Anda di halaman 1dari 3

Cahyo Piihananto %

i Bajai Bewantoio sebagai tokoh


Nanajemen Inuonesia
ahir pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dari
nama lahirnya jelas terlihat bahwa di dalam diri beliau mengalir darah biru, yaitu
keturunan dari keraton. Meskipun keraton sendiri selalu identik dengan keIeodalan,
namun Ki Hajar Dewantoro mampu keluar dari keIeodalan kraton tersebut dan mengabdikan
hidupnya untuk bangsanya dengan pemikiran-pemikiran yang terbuka dan progresiI, ini yang
menjadi salah satu poin yang saya rasa membuat beliau lebih unggul dari Peter Drucker.
Salah satu poin lebih yang beliau miliki adalah perjuangan Ki Hajar Dewantoro untuk
bangsa ini yang tentu tidak bisa diragukan lagi. Berbagai organisasi beliau ikuti dan beliau
bentuk dalam upaya meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Budi Utomo menjadi salah
satu organisasi yang beliau ikuti untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Kemudian
bersama seorang Indonesianis asal Belanda, Douwes Dekker serta seorang dokter terkemuka,
Cipto Mangoenkoesoemo, mendirikan Indische Partij (Partai Hindia), yang juga bergerak untuk
memerdekan Indonesia.
Indische Partij sendiri merupakan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia. Tulisannya pada tahun 1913 di surat kabar de Express dengan judul yang sarkas, " Als
ik eens Nederlander was " (Seandainya Aku Seorang Belanda), meneguhkan beliau sebagai
sosok garda depan dalam menentang penjajahan Belanda di Indonesia.

Ki Hajar Dewantoro dan Filosofi Manajemen
Di kalangan praktisi manajemen, baik global maupun nasional, mengenal Peter Drucker
sebagai Iounding Iather ilmu manajemen. Salah satu konsep yang sangat klasik dan hingga saat
ini dipakai dalam penerapan ilmu manajemen adalah POAC, yang merupakan akronim
dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Konsep ini diakui telah menginspirasi
beberapa konsep ilmu manajemen yang saat ini telah banyak diterapkan di berbagai tempat. Dan
tidak mengherankan bila banyak praktisi manajemen ketika menerapkan pola manajemen banyak
merujuk pemikiran Peter Drucker, tidak terkecuali praktisi-praktisi di Indonesia.

Namun Peter Drucker dan Ki Hajar Dewantoro merupakan dua sosok yang berbeda
dalam banyak aspek. Akan tetapi keduanya mempunyai kesamaan kesadaran dan pemikiran
bahwa sebuah organisasi bila ingin berhasil harus dikelola dengan baik dan benar. Ki Hajar
Dewantoro sendiri bisa dikatakan ikut berperan dalam perkembangan manajemen di Indonesia

Konsep manajemen dan kepemimpinan yang kita pelajari kebanyakan berasal dari
pemikiran barat. Padahal sebenarnya kita memiliki konsep manajemen made in Indonesia yang
luar biasa! Asli Indonesia dan lebih ariI dari konsep barat. Bahkan boleh dikatakan inovatiI.
Mengapa? Konsep manajemen barat memandang birokrasi manajemen dari aspek vertikal dan
horizontal. Jadi selalu berbicara atasan dan bawahan (vertikal) serta posisi dalam level sama,
kesamping kiri dan kanan (horisontal). KeariIan kepemimpinanpun sejalan dengan konsep
tersebut, yaitu diseputar bagaimana seseorang memberikan pengaruh kepada orang lain dalam
kerangka birokrasi atasan bawahan serta samping kiri dan kanan tersebut. Di Indonesia, terdapat
L
Cahyo Piihananto %

