suatu konsep kepemimpinan yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan belakang.
Depan belakang? Iya, itulah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro.
Konsep Kearifan Pemimpin
Memimpin dan dipimpin adalah suatu siklus natural dalam kehidupan. Ada saatnya kita
harus memimpin, tetapi ada saatnya pula kita harus dipimpin. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang berpengaruh dan diikuti. Seorang pemimpin Iormal, yang menduduki suatu
jabatan tertentu, berpengaruh dan diikuti karena wewenangnya. Namun ada pula seseseorang,
yang meskipun tidak memiliki jabatan tertentu, tetapi orang tersebut berpengaruh dan diikuti
oleh orang lain. Jadi, ada pemimpin yang berpengaruh dan diikuti karena ditakuti, tetapi ada pula
yang berpengaruh dan diikuti karena dicintai.Pemimpin tipe yang terakhir inilah yang disebut
pemimpin sejati, yang berpengaruh dan diikuti karena 'orangnya bukan karena 'jabatannya.
Sekarang yang perlu dicari jawabannya adalah bagaimana menjadi pemimpin sejati atau true
leader?
Seorang pemimpin sejati memandang orang lain sebagai 'manusia yang harus dihargai
karena siIat kemanusiaannya. Seorang pemimpin sejati 'nguwongake, memanusiakan manusia.
Kaya-miskin, besar-kecil, tinggi-pendek, manajer-karyawan hanyalah variasi. Hakekatnya tetap
manusia. Seorang pemimpin sejati menghormati orang yang memimpin` dan menghormati pula
orang yang dipimpin`. Memimpin-dipimpin adalah alami, bahkan tidak bisa dihindari. Sudah
kodrat manusia untuk memimpin, dan kodrat pula untuk dipimpin. Untuk itulah dikotomi atasan-
bawahan sebenarnya kurang tepat, karena yang sebenarnya ada hanyalah perbedaan peran.
Dikotomi atasan bawahan menimbulkan eIek berkuasa-tidak berkuasa, atau setidak-tidaknya
mengutamakan tingkatan kekuasaan. Inilah yang kurang tepat.
Pendekatan yang lebih alami adalah menempatkan manusia pada perannya masing-
masing, dimana semuanya sama pentingnya. Seorang pemimpinpun demikian, harus mampu
berperan pada tempat dimana ia berada, pada saat di depan, di tengah, maupun di belakang.
Saat Pemimpin di Depan
Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya
akan manut(bahasa jawa, yang artinya mengikuti, meniru). Disini bisa dilhat betapa besarnya
tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara
berIikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat
berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Ini disebutkan oleh
Ki Hajar dengan terminologi 'ing ngarso sung tulodho, saat di depan seorang pemimpin harus
memberi teladan.
Konsep ini sebenarnya tidak jauh dengan konsep 'imam, pemimpin sholat dalam agama
Islam. Imam tidak selalu permanen. Seseorang bisa berdiri didepan sebagai imam, memimpin,
dan diikuti oleh 'makmum, para peserta yang ada dibelakangnya. Namun dalam kesempatan
lain bisa saja orang lain yang menjadi imam, dan orang yang semula imam kemudian dalam
kesempatan itu menjadi makmum atau peserta. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan,
tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
Saat Pemimpin di Tengah
Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus
mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada
dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation),
sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar
Cahyo Piihananto %
motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar
dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat
mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin
sejati.
Seorang pemimpin sejati saat berada di barisan tengah tidak membebani pemimpin lain
yang sedang berada di barisan depan maupun belakang. Untuk itulah maka peran oposisi menjadi
tidak relevan disini. Dimanapun posisinya, dan apapun perannya akan tetap saling mendukung
dan menopang. Saat di tengah, pemimpin sejati menggerakkan, mendorong yang di depan dan
menarik yang di belakang. Inilah hakikat dari ing madya mangun karsa.
Saat Pemimpin di Belakang
Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang? Pemimpin sejati
diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat
memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus
pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi
apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam
suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan
organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling
berlawanan.
Seorang pemimpin sejati harus bisa ngemong (bahasa jawa yang berarti melayani,
mengasuh, take care oI). Bagaimana seorang penggembala itik berjalan diposisi paling belakang
setelah barisan itik-itik yang digembalanya sering digunakan sebagai ilustrasi untuk
menggambarkan bagaimana seorang pemimpin dapat mengarahkan orang dari belakang. Setiap
orang memiliki bakat sendiri-sendiri. Setiap orang juga memiliki kemampuan untuk bisa
bergerak maju mendapatkan apa yang mereka mau, dan juga apa yang diinginkan oleh
organisasi. Pemimpin sejati memberikan dorongan dari belakang, tetap mengarahkan agar sesuai
tujuan, dan mampu memastikan bahwa orang-orang di dalam organisasi bekerja sesuai dengan
arah dan strategi yang telah ditetapkan. Jadi, seorang pemimpin sejati akan tut wuri handayani.
Penutup
Seorang pemimpin sejati harus ing ngarso sung tulodho, memberikan teladan. Seorang pemimpin
juga harus mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya. Disinilah peran pemimpin agar ing
madya mangun karso. Yang terakhir, seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dari
belakang, mengarahkan, dan mendorong orang-orang agar bergerak maju sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Disini seorang pemimpin harus tut wuri handayani. Karena menurut Ki
Hajar Dewantoro, semua orang punya kualitas sebagai pemimpin tanpa harus bertitel dan
berpangkat. Ki Hajar Dewantoro telah mengawali sebuah terobosan di bidang manajemen
dengan metode-metode yang mudah dilaksanakan dan dikembangkan di lingkungan masyarakat
dan bangsa Indonesia karena bersumber dari keariIan budaya lokal dan sesuai dengan hasrat
seluruh bangsa Indonesia yaitu kesetaraan bagi semua orang Hampir mirip dengan kalimat yang
sering dipakai oleh Peter Drucker 'Dalam setiap ransel prajurit, terdapat tongkat marsekal