Anda di halaman 1dari 39

NILAI KAPASITAS VITAL PARU DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK FISIK PADA ATLET BERBAGAI CABANG OLAHRAGA

Deasy Silviasari Madina, dr

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2007

ABSTRAK

Penelitian mengenai nilai kapasitas vital paru dan hubungannya dengan karakteristik fisik pada atlet berbagai cabang olahraga bertujuan untuk mengetahui jenis olahraga yang dapat meningkatkan kemampuan system pernapasan dan otot paru sehubungan dengan rehabilitasi penyakit paru. Data penelitian diambil dari Laporan Hasil Tes Medis Fungsional atlet Pelatda Jawa Barat PON XII/1989 dan PON XIII/1993 tahap I dan II, mengenai karakteristik fisik seperti umur, tinggi badan dan berat badan, serta data parameter fungsional seperti nilai kapasitas vital paru dan VO2 max atlet. Diperoleh hasil dari 30 cabang olahraga dengan jumlah 643 atlet, yaitu 389 atlet pria dan 254 atlet wanita yaitu rata-rata nilai kapasitas vital paru tertinggi pada atlet pria adalah dalam cabang olahraga bola voli ( 4402 ml), sedangkan pada atlet wanita adalah cabang olahraga bola basket ( 3314 ml). Hasil pengujian hubungan nilai kapasitas vital paru dengan umur dan VO2 max menunjukkan hubungan tidak bermakna, sedangkan dengan berat badan dan tinggi badan menunjukkan hubungan yang bermakna dan cukup kuat pada sebagian besar cabang olahraga. Kesimpulan yang didapat dalam penelititan ini, bahwa nilai kapasitas vital paru lebih dipengaruhi oleh karakteristik fisik seperti tinggi dan berat badan atlet daripada oleh olahraga yang dilakukan atlet tersebut.

ABSTRACT

An observation has been taken to find the lung vital capacity value in many branch of sport, and also to find branch of sport that can make respiratory system and respiratory muscle function better than before. The data were taken from the report on athlete functional medical test result in Pelatda Jawa Barat PON XII/1989 and PON XIII/1993 stage I and II, concerning physical characteristic such as age, height, weight and functional parameter data such as vital lung capacity and athletes VO2 max. The highest average of vital lung capacity in 30 branch of sport with total athlete 643, consist of 389 were male and 254 were female, on male athletes in volleyball ( 4402 ml), meanwhile for female athletes in basket ball ( 3314 ml). The examination resulted that there was no significant relation among vital lung capacity, age and VO2 max. However, weight and height presented that they have significant relation on mostly branch of sport. This research concluded that vital lung capacity value more reflected physical characteristic such as height and weight of athlete than the sport had been done by athlete.

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK . ABSTRACT . DAFTAR ISI BAB I ................................................................................................. i ii iii

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Identifikasi Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan ...................................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................ 1.5. Kerangka Pemikiran ................................................................ 1 2 3 3 3 5 6 6

1.6. Hipotesa ................................................................................... 1.7. Metode Penelitian ................................................................... ..................................................

1.8. Tempat dan Lama Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pernapasan ............................................................................... 2.1.1. Ventilasi paru................................................................. 2.1.1.1. Volume Paru..................................................... 2.1.1.2. Daya Kembang Paru (Compliance) . 2.1.2. Mekanisme Dasar Pengembangan dan Pengempisan Paru ....................................................... 2.1.3. Uji Fungsi Paru

7 7 8 8

8 10

2.1.3.1. Volume Paru .. 2.1.3.2. Kapasitas Paru 2.1.3.3. Makna dari Volume dan Kapasitas Paru . 2.2. Fisiologi Olahraga .. 2.2.1. Faal Paru dalam Olahraga .......................................... 2.2.2. Daya Tahan Jantung dan Pembuluh Darah .......................................................................... BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian ................................................................... 3.2. Metode Penelitian .................................................................. 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................

10 10 11 12 15

17

18 18 18 19

3.4. Analisis Data .......................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .. 4.1.1. Penelitian pada Atlet Pria 4.1.2. Penelitian pada Atlet Wanita ..................................... 4.1.3 Hubungan Nilai Kapasitas Vital Paru dengan Karakteristik Fisik dan VO2 max ............................... 4.2. Pembahasan 4.2.1 ........................................................................... ...................................................................

20 20 22

24 25 25 27

Atlet Pria

4.2.2. Atlet Wanita ............................................................... 4.2.3. Hubungan Nilai Kapasitas Vital Paru dengan Karakteristik Fisik dan VO2 max ...............................

28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................... 31 31 32

5.2. Saran ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pada masa sekarang ini, perkembangan penyakit di Indonesia telah berubah dari

penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif dan penyakit kronik, seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), seperti asma, bronkhitis kronik dan emfisema. Untuk rehabilitasi pasien dengan penyakit degeneratif dan penyakit paru kronik tersebut, telah banyak didirikan klub-klub kesehatan, seperti klub asma, klub jantung sehat, klub diabetes mellitus dan klub lainnya untuk preventif dan rehabilitasi penyakitnya, dan salah satu caranya yaitu dengan melakukan olahraga yang sesuai dengan penyakitnya. Olahraga bertujuan untuk memperbaiki potensi fisik, mengurangi pemberian obat-obatan, memperbaiki emosi, mengurangi kekambuhan dan menurunkan resiko kematian sebelum waktunya (Harrison, 1994). Pada orang sehat, olahraga juga memegang peranana yang cukup penting untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Olahraga untuk orang normal dapat meningkatkan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal. Pada saat berolahraga terjadi kerjasama berbagai otot tubuh yang ditandai dengan perubahan kekuatan otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan, koordinasi gerakan dan daya tahan (endurance) sistim kardiorespirasi (Russel, 1998). Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur VO2 max (ambilan oksigen maksimal), selain itu peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat

terlihat dengan mengukur nilai kapasitas vital paru yang lebih mudah dan lebih praktis daripada mengukur VO2 max. Peningkatan fungsi paru dapat dilihat juga dengan pengukuran kapasitas difusi paru. Pada penelitian Budhy Adriskanda, dkk tahun 1997, diketahui bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara kapasitas difusi dan kapasitas vital paru. Nilai kapasitas vital pria dewasa lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita. Nilai kapasitas vital paru juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik, seperti umur, tinggi badan dan berat badan (Yunus, 1997; Guyton & Hall, 1996). Atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian atas, nilai kapasitas vital parunya juga lebih tinggi daripada atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian bawah. Penelitian yang akan menggunakan data sekunder atlet ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai cabang olah raga mana yang diperkirakan dapat dilakukan oleh orang sehat atua pasien PPOK untuk meningkatkan nilai kapasitas vital paru. Penelitan ini juga berguna untuk melihat hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan umur, tinggi badan, berat badan dan VO2 max.

