Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PERUSAHAAN LAUNDRY

Kami menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara ke 20 perusahaan Laundry di sepanjang jalan Kaliurang km 14 15.

KUESIONER PERUSAHAAN LAUNDRY ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TGL 19 DESEMBER 2011

IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden Nama Perusahaan Alamat Tanggal Wawancara : : : :

1. Dari manakah sumber air yang digunakan untuk Laundry? a. PDAM b. Sumur bor c. Sumur gali d. Lain-lain: 2. Apakah dalam proses pencucian pakaian pelanggan dipisah? a. ya, dipisahkan antara pakaian kotor dan bersih b. ya, dipisahkan antara pakaian yang luntur dan tidak luntur c. ya, dipisahkan antara masing-masing pakaian pelanggan

d. tidak, dicampur 3. Bagaimanakah cara pencucian pakaian? a. Dengan mesin cuci b. Dengan tangan 4. Berapa kali pembilasan yang dilakukan? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali

5. Bagaimana proses pengeringan pakaian? a. Dengan mesin b. Dengan sinar matahari 6. Berapa Kg pakaian setiap kali mencuci? a. < 1 Kg b. 1-5 Kg c. > 5 Kg d. Lain-lain: 7. Berapa jumlah air setiap 1 Kg pakaian? a. <1 Liter b. 1-2 Liter c. 2-3 Liter d. >3 Liter 8. Berapa banyak cucian per hari? a. <10 Kg b. 10-20 Kg c. 20-30 Kg d. >30 Kg 9. Jenis sabun apakah yang Anda gunakan? a. Sabun cuci b. detergen

10. Apakah Anda menggunakan pewangi pakaian? a. ya b. tidak 11. Dimana tempat pembuangan limbah proses pencucian? a. ditampung b. diolah kembali c. langsung dialirkan ke selokan terbuka d. langsung dialirkan keselokan tertutup 12. berapa jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah? a. < 10 meter b. > 10 meter Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa masih kurangnya kebersihan perusahaan laundry dalam pelayanannya terhadap pelanggan. Masi banyak laundry yang tidak memisahkan baju setiap pelanggan sehingga hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran penyakit yang dapat menular lewat baju pelanggan tersebut. Kemudian sumber air yang kurang bersih karena mereka menggunakan sumber air dari sumur gali yang jaraknya kurang dari 10 Meter dari resapan limbah hasil laundry. Hasil limbah cucian pun masih ada yang di alirkan ke sungai melalui selokan terbuka. Seingga hal tersebut dapat merusak biota air sungai.

Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi

organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut.

Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalamkonsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota airdan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.

Salah satu penyebab munculnya penyakit kulit adalah bakteri, awal mula bakteri muncul salah satunya dari keringat yang menepel di pakaian. Dimana pakaian tersebut tidak dicuci disanalah awal mula bakteri muncul, bahkan sudah berhari-hari pakaian tersebut masih di pakai. Dengan begitu bakteri sangatlah mudah berkembangbiak dan menempel di kulit yang mengenakan pakaian tersebut. Sepele memang tapi inilah realita pada sebagian mahasiswa yang tinggal di kost. Kesehatan bukan prioritas utama untuk sebagian mahasiswa, hanya ingin yang simple simple saja, tidak ingin menghabiskan waktu untuk mencuci pakaian dengan tangan sendiri, lebih memilih mencuci di tempat laundry ketimbang mencuci sendiri, perlu ditekankan saya tidak bermaksud melarang anda untuk tidak langganan dan mencuci pakaian di tempat laundry. Karena sebagian tempat laundry hanya mencuci pakaian namun tidak mempertimbangkan kesehatan bersama. Sebagai contoh ketika proses pencucian pakaian berlangsung

mencampurkan pakaian milik anda dengan milik orang lain dalam satu mesin, karena jarang sekali ditemukan tempat laundry yang hanya mencuci pakaian anda dalam satu mesin. Bagaimana ketika proses pencucian jika pakaian anda dicampurkan dengan pakaian milik orang lain, dimana pakaian tersebut tempat

berkembangbiak-nya bakteri yang menyebabkan timbulkan penyakit kulit, kemudian melekat dipakaian anda. Dengan begitu sangatlah besar peluang bakteri tersebut menempel di kulit anda. Sepele bukan?? Namun apa boleh kata jika itu terjadi pada anda. Dalam satu mesin tidak hanya berisi pakaian milik anda Teman teman pembaca yang tercinta, perlu saya tekankan sekali lagi , disini saya tidak bermaksud untuk melarang anda mencuci pakaian di tempat laundry, tapi pilihlah tempat laundry yang mana menanamkan nilai-nilai kesehatan.

