Anda di halaman 1dari 17

Syailendra and Sanjaya are back. Sriwijaya and Mataram Kuno are back.

*Vande Mataram* (Baktiku pada mu Ibu Pertiwi). Indonesia Jaya is back.

Sri Sultan Hamengku Buwono X memperoleh gelar Datuk Pengayom Seri Wanua dari masyaratak Sumatera Selatan. Peristiwa ini dinilai sebagai pertanda baik bagi kebangkitan Indonesia. Penilaian ini disampaikan oleh budayawan Djohan Hanafiah di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (10/11/2007). "Ini mengulang peristiwa penting sekian abad lalu. Ini dapat diartikan lahirnya monumen baru, setelah monumen nusantara berupa Borobudur. Ini juga dapat diartikan mempertemukan dua kiblat kebudayaan yang pernah berkuasa di nusantara yang diwakili Sriwijaya dan Mataram Kuno," kata Djohan. Sementara itu Sultan Palembang, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin yang juga hadir dalam acara bercerita, penganugerahan ini seperti kejadian puluhan abad lalu, ketika dinasti Syailendra dari Sriwijaya dan dinasti Sanjaya membangun candi Borobudur sebagai simbol perdamaian, atau antara kerajaan Islam Palembang dengan Mataram yang sama-sama dari Demak. Kisahnya, kata Sultan Palembang, dinasti Syailendra sebagai pengikut Budha memiliki kekuatan politik di Jawa sekitar 780 masehi, setelah mereka menggantikan dinasti Sanjaya pengikut Hindu. Mereka mengalami persaingan politik, tapi bukan agama, sebab masih terjadi perkawinan antara wangsa Syailendra maupun Sanjaya. Sebagai tanda damai, mereka membangun candi Budha, misalnya candi Borobudur. Sayang, Balaputra Dewa yang bercita ingin menjadi pemimpin besar dikalahkan dinasti Sanjaya pada 850 Masehi. Balaputra Dewa kemudian bergabung dengan kerajaan Sriwijaya di Palembang. Tak lama kemudian Sriwijaya kian menjadi besar di Nusantara. Kisah lain, yang menghubungkan Sumatera Selatan dengan Yogyakarta, yakni ketika keturunan Aria Penangsang yang lari ke Palembang mendirikan kerajaan Islam Palembang. Sebelumnya Aria Penangsang berseteru dengan Jaka Tingkir guna memperebutkan mahkota Demak. Lalu, Aria Penangsang tewas di tangan Ki Pamanahan yang selanjutnya menjadi Panembahan Senapati Mataram. Para keturunan Aria Penangsang kemudian lari ke Surabaya, dan selanjutnya ke Palembang. Bersama masyarakat Melayu, mereka mendirikan kerajaan Islam Palembang. "Jadi, Palembang (Sumsel) dan Yogyakarta merupakan dari titisan yang sama yakni kerajaan Demak," kata Sultan Palembang, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, di kediaman Gubernur Sumsel Syahrial Oesman. "Guna membangun masa depan, mari kita lupakan yang buruknya, dan kita junjung yang baiknya, seperti mempertahankan negara ini dengan melestarikan adat-istiadat yang ada," timpal Sri Sultan Hamengku Buwono X. Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. [sunting] Dinasti Syailendra Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kemboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). [sunting] Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan Dewi Tara). Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya Balaputradewa ke Sriwijaya. Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Awal Berdirinya Dan Raja-Raja Yang Pernah Berkuasa Di Sriwijaya Sriwijaya didirikan pada tahun 683 M oleh Dapunta Hyang. Ia menjadi raja pertamanya dengan gelar Dapunta Hyang Sri Jayanegara. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami masa keemasan. Jalur perdagangan antara Sriwijaya dan China berkembang pesat. Dalam catatan Dinasty Tang dikatakan, bahwa pada abad ke-7, di Pantai Timur Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan yang mereka sebut She-Li-Fo-She atau Sriwijaya. Semula Kerajaan Sriwijaya berpusat di Minangga Tamwan (tanah kelahiran Dapunta Hyang). Kemudian Dapunta Hyang mengadakan sebuah perjalanan suci dengan sebuah kapal besar. Dalam perjalannya, pria berdarah India Mongolia ini membawa 200.000 orang tentara. Dapunta Hyang bersama pasukannya berhasil menaklukkan setiap wilayah yang disinggahinya kecuali Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena pada masa itu, di Jawa Tengah ada sebuah Kerajaan yang bernama Kalingga (Holing) yang dipimpin seorang Ratu bernama Ratu Sima. Dapunta Hyang adalah teman baik dari Ratu Sima. Karena itulah Dapunta Hyang tidak berniat menguasai tanah Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Dalam perjalanan suci itu pula, Dapunta Hyang beserta pasukannya menaklukkan Kerajaan Melayu, Kerajaan Jambi Hulu dan menjadika Pulau Bangka sebagai Pelabuhan Simpang Tiga, jalur pelayaran India-Indonesia-China. Setelah puas dengan masa kejayaannya, Dapunta Hyang memilih hidup mengasingkan diri sebagai pertapa dan konon Dapunta Hyang tidak pernah mati melainkan moksa menjadi seorang Resi. Kejayaan Kerajaan Sriwijaya berlanjut pada kepemimpinan dari seorang perwaris tahata dan dia bernama Dharma Setu. Dharma Setu merupakan murid yang juga anak angkat dari Dapunta Hyang yang memilih untuk menjaga keperjakaannya, karena ia mempunya keyakinan kuat bahwa dengan menjaga keperjakaannya, kesaktiannya tidak akan berkurang melainkan bertambah. Raja Dharma Setu terus mengembangkan sayap hingga ke Semenanjung Melayu. Hal ini dibuktikan dengan adanya pangkalan armada angkata laut Sriwijaya di Semenanjung Melayu tepatnya di daerah Ligor. Pada masa pemerintahan Raja Dharma Setu, bala tentara Sriwijaya yang terkenal perkasa bukan hanya terdiri dari manusia saja melainkan para siluman-siluman yang juga turut menjadi angkatan perang dari bala tentara Sang Raja. Hingga saat ini pun tentara-tentara gaib tersebut tetap setia pada rajanya. Sekitar tahun 850 M, di pulau Jawa (Jawa Dwipa) terjadi pemberontakan di dalam Kerajaan Mataram Kuno. Pemberontakan dipimpin oleh putera mahkota dari Raja Samaratungga yang bernama Balaputera Dewa. Akan tetap pemberontakan itu berhasil dipatahakan oleh Rakai Pikatan dan mau tak mau Balaputera Dewa harus melarikan diri. Dipulau Sumatera (Swarna Dwipa) adalah tujuannya dan Kerajaan Sriwijaya masih pada masa kejayaannya hingga disegani kawan dan ditakuti lawan. Raja Dharma Setu yang ketika itu telah berusia lanjut mendengar kabar bahwa ada seorang pelarian dari Mataram Kuno yang ingin minta perlindungan dari negerinya. Mengetahui orang itu adalah seorang putera mahkota, tentu saja dia menerima dengan tangan terbuka. Beliau juga melihat bakat terpendam dalam diri Balaputera Dewa yang membuatnya mengangkat murid dan juga sebagai anaknya sama seperti yang dilakukan Dapunta Hyang. Setelah menguasai semua kesaktian dan ilmu kepemimpin oleh Raja Dharma Setu, Balaputera Dewa diangkat menjadi Raja Sriwijaya menggantikan dirinya. Raja Dharma Setu yang telah lanjut usia itu mengikuti jejak Sang Guru sekaligus ayah angkatnya untuk menjadi pertapa. Pada masa pemerintahan Balaputera Dewa, Kerajaan Sriwijaya terus membentangkan lagi sayap kerajaannya. Bukan hanya perekonomian saja yang berkembang pesat namun juga bidang pendidikan. Pada masa pemerintahan Raja Balaputera Dewa, banyak putera-puteri Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu agama Budha di perguruan tinggi Nalanda di Benggala, India. Tahun 860 M, raja dari kerajaan Pala di Benggala, India memberikan sebidang tanah pada Raja Balaputera. Diatas tanah itu didirikan sebuah biara oleh Raja Balaputera Dewa untuk tempat tinggal putera-puteri Sriwijaya yang menuntut ilmu disana. Banyaknya putera-puteri Sriwijaya yang menjadi ahli agama Budha membuat Sriwijaya menjadi pusat ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama Budha dan ilmu bahasa sansekerta. Banyak pendeta dari Tibet dan China yang belajar disana. Ini dibuktikan dari sebuah berita China yang ditulis oleh ITsing. Masih menurut I-Tsing, hampir setiap harinya para pelajar/pendeta dari Tibet dan China berdatangan ke Sriwijaya. Kehadiran mereka semakin memperkaya keberadaan pengetahuan tentang agama Budha. Para pelajar/pendeta dari negeri seberang itu melakukan penelitian dan mempelajari ilmu yang ada pada waktu itu. ITsing sempat menganjurkan para pendeta China yang ingin belajar ke India sebaiknya terlebih dahulu mendapatkan pelajaran di Sriwijaya selama dua atau tiga bulan. Sebab di Sriwijaya ada pendeta Budha yang masyur dan telah menjelajah lima negeri di India untuk menambah ilmunya. Ia bernama Sakyakirti. Beliau adalah salah seorang maha guru agama Budha di Sriwijaya. Atas bantuan seorang guru besar, agama Budha dari India y ang bernama Dharmapala, perguruan di Sriwijaya mencapai kemajuan pesat. Pada masa itu, Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan, pusat penyeberangan agama Budha, dan juga sebuah negara maritim yang makmur berkat jasa raja-rajanya. Hingga pada masa pemerintahannya, Raja Balaputera Dewa pun Sriwijaya tetap memperluas kembali wilayah kekuasaannya. Sriwijaya menganut sistem politik ekspansif (perluasan kekuasaan). Pada awal abad ke-9, Raja Balaputera Dewa dapat memperluas wilayah Sriwijaya. Wilayah itu meliputi Sumatera, Jawa