1.2.

Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan diteliti pada skripsi ini dibatasi:

1. Cabang olahraga apa yang dapat memiliki nilai kapasitas vital paling besar pada atlet pria maupun wanita? 2. Sejauh mana hubungan antara nilai kapasitas vital dengan karakteristik fisik yang mencerminkan anatomi tubuh dan VO2 max yang mencerminkan efektifitas latihan?

1.3.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cabang olahraga

terhadap nilai kapasitas vital paru atlet pria dan wanita, akibat latihan dan karakteristik fisik atlet.

1.4.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mendapatkan data mengenai nilai

kapasitas paru pada setiap cabang olahraga agar mampu memberikan masukan terhadap rehabilitasi penderita penyakit paru, terutama PPOK. Pengetahuan mengenai besarnya nilai kapasitas paru pada atlet diharapkan dapat juga dipergunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan fisik optimal untuk berprestasi.

1.5.

Kerangka Pemikiran Bila seseorang melakukan olahraga yang teratur sehingga menjadi terlatih, maka

akan terjadi peningkatan efisiensi pernapasan baik ventilasi, difusi maupun perfusi. Volume paru sejak masa anak-anak terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan perkembangan tubuh anak (Guyton & Hall, 1996). Volume paru ini mencapai nilai maksimal pada usia antara 19-21 tahun. Sesudah usia ini, volume paru mulai menurun sampai akhir kehidupan seseorang. Pada orang yang terlatih, penurunan fungsi paru lebih kecil dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih (Yunus, 1997). Pada sistem respirasi terjadi beberapa perubahan akibat latihan, yaitu peningkatan efisiensi ventilasi, yaitu jumlah udara yang ikut berventilasi dan berbagai nilai volume paru lebih besar pada orang yang terlatih (Yunus, 1997).

Menurut penelitian Budhy Adriskanda, dkk tahun 1997, nilai kapasitas vital paru orang Indonesia tidak terlatih adalah 3,6 liter, sedangkan orang Indonesia terlatih adalah 4,2 liter. Pengaruh olahraga adalah melatih otot pernapasan, meningkatkan kekuatan dan efisiensi otot (Cooper, 1977). Olahraga yang tepat pada rehabilitasi penyakit paru juga akan meningkatkan fungsi paru kembali, terutama olahraga yang menggunakan dan melatih otot pernapasan dan otot dada seperti M. Intercostalis, M. Scaleni, M. Latissimus dorsi, dll. Dengan peningkatan kekuatan otot pernapasan, akan terjadi peningkatan kapasitas dan volume paru (Patton, 1989). Berdasarkan konsumsi oksigen, olahraga dibagi menjadi: 1. Anaerobik, yaitu latihan yang menuntuk banyak oksigen tetapi selesai terlampau cepat sehingga tidak menghasilkan pengaruh latihan yang jelas, misalnya lari sprint, bersepeda cepat dan renang. 2. Aerobik, yaitu latihan yang menuntut oksigen cukup banyak serta berlangsung cukup lama untuk menghasilkan pengaruh latihan yang jelas, misalnya lari jarak jauh, renang, dan tenis (Cooper, 1977). Berdasarkan tipe dan intensitas performance latihan, olah raga dibagi menjadi 2 bagian dasar, yaitu: 1. Olah raga dinamik, yaitu olah raga yang menyebabkan perubahan pada panjang otot dan pergerakan sendi dengan kontraksi ritmis. 2. Olah raga statik, yaitu olah raga yang menyebabkan kontraksi isometrik (Mitchell dkk, 1994).

Dari semua jenis olah raga di atas, jenis aerobik merupakan olah raga yang paling banyak membutuhkan udara dalam waktu yang konstan, dan menyebabkan peningkatan kapasitas paru yang lebih besar pula. Penelitian pada atlet-atlet Inggris memberikan keterangan tentang VO2 max, yaitu pada atlet pria VO2 max paling besar yaitu pada cabang olah raga maraton (81,3 6,2 ml/kg/menit), sedangkan pada atlet wanita yaitu cabang olah raga lari 1500 3000 meter (66,4 4,8 ml/kg/menit). Peningkatan kapasitas paru terjadi hampir pada semua cabang olah raga aerobik. Pada penelitian Yamakama dan Ishiko tahun 1966, terlihat hubungan positif antara mendayung dengan nilai kapasitas vital atlet (Reilly, 1990).

1.6.

Hipotesa

1. Pada atlet pria maupun wanita jenis olah raga yang paling tinggi nilai kapasitas vital parunya adalah olah raga dinamik yang paling banyak menggunakan otot dada dan otot lengan. 2. Terdapat hubungan yang erat antara nilai kapasitas vital paru dengan umu, tinggi badan, berat badan dan VO2 max.

1.7.

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara retrospektif pada data Laporan Hasil Tes Medis

Fungsional Atlet Pelatda Jawa Barat PON ke XII/1989 serta PON XIII/1993 tahap I dan II.

Data dianalisis secara statistik. Pengujian hipotesa penelitian dilakukan melalui uji deskriptif dan korelasi dengan menggunakan komputer. Program yang dipergunakan adalah SPSS dan Lotus 123.

1.8.

Tempat dan Lama Penelitian Pengumpulan data dilakukan di bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran Jatinangor dari bulan April sampai bulan Mei 1998.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.9.

Pernapasan Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer

(West, 1974). Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (Guyton & Hall, 1996). Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernapasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfir 2. Diffusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah 3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel 4. Pengaturan ventilasi (Guyton & Hall, 1996)

2.1.1. Ventilasi Paru Ventilasi merupakan suatu proses pemindahan udara inspirasi ke dalam alveolar (Astrand, 1970). Ventilasi paru tersebut dipengaruhi oleh: 3. Volume paru 4. Resistensi terhadap aliran yang terjadi di dalam saluran nafas

5. Sifat elasitik atau daya kembang paru dan dinding dada (Sodeman, 1995) Pada saat beraktivitas, ventilasi meningkat pula sesuai dengan beratnya aktivitas tersebut (Astrand, 1970).

2.1.1.1. Ventilasi Paru Volume paru normal sangat dipengaruhi oleh ukuran sistem pernapasan dan usia. Volume paru pria juga lebih besar daripada wanita. Pada saat gerak badan, ambilan oksigen dapat mencapai 4 6 liter per menit dan volume udara inspirasi per menit dapat meningkat sampai dua puluh kali lipat. Keadaan ini dicapai dengan peningkatan volume tidal dan frekwensi pernapasan (Horisson, 1997).

2.1.1.2. Daya Kembang paru-paru (Compliance) Compliance atau daya kembang paru adalah perubahan volume per liter yang disebabkan oleh tiap perubahan satu unit cmHg (Astrand, 1970). Daya kembang paru juga tergantung pada ukuran paru. Jadi daya kembang bayi lebih kecil daripada orang dewasa, dan daya kembang orang yang berbadan kecil juga berbeda dengan daya kembang orang yang berbadan besar (Guyton & Hall, 1996).

2.1.2

Mekanisme Dasar Pengembangan dan Pengempisan Paru Paru-paru, baik pada saat ekspirasi maupun inspirasi, dapat dikembangkan dan

dikonstraksikan dengan dua cara, yaitu dengan gerakan turun dan naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil diafragma dan depresi dan elevasi costa untuk

meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dada (Guyton & Hall, 1996; Astrand, 1970). Pada pernapasan normal dan tenang biasanya hanya memakai gerakan dari diafragma. Selama inspirasi, kontraksi dari diafragma akan menarik permukaan bawah paru ke bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma akan berelaksasi dan sifat elastis daya lenting paru, dinding dada dan perut akan menekan paru-paru. Selama bernapas hebat, bagaimanapun tenaga elastik tidak cukup untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga perlu kontraksi otot perut, yang mendorong isi perut ke atas mendorong dasar dari diafragma (Guyton & Hall, 1996; Patton, 1989) Mekanisme kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga. Pengembangan paru ini karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah ke arah kolumna spinalis. Tetapi bila rangka iga dielevasikan, tulang iga dan sternum secara langsung maju menjauhi spinal, membentuk jarak anteroposterior dada 20% lebih besar selama inspirasi maksimal daripada ekspirasi. Oleh karena itu otot-otot yang meninggikan iga dapat diklasifikasikan sebagai otot inspirasi dan otot yang menurunkan iga sebagai otot ekspirasi. Otot yang paling penting untuk mengangkat iga adalah M. Intercostalis eksterna (Guyton & Hall, 1996).

2.1.3

Mekanisme Dasar Pengembangan dan Pengempisan Paru Uji fungsi paru terbagi atas dua kategori, yaitu uji yang berhubungan dengan

ventilasi paru dan dinding dada, serta uji yang berhubungan dengan pertukaran gas. Uji fungsi ventilasi termasuk pengukuran volume paru-paru dalam keadaan statis atau dinamis. Uji fungsi paru ini dapat memberikan informasi yang berharga mengenai

10

keadaan paru, walaupun tidak ada uji fungsi paru yang dapat mengukur semua kemungkinan yang ada. Metode sederhana untuk meneliti ventilasi paru adalah merekam volume pergerakan udara yang masuk dan keluar dari paru, dengan proses yang dinamakan spirometri, dengan menggunakan spirometer. Dari spirometri didapatkan dua istilah yaitu volume dan kapasitas paru (Guyton & Hall, 1996; Astrand, 1970).

2.1.3.1. Volume Paru Berdasarkan gambar di atas, volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali pernapasan normal. Besarnya 500 ml pada rata-rata orang dewasa. 2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya mencapai 3000 ml. 3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya 1100 ml. 4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya 1200 ml (Guyton & Hall, 1996; Astrand, 1970).

2.1.3.2. Kapasitas Paru Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang

11

mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum. 2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume residu. Besarnya 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal. 3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya. 4. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya 5800 ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (Guyton & Hall, 1996; Astrand, 1970). Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita 20 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton & Hall, 1996).

2.1.3.3. Makna dari Volume dan Kapasitas Paru Pada orang normal volume udara dalam paru bergantung pada bentuk dan ukuran tubuh. Posisi tubuh juga mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila berbaring, dan meningkat bila berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua factor, yaitu kecenderungan isi abdomen menekan ke atas melawan diafragma pada posisi berbaring dan peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring, yang berhubungan

12

dengan pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru (Guyton & Hall, 1996; Astrand, 1970). Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah bentuk anatomi tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernapasan dan pengembangan paru dan rangka dada (Compliance paru). Penurunan kapasitas paru dapat disebabkan oleh kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada penyakit poliomyelitis atau cedera saraf spinal, berkurangnya compliance paru, misalnya pada penderita asma kronik, tuberkulosa, bronchitis kronik, kanker paru dan pleuritis fibrosa dan pada penderita penyakit bendungan paru, misalnya pada payah jantung kiri (Guyton, 1994).

1.10.

