Anda di halaman 1dari 4

LITERATURE REVIEW DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu II Mata Kuliah BSRN III

D I S U S U N
Oleh

DESSY ANGGHITA SA10017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG 2011

Penyakit DBD atau dengue hemorrhagic fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit DBD sering salah di-diagnosis dengan penyakit lain seperti tifoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus Dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat tanpa atau tidak jelas gejalanya. Pasien DBD juga sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare, mirip dengan gejala penyakit infeksi lain. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue. Gejala-gejala DBD sendiri adalah antara lain, Demam tinggi (38-40 C) yang berlangsung 2 sampai 7 hari sakit kepala rasa sakit yang sangat besar pada otot dan persendian bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah pendarahan pada hidung dan gusi mudah timbul memar pada kulit shock yang ditandai oleh rasa sakit pada perut, mual, muntah, jatuhnya tekanan darah, pucat, rasa dingin yang tinggi terkadang disertai pendarahan dalam tubuh. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil, Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi hingga siang. Orang yang berisiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia. Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu). Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya : 1. Paracetamol membantu menurunkan demam 2. Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare

3. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder Lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah : 1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14). 3. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion). 4. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Metode pencegahan DBD diatas sangat sesuai dengan jurnal yang saya temukan, dimana pada suatu wilayah di Indonesia dilakukan penelitian mengenai pemberantasan jentik nyamuk dengan menggunakan bubuk abate dan pemeliharaan ikan cupang dalam penampungan air. Dari hasil penelitian dikatakan bahwa ikan cupang dapat memakan larva stadium II dan IV minimum 15,7 ekor perhari dan maksimum 33,5. Selain itu juga ikan cupan cupang tidak akan mati walaupun bak yang berisi penampungan air terdapat bubuk abate. Selain dengan ikan cupang pemberantasan jentik nyamuk juga dapat dilakukan dengan cara pembentukan kader pemantau jentik yang bertugas memantau keberadaan jentik dirumahrumah penduduk dan memberikan abate sebagai solusi untuk memberantas jentik, dengan adanya kader pemantau jentik ini menjadikan masyarakat rajin untuk membersihkan penampungan airnya apabila ada jentik dan membeli ikan pemakan jentik apabila ikan yang didistribusikan mati.

Jurnal yang digunakan Judul: Pengendalian DBD Melalui Pemanfaatan Pemantau Jentik dan Ikan Cupang Di Kota Plembang. Penulis Yulian Taviv, Akhmad Saikhu, dan Hotnida Sitorus. Tahun 2009 Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian intervensi, dan desain penelitian adalah kuasi eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakaty dikelurahan kebun bunga dan kelurahan sukarami. Hasil Penerimaan masyarakat akan abate dan ikan cupang untuk pengendalian larva dirumah. Mayoritas responden lebih menyukai ikan cupang sebagai pengendalian DBD dilingkungan mereka.

Text Book yang digunakan Judul Penulis Tahun Penerbit : Ilmu Penyakit Anak :Dr. H Soegeng SoegijantoSpA(K), DTM&H : 2002 : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai