Anda di halaman 1dari 29

PRAKTIKUM I PENGENDALI PID

TUJUAN Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali

ALAT DAN BAHAN Komputer Software Matlab 7.1 Modul Praktikum

DASAR TEORI 1. Pengendali PID Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini. Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai tertutup (closed loop):

Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop

Plant Controller e

: sistem yang akan dikendalikan : Pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki respon : error = R - pengukuran dari sensor

variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV) biasanya sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan mengubah respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point yang ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang berbeda untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini diantaranya yaitu: P I D Atau P I Kp Ki = = Konstanta Proportional Proportional Band Integral Derivative = 100/gain = 1/reset (units of time)

= rate = pre-act (units of time)

1 1 e(t )dt = Ti s =Ki/s = Konstanta Integral Ti


d e(t ) dt
= Konstanta Derivative

Kd = Kd s = Td

Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut : U(t) = K P +

d e(t ) 1 1 e(t )dt + Td dt = K e(t ) + Ti Ti

e(t )dt + T
0

d e(t ) dt

atau dapat pula dinyatakan dengan :

2.

Karakteristik Pengendali PID Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu diketahui bentuk respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :

Gambar 2. Jenis Respon keluaran Tabel 1. Karakteristik Masing-masing pengendali CL RESPONSE RISE TIME OVERSHOOT SETTLING TIME S-S ERROR Kp Ki Kd Decrease Decrease Small Change Increase Increase Decrease Small Change Increase Decrease Decrease Eliminate Small Change

PERCOBAAN Jika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 2 berikut ini :

Gambar 3. Model Spring Damper Persamaan model pada gambar tersebut yaitu :

Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka didapat :

Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi alihnya yaitu :

Jika diketahui besaran-besaran pada persamaan tersebut yaitu : 3

M = 1kg b = 10 N.s/m k = 20 N/m F(s) = 1

Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi :

Persamaan inilah yang akan dipergunakan.

A. Identifikasi respon secara Open loop Buka matlab pilih new file, kemudian tuliskan : num=1; den=[1 10 20]; step(num,den)

Gambar 4. Respon keluaran Open Loop B. Kendali Proporsional Dari persamaan fungsi alih yang diketahui :

Jika dibentuk menjadi close loop dengan penambahan Kp didapatlah :

Program Matlab yang harus dibuat yaitu :


Kp=300; num=[Kp]; den=[1 10 20+Kp]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)

didapatlah respon berikut :

Gambar 5. Respon keluaran Pengendali P C. Kendali Proporsional dan Derivative Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=300; Kd=10; num=[Kd Kp]; den=[1 10+Kd 20+Kp]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)

Gambar 6. Respon keluaran pengendali PD

D. Kendali Proporsional dan Integral Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=30; Ki=70; num=[Kp Ki]; den=[1 10 20+Kp Ki]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)

Respon yang didapat :

Gambar 7. Respon keluaran Pengendali PI E. Kendali Proporsional, Integral dan Derivative : Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=350; Ki=300; Kd=50; num=[Kd Kp Ki]; den=[1 10+Kd 20+Kp Ki]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)

Gambar 8. Respon keluaran pengendali PID

TUGAS : 1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui model sistem kendali ini :

Gambar 9. Model Motor DC * moment inertia rotor (J) = 3.2284E-6 kg.m2/s2 * damping ratio of the mechanical system (b) = 3.5077E-6 Nms * electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.0274 Nm/Amp * electric resistance (R) = 4 ohm * electric inductance (L) = 2.75E-6 H * input (V): Source Voltage * output (theta): position of shaft * The rotor and shaft are assumed to be rigid 8

Fungsi alihnya yaitu :

2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila diketahui model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut :

* moment of inertia of the rotor (J) = 0.01 kg.m2/s2 * damping ratio of the mechanical system (b) = 0.1 Nms * electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.01 Nm/Amp * electric resistance (R) = 1 ohm * electric inductance (L) = 0.5 H * input (V): Source Voltage * output (theta): position of shaft * The rotor and shaft are assumed to be rigid

DAFTAR PUSTAKA
1.

A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,PID Control : New Identification And Design Method, Springer.

2.

Ali. Muhammad, Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.

3. 4.

http://www.expertune.com,What is PID, 26 September 2008 Ogata, Katsuhiko, 2002, Modern Control System Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.

PRAKTIKUM II PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID


TUJUAN Mahasiswa mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya Mahasiswa mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali

ALAT DAN BAHAN Komputer Software Matlab 6.0 dan simulink Modul Praktikum

DASAR TEORI Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Salah satu metode pendekatan eksperimental penalaan kontroller PID, yakni metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan metode Quarter decay dan metode heuristic (coba-coba). Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang besar terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kendali yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai

10

setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka pengendali yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin. Pengendali Proposional Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya. Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

Gambar 1 Diagram blok pengendali proporsional Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional, sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan, Kp. Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:

Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,

11

pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.

