Anda di halaman 1dari 11

SISTEM KONTROL II

1. PENDAHULUAN
Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kontrol mempunyai kontribusi yang besar
terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya
komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana
adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu
sub sistem, yaitu kontroller.
Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal kesalahan, yaitu perbedaan
antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan sistem kontrol adalah
mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal setting. Semakin cepat
reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah
kinerja sistem kontrol yang diterapkan.
Apabila perbedaan antara nilai setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka kontroler
yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal
keluaran untuk mempengaruhi plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran
plant sampai diperoleh selisih antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin [Rusli,
1997].

2. Pengertian dari Proportional, Integral dan Derivative (PID)


PID Kontroller merupakan salah satu jenis pengatur yang banyak digunakan. Selain itu
sistem ini mudah digabungkan dengan metoda pengaturan yang lain seperti Fuzzy dan Robust.
Sehingga akan menjadi suatu sistem pengatur yang semakin baik gambar 1 merupakan sistem
Unity Feedback System yang sering digunakan sebagai dasar dari sistem PID.

Kontroller Plant

Gambar 1. Blok Diagram Unity Feedback System

1|UNIMAR AMNI
PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai berikut :

H(s) =

PID Kontroller sebenarnya terdiri dari 3 jenis cara pengaturan yang saling
dikombinasikan, yaitu P (Proportional) Kontroller, D (Derivative) Kontroller, dan I
(Integral) Kontroller. Masing-masing memiliki parameter tertentu yang harus diset untuk
dapat beroperasi dengan baik, yang disebut sebagai konstanta. Setiap jenis, memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Respon PID Kontroller terhadap perubahan konstanta


Close Loop Respon Rise Time Overshoot Settling Time SS Error
Perubahan
Kp Berkurang Naik Berkurang
Kecil
Ki Berkurang Naik Naik Dihapuskan
Perubahan Perubahan
Kd Berkurang Turun
Kecil Kecil

Parameter-parameter tersebut, tidak bersifat independen, sehingga pada saat salah satu nilai
konstantanya diubah, maka mungkin sistem tidak akan bereaksi seperti yang diinginkan.
Tabel di atas hanya dipergunakan sebagai pedoman jika akan melakukan perubahan
konstanta. Untuk merancang suatu PID Kontroller, biasanya dipergunakan metoda trial &
error. Sehingga perancang harus mencoba kombinasi pengatur beserta konstantanya untuk
mendapatkan hasil terbaik yang paling sederhana [1].

a. Metode Konvensional
Desain sebuah sistem kontrol, dimulai dengan membuat blok diagram sistem. Blok
diagram (yang berisi transfer function) tersebut selanjutnya akan dianalisa dengan
menggunakan aksi pengontrolan yang berbeda. Dengan perubahan sinyal input sehingga
perancang dapat melihat respon sistem jika mendapat input sinyal tertentu. Kombinasi
antara sinyal input dan jenis aksi pengontrolan ini akan menghasilkan respon yang berbeda-
beda.

2|UNIMAR AMNI
Dahulu untuk melihat respon suatu sistem dengan berbagai macam kombinasi sinyal input
dan aksi pengontrolan merupakan hal yang sulit dan membosankan. Adapun prosedur yang
harus dilalui adalah sebagai berikut [2]:
1. Mendapatkan transfer function sistem (dalam s-domain) dengan Transformasi
Laplace.
2. Menentukan jenis aksi pengontrolan beserta dengan konstantanya.
3. Menggabungkan transfer function yang sudah didapatkan dengan jenis aksi
pengontrolan.
4. Menentukan sinyal input yang akan dimasukkan (biasanya fungsi step, fungsi ramp dan
pulse) dan menggabungannya ke dalam transfer function yang baru.
5. Melakukan perhitungan invers Laplace Transform untuk mendapatkan fungsi dalam t-
domain.
6. Menggambar respon berdasarkan fungsi dalam t-domain.
Untuk melakukan langkah-langkah di atas diperlukan ketelitian yang tinggi dan hasil
penggambarannya sering kali kurang (tidak) akurat. Selain itu, jika perancang ingin
mengamati respon sistem terhadap sinyal input yang lain, maka proses-proses tersebut
sebagian besar akan diulang kembali. Hal ini bertambah kompleks jika perubahan yang
dilakukan tidak terbatas pada sinyal input, tetapi juga pada jenis aksi pengontrolannya.
Sehingga untuk mendapatkan respon dari berbagai macam kombinasi, membutuhkan
waktu yang relatif lama. Selain itu, perancang juga melakukan proses perhitungan yang
rumit dan membosankan.

b. Metode Simulasi Menggunakan Komputer


Perkembangan teori kontrol juga diikuti oleh software pendukungnya. Mulai dari
software untuk pemrograman sistem, sampai dengan software untuk proses simulasinya.
Salah satu software yang dapat dipergunakan untuk simulasi tersebut adalah MatLab dari
Mathworks, Inc.
Software ini dilengkapi dengan berbagai toolbox yang memudahkan pemakai untuk
melakukan perhitungan-perhitungan tertentu. Bahkan saat ini sudah dikembangkan toolbox
khusus untuk simulasi yang diberi nama Simulink. [2]