suatu konsep kepemimpinan yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan belakang.
Depan belakang? Iya, itulah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro.
Konsep Kearifan Pemimpin
Memimpin dan dipimpin adalah suatu siklus natural dalam kehidupan. Ada saatnya kita
harus memimpin, tetapi ada saatnya pula kita harus dipimpin. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang berpengaruh dan diikuti. Seorang pemimpin Iormal, yang menduduki suatu
jabatan tertentu, berpengaruh dan diikuti karena wewenangnya. Namun ada pula seseseorang,
yang meskipun tidak memiliki jabatan tertentu, tetapi orang tersebut berpengaruh dan diikuti
oleh orang lain. Jadi, ada pemimpin yang berpengaruh dan diikuti karena ditakuti, tetapi ada pula
yang berpengaruh dan diikuti karena dicintai.Pemimpin tipe yang terakhir inilah yang disebut
pemimpin sejati, yang berpengaruh dan diikuti karena 'orangnya bukan karena 'jabatannya.
Sekarang yang perlu dicari jawabannya adalah bagaimana menjadi pemimpin sejati atau true
leader?
Seorang pemimpin sejati memandang orang lain sebagai 'manusia yang harus dihargai
karena siIat kemanusiaannya. Seorang pemimpin sejati 'nguwongake, memanusiakan manusia.
Kaya-miskin, besar-kecil, tinggi-pendek, manajer-karyawan hanyalah variasi. Hakekatnya tetap
manusia. Seorang pemimpin sejati menghormati orang yang memimpin` dan menghormati pula
orang yang dipimpin`. Memimpin-dipimpin adalah alami, bahkan tidak bisa dihindari. Sudah
kodrat manusia untuk memimpin, dan kodrat pula untuk dipimpin. Untuk itulah dikotomi atasan-
bawahan sebenarnya kurang tepat, karena yang sebenarnya ada hanyalah perbedaan peran.
Dikotomi atasan bawahan menimbulkan eIek berkuasa-tidak berkuasa, atau setidak-tidaknya
mengutamakan tingkatan kekuasaan. Inilah yang kurang tepat.
Pendekatan yang lebih alami adalah menempatkan manusia pada perannya masing-
masing, dimana semuanya sama pentingnya. Seorang pemimpinpun demikian, harus mampu
berperan pada tempat dimana ia berada, pada saat di depan, di tengah, maupun di belakang.
Saat Pemimpin di Depan
Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya
akan manut(bahasa jawa, yang artinya mengikuti, meniru). Disini bisa dilhat betapa besarnya
tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara
berIikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat
berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Ini disebutkan oleh
Ki Hajar dengan terminologi 'ing ngarso sung tulodho, saat di depan seorang pemimpin harus
memberi teladan.
Konsep ini sebenarnya tidak jauh dengan konsep 'imam, pemimpin sholat dalam agama
Islam. Imam tidak selalu permanen. Seseorang bisa berdiri didepan sebagai imam, memimpin,
dan diikuti oleh 'makmum, para peserta yang ada dibelakangnya. Namun dalam kesempatan
lain bisa saja orang lain yang menjadi imam, dan orang yang semula imam kemudian dalam
kesempatan itu menjadi makmum atau peserta. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan,
tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
Saat Pemimpin di Tengah
Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus
mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada
dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation),
sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar
Cahyo Piihananto %

motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar
dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat
mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin
sejati.
Seorang pemimpin sejati saat berada di barisan tengah tidak membebani pemimpin lain
yang sedang berada di barisan depan maupun belakang. Untuk itulah maka peran oposisi menjadi
tidak relevan disini. Dimanapun posisinya, dan apapun perannya akan tetap saling mendukung
dan menopang. Saat di tengah, pemimpin sejati menggerakkan, mendorong yang di depan dan
menarik yang di belakang. Inilah hakikat dari ing madya mangun karsa.

Saat Pemimpin di Belakang
Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang? Pemimpin sejati
diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat
memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus
pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi
apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam
suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan
organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling
berlawanan.
Seorang pemimpin sejati harus bisa ngemong (bahasa jawa yang berarti melayani,
mengasuh, take care oI). Bagaimana seorang penggembala itik berjalan diposisi paling belakang
setelah barisan itik-itik yang digembalanya sering digunakan sebagai ilustrasi untuk
menggambarkan bagaimana seorang pemimpin dapat mengarahkan orang dari belakang. Setiap
orang memiliki bakat sendiri-sendiri. Setiap orang juga memiliki kemampuan untuk bisa
bergerak maju mendapatkan apa yang mereka mau, dan juga apa yang diinginkan oleh
organisasi. Pemimpin sejati memberikan dorongan dari belakang, tetap mengarahkan agar sesuai
tujuan, dan mampu memastikan bahwa orang-orang di dalam organisasi bekerja sesuai dengan
arah dan strategi yang telah ditetapkan. Jadi, seorang pemimpin sejati akan tut wuri handayani.

Penutup
Seorang pemimpin sejati harus ing ngarso sung tulodho, memberikan teladan. Seorang pemimpin
juga harus mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya. Disinilah peran pemimpin agar ing
madya mangun karso. Yang terakhir, seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dari
belakang, mengarahkan, dan mendorong orang-orang agar bergerak maju sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Disini seorang pemimpin harus tut wuri handayani. Karena menurut Ki
Hajar Dewantoro, semua orang punya kualitas sebagai pemimpin tanpa harus bertitel dan
berpangkat. Ki Hajar Dewantoro telah mengawali sebuah terobosan di bidang manajemen
dengan metode-metode yang mudah dilaksanakan dan dikembangkan di lingkungan masyarakat
dan bangsa Indonesia karena bersumber dari keariIan budaya lokal dan sesuai dengan hasrat
seluruh bangsa Indonesia yaitu kesetaraan bagi semua orang Hampir mirip dengan kalimat yang
sering dipakai oleh Peter Drucker 'Dalam setiap ransel prajurit, terdapat tongkat marsekal

Anda mungkin juga menyukai