Gambar 2: Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.


Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini: 1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat. 2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantabnya.

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.

Kontroler Integral Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol. Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. 12

Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 3 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit kesalahan nol.

Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu kontroller integral.

Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 5. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar 13

Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini: 1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral cenderung memperlambat respon. 2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai sebelumnya. 3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki . 4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.

Kontroler Diferensial Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

Gambar 6: BlokDiagram kontroler diferensial Gambar 7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga

14

tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td .

Gambar 7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut: 1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. 3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem . Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah sistem.

15

Kontroler PID Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar. Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.

Gambar 8 Blok diagram kontroler PID analog

Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler proporsional, keluaran kontroler integral. Gambar 9 menunjukkan hubungan tersebut.

Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk kontroller PID

16

Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Penalaan Paramater Kontroler PID Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning). Dua metode pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.

Metode Ziegler-Nichols Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 10 memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.

Gambar 10 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

17

Metode Kurva Reaksi Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 11). Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks.

Gambar 11 Respon tangga satuan sistem

Gambar 12 Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L. Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan

18

didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel 1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi Tipe Kontroler P PI PID T/L 0,9 T/L 1,2 T/L Kp ~ L/0.3 2L Ti 0 0 0,5L Td

Metode Osilasi Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation). Gambar 13 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 13 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Pu. Gambar 14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.

19

Gambar 14 Kurva respon sustain oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi Tipe Kontroler P PI PID Kp 0,5.Ku 0,45.Ku 0,6.Ku 1/2 Pu 0,5 Pu 0,125 Pu Ti Td

Metode Quarter - decay Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4).

20

Gambar 15 Kurva respon quarter amplitude decay

Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan. Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2 untuk metode osilasi)

Pelaksanaan Percobaan : 1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi alih sistem yaitu :

1 C ( s) = 2 R( s) S + 2s + 1
2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar respon kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang menyinggung kurva, garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai waktu tunda (T) 3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 1 4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan membuat nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi nol. Naikkan nilai Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap seperti pada gambar 15 kemudian tentukan nilai Ku dan Pu. 5. Setelah itu baru gunakan tabel 2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti dan Td pada nilai pengendali yang dipergunakan. 6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran nilai yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode osilasi.

21

7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam rangka mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio.

Tugas Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka mengendalikan sistem seperti yang telah di bahas pada praktikum sebelumnya (Tugas 1 & 2) Daftar Pustaka 1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,PID Control : New Identification And Design Method, Springer. 2. Ali. Muhammad, Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994 4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs, New Jersey, 1988 5. Ogata, Katsuhiko, 2002, Modern Control System Third Edition. New Jersey: Prentice Hall 6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers, Tans. ASME, vol. 64, pp. 759-768

22

PRAKTIKUM III IDENTIFIKASI SISTEM


TUJUAN Mahasiswa mampu mengenal metode Identifikasi suatu sistem kendali Mahasiswa dapat memahami pengertian estimasi orde sistem, step response, bode plot Mahasiswa mampu menggunakan identifikasi sistem sebelum menyusun pengendalinya

ALAT DAN BAHAN Komputer Software Matlab 6.0 dan simulink Modul Praktikum

DASAR TEORI ESTIMASI ORDE SISTEM Orde atau dikenal dengan derajat suatu sistem dapat diestimasi dari fungsi step (step response) yang dipergunakanatau dengan penggunaan Bode Plot. Derajat relative suatu sistem yaitu perbedaan antara orde dari denominator (penyebut) dan orde dari numerator (pembilang) dari fungsi alih.

STEP RESPONSE Jika respon respon sistem merupakan non-zero step input akan memiliki slope yang bernilai 0 ketika t=0, system harus merupakan orde kedua atau lebih tinggi lagi sebab sistem memiliki derajat relative dua atau lebih. Jika step respon menunjukkan osilasi, sistem juga harus menunjukkan orde kedua atau lebih dengan sistem yang underdamped.

BODE PLOT Penggambaran fasa (phase plot) juga dapat menjadi indicator untuk mencari orde yang baik dalam. Jika fasa turun hingga dibawah -90 degrees, sistem merupakan orde kedua atau lebih tinggi. Derajat relative sistem memiliki nilai paling kecil atau sama besar dengan bilangan dari perkalian -90 degrees hingga dicapai nilai asymtot pada nilai paling rendah pada penggambaran fasa (phasa plot) sistem.

23

IDENTIFIKASI SISTEM DARI STEP RESPONSE DAMPING RATIO Untuk kondisi underdamped dari sistem orde dua, Nilai damping ratio dapat dihitung dari persentase overshoot dengan menggunakan rumus sebagai berikut : = -ln(%OS/100) / sqrt(2+ln2(%OS/100)) dimana %OS merupakan persentase overshoot, yang dapat diperkirakan dari penggambaran nilai off dari step response.