Barat, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Dalam kepemimpinaan Raja Balaputera Dewa, wilayah kekuasaan Sriwijaya semakin luas dan armada-armada perangnya terutama angkatan lautnya menjadi sangat besar dan kuat. Raja Balaputera Dewa merupakan satu-satunya yang mewariskan tahtanya pada keturunannya. Dari anak ke cucunya hingga ke cicitnya yang bernama Ratu Dewayani. Pada masa itu Ratu Dewayani baru beranjak remaja namun kepintarannya dalam sistem kepemerintahan tak perlu diragukan lag. Begitu juga kesaktiannya. Senjatanya berupa cakram emas sangat ditakuti lawan. Untuk kedua kalinya, Sriwijaya tamu agung dari negeri seberang yaitu pulau Jawa. Tamu agung itu adalah seorang lakilaki gagah dan tampan. Beliau juga merupakan seorang bangsawan dari kerajaan di pulau Jawa. Parameswara namanya, anak tertua dari Brewirabhumi yang merupakan seorang adipati dari Blambangan. Parameswara sengaja meninggalkan negerinya karena dirinya tak suka pada sifat ayahnya yang rakus akan kekuasaan. Sang ayah menganggap dirinya paling pantas naik tahta kerajaan Majapahit dan ia sangat tidak terima ketika saudara lain ibunya yang bernama Kusumawardhani yang menjadi penguasaan di Majapahit. Kedatangan Parameswara di Sriwijaya disambut baik oleh Ratu Dewayani dan tangan kanannya yang bernama Raden Sri Pakunalang yang merupakan panglima tertinggi di Kerajaan Sriwijaya. Hingga ahkhirnya Parameswara menjadi saudara angkat Raden Sri Pakunalang. Parameswara tidak mempunyai jabatan apapun di Sriwijaya, namun dirinya membantu Raden Sri Pakunalang dalam menghadapi serangan-serangan dari luar terutama dari Kerajaan Cola yang dipimpin Raja Rajendra Cola Dewa. Prestasi Parameswara di medan pertempuran sungguh luar biasa. Dengan segenap ilmu kesaktian dan semangat juangnya yang tinggi Parameswara berhasil membunuh panglimapanglima perang musuh. Terlebih ketika Parameswara menjadi murid sosok gaib Dapunta Hyang. Hingga akhirnya kerajaan Cola mengutus ksatria terhebatnya untuk duel dengan ksatria dari Sriwijaya. Colamandala namanya, seorang putera mahkota dan ksatria terhebat disana. Sedangkan kerajaan Sriwijaya diwakilkan oleh ksatria baru mereka yaitu Parameswara. Duel sengit pun terjadi dua orang ksatriaa, tetapi di duel tersebut menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam bertarung. Pertarungan yang penuh dengan benturan ilmu-ilmu kanuragan tingkat tinggi dan dimenangkan oleh Parameswara. Sesuai perjanjian maka Kerjaan Cola menghentikan serangannya terhadap Kerajaan Sriwijaya. Nama Parameswara semakin harum. Setiap penjuru Sriwijaya mengenal Parameswara hingga akhirnya beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Cudamaniwarmadewa yang diberikan oleh Dapunta Hyang. Masa pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa diisi dengan perdamaian dan kemakmuran bagi rakyat Sriwijaya dibawah kepimpinannya. Sriwijaya kembali mengulang masa kejayaannya. Kabar diangkatnya Parameswara menjadi Raja Sriwijaya terdengar sampai ke telinga ibunya yang masih menetap di Blambangan. Atas permintaan Parameswara, sang ibu akhirnya hijrah ke Sriwijaya serta adiknya yang bernama Raden Mas Kalirang. Parameswara merupakan anak yang berbakti pada ibunya. Walaupun sudah siap ke medan perang dengan pakaian perangnya, namun jika ibunya mengatakan "tidak" maka Parameswara mengurungkan niatnya. Pada suatu ketika Raja Cudamaniwarmadewa sedang bertapa, tiba-tiba dirinya didatangi sosok gaib yang merupakan gurunya sendiri yaitu Dapunta Hyang. "Hai, Parameswara! Ketahuilah sejak dahulu aku telah mengetahui bahwa ada agama terakhir dengan nabinya yang bernama Muhammad," ucap Dapunta Hyang. "Maksud guru, saya harus memeluk agama itu?" Tanya Parameswara. Dapunta Hyang tidak langsung menjawabnya, namun ia menunjukkan suatu arah yang tiba-tiba dari arah tersebut terlihat seberkas cahaya putih yang melesat cepat menuju Parameswara yang sedang duduk bersila. Setelah berhasil meraih cahaya yang sebenarnya berupa keris dari besi kuning itu barulah Dapunta Hyang berkata kembali. "Parameswara, pada keris itu terdapat huruf arab gundul yang menceritakan tentang kebesaran Yang Maha Kuasa atas alam semesta ini. Kau telah mendapatkan Hidayah dari-Nya.." Setelah kejadian itu, Parameswara sering bermimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia melihat kota Mekah dengan kebesaran-kebesaran Allah disana dan banyak hal-hal lainnya yang ia alami. Hingga pada suatu hari Dapunta Hyang kembali mendatangi Parameswara. "Parameswara, mulai hari ini aku bukan lagi gurumu. Jodoh kita telah selesai," tutur Dapunta Hyang. "Maksud guru?" Parameswara kebingungan. "Pergilah ke pesisir Sungai Ogan. Disana kamu akan menemui seseorang yang telah menunggumu." Lanjut Dapunta Hyang. "Siapa orang itu?" Tanya Parameswara penuh kebingungan. "Seorang penyebar agama Islam dari Timur Tengah dan Beliau akan menjadi gurumu. Tapi ingat, jangan kau main-main dengannya karena ilmunya tak dapat ku lihat dengan mata bathinku, aku pun segan dengannya. Mengerti kau ?" Ucap tegas Dapunta Hyang. "Mengerti, Raja Dapunta!" Jawab Parameswara. Parameswara segera berangkat ke tempat yang dikatakan Dapunta Hyang, yakni pesisir Sungai Ogan. Tiba-tiba kedua matanya melihat sebuah gubuk dan hanya beberapa meter dari gubuk itu terlihat seorang kakek tua sedang sibuk membuat perahu. Parameswara segera mendekat dan bertanya pada orang tua itu. "Orang tua, apa kau tahu tempat tinggal seorang yang berasal dari Timur Tengah?" Tanya Parameswara. "Kau bertanya padaku?" Tanya orang tua itu. "Tentu saja aku bertanya padamu!" Parameswara sudah mulai kesal. "Dari penampilanmu, tentu kau bukan orang biasa. Tapi sayang kau tak punya sopan santu terhadap orang yang lebih tua. Lagi pula, buat apa kau mencari orang yang kau maksudkan itu?" Lanjut orang tua itu tetap penuh ketenangan. "Lancang kau orang tua! Beraninya kau berbicara seperti itu di depan Raja Sriwijaya!" Berang Parameswara. "Oooo.......ternyata kau Raja Sriwijaya. Maaf jika hamba berkata lancang. Hamba hanya orang biasa," orang tua itu menundukkan kepala memberikan hormat. "Ya, benar! Aku Raja Cudamaniwarmadewa, Raja Sriwijaya!" Parameswara berkata dengan penuh percaya diri. "Dau kau murid dari Dapunta Hyang?" Orang tua tersebut kembali bertanya.