Fisiologi Olahraga Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan bagian-

bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu amalan (Applied Science) merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Definisi ilmu kedokteran olahraga menurut A. Venerando (1975) adalah Aplikasi ilmu kedokteran pada olahraga dan aktivitas fisik umumnya, agar didapat keuntungan segi preventif dan kemungkinan terapoetis dari berolahraga untuk mempertahankan keadaan sehat dan menghindari setiap keadaan yang berhubungan dengan kelebihan atau kekurangan latihan fisik (Karhiwikarta, 1978). Fisiologi olahraga sebagai salah satu disiplin kedokteran berusaha untuk mempelajari efek latihan terhadap tubuh, mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia dapat diperbaiki dengan latihan, mempelajari metoda yang paling sesuai untuk menilai

13

perbedaan parameter fisik dan fisiologis dan mempelajari bermacam-macam tes yang cocok untuk mengukur keadaan kesegaran jasmani (Giam, 1993). Berdasarkan tipe dan intensitas performance latihan, olahraga dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: 1. Olahraga dinamik, yaitu olahraga yang menyebabkan perubahan pada panjang otot dan pergerakan sendi dengan kontraksi ritmis, tetapi hanya terjadi sedikit perubahan pada kekuatan intramuskular. 2. Olahraga static, yaitu olah raga yang menyebabkan perubahan kekuatan intramuskular, tetapi tidak terjadi atau hanya terjadi sedikit perubahan panjang otot dan pergerakan sendi (Mitchell dkk, 1994). Olahraga dinamik dengan melibatkan banyak otot menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen. Sedangkan olahraga static hanya menyebabkan sedikit peningkatan dalam kebutuhan oksigen.

14

Tabel 2.1. Klasifikasi olahraga berdasarkan komponen stati dan dinamik selama pertandingan (Mitchell dkk, 1994) DINAMIK RENDAH STATIK RENDAH Biliar Bowling Golf DINAMIK SEDANG Baseball Softball Tenis meja Volleyball DINAMIK TINGGI Badminton Ski cross-country Lomba jalan cepat Lari jarak jauh Sepak bola Squash Tenis (single) STATIK SEDANG Diving Balap motor Lari (sprint) Surfing Basketball Lari jarah menengah Renang STATIK TINGGI Senam Karata/judo Layar Mendaki gunung Ski air Angkat berat Binaraga Gulat Tinju Balap sepeda Dayung

15

2.2.1. Faal Paru dalam Olahraga Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik. Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru (Yunus, 1997) Daya tahan kardiorespirasi, yaitu kesanggupan jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh, dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiologis, antara lain: 1. Keturunan/genetik Dari penelitian diketahui bahwa 93,4% VO2 max ditentukan oleh faktor genetik. Hal ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal. 2. Usia Daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada usia 20 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 19 21 tahun. Sesudah usia ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Penurunan ini terjadi karena paru, jantung dan pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan melakukan olahraga aerobik secara teratur. 3. Jenis kelamin Sampai usia pubertas, daya tahan kardiorespirasi antara anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15 25% dari pria. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin dan kapasitas paru.

16

4. Aktivitas fisik Daya tahan kardiorespirasi ana menurun 17 27% bila seseorang beristirahat di tempat tidur selama 3 minggu. Jenis latihan juga mempengaruhi. Orang yang melakukan olahraga lari jarak jauh, daya tahan kardorespirasinya meningkat lebih tinggi dibandingkan orang yang berolahraga senam atau anggar (Yunus, 1997). Latihan fisik akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relative sama besar, tetapi orang yang berlatih bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih efektif kerjanya (Yunus, 1997). Pada orang yang dilatih selam beberapa bulan terjadi perbaikan pengaturan pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar asam laktat darah, yang seimbang dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh. Latihan fisik akan mempengaruhi organ sedemikian rupa sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja maksimum yang dicapai lebih besar. Factor yang paling penting dalam perbaikan kemampuan pernapasan untuk mencapai tingkat optimal adalah kesanggupan untuk meningkatkan capillary bed yang aktif, sehingga jumlah darah yang mengalir di paru lebih banyak, dan darah yang berikatan dengan oksigen per unti waktu juga akan meningkat. Peningkatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen (Yunus, 1997). Penurunan fungsi paru orang yang tidak berolahraga atau usia tua terutama disebabkan oleh hilangnya elastisitas paru-paru dan otot dinding dada. Hal ini

17

menyebabkan penurunan nilai kapasitas vital dan nila forced expiratory volume, serta meningkatkan volume residual paru (Wilmore & Costill, 1994).

2.2.2. Daya Tahan Jantung dan Pembuluh Darah Pada waktu aktivitas fisik diperlukan tambahan oksigen dan nutrisi yang adekuat. Agar tambahan oksigen dan nutrisi dapat terpenuhi diperlukan aliran darah yang cukup. Sebagai reaksi terhadap gerakan dan kerja terjadi perubahan pengambilan oksigen oleh tubuh yang melibatkan penambahan fungsi paru-paru dan curah jantung serta peningkatan jumlah oksigen yang diambil oleh jaringan (Guyton, 1994). Kemampuan kerja yang terkuat dibatasi oleh jumalh maksimal O2 yang dapat dihantarkan dari paru-paru ke otot. Jumlah pengambilan O2 yang maksimal ini disebut VO2 max atau kapasitas aerobic yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan kebugaran jasmani (Astrand, 1970). VO2 max erat hubungannya dengan sistem transportasi oksigen. Kenaikan VO2 max disebabkan oleh kenaikan isi sekuncup serta bertambahnya densitas kapiler otot rangka yang cenderung meningkatkan ekstraksi oksigen dari darah oleh otot rangka (Adirkanda dkk, 1997). Dari penelitian Budhy Adriskanda, Faisal Yunus dan Budiman Setiawan tahun 1997, diketahui bahwa nilai VO2 max pada pria Indonesia dengan menggunakan alat ergonometer sepeda dengan teknik pengukuran Astrand sebesar 39,4 ml/KgBB/menint, sedangkan pada pria Indonesia yang terlatih sebesar 50,8 ml?KgBB/menit. VO2 max tertinggi dijumpai pada atlet-atlet yang berkompetisi dan berlatih dengan latihan-latihan endurans (Adriskanda dkk, 1997).

18

BAB III SUBYEK DAN METODE PENELITIAN

1.11.

Subyek Penelitian Data penelitian ini diambil dari Laporan Hasil Tes Medis Fungsional Atlet

Pelatda Jawa Barat PON XII/1989 serta PON XIII/1993 tahap I dan II. Sampel yang dipakai diambil dari 30 cabang olahraga.