3|UNIMAR AMNI
Aplikasi MatLab dalam bidang pengaturan dilengkapi Control Toolbox. Toolbox ini
sudah dilengkapi dengan berbagai macam fungsi pendukung yang dipergunakan dalam
analisa sistem kontrol. Beberapa fungsi pendukung yang sering dipergunakan untuk
menganalisa suatu sistem adalah : feedback, step, rlocus, series, dll. Untuk menganalisa
suatu sistem, software hanya memerlukan masukan berupa transfer function yang ditulis
dalam Laplace Transform (dalam s-domain) atau matriks. Untuk selanjutnya, pemakai tinggal
memilih analisa yang akan dipergunakan. Tulisan ini akan membahas penggunaannya secara
khusus untuk merancang PID Controller pada suatu sistem.
Sebagai contoh, suatu sistem kontrol memiliki transfer function sebagai berikut :

H(s) =

Dengan kriteria perancangan sebagai berikut :


1. Memiliki rise time cepat
2. Overshoot sekecil mugkin
3. Tidak memiliki steady state error
Dari fungsi di atas, maka parameter-parameter yang dimasukkan berupa koefisien
pembilang dan penyebutnya. Biasanya dipergunakan variabel num untuk pembilang dan den
untuk penyebut. Kedua nama variabel tersebut tidak mutlak, jadi penggunaan nama variable
yang lain juga diperbolehkan. Setelah itu computer sudah siap untuk menganalisa sistem kontrol.
Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah memilih jenis input yang akan dimasukkan ke
dalam system. Input ini bias berupa step, pulse, rampe, sinus dan sebagainya.
Fungsi dasar yang sering digunakan dalam pemrograman adalah step, dengan syntax :

num = [1]
den = [1 10 20];
step (num,den)
title (‘Open Loop Response’)

Maka dari hasil program yang dilakukan akan didapatkan respon grafik sebagai berikut :

4|UNIMAR AMNI
Gambar 2. Respon Sistem dari Unit Step Input

Sistem diatas memiliki steady state error yang tinggi, yaitu 0,95. Sebab respon tertinggi
hanya didapatkan pada amplitude 0,005. System tersebut juga mempunyai rise time yang besar
sekitar 1,5 detik. Hal ini jelas kurang menguntungkan.
Untuk menghasilkan system kontrol yang bagus dibutuhkan system yang tertutup (close
loop system). Sistem ini mempunyai feedback yang akan membandingkan kondisi sebenarnya
dengan setting yang diberikan pada mesin.

2.1. Kontroller Proporsional


Kontroler proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal
kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya) [Sharon, 1992, 19].
Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroller proporsional merupakan
perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan
akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta
pengalinya.
Gambar 3 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran
setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan
(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan
mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga
setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

5|UNIMAR AMNI
Gambar 3. Diagram blok kontroler proporsional

Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan


konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional
(Gunterus, 1994, 6-24), sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan
terhadap sinyal kesalahan, Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan
secara prosentasi oleh persamaan berikut:

Gambar 4 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan yang
merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi, pita
proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang
dikuatkan akan semakin sempit[Johnson, 1988, 372].

Gambar 4. Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.

6|UNIMAR AMNI
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada
suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini :
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan
mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi [Pakpahan,
1988, 193].

2.2. Kontroller Integral


Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan
mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional
tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan
kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan
mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran kontroller
sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan(Rusli, 18,
1997). Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga
keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga
sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 5 [Ogata, 1997, 236] menunjukkan
contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller
integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.

7|UNIMAR AMNI
Gambar 5. Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit
kesalahan nol.

Gambar 6 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu
kontroller integral.

Gambar 6. Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar
7. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah
menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal
kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar (Johnson, 1993,
375).
Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini :
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral
cenderung memperlambat respon.

8|UNIMAR AMNI
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki (Johnson, 1993,
376).
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran kontroler (Guterus, 1994, 7-4).

Gambar 7. Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

2.3. Kontroller Diferensial


Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat
besar dan cepat. Gambar 8 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara
sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

Gambar 8. BlokDiagram kontroler diferensial

9|UNIMAR AMNI
Gambar 8 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroler
diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga tidak
mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik
(berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan
berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang
besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta
diferensialnya Td (Guterus, 1994, 8-4).

Gambar 8. Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:


1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler
tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. (Powel, 1994, 184).
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga kontroler ini
dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi
sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan,
memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem
(Ogata,, 1997, 240).
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai untuk
mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan

10 | U N I M A R A M N I
tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada
periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada
kontroler lain sebuah sistem (Sutrisno, 1990, 102).

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusli, Mohammad: 1997, Sistem Kontrol kedua, Malang: Teknik Elektro -Universitas
Brawijaya.
2. Fatchul Arifin, PID Controller, staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/fatchul-arifin-st-
mt-dr/pid-controller.pdf diakses pada 26 Maret 2020.
3. Chairuzzaini et al. https://www.elektroindonesia.com/elektro/tutor12.html. Diakses pada 26
Maret 2020.

11 | U N I M A R A M N I

Anda mungkin juga menyukai