"Darimana kau tahu?" Parameswara sungguh terkejut. "Kau juga disuruh Dapunta Hyang untuk belajar agama Islam?" Lajut orang tua tersebut. Parameswara sungguh terkejut. Dia tidak menyangka orang tua didepannya itu adalah orang yang dicari-carinya. Betapa malunya ia telah menyombongkan diri didepan orang yang diharapkan menjadi gurunya. "Maafkan saya, Tuan! Saya bodoh sekali," tutur bijak orang otua yang mempunyai julukan Wali Putih. Semenjak itu, Parameswara telah resmi menjadi murid dari Wali Putih yang juga telah meng-Islam-kan dirinya. Parameswara kini bernama Iskandar Zulkarnaen Alamsyah. Sebuah nama yang bernuansa Islam yang diberikan oleh Sang Guru. Ia yang telah berganti namaa menjadi Iskandar Zulkarnaen Alamsyah itu menghabiskan hari-harinya untuk belajar agama Islam. Dan jejaknya diikuti oleh Raden Sri Pakunalang yang menjadi mualaf. Sejak saat itu, diantara mereka tidak ada batas raja dan panglimanya. Dengan resminya Cudamaniwarmadewa menjadi muslim tentu saja membuat pro dan kontra dikalangan petinggi-petinggi istana. Para panglima perang seperti Pangling Bagus Karang, Panglima Bagus Sekuning, dan Panglima Tuan Junjungan mengikuti jejak raja menjadi mualaf. Namun dikalangan menteri-menteri dan penasehat kerajaan mengecam tindakan sang raja, karena menurut mereka Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat Pendidikan Agama Budha. Demi menghindari perseturan dilingkungan kerajaan, maka sang raja melepaskan gelarnya sebagai Raja Sriwijaya bernama Cudamaniwarmadewa dan menegaskan kini namanya Iskandar Zurkanaen Alamsyah. Bersama pengikut-pengikut setianya, pergi meninggalkan kerajaan. Baru saja beliau hendak melangkah melewati pintu gerbang, tiba-tiba seorang hulubalang kerajaan mencegat dan mencaci maki mereka. Hal itu tentu saja membuat murka mantan Raja Sriwijaya. Dengan emosi yang memuncak, Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menghentakkan kakinya ke bumi. Seketika itu juga alam seakan meluapkan amarahnya. Hujan badai, gempa bumi, kilat yang menyambar dan angin yang bertiup kencang tumpah menjadi satu ditambah meluapnya air laut yang meluluh lantakkan kota Sriwijaya. Sebenarnya Iskandar Zulkarnaen Alamsyah sangat mencintai Sriwijaya. Namun apa boleh buat, dia tidak punya pilihan selain pergi meninggalkan Sriwijaya. Semenjak kejadian itu orang-orang Sriwijaya memanggilnya Raja Si Gentar Alam, yang artinya raja yang kesaktiannya mampu menggetarkan alam. Iskandar Zulkarnaen Alamsyah atau Si Gentar Alam pergi meninggalkan kota Raja ke pesisir Malaka. Ternyata disana juga telah masuk dan berkembang agama Islam. Nantinya Si Gentar Alam dan pengikut setianya berjumpa dengan pelaut setempat yang bernama Hang Tuah dan mereka merebut wilayah itu dari Sriwijaya dan mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kesultanan Malaka. Beliau mendirikan sebuah kesultanan yang bernama Kesultanan Malaka. Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menjadi Raja pertama Kesultanan Malaka yang bergelar Sultan Iskandar Syah dan menikahi bangsawan setempat yang bernama Puteri Rambut Selaka. Setelah ada penerus Sultan Iskandar Syah kembali ke Palembang. Kala itu Sriwijaya telah runtuh. Beilau bersama para pengikut setianya tinggal di sana hingga belia wafat dan dimakamkan di Bukit Siguntang (bukit yang tiba-tiba muncul setelah bencana alam di kota Sriwijaya). Kembali ke masa Sriwijaya, setelah kepergian Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, Kerajaan Sriwijaya mengalami kekosongan Tahta. Para menteri pemuka agama segera mengadakan pertemuan membahas siapa yang pantas menduduki tahta kerajaan setelah cukup lama berdiskusi mereka menganakt Sarjana Agama yang baru saja pulang dari India untuk menjadi Raja. Nama asli beliau tidak diketahui. Maka resmilah beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Raja Sri Sanggramawijayatunggawarman. Sayangnya, pada masa kepemimpinannya, Sriwijaya mengalami kemunduran. Banyak para pejabat yang koruptor dan menindas rakyat demi kepentingan mereka. Hanya seorang panglima tertinggi serta bawahan-bawahannya saja yang masih setia dengan Sang Raja. Nama Panglima itu adalam Panglima Jairo. Kerapuhan Sriwijaya ternyata tercium oleh Kerajaan Cola di India. Kesempatan emas itu tidak dilepaskan oleh Raja dari Kerajaan Cola. Mereka menguasai Sriwijaya secara besar-besaran. Serangan Kerajaan Cola membuat Sriwijaya semakin rapuh di tambah ekspedisi Pamalayu dari Kerajaan Singosari yang tiada henti sejak dulu hingga akhirnya Kerajaan Singasari sendiri runtuh. Sriwijaya benar-benar runtuh ketika kerapuhan mereka ditambahi oleh pasukan Patih Gajah Mada dari Majapahit yang membuat Raja Sriwijaya berhasil ditawan. Namun hal itu tidak membuat Panglima Jairo mundur. Bersama para prajuritnya, Panglima Jairo terus berperang walaupun harus gugur di medan perang. BUKIT SIGUNTANG Bukit Siguntang merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Kerajaan Sriwijaya khususnya pada pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa atau yang akrab disebut dengan nama Raja Si Gentar Alam. Selain itu, Bukit Siguntang juga merupakan pusat kekuatan gaib di Sumetera Selatan. Pasalnya Bukit Siguntang adalah tempat Raja Si Gentar Alam memperdalam ilmu kesaktiannya dan juga merupakan tempat kesukaan Sang Raja. Begitu cintanya Raja Si Gentar Alam terhadap Bukit Siguntang, sehingga Sang Raja meminta dimakamkan di bukit tersebut. Jika dirasakan dengan deteksi bathin kekuatan mistis di Bukit Siguntang begitu kuat. Hal itu karena di Bukit Siguntang tertanam benda-benda pusaka milik Sang Raja. Pusaka-pusaka itu antara lain keris Si Gentar Alam, tombak Si Gentar Alam, Panah Seribu Mata, dan juga harta peninggalan Sang Raja yang jumlahnya akan membuat mata siapapun menjadi terbelakan jika melihatnya. Kata juru kunci Bukit Siguntang, pernah di bukit tersebut dijadikan ajang uji nyali oleh salah satu stasiun televisi swasta. Karena mereka tidak mengindahkan kata-kata sang juru kunci tersebut. Akhirnya terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan oleh kru dan si peserta uji nyali tersebut. Menurut hasil dialog bathin Misteri dengan sosok gaib Raja Si Gentar Alam, bahwa harta karun miliknya itu mampu menutupi hutang-hutang negara ini. Namun tidak sembarang orang mampu menarik harta karun karena harta karun itu