1.12.

Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah survey terhadap data sekunder keadaan kesehatan

atlet dari Jawa Barat yang akan bertanding pada PON XII dan XIII dengan cara retrospektif. Semua data kesehatan atlet cabang olahraga yang bersangkutan dicatat, dikumpulkan, ditinjau serta dianalisa. Data yang diambil adalah cabang olahraga, jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, kapasitas vital dan VO2 max atlet tersebut.

1.13.

Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dilakukan di bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran dari bulan April sampai bulan Mei 1998.

19

1.14.

Analisis Data Data dianalisis secara statistic. Pengujian hipotesa penelitian dilakukan melalui uji

deskriptif dan korelasi dengan menggunakan computer. Program yang dipergunakan adalah Lotus 123 dan SPSS. Dilakukan analisis dari variabel yang diketahui untuk mengetahui hubungan antara variabel. Korelasi antara kedua variable dinyatakan sebagai berikut: Bila koefisien korelasi 0 0,25 0,25 0,50 0,50 0,75 0,75 1 (Tjokronegoro & Sudarsono, 1986). berarti tidak ada korelasi berarti korelasi remah berarti korelasi cukup berarti korelasi kuat

20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil data sekunder Laporan Hasil Tes Medis Fungsional Atlet Pelatda Jawa Barat PON XII/1989 serta PON XIII/1993 tahat I dan II, diambil sample sebanyak 643 atlet, dengan perincian 389 atlet pria dan 254 atlet wanita dari 30 cabang olahraga.

1.15.

Hasil Penelitian

4.1.1. Penelitian pada Atlet Pria Dari 389 atlet pria yang mengikuti pemeriksaan kesehatan didapatkan data yang dapat dilihat pada table 4.1. Dari table tersebut cabang olahraga dengan nilai kapasitas vital paru terbesar adalah cabang bola voli, dan nilai kapasitas vital paru yang bedanya bermakna secara statistic dengan cabang bola voli adalah cabang atletik, angkat besi & binaraga, judo, kempo, layar, menembak, panahan, senam, tenis lapangan dan tenis meja. Cabang olahraga yang perbedaan nilai kapasitas vital parunya tidak bermakna secara statistic dengan cabang bola voli adalah cabang anggar, badminton, balap sepeda, basket, bowling, dayung, hoki, karate, renang, sepak bola, sepak takraw, silat, ski air, soft ball, taekwondo, terbang laying, terjun payung dan tinju.

21

Tabel 4.1. Karakteristik Fisik dan Nilai Kapasitas Vital Paru pada Kelompok Penelitian Pria
No Cabang Olahraga Atletik Anggar Angkat Besi & Binaraga Badminton Balap Sepeda Bola Basket Bola Voli Bowling Dayung Gulat Hoki Judo Karate Kempo Layar Menembak Panahan Renang Senam Sepak Bola Sepak Takraw Silat Ski Air Softball Taekwondo Tenis Lapangan Tenis Meja Terbang Layang Terjun Payung Tinju n Rata-rata Umur (Tahun) 23 ef 30 fgh 24 ef 21 bcde 19 abcd 22 de 22 cde 42 j 22 cde 26 fgh 21 ef 24 ef 26 fg 23 ef 21 bcde 33 i 29 gh 16 a 18 ab 21 bcde 24 bcdefgh 24 ef 24 def 23 ef 20 abcd 18 abc 22 def 25 cdefgh 29 h 23 def Rata-rata Tinggi Badan (cm) 170 efg 167 cdefg 164 abcd 168 abcdefg 165 abcde 176 hi 180 i 163 abcdef 170 fg 168 defg 164 abcd 168 cdefg 168 defg 166 abcdef 161 ab 163 abc 163 abcd 168 cdefg 161 a 168 defg 164 abcdefg 167 bcdefg 167 abcdefg 167 def 172 gh 162 abcdef 162 abc 170 cdefgh 165 abcdef 167 abcdefg Rata-rata Berat Badan (Kg) 63 cdef 58 abcd 70 gh 62 bcdefgh 57 abcd 68 efgh 70 fgh 67 bcdefgh 63 cdef 72 h 57 abcd 67 defgh 68 efgh 58 abcd 55 ab 60 abcd 54 ab 64 bcdefgh 56 abc 62 bcdef 56 abcdef 63 abcdefgh 62 abcdefg 61 bcde 66 defgh 53 abcd 53 a 66 abcdefgh 62 abcdefg 61 abcdef Rata-rata Kapasitas Vital (ml) 3662 abcd 3991 bcdef 3602 abcd 3650 abcdefg 4028 bcdefg 4179 efg 4402 g 3622 abcdefg 4254 efg 3881 bcdefg 3801 abcdefg 4038 bcdefd 3993 bcdefg 3677 abcde 3301 ac 3500 abcd 3405 abc 4326 efg 3720 abcdef 4281 fg 4193 abcdefg 3948 cdefg 3722 abcdefg 3989 defg 3961 bcdefg 3420 abcdef 3264 a 4220 bcdefg 3847 abcdefg 4006 bcdefg Rata-rata VO2 max (ml/KgBB/ menit) 50 fghijk 47 cdefghij 41 bcde 59 kl 61 l 52 hijk 49 efghijk 23 a 56 kl 44 bcdeg 54 b 45 bcdefghij 47 defghij 45 bcdefghj 44 bcdefgj 38 abce 44 bcdefghij 53 jkl 42 bcdefg 53 ijkl 54 efghijkl 47 efghijk 36 abe 44 bcdefg 52 ghijkl 52 defghijkl 51 ghijk 35 ab 37 abe 49 defghijk

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

20 13 24 6 13 21 12 4 18 22 13 9 21 12 14 15 11 10 11 21 3 9 8 28 11 4 13 3 10 10

Keterangan : Huruf yang sama pada satu lajur menunjukkan perbedaan tidak nyata dengan uji jarak berganda Duncan dengan P<0,05.