DC GAIN - Nilai Penguatan DC (DC gain) merupakan perbandingan dari kondisi steady state dari step response dengan nilai magnitude dari step input. DC Gain = steady state output / step magnitude

NATURAL FREQUENCY Frekuensi alami (natural frequency) dari kondisi underdamped sistem orde dua dapat ditentukan dari nilai damped frekuensi alami yang dapat diukur dari nilai penggambaran off step response dan nilai damping ratio seperti yang telah dihitung diatas. n = d / sqrt(1 - 2) dimana d merupakan damped frekuensi dalam rad/s yang bernilai 2/t dimana t merupakan interval wakti antara dua consecutive peaks dari step response.

IDENTIFIKASI SISTEM DARI BODE PLOT DC GAIN Nilai DC Gain sistem dapat dihitung dari nilai magnitude bode plot ketika s=0. DC Gain = 10M(0)/20 where M(0) is the magnitude of the bode plot when j=0.

NATURAL FREQUENCY Frekuensi alami (natural frequency) dari sistem orde dua terjadi ketika fasa dari respon mencepai sudut relative -90 terhadap fasa input. n = -90 dimana -90 merupakan frekuensi pada saat phase plot di -90 degrees.

DAMPING RATIO - Nilai damping ratio sistem ditemukan dengan nilai DC Gain dan nilai magnitude dari bode plot ketika fasa plot -90 degrees. = K / (2*10(M-90/20)) dimana M-90 merupakan nilai magnitude bode plot ketika fasa -90 degrees.

24

IDENTIFIKASI PARAMETER SISTEM Jika tipe sistem telah diketahui, parameter khusus sistem dapat ditentukan dari step response atau bode plot. Bentuk umum fungsi alih dari sistem orde satu yaitu : G(s) = b/(s+a) = K/(s+1). Sedangkan bentuk umum fungsi alih dari sistem orde dua yaitu : G(s) = a/(s2+bs+c) = Kn2/(s2+2ns+n2)

Pelaksanaan Percobaan : 1. Buatlah respon dengan step input untuk fungsi alih berikut :

G ( s) =
2.

25 s + 4 s + 25
2

Didapatkan gambar sebagai berikut :

unit step response dari G(s)=25/(s 2+4s+25 1.4

1.2

Amplitude

0.8

0.6

0.4

0.2

0.5

1.5 Time (sec)

2.5

Gambar 1. Step Respon sistem

3. Kemudian dapat dilihat pada gambar berikut :

25

unit step response dari G(s)=25/(s 2+4s+25) 1.4

1.2

System: sys Time (sec): 0.679 Amplitude: 1.25

System: sys Time (sec): 2.56 Amplitude: 0.998

Amplitude

0.8

0.6

0.4

0.2

0.5

1.5 Time (sec)

2.5

Gambar 2. Step Respon sistem dengan keterangan

4. Kemudian kita dapat menentukan OS (persentase overshoot), dumping ratio yaitu : >> peak = 1.25; >> ss = 0.998; >> os = 100*(peak-ss)/ss

os =

25.2505 >> dampingratio = -log(os/100)/sqrt(pi^2+(log(os/100))^2)

dampingratio =

0.4013 5. Setelah itu dapat ditentukan pula DC gain jika diketahui magnitude pada step input 3 maka didapat : 26

>> u=3; >> ss=0.998; >> dcgain=ss/u

dcgain =

0.3327 6. Dapat pula ditentukan natural frequency yaitu : >> dt=(2.56-0.679); >> wd=2*pi/dt; >> wn=wd/sqrt(1-dampingratio^2)

wn =

3.6468

Bode Diagram 20

0 Magnitude (dB) System: G Frequency (rad/sec): 0.102 Magnitude (dB): 0.0025

-20

-40

-60 0 -45 Phase (deg) -90 -135 -180 10


-1

10

10 Frequency (rad/sec)

10

Gambar 3. Diagram Bode untuk referensi magnitude

27

DC Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : DC Gain = 10M(0)/20 dimana M(0) adalah nilai magnitude dari bode plot ketika j=0.

MO=0.0025; >> dcgain=10^(MO/20) dcgain = 1.0003 MO=0.0025; >> dcgain=10^(MO/20) dcgain = 1.0003

Bode Diagram 20

0 Magnitude (dB) System: G Frequency (rad/sec): 0.102 Magnitude (dB): 0.0025

-20

-40

-60 0 -45 Phase (deg) -90 -135 -180 10


-1

System: G Frequency (rad/sec): 4.97 Phase (deg): -89.3

10

10 Frequency (rad/sec)

10

Gambar 4. Diagram Bode untuk referensi phase 7. Natural Frequency yaitu :

n = -90

28

= 0.89
dimana -90 merupakan frekuensi pada phase plot saat -90 derajat

Damping ratio yaitu:

= K / (2*10(M-90/20))
dimana M-90 adalah nilai magnitude dari bode plot ketika phase -90 derajat

29

Anda mungkin juga menyukai