sudah ada yang "berhak". Dan jika ada orang yang nekad untuk mengangkat/mencuri harta karun tersebut maka Sang Raja (juga keturunannya) tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada pencurinya. Selain itu Bukit Siguntang juga cook sekali menjadi tempat untuk memperdalam ilmu kesaktian terutama ilmu kanuragan. Sebab aura mistis Bukit Siguntang didominasi sepenuhnya oleh aura Raja Si Gentar Alam yang sama sekali tidak memiliki ilmu Pengasihan (hal itu Misteri dapat dari hasil dialog bathin dengan sosok gaib Raja Si Gentar Alam). Walaupun di bukit itu juga terdapat aura pengasihan dari sosok gaib Puteri Kembang Dadar yang merupakan anak angkat dari Raja Si Gentar Alam. Namun satu hal yang perlu diingat, Bukit Siguntang memang diselimuti kabut atau aura mistis yang sangat kuat dan cocok untuk mendalami ilmu kesaktian, kiranya semua kembali berpulang kepada kehendak Allah SWT. Begitu saja pesan dari Raja Si Gentar Alam pada Misteri sewaktu dialog batin. SUNGAI MUSI Sungai Musi merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera Selatan. Sungai Musi juga menjadi pintu gerbang dan kebanggaan masyarakat kota Palembang. Selain itu Sungai Musi merupakan jalur perdagangan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga kini. Banyak warga Kota Palembang dan sekitarnya yang menggantungkan hidupnya di sungai yang membelah Kota Palembang itu. Saat ini pemerintah Kota Palembang telah melakukan perubahaan besar terdapat keindahan sungai yang legendaris itu. Hal itu terbukti dari banyaknya dibangun tempat-tempat untuk bersantai di tepian sungai yang legendaris itu. Hal itu terbukti dari banyaknya dibangun tempat-tempat untuk bersantai ditepian sungai itu. Misteripun merasakan kedamaian dihati saat bersantai ditepian Sungai Musi. Selain itu, Sungai Musi juga terkenal akan keangkerannya. Telah beberapa kali Majalah Misteri kesayangan kini memuat tulisan seputar keangkeran Sungai Musi. Sungai tersebut dikuasai oleh sosok gaib yang namanya tak asing lagi bagi warga Kota Palemgbang. Sosok gaib itu bernama Raden Tokak. Raden Tokak yang berwujud buaya besar berwarna hitam itu merupakan bagian dari tentara gaib Kerajaan Sriwijaya. Raden Tokak adalah anak dari Ratu Buaya yang bernama Ratu Sangklang yang berkuasa di Sungai Ogan, di desa Pemulutan, Ogan Komering Ilir. Raden Tokak juga saudara kandung dari Raden Kuning, sesosok buaya gaib yang besar dan berwarna kuning. Bedanya Raden Tokak adalah hasil dari perkawinan Ratu Sangklang dengan soerang manusia penganut ilmu buaya. Pusat Kerajaan Raden Tokak berada tak jauh dari Jembatan Ampera. Berbeda dengan suadara kandungnya yang satu lagi bernama Raden Kedal. Raden Kedal adalah anak bungsung dari Ratu Sangklang, sosok Raden Kedal berupa buaya besar dan berwarna putih. Raden Kedal beserta isterinya bermukim di bawah jembatan Musi Dua. Saat ini Raden Kedal mendampingi keturunan Raja Si Gentar Alam. Selain dihuni oleh buaya-buaya gaib, Sungai Musi mempunyai cerita yang tak kalah serunya. Sungai Musi adalah tempat bertapanya Raja Pertama kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang. Raja Dapunta Hyang menjadi Sungai Musi tempat bertapanya untuk memperdalam ilmu kesaktian. Hebatnya lagi, Raja Dapunta Hyang bertapa bukan seperti Tapa Kumkum yang hanya berendam di sungai, melainkan tapa yang dilakukan Raja Dapunta Hyang dilakukan di dasar sungai yang dalamnya tidak hanya sekedar lima sampai sepuluh meter saja. SUNGAI OGAN Sama seperti Sungai Musi, Sungai Ogan juga memiliki cerita seputar Kerajaan Sriwijaya. Sungai Ogan memiliki cerita seputar kerajaan Sriwijaya. Sungai Ogan merupakan tempat bersandarnya kapal-kapal perang dan kapal-kapal angkut tentara Kerajaan Sriwijaya. Tepian Sungai Ogan menjadi tempat pelatihan bagi para tentara Kerajaan Sriwijaya yang gagah perkasa. Sungai Ogan kini dikuasai oleh Raden Kuning yang menggantikan ibunya yang bernama Ratu Sangklang, semenjak sang ibu mendampingi keturunan Raja Si Gentar Alam. Penghuni-penghuni gaib Sungai Ogan, rata-rata telah memeluk agama Islam. Karena Sungai Ogan merupakan tempat berlabuhnya para Walilullah dari Baghdad pada umum ya yang menyebarkan agama Islam di bumi Sriwijaya. Para walilullah penyebar agama Islam dari Timur Tengah tersebut rata-rata bermukim di tepian Sungai Ogan. Konon penyebaran agama Islam di Bumi Sriwijaya berpusat di tepian Sungai Ogan. Para walilullah tersebut membangun pemukiman yang akhirnya menjadi sebuah desa yang kini bernama Desa Pemulutan. PENINGGALAN-PENINGGALAN SEJARAH Kerajaan Sriwijaya yang didirikan pada tahun 638 M oleh Dapunta Hyang telah mengenal seni ukir dan pahat. Hal ini terbukti dari peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berupa prasasti-prasasti dan patung-patung yang bernuansa bercorak agama Budha. Raja Sriwijaya yang gemar akan seni ukir dan pahat adalah Raja Balaputeradewa. Terbukti dari hampir setiap prasasti dan patung-patung yang ditemukan merupakan peninggalan atau dibuat pada masa Raja Balaputeradewa. Dari hasil dialog batin Misteri dengan Raja Balaputeradewa, Misteri mengetahui bahwa sosok gaib Sang Raja masih sering mengunjungi peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya pada masa dirinya berkuasa. Berbeda dengan Raja Si Gentar Alam. Beliau lebih suka dengan alam. Maka tak heran jika peninggalan-peninggalan beliau berupa ukiran-ukiran yang konon dibuatnya dengan ilmu kesaktiannya dengan menghentakkan kakinya ke bumi. Bukit-bukit itu antara lain Bukit Siguntang di kota Palembang, Bukit Saiyak di Ogan Komering Ilir, dan Bukit Jempol di Lahat. Lain raja, lain pula kegemarannya. Raja Dapunta Hyang tidak begitu banyak meninggalkan prasasti-prasasti ataupun peninggalan-peninggalan lainnya. Itu disebabkan karena semasa pemerintahannya, Dapunta Hyang lebih suka menjajah negeri-negeri di sekitar kerajaannya.