22

4.1.2. Penelitian pada Atlet Wanita Dari 254 atlet wanita yang mengikuti pemeriksaan kesehatan didapatkan data yang dapat dilihat pada table 4.2. Dari Tabel tersebut cabang olahraga dengan nilai kapasitas vital paru terbesar adalah cabang bola basket, dan nilai kapasitas vital paru yang perbedaannya bermakna secara statistik dengan cabang bola basket adalah cabang atletik, anggar, angkat besi & binaraga, badminton, balap sepeda, bowling, hoki, judo, kempo, menembak, panahan, senam, taekwondo, tenis lapangan dan tenis meja. Cabang olarraga dengan perbedaan nilai kapasitas vital paru tidak bermaksa secara statistik dengan bola basket adalah cabang bola voli, dayung, karate, renang, silat, softball dan terjun payung.

23

Tabel 4.2. Karakteristik Fisik dan Nilai Kapasitas Vital Paru pada Kelompok Penelitian Wanita
No Cabang Olahraga Atletik Anggar Angkat Besi & Binaraga Badminton Balap Sepeda Bola Basket Bola Voli Bowling Dayung Hoki Judo Karate Kempo Menembak Panahan Renang Senam Silat Softball Taekwondo Tenis Lapangan Tenis Meja Terjun Payung n Rata-rata Umur (Tahun) 23 ef 24 f 20 cde 20 bcdef 17 abcd 21 cdef 21 cdef 45 h 21 cdef 23 f 23 ef 22 def 23 ef 32 g 24 f 14 ab 13 a 21 cdef 22 ef 18 bc 17 abc 24 ef 21 cdef Rata-rata Tinggi Badan (cm) 158 cdf 156 bcdf 154 bc 156 bcdef 156 bcdef 162 ef 167 g 154 bcd 163 f 155 bc 157 bcdf 157 bcd 153 b 156 bcdf 157 bcdef 157 bcdf 146 a 155 bcdf 160 def 154 bcdef 156 bcdf 155 bc 158 bcdef Rata-rata Berat Badan (Kg) 53 bc 50 b 60 de 55 bcd 49 b 54 bc 61 e 69 f 65 ef 51 b 59 cde 55 bcde 52 b 52 bcd 53 bcde 50 b 37 a 51 bc 54 bc 48 b 47 b 48 b 54 bcde Rata-rata Kapasitas Vital (ml) 2599 cd 2878 defg 2751 cdf 2644 bcdef 2780 cdefg 3314 h 3223 gh 1888 a 3146 fgh 2653 cd 2842 defg 2937 defgh 2745 cdef 2539 bcd 2525 bcd 3135 fgh 2133 a 2800 defgh 3091 efgh 2882 cdefg 2455 acd 2334 ac 3030 defgh Rata-rata VO2 max (ml/KgBB/ menit) 45 bcdef 49 ef 37 ab 54 f 50 cdef 50 def 47 cdef 53 abc 48 abcdef 48 def 35 a 45 abcdef 38 abce 39 abcde 46 abcdef 52 f 62 f 48 abcdef 48 def 38 abcde 44 abcdef 50 ef 38 abcde

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

17 9 18 5 5 18 18 5 9 28 9 11 11 7 6 8 9 5 27 8 6 9 6

Keterangan : Huruf yang sama pada satu lajur menunjukkan perbedaan tidak nyata dengan uji jarak berganda Duncan.

24

4.1.2. Hubungan Nilai Kapasitas Vital Paru dengan karakteristik fisik dan VO2 max Tabel 4.3. Hubungan Nilai Kapasitas Vital Paru dengan karakteristik fisik dan VO2 max No 1. 2. Pria Wanita Koefisien Korelasi dengan Nilai Kapasitas Vital Paru Umur 0,0385 - 0,0655 Tinggi Badan 0,5493 ** 0,6325 ** Berat Badan 0,5073 ** 0,3757 ** VO2 max - 0,0293 0,0145

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atlet pria: Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan umur tidak bermakna (koefisien korelasi = 0,0385) Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan tinggi badan bermakna (koefisien korelasi = 0,5493 dengan P<0,01) Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan berat badan barmakna (koefisien korelasi = 0,5073 dengan P<0,01) Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan VO2 max tidak bermakna (koefisien korelasi = - 0,0293)

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atlet wanita: Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan umur tidak bermakna (koefisien korelasi = - 0,0655) Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan tinggi badan bermakna (koefisien korelasi = 0,6325 dengan P<0,01)

25

Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan berat badan barmakna (koefisien korelasi = 0,3757 dengan P<0,01)

Hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan VO2 max tidak bermakna (koefisien korelasi = 0,0145)

1.16.

Pembahasan

4.2.1. Atlet Pria Berdasarkan penelitian Budhy Adriskanda, Fasial Yunus dan Budiman Setiawan tahun 1997 diketahui bahwa nilai kapasitas vital paru orang yang terlatih adalah 4,2 liter. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa atlit dengan nilai kapasitas vital paru lebih atau sama dengan 4,2 liter adalah pada cabang olahraga bola voli, renang, dayung, sepak bola dan terbang layang. Berdasarkan penelitian Tim Pneumobile Project Indonesia tahun 1992 terhadap pria tidak terlatih, diketahui bahwa nilai kapasitas vital paru atlet dari Tabel 4.1. sebagian besar berada diatas standar pria tidak terlatih. Pada atlet pria nilai kapasitas vital paru paling besar terdapat pada cabang olahraga bola voli dengan rata-rata nilai kapasitas vital paru 4402 ml. Hal ini dipengaruhi oleh rata-rata tinggi badan atlet yang mencapai 180 cm dengan rata-rata berat badan 70 kg. Olahraga bola voli juga merupakan cabang olahraga yang banyak menggunakan otot lengan dan merupakan olahraga dinamik sedang-statik rendah (Mitchell dkk, 1984). Atlet pada olahraga bola voli harus mempunyai stamina yang tinggi karena waktu permainan yang panjang. Atlet bola voli juga harus mempunyai kecepatan yang tinggi dan banyak menggunakan otot tangan untuk menahan, memukul bola dan gerakan lainnya. Berdasarkan penelitian Nakamura, Mutoh dan Miyashita tahun 1986,