Deterjen yang selama ini kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarny merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia seperti fosfat, silikat, bahan pewarna, dan bahan pewangi. Generasi awal deterjen pertama kali muncul dan mulai diperkenalkan ke masyarakat sekitar tahun 1960-an dengan menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil busa.(Wikipedia, 2009).

Awalnya inovasi yang dianggap cemerlang ini ini mendapatkan respon yang menggembirakan. Namun seiring berjalannya waktu, ABS setelah diteliti lebih lanjut diketahui mempunyai efek destruktif (buruk) terhadap lingkungan yakni sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Hal ini menjadikan sisa limbah deterjen yang dikeluarkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya dan mengancam stabilitas lingkungan hidup kita.

Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan deterjen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang

disebut Linier Alkyl Sulfonat, atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen yang kita pakai dengan nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan kita

membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai.

Efek paling nyata yang disebabkan oleh limbah deterjen rumah tangga adalah terjadinya eutrofikasi (pesatnya pertumbuhan ganggang dan enceng gondok). Limbah deterjen yang dibuang ke kolam ataupun rawa akan memicu ledakan pertumbuhan ganggang dan enceng gondok sehingga dasar air tidak mampu ditembus oleh sinar matahari, kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi, dan unsur hara meningkat sangat pesat. Jika hal seperti ini tidak segera diatasi, ekosistem akan terganggu dan berakibat merugikan manusia itu sendiri, sebagai contoh saja lingkungan tempat pembuangan saluran selokan. Secara tidak langsung rumah tangga pasti membuang limbah deterjennya melalui saluran selokan ini, dan coba kita lihat, di penghujung saluran selokan begitu banyak eceng gondok yang hidup dengan kepadatan populasi yang sangat besar.

Selain merusak lingkungan alam, efek buruk deterjen yang dirasakan tentu tak lepas dari para konsumennya. Dampaknya juga dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan kesehatan manusia. Saat seusai kita mencuci baju, kulit tangan kita terasa kering, panas, melepuh, retak-retak, gampang mengelupas hingga mengakibatkan gatal dan kadang menjadi alergi.

Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa deterjen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau

dan rasa tidak enak. Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius.

Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi

Pada percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa deterjen itu memang mempunyai dampak buruk terhadap berbagai lingkungan kehidupan kita. Baik itu lingkungan terrestrial dimana kita hidup, kemudian lingkungan perairan termasuk organisme yang hidup di dalamnya, atau bahkan juga lingkungan kesehatan manusia sendiri yang sebenarnya tanpa kita sadari mulai perlahan-lahan menyerang kesehatan kita.

Efek Buruk Detergen pada Biota Air Oleh: Harmen Azmi. Perhatikan sejenak, berbagai jenis tayangan iklan deterjen di televisi. Kebanyakan dari iklan tersebut menggambarkan hembusan angin sepoi di antara pepohonan seraya manusia menghirup aroma hasil penggunaan detergen. Memang terlihat indah dan menarik. Sesungguhnya, limbah yang dihasilkan deterjen sangat merusak lingkungan. Karena deterjen merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan

minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia, seperti surfaktan (bahan pembersih), alkyl benzene (ABS) yang berfungsi sebagai penghasil busa, abrasif sebagai bahan penggosok, bahan pengurai senyawa organik, oksidan sebagai pemutih dan pengurai senyawa organik, enzim untuk mengurai protein, lemak atau karbohidrat untuk melembutkan bahan, larutan pengencer air, bahan anti karat dan yang lainnya.

Berdasarkan penelitian lebih lanjut, diketahui ABS ternyata mempunyai efek buruk terhadap lingkungan, yaitu sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Sehingga sisa limbah deterjen yang dihasilkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya yang mengancam stabilitas lingkungan hidup. Limbah deterjen yang dihasilkan rumah tangga akan bermuara pada sebuah tempat, seperti selokan ataupun kolam. Biasanya, eceng gondok akan tumbuh dengan populasi yang cukup besar pada ujung selokan.

Detergen memiliki efek beracun dalam air, karena detergen akan menghancurkan lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit. Deterjen juga dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjen 15 bagian per juta. Deterjen dengan konsentrasi rendah, sekitar 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan.

Surfaktan yang terkandung dalam deterjen akan mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme perairan. Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti pestisida dan fenol, hanya dengan konsentrasi 2 ppm saja dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia lainnya.

Contoh nyata efek buruk dari limbah deterjen adalah Danau Toba. Seperti sama kita ketahui, eceng gondok tumbuh subur nyaris tidak terkendali pada semua bibir pantai Danau Toba. Hal tersebut terjadi, selain dari residu pelet yang ditabur pada kerambah yang berserak di Danau Toba, ditengarai juga berasal dari sisa deterjen

yang dipakai masyarakat Danau Toba yang masih mencuci di perairan ditambah limbah dari restoran, rumah makan dan hotel-hotel yang berada di sekitar Danau Toba yang membuang limbahnya secara langsung ke dalam danau.