Yah, perang memang suatu kegemarannya dan prestasinya juga mengagumkan, Dapunta Hyang belum pernah merasakan kekalahan di medan perang. MeSanjaya - Pendiri Mataram Kuno Raja Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), merupakan pendiri dari Dinasti Sanjaya yang bertahta di Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Menurut Prasasti Canggal (732 M), ia adalah kemenakan dari Sanna, penguasa sebelumnya. Raja Sanjaya mendirikan candi-candi untuk memuja Dewa Siwa. Sanjaya juga belajar agama Hindu Siwa dari para pendeta yang ia panggil. Sanjaya meninggal pada pertengahan abad ke-8 dan kedudukannya di Mataram digantikan oleh Rakai Panangkaran ((760-780), dan terus berlanjut sampai masa Dyah Wawa (924-928), sebelum digantikan oleh Mpu Sindok (929) dari Dinasti Isyana. Menurut sumber sejarah Sunda, Sanjaya di Jawa Barat dikenal pula dengan panggilan Prabu Harisdarma, dan ia turut berperan dalam suksesi di Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Di sana, keturunannya melalui Rakeyan Banga (739-766 M) terus memerintah sampai dengan masa Sri Jayabupati (1030-1042 M). danCandi Borobudur merupakan salah satu bangunan candi peninggalan bersejarah yang sangat terkenal sekaligus merupakan salah satu dari bentuk keajaiban dunia. Candi ini dibangun pada zaman kerajaan Mataram Kuno, yang merupakan salah satu kerajaan Hindu Buddha. Pembuatannya dilakukan ketika pada zaman Dynasty Syailendra yaitu sekitar abad 760SM. Bangunan ini menunjukkan bahwa pada zaman dahulu banyak orang-orang yang berada di pulau Jawa ini yang menganut agama Buddha yang semula asalnya dari negara India. Pada abad ke-18, orang Inggris yang bernama Sir Thomas Stanford Raffles ditunjuk sebagai gubernur untuk daerah jajahan di Asia Tenggara. Beliau kemudian menemukan candi itu yang telah terkubur selama berabad-abad oleh abu vulkanik akibat letusan dari gunung berapi. Beliau mengerahkan hampir sekitar kurang lebih 200 orang untuk dipekerjakan menggali temuan itu selama sebulan lebih. Lokasi candi ini dapat ditempuh sekitar 45 menit dari kota Magelang melalui jalan yang menuju ke arah Muntilan. Suasana jalan yang tidak terlalu ramai dan udara yang terasa sejuk membuat suatu kesan tersendiri apabila kita hendak berkunjung di lokasi candi tersebut. Candi ini berada sekitar 1,750 meter dari arah tenggara candi pawon dan berada sekitar 2,900 meter dari arah tenggara candi Mendut. Dari peta tersebut terlihat bahwa lokasi candi-candi tersebut sangatlah berdekatan satu sama lain. Pada dinding candi ini juga banyak sekali pahatan-pahatan yang mengandung banyak sekali cerita-cerita yang saling berhubungan dengan ajaran - ajaran sang Buddha kepada murid - muridnya. Jika kita perhatikan lebih jauh, cerita yang digambarkan pada dinding candi ini bercerita tentang ajaran mengenai hukum karma dan sebab akibat dari tingkah laku manusia. g). Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya Wangsa Sanjaya Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. (Dialihkan dari Dinasti Sanjaya) Langsung ke: navigasi, cari