26

terhadap atlet Jepang diketahui bahwa atlet cabang bola voli mempunyai kekuatan otot yang cukup tinggi dibandingkan dengan atlet cabang olahraga lain pada usia yang sama (Reilly, 1990). Cabang olahraga yang perbedaan nilai kapasitas vital parunya tidak bermakna secara statistik dengan bola voli sebagian besar merupakan olahraga jenis dinamik sedang dan tinggi. Sedangkan cabang olahraga yang perbedaan nilai kapasitas parunya bermakna secara statistik dengan bola voli sebagian besar merupakan olahraga jenis statik tinggi. Cabang renang mencapai rata-rata nilai kapasitas vital paru 4326 ml dengan rata-rata tinggi badan atletnya 168 cm dan rata-rata berat badan 64 kg. Tingginya nilai kapasitas vital paru atlet renang ini karena renang merupakan salah satu cabang olahraga yang menggerakkan seluruh otot tubuh termasuk juga otot pernapasan seperti M. Sternocleidomastoideus dan M. Rectis abdominis (Reilly, 1990). Renang termasuk ke dalam olahraga dinamik tinggi statik sedang dengan perbedaan nilai kapasitas vital paru yang tidak bermakna dengan bola voli. Cabang dayung mencapai rata-rata nilai kapasitas vital paru 4254 ml dengan rata-rata tinggi badan 170 ml dan rata-rata berat badan 63 kg. Nilai kapasitas vital paru atlet dayung dipengaruhi oleh gerakan tangan membuka rongga dada dengan menggunakan otot dada dan otot lengan. Gerakan tersebut menyebabkan pelebaran rongga dada sehingga paru-paru mengembang lebih maksimal. Menurut penelitian Yamakama dan Ishiko tahun 1966 diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penampilan atlet dayung dengan kekuatan otot genggaman tangan, lengan, punggung dan kaki. Penelitian tersebut juga menunjukkan hubungan yang positif antara penampilan dayung dengan nilai kapasitas vital paru atletnya. Sedangkan penelititan

27

Secher tahun 1983 menunjukkan bahwa nilai kapasitas vital atlet dayung ada yang mencapai 6,8 liter (Reilly, 1990). Dayung termasuk olahraga dinamik tinggi-statik tinggi dan nilai kapasitas vital parunya tidak berbeda secara statistik dengan bola voli. Cabang olahraga yang mencapai nilai kapasitas vital paru diatas 4200 ml, yaitu cabang bola voli, renang, dayung dan terbang layang adalah olahraga yang banyak melibatkan otot tangan dan dada.

4.2.2. Atlet Wanita Pada atlet wanita nilai rata-rata kapasitas vital paru yang paling tinggi terdapat pada cabang olahraga basket, yaitu 3314 ml dengan rata-rata tinggi badan 162 cm dan rata-rata berat badan 54 kg. Tingginya nilai kapasitas vital disebabkan oleh tinggi badan atlet tersebut. Pada basket, sebagian besar gerakkannya adalah lari, dan sangat memerlukan otot lengan yang kuat untuk membawa bola (Reilly, 1990). Basket merupakan cabang olahraga dinamik tinggi-statik sedang. Cabang olahraga yang perbedaan nilai kapasitas vital parunya tidak bermakna secara statistik dengan bola basket sebagian besar merupakan olahraga jenis dinamik sedang dan tinggi. Sedangkan cabang olahraga yang perbedaan nilai kapasitas parunya bermakna secara statistik dengan bola basket sebagian besar merupakan olahraga jenis statik tinggi. Dayung merupakan nilai rata-rata kapasitas vital paru 3146 ml dengan rata-rata tinggi badan 163 cm dan rata-rata berat badan 65 kg. Tingginya nilai kapasitas vital atlet tersebut disebabkan oleh tinggi badan atlet dan grakan olahraga dayung yang

28

menarik tangan kebelakang dan membuka rongga dada lebih besar. Dayung termasuk olahraga dinamik tingg-statik tinggi. Renang merupakan cabang olahraga dengan rata-rata nilai kapasitas paru 3135 ml, dengan rata-rata tinggi badan 157 cm dan rata-rata berat badan 50 kg. Tingginya nilai kapasitas vital paru atlet renang lebih disebabkan oleh latihan otot pernapasan yang dilakukan atlet tersebut. Renang merupakan olahraga dinamik tinggi-statik rendah. Rata-rata nilai kapasitas vital paru paling rendah terdapat pada atlet wanita cabang olahraga bowling, yaitu 1888 ml dengan rata-rata tinggi badan 154 cm dan rata-rata berat badan 69 kg. Rendahnya nilai kapasitas vital paru atlet tersebut disebabkan karena usia atlet bowing yang mencapai 44,6 tahun, lagi pula bowling merupakan olahraga dengan aktivitas fisik yang rendah walaupun banyak menggunakan otot tangan. Bowling merupakan cabang olahraga dinamik rendah-statik rendah. Sebagian besar atlet wanita dari tabel 4.2. mempunyai rata-rata nilai kapsaitas vital paru yang lebih besar daripada hasil penelitian Tim Pneumobile Project Indonesia terhadap wanita tidak terlatih. Atlet dengan rata-rata nilai kapasitas vital paru diatas 3000 ml terdapat pada cabang olahraga bola basket, bola voli, dayung, renang, softball dan terjun payung. Olahraga tersebut merupakan olahraga yang banyak menggunakan otot lengan dan dada.