Selain merusak keindahan Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata andalan Sumatera Utara, pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali itu akan menutupi perairan, sehingga bagian dasar air tidak terkena sinar matahari. Menyebabkan kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi dan unsu hara meningkat sangat cepat. Jika hal tersebut tetap dibiarkan, ikan-ikan akan mati karena kekurangan bahan makanan. Bahkan bisa mengakibatkan cacat akibat mutasi gen.

Penggunaan

deterjen

memang seperti

buah

simalakama,

di

satu

sisi

penggunaannya sangat dibutuhkan dan di sisi lain limbahnya ternyata berefek buruk. Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS dalam pembuatan detergen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50 persen dari keseluruhan yang dapat diurai.

Sebagai insan yang perduli dengan keselamatan lingkungan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk sedikit menekan efek buruk yang ditimbulkan penggunaan deterjen. Sebelum memilih jenis deterjen, perhatikan jenis surfaktan yang terkandung dalam deterjen. Pilihlah yang mengandung LAS atau LABS ( Linear Alkyl Benzene Sulfonate) bukan ABS yang sulit terurai.

Pilih deterjen yang sama sekali tidak mengandung fosfat atau yang kadar fosfatnya sangat rendah. Limbah cucian dengan kadar fosfat rendah sebaiknya digunakan untuk menyiram tanaman karena fosfat sangat baik untuk tanah dan

tanaman, tapi tidak baik untuk badan air. Beberapa deterjen mengandalkan produknya sebagai deterjen berlimpah busa, sebaiknya pilih saja detergen yang mengandung sedikit busa. Sehingga air yang digunakan untuk membilas tidak terlalu banyak. Terakhir, gunakan produk lokal. Selain membudayakan cinta produk dalam negeri dan membantu perekonomian, penggunaan produk lokal akan meminimalisir jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi.

Sesungguhnya, limbah yang dihasilkan deterjen sangat merusak lingkungan. Karena deterjen merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia, seperti surfaktan (bahan pembersih), alkyl benzene (ABS) yang berfungsi sebagai penghasil busa, abrasif sebagai bahan penggosok, bahan pengurai senyawa organik, oksidan sebagai pemutih dan pengurai senyawa organik, enzim untuk mengurai protein, lemak atau karbohidrat untuk melembutkan bahan, larutan pengencer air, bahan anti karat dan yang lainnya.

Berdasarkan penelitian lebih lanjut, diketahui ABS ternyata mempunyai efek buruk terhadap lingkungan, yaitu sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Sehingga sisa limbah deterjen yang dihasilkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya yang mengancam stabilitas lingkungan hidup. Limbah deterjen yang dihasilkan rumah tangga akan bermuara pada sebuah tempat, seperti selokan ataupun kolam. Biasanya, eceng gondok akan tumbuh dengan populasi yang cukup besar pada ujung selokan.

Detergen memiliki efek beracun dalam air, karena detergen akan menghancurkan lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit. Deterjen juga dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila

konsentrasi deterjen 15 bagian per juta. Deterjen dengan konsentrasi rendah, sekitar 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan.

Surfaktan yang terkandung dalam deterjen akan mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme perairan. Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti pestisida dan fenol, hanya dengan konsentrasi 2 ppm saja dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia lainnya.

Penggunaan deterjen memang seperti buah simalakama, di satu sisi penggunaannya sangat dibutuhkan dan di sisi lain limbahnya ternyata berefek buruk. Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS dalam pembuatan detergen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50 persen dari keseluruhan yang dapat diurai.

Sebagai insan yang perduli dengan keselamatan lingkungan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk sedikit menekan efek buruk yang ditimbulkan penggunaan deterjen. Sebelum memilih jenis deterjen, perhatikan jenis surfaktan yang terkandung dalam deterjen. Pilihlah yang mengandung LAS atau LABS ( Linear Alkyl Benzene Sulfonate) bukan ABS yang sulit terurai.

Pilih deterjen yang sama sekali tidak mengandung fosfat atau yang kadar fosfatnya sangat rendah. Limbah cucian dengan kadar fosfat rendah sebaiknya digunakan untuk menyiram tanaman karena fosfat sangat baik untuk tanah dan

tanaman, tapi tidak baik untuk badan air. Beberapa deterjen mengandalkan produknya sebagai deterjen berlimpah busa, sebaiknya pilih saja detergen yang mengandung sedikit busa. Sehingga air yang digunakan untuk membilas tidak terlalu banyak. Terakhir, gunakan produk lokal. Selain membudayakan cinta produk dalam negeri dan membantu perekonomian, penggunaan produk lokal akan meminimalisir jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi.

Anda mungkin juga menyukai