Candi Prambanan, salah satu peninggalan Dinasti Sanjaya. Dinasti Sanjaya adalah wangsa atau dinasti yang sebagian besar rajanya menganut agama Hindu, yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan Mataram Kuno. Menurut Prasasti CanggalWangsa ini didirikan pada tahun 732 oleh Sanjaya. Tak banyak yang diketahui pada masa-masa awal Wangsa Sanjaya. Wangsa Syailendra cukup dominan waktu itu. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Wangsa Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa, dan pada tahun 850, Wangsa Sanjaya kembali menjadi satu-satunya penguasa Mataram. Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Jawa Kuno. Pada tahun 928, Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Alasan perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya. Sejak

inilah berakhir era Wangsa Sanjaya, dan Mpu Sindok yang diperkirakan adalah keturunan atau menantu keturunan dari Wangsa Sanjaya, mendirikan dinasti baru yaitu Wangsa Isyana yang memerintah di Jawa Timur. [sunting] Daftar raja-raja Sanna

Mpu Sindok (928-929) Prasasti Canggal Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Prasasti Canggal adalah prasasti dalam bentuk candrasangkala berangka tahun 732 yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti yang ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno). Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna. Aksara Pallawa Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Aksara Pallawa atau kadangkala ditulis sebagai Pallava adalah sebuah aksara yang berasal dari India bagian selatan. Aksara ini sangat penting untuk sejarah di Indonesia karena aksara ini merupakan aksara dari mana aksara-aksara Nusantara diturunkan. Di Nusantara bukti terawal adalah Prasasti Mulawarman di Kutai, Kalimantan Timur yang berasal dari abad ke-5 Masehi. Bukti tulisan terawal yang ada di di Jawa Barat dan sekaligus pulau Jawa, yaitu Prasasti Tarumanagara yang berasal dari pertengahan abad ke-5, juga ditulis menggunakan aksara Pallawa. Nama aksara ini berasal dari Dinasti Pallava yang pernah berkuasa di selatan India antara abad ke-4 sampai abad ke-9 Masehi. Dinasti Pallava adalah sebuah dinasti yang memeluk aliran Jainisme. Pramodhawardhani Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Pramodhawardhani, adalah penguasa kelima Wangsa Syailendra, yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 833-856. Pramodhawardhani adalah puteri Raja Samaratungga. Ia menikah dengan Rakai Pikatan, pangeran (yang kemudian menjadi raja) Mataram dari Wangsa Sanjaya. Pernikahannya dengan Rakai Pikatan menyebabkan jatuhnya Wangsa Syailendra ke kekuasaan Wangsa Sanjaya, serta semakin berkembangnya agama Hindu menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Sri Maharaja Rakai Pikatan adalah raja Kerajaan Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya dan merupakan pengganti dari Sri Maharaja Rakai Garung. Ia memiliki ambisi untuk menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah, meskipun untuk itu ia harus berharapan dengan kerajaan Syailendra yang dipimpin oleh Raja Balaputradewa. Ia meminang putri mahkota Syailendra yang bernama Pramodhawardhani, sehingga kelak diharapkan tahta kerajaan Syailendra bisa jatuh ke tangannya. Sayangnya, rencana Rakai Pikatan tidak berhasil dan perang saudara tetap terjadi. Meskipun demikian, hasil perang memihak kepadanya, dan Raja Balaputeradewa yang kalah lalu menyingkir ke Sriwijaya Rakai Panangkaran Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Rakai Panangkaran adalah raja Kerajaan Mataram Kuno pada masa Wangsa Sanjaya pengganti Rakai Sanjaya. Menurut prasasti Kalasan, hal penting pada masa pemerintahannya adalah dibangunnya Candi Tara, karena di dalamnya tersimpan patung Dewi Tara. Candi tersebut, karena terletak di Desa Kalasan, maka sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan, terletak beberapa kilometer setelah Candi Prambanan, ke arah Kota Yogyakarta. Rakai Garung

Sanjaya (732-760) Rakai Panangkaran (760-780) Rakai Panunggalan (780-800) Rakai Warak (800-819) Rakai Garung (819-838) Rakai Pikatan (838-856) Rakai Kayuwangi (856-886) Rakai Watuhumalang (886-898) Dyah Balitung (898-910) Daksa (910-919) Tulodong (919-924) Dyah Wawa (924-928)