4.2.3. Hubungan Nilai Kapasitas Vital Paru dengan karakteristik Fisik Dari hasil uji korelasi terhadap semua cabang olahraga diketahui bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara nilai kapasitas vital paru dengan tinggi badan dan berat badan atlet baik pria ataupun wanita. Korelasi yang cukup kuta tersebut menunjukkan

29

bahwa nilai kapasitas vital atlet semakin tinggi bila atlet tersebut memiliki tinggi badan dan berat badan yang besar. Nilai kapasitas vital paru pada dasarnya dipengaruhi oleh bentuk anatomi tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernapasan serta pengembangan paru dan otot dada (Guyton, 1994). Koefisien korelasi nilai kapasitas vital paru dengan umur yang menunjukkan hasil yang positif menunjukkan bahwa nilai kapasitas vital paru semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal tersebut disebabkan oleh umur atlet pria yang terutama berada pada masa pertumbuhan. Sedangkan hasil yang negatif pada atlet wanita terutama disebabkan karena pertumbuhan wanita yang sudah mulai melambat pada masa tersebut. Sampai masa pubertas, daya tahan kardiorespirasi anak perempuan dan anak laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah usia tersebut nilai daya tahan kardiorespirasi pada wanita lebih rendah 15 25% dari pria (Yunus, 1997). Nilai VO2 max pada pria bernilai negatif, sedangkan pada wanita bernilai positif. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh latihan yang telah dilakukan atlet tersebut. Bila dari tabel 4.1. dihitung rata-rata nilai VO2 max atlet pria didapat hasil 46,83 ml/KgBB/menit untuk setiap atlet, sedangkan pada atlet wanita didapat hasil 46,2 ml/KgBB/menit, padahal seharusnya nilai VO2 max atlet wanita 15 25% lebih rendah daripada atlet pria. Hal tersebut menunjukkan intensitas latihan atlet wanita yang lebih tinggi daripada atlet pria. Rendahnya nilai koefisien korelasi VO2 max juga menunjukkan bahwa nilai kapasitas vital paru atlet-atlet diatas terutama dipengaruhi oleh karakteristik fisik daripada oleh olahraga yang dilakukan atlet tersebut.

30

Tidak bermaknanya korelasi antara nilai kapasitas vital paru dan VO2 max memperlihatkan bahwa tingginya nilai kapasitas vital paru pada seseorang tidak selalu disertai oleh tingginya nilai VO2 max, serta sebaliknya. Sehingga untuk menilai fungsi paru dan daya tahan kardiorespiratori pengukuran kapasitas vital paru atau VO2 max saja tidak dapat memberikan hasil yang tepat. Hal yang menyebabkan tidak bermaknanya hubungan antara nilai kapasitas vital paru dengan VO2 max tampaknya karena data yang diambil sebagian besar berasal dari pemeriksaan tahap I, dimana atlet baru saja masuk ke pelatnas dan belum menjalani latihan yang intensif. Bila atlet diperiksa kembali setelah menjalan pelatihan yang intensif, diharapkan terjadi peningkatan nilai kapsitas vital paru dan VO2 max atlet tersebut.

31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.17.

Kesimpulan

1. Pada atlet pria nilai kapasitas vital paru yang tinggi terlihat pada cabang olahraga bola voli, renang, dayung, sepak bola, terbang layang, sepak takraw, basket, judo, balap sepeda dan tinju. Cabang olahraga tersebut merupakan olahraga dinamik sedang sampai tinggi. Pada atlet wanita nilai kapasitas vital paru yang tinggi terdapat pada cabang olahraga layar, basket, volley ball, dayung, renang, softball dan terjun payung. Cabang olahraga tersebut merupakan olahraga dinamik sedang sampai tinggi. 2. Tingginya nilai kapasitas vital paru tersebut terutama berhubungan erat dengan karakteristik fisik atlet, terutama tinggi badan dan berat badan atlet tersebut. Umur dan VO2 max atlet tidak menunjukkan hubungan dengan nilai kapasitas vital paru, kecuali pada cabang olahraga tertentu.

1.18.

Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh gerakan yang dilakukan pada

olahraga tertentu dengan karakteristik fisik atlet yang seragam, dalam meningkatkan nilai kapasitas vital paru atlet agar dapat dijadikan rekomendasi dalam rehabilitasi fungsi paru penderita penyakit paru, terutama penyakit asma.

32

DAFTAR PUSTAKA

Astrand. 1970. Text Book of Work Physiology. New York : McGraw-Hill. Hal : 187 216. Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan, B. 1997. Perbandingan nilai kapasitas Difusi paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 76 83. Bambang, D. Ikhsan, M. 1997. Terapi fisik pada rehabilitasi PPOK. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 106 112. Bates. 1989. Respiratory Function of in Disease. New York : WB Saunders Company. Page : 1 49. Breunwald, E. 1994. Disorder of The Respiratory System. Dalam Harrison. 1994. Principles of Internal Medicine. Thirteenth Edition. New York : McGraw-Hill. Page : 1145 1147, 1202. Cooper, K. 1980. Aerobics. Jakarta : Gramedia. Hal : 12 44, 186 193. Giam, K. Teh, C. 1992. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal : 1 13, 34 -35. Guyton, Hall. 1996. Text Book of Medical Physiology. New York : W B Saunders Company. Page 477 545. Guyton. 1994. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi ke-7. Jakarta : EGC. Hal. 149 166, 202 204. Karhiwikarta, W. 1978. Ilmu Faal Olahraga. Bandung : Lab Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Umum Universitas Padjadjaran. Metzger, L.F. Altose, M.D. Fishman, A.P. 1980. Evaluation of Pulmonary Performance dalam Fishman A.P. Pulmonary Disease and Disorders. New York : McGrawHill. Page : 1754, 1757 1758. Mitchell, Haskell & Raven. 1994. Classification of sport. Medicine & Science in Sport and Exercise, Official Journal of The American Collage of Sport Medicine. New York : William & Wilkins. Patton, H. 1989. Textbook of Physiology. Philadelphia : WB Saunders Company. Page : 992 998.

33

Reilly, T. Secher, N. Snell, P. Williams, C. 1990. Physiology of Sport. London : E&FN Spon. Page : 3 41, 217 286, 337 370, 427 464. Russel, R. 1989. Swimming for Life. London : Penguin Group. Page : 7 42, 50 53. Sodeman, 1995. Patofisiologi. Edisi ke-7. Jakarta : Hipokrates. Hal : 62 67. West. 1974. Respiratory Phyisiology. New York : Wilkins and Wilia. 13 22, 113 144. Wilmore, J. Costill, D. 1994. Physiology of Sport and Exercise. New York : Human Kinetics. 192 208, 217, 226 236. Yunus, F. 1997. Latihan dan pernapasan. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 68 69. Yunus, F. 1997. Faal Paru dan olahraga. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 100 105.

Anda mungkin juga menyukai