiman dan Pemanfaatan Wisata. Hal yang serupa juga dilakukan Pemerintah Daerah dengan menginisiasi
pembentukan tujuh Area Perlindungan Laut-Berbasis Masyarakat (APL-BM) yang didalamnya juga dalam rangka
menempatkan masyarakat Kepulauan Seribu secara pelaku aktif konservasi.
Untuk rehabilitasi habitat sejauh ini dilakukan penanaman mangrove, rehabilitasi lamun, serta menyediakan habitat buatan
bagi karang dan ikan. Rehabilitasi mangrove antara lain dilakukan oleh IPB, rehabilitasi lamun telah dilakukan oleh taman
Nasional sejak tahun 2006 seperti terlihat di sekitar perairan Pulau Pramuka.Penyediaan habitat buatan dimulai oleh
Pemerintah Kabupaten di tahun 2002 di seluruh wilayah perairan yang di tahun 2008 telah mencakup 16.900m2 (Suku
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, 2010).
Pendidikan konservasi kepada beragam lapisan masyarakat, terutama masyarakat setempat, telah dikembangkan tidak saja
oleh institusi pemerintah tapi juga oleh perguruan tinggi serta lembaga swadaya masyarakat. Sebut saja Institut Pertanian
Bogor dengan penyuluhan ke siswa sekolah (http://pksplipb.or.id), serta TERANGI dengan pendidikan dan pelatihan bagi
siswa SMU 69, peningkatan kapasitas menuju praktek penangkapan ikan hias ramah lingkungan, serta ekowisata berbasis
masyarakat (Yusri & Mardesyawati, 2010).
Read more: Lebih Dekat dengan Kepulauan Seribu | Yayasan Terumbu Karang Indonesia
(TERANGI) http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=99%3Alebih-dekat-dengan-
kepulauan-seribu&catid=8%3Akepulauan-seribu&Itemid=2&lang=id#ixzz1NGuK7167
Dikatakannya, untuk mendukung pengembangan itu, pihaknya telah merefungsi Kios UKM di Pulau Pramuka
sebagai sentra display makan khas Kepulauan Seribu, seperti keripik sukun, dodol rumput laut, kerupuk ikan, dan
makanan khas lainnya.
"Kita dorong Koperasi Perempuan Pesisir (KPP) Lawi-lawi melakukan pembinaan dan menjadi program andalan
UP2K TP PKK kelurahan," jelasnya. "Diharapkan dengan ini, keluarga utamanya kaum ibu dapat berperan
menambah penghasilan keluarga," imbuhnya. (nawir/bpas)
beritapulauseribu.com/index.php/seribu-berita/kepulauan/246-up2k-pkk-pulau-panggang-kembangkan-
makan-khas-kep-seribu.html