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Rakai Garung (828-847 M) adalah raja Kerajaan Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya dan merupakan pengganti dari Rakai Warak. Nama Rakai Garung disebutkan dalam Prasasti Wanua Tengah III sebagai raja yang memerintah sebelum Rakai Pikatan. Rakai Watukura Dyah Balitung Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Raja Rakai Watukura Dyah Balitung menerima tahtanya dalam kondisi Wangsa Sanjaya hampir terpecahbelah karena sikap kaum bangsawan yang mementingkan diri sendiri. Meskipun demikian, Dyah Balitung berhasil mempersatukan negerinya kembali bahkan memperluasnya hingga ke Jawa Timur. Pemerintahan Dyah Balitung meninggalkan cukup banyak prasasti, namun yang terpenting adalah Prasasti Mantyasih (Kedu). Dyah Balitung juga memperkenalkan tiga jabatan penting dalam sistem pemerintahnnya, yaitu Rakyan I Hino (pejabat tertinggi di bawah raja), Rakyan I Halu, dan Rakryan I Sirikan Daksa Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Kata Daksa bisa berarti: Dewa Daksa, salah satu dewa dalam agama Hindu

Raja Daksa, salah satu raja Mataram Tulodong Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Langsung ke: navigasi, cari Tulodong, adalah raja dari Wangsa Sanjaya, yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 919-924. Pada Prasasti Harinjing (921) di Kepung, Kabupaten Kediri, tersebutlah Sri Maharaja Rake Layang Dyah Tuladong memberikan anugerah tanah daerah Kediri kepada Bhagawanta Bhari atas jasanya membuat bendungan pencegah banjir. Pada masa raja Tulodong ini jugalah, Candi Prambanan diperkirakan selesai dibangun.

Kerajaan Mataram (Jawa Tengah) Wangsa Sanjaya dan Syailendra Sumber Sejarah Sebanyak 10 arca batu peninggalan zaman Kerajaan Mataram Kuno (Hindu) ditemukan di kompleks Taman Sriwedari, Kota Solo, Sabtu (24/12). Siti Rohyani dan Indra dari Bagian Registrasi Balai Perlindungan Peninggalan Purbakala Jawa Tengah memastikan ke-10 arca itu berasal dari abad ke-8 hingga 9 Masehi pada masa Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Arca-arca yang ditemukan itu, enam di antaranya berupa ganesha, arca dwarapala, dua arca berbentuk relief makhluk kahyangan yang biasanya ditemukan di relung dinding candi, serta satu arca berbentuk manusia dalam posisi duduk yang belum bisa diidentifikasi. Arca-arca ini berasal dari zaman Mataram Kuno di Jawa Tengah pada abad 8-9, karena sekitar abad ke-10 kerajaan ini pindah ke Jawa Timur. Dilihat dari detail ornamennya yang lebih rumit, mungkin arca-arca ini berasal dari masa yang hampir bersamaan dengan arca yang ditemukan di Prambanan. Arca-arca dari masa ini lebih muda usianya dari kelompok arca Hindu yang ditemukan di daerah Dieng yang ornamennya lebih sederhana. Silsilah Kerajaan Mataram Kuno Mpu Sindok - Raja terakhir Mataram Kuno Kunjungi DISKUSI dan INFORMASI Mpu Sindok - Raja terakhir Mataram Kuno - Sejarah dan Legenda di FORUM indonesia. Mpu Sindok - Raja terakhir Mataram Kuno Sejarah dan Legenda forum Tentang jaman dulu yang penting. Mpu Sindok, adalah raja terakhir dari Dinasti Sanjaya, yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 928929. Diduga karena letusan Gunung Merapi, pada tahun 929 Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ibukota baru tersebut adalah Watugaluh, di tepi Sungai Brantas, sekarang kirakira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, melainkan disebut Medang (meski beberapa literatur masih menyebut Mataram). Mpu Sindok juga merupakan pendiri Dinasti Isyana, sehingga kerajaan baru tersebut kadang juga disebut Isyana. Mpu Sindok memiliki dua istri, salah satunya bernama Sri Parameswari Dyah Kbi, yang mungkin adalah puteri Dyah Wawa, raja terakhir Mataram di Jawa Tengah. Jadi, Mpu Sindok menjadi suksesor Kerajaan Mataram karena pernikahannya. Sebuah prasasti yang kini disimpan di Museum Calcutta (India), menyebutkan silsilah Mpu Sindok hingga Airlangga. Mpu Sindok meninggal pada tahun 947, dan digantikan oleh putrinya, Sri Isyana Tunggawijaya. Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Kuno Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam Kotagede Kotagede terletak 10 Km arah tenggara dari Kota Yogyakarta. Di tempat ini kita dapati berbagai macam perhiasan dan interior yang terbuat dari perak. Kota kuno itu adalah bekas ibukota Kerajaan Mataram yang awalnya dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan abad 16 M. Kotagede merupakan jembatan yang menghubungkan antara tradisi Hindu - Budha dan Islam, hal itu terlihat pada peninggalan kuno kompleks masjid makam Panembahan Senopati beserta keluarganya. Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Mataram berupa pintu gerbang masuk komplek Makam Kotagede yang berbentuk gapura paduraksa dan pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang. Bangunan model paduraksa itu telah dikenal sejak masa Majapahit. Masyarakat Kotagede yang mayoritas beragama Islam dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, mereka berdagang dan membuat kerajinan tangan dari perak. Kemampuan berdagang ini meruapakan warisan turun temurun. Orang Kalang pada masa kejayaan Mataram di Kotagede menjadi konglomerat-konglomerat pribumi yang hebat. Kejayaan Kotagede di masa lampau masih dapat disaksikan hingga sekarang. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan rumah-rumah orang Kalang menunjukkan kemewahan pada zamannya. Di makam Kotagede sumere para pepundhen Mataram antara lain : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Penembahan Sedo Krapayak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Nyai Ageng Nis, Panembahan Joyoprono, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Pati, Nyai Ageng Juru Mertani dan lain-lain.. Jika pembaca menghendaki informasi lebih lengkap, silahkan membaca buku: Tim Peneliti Lembaga Studi Jawa, Kotagede Pesona dan Dinamika Sejarahnya, (Lembaga Studi Jawa, 1997).

GERBANG MAKAM KOTAGEDE: Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak perpaduan unsure bangunan Hindu dan Islam.

MASJID MAKAM KOTAGEDE: Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.

BANGSAL DUDA: Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi dari jurukunci makam yang berasal dari Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta. Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan pakaiannya untuk berganti pakaian peranakan jika hendak memasuki komplek makam.

RUMAH KALANG: Rumah orang Kalang yang tampak kemegahannya.

KALANG OBONG: Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi kalau upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yang dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya.

KERAJINAN PERAK: Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orangorang Kalang.

PENJUAL KIPO: Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.

KERAJAAN mataram kuno / mataram lama Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat. Sumber-sumber Prasasti Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram dapat diketahui melalui prasastiprasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai sekarang. Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno / lama tersebut yaitu antara lain: a. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Anda masih Ingat arti dari istilah Candrasangkala? Kalau Anda lupa, baca kembali kegiatan belajar 1. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna). Untuk memperjelas pemahaman Anda tentang tempat Sanjaya mendirikan Lingga di candi Gunung Wukir maka simaklah gambar 11 berikut ini!

Gambar 11. Candi Gunung Wukir Gambar 11 merupakan gambar reruntuhan candi Gunung Wukir di halaman candi ini tempat ditemukannya prasasti Canggal. Selanjutnya simak prasasti berikutnya. b. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh raja Panangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Bangunan suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta. Untuk lebih mengenal candi tersebut, silahkan amati gambar 12 berikut ini!

Gambar 12. Candi Kalasan Gambar 12 yaitu candi Kalasan tersebut adalah candi yang berciri agama Budha yang dibangun oleh Raja Panangkaran. Untuk selanjutnya nama raja Panangkaran akan Anda temui pada prasasti berikutnya. c. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan

bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung. d. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya. Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya. Dari pernyataan di atas, tentu Anda ingin bertanya apa hubungan Mataram dengan Sriwijaya ? Untuk mengetahui jawabannya nanti akan Anda temukan pada uraian materi berikutnya.

Sumber berupa Candi Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara. Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain. Untuk menambah pemahaman Anda tentang letak candi-candi tersebut, silahkan Anda simak gambar 13 peta Jawa Tengah berikut ini!

Gambar 13. Peta Lokasi Penemuan Candi di Jawa Tengah Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini. Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti Canggal. Perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra. Menurut para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad ke-8-9 yang bercorak Hindu terletak di Jawa Tengah bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jawa Tengah bagian selatan. Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodwardhani. Pramodwardhani adalah putri dari Samaratungga.

Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramodwardhani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan menyebabkan ia menyingkir ke kakeknya di Sumatera dan tak lama kemudian menjadi raja di Sriwijaya. Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa. Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad ke 10, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok . Mengenai penyebab alasan dipindahkannya ibukota kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, silahkan Anda diskusikan dengan teman-teman Anda. Mpu Sindok mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana dengan kerajaannya Medang Mataram. Ia berkuasa sampai 947 M. Pengganti selanjutnya tidak di ketahui dengan pasti kecuali pada awal abad ke-11 muncul nama Dharmawangsa Teguh (991-1016). Ia gigih untuk menaklukan Sriwijaya. Usahanya tidak berhasil, sebaliknya ia dan keluarganya mengalami Pralaya atau kehancuran. Kehancuran tersebut akibat serangan dari kerajaan Sriwijaya yang di bantu oleh kerajaan kecil bernama Wurawari. Salah satu anggota keluarga yang berhasil lolos dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun 1019 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja. Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta. Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 1041 Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggan ibukota di Daka. la dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu (Kediri) denga. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran. Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Mataram. Melalui uraian materi tersebut dapatlah ditarik kesimpulan tentang kehidupan ekonomi maupun kebudayaan kerajaan Mataram. Dalam lapangan ekonomi, kerajaan Mataram mengembangkan perekonomian agraris karena letaknya di pedalaman dan daerah yang subur tetapi pada perkembangan berikutnya, Mataram mulai mengembangkan kehidupan pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur. Dengan adanya pengembangan perekonomian, maka timbul dugaan bahwa dipindahkannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena alasan tersebut. Karya kesusasteraan Mataram Kuno terlihat sekali pengaruh kebudayaan India namun sastrawan Mataram Kuno berhasil mengubah karya India ke dalam karya kesusasteraan Jawa di antaranya Mahabrata dan Ramayana dalam bahasa Jawa Kuno berupa kakawin. 1. Pendiri kerajaan Mataram berdasarkan prasasti Canggal adalah .... 2. Candi Kalasan dibangun pada masa pemerintahan raja .... 3. Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti yaitu ... dan .... 4. Isi dari prasasti Mantyasih adalah .... 5. Arca Mantyasih yang dibuat oleh Rya Indra di duga adalah bangunan candi .... 6. Penyatuan kerajaan Mataram terjadi pada masa pemerintahan .... 7. Kerajaan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh .... 8. Silsilah raja Medang Mataram diketahui melalui prasasti .... 9. Kerajaan Medang Mataram mengalami kehancuran/pralaya pada masa pemerintahan .... 10. Raja terakhir dari kerajaan Medang Mataram adalah .... Bagaimana dengan jawaban Anda? Untuk mengetahui kebenarannya dapat Anda cocokkan dengan jawaban berikut ini. 1. Raja Sanjaya 2. Raja Panangkaran 3. Dinasti Sanjaya dan Syaelendra 4. Silsilah raja-raja Mataram sebelum Balitung 5. Candi Sewu 6. Rakai Pikatan 7. Mpu Sendok 8. Prasasti Calcuta 9. Raja Dharmawangsa 10. Raja Airlangga Bagaimana dengan hasil jawaban Anda? Apakah cukup memuaskan? Kalau kurang, silahkan baca kembali dengan baik. Kini Anda dapat melanjutkan pada uraian materi berikutnya. KERAJAAN mataram kuno / mataram lama Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Hindu didirikanpada tahun 732 Masehi oleh Sanna. Setelah ia meninggal digantikan keponakannya Sanjaya. Setelah Sanjaya meninggal digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran. Sepeninggal Rakai Panangkarankerajaan ini terpecah jadi dua, yakni wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra, dan disatukan kembali dengan pernikahan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya dengan Pramodhawardhani dari wangsa Syailendra. Di zamannya Rakai Pikatan membangun candi Borobudur dan candi Prambanan. Kerajaan ini runtuh pada tahun 929 M karena dipindahkan Mpu Sendok ke delta sungai Brantas di Jawa Timur. Mataram Kuno merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. Dinasti Syailendra Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kamboja). Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Dinasti Sanjaya Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samarotungga dan Dewi Tara). Tahun 850, sejarah Dinasti Syailendra berakhir, dimana Balaputradewa melarikan diri ke Sriwijaya. Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya. a s

Anda mungkin juga menyukai