Anda di halaman 1dari 5

KENDALA DALAM MEMPRODUKSI PESTISIDA NABATI SECARA MASSAL

Andika Bramantoro
Staff unit Lingkungan dan Proses PT. SIDO MUNCUL, Semarang

PENDAHULUAN Aplikasi perstisida nabati pada tanaman hias dan hortikultura perlu memperoleh perhatian untuk dikembangkan, karena relatif tidak mencemari lingkungan, efek residunya relatif pendek dan kemungkinan hama tidak mudah berkembang menjadi tahan teerhadap pesrisida nabati. Di lain pihak, kebijaksanaan Pemerintah yang memperhatikan kelestarian lingkungan secara global dan keprihatinan kita tentang akibat samping yang tidak diinginkan dari penggunaan pestisida anorganik sintetik, mendorong minat untuk mengembangkan pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan sehingga dapat diterima sebagai salah satu komponen penting dalam PHT (Pengendalian Hama Secara Terpadu). Prospek pengembangan pestisida nabati di Indonesia cukup baik karena ditunjang oleh sumber daya alam yang berlimpah. Indonesia memiliki salah satu kebun raya terbaik di dunia. Sifat dari tumbuhan yang berkerabat dekat dengan tumbuhan yang telah diketahui mengandung bahan aktif pestisida perlu diteliti. Salah satu hal menarik (yang mungkin patut disayangkan) ialah bahwa banyak peneliti di negara-negara lain, missal Jepang, Jerman dan Kanada, yang mengambil contoh tumbuhan dari Kebun Raya Bogor untuk diteliti kandungan senyawa bioaktifnya. Di beberapa negara maju, jika ditemukan bahan alami yang berpotensi sebagai pestisida maka lebih dulu diidentifikasi ssenyawa (bahan aktif) apa yang paling berperan. Sifat fisik dan kimiawi dari senyawa tersebut dipelajari sebagai prototip untuk dapat disintetis di laboratorium. Dengan senyawa murni dilakukan pengujian-pengujian meliputi daya bunuhnya, cara kerjanya (mode of action), daya racunnya terhadap hewan bukan sasaran dan sifat-sifatnya di lingkungan. Bentuk formulasi dipelajari untuk dapat menghasilkan produk yang efektif. Dengan prosedur demikian diperoleh pestisida yang jelas spesifikasinya, sehingga dapat diproduksi secara industri. Sebenarnya kita memiliki kesempatan yang baik dalam pengembangan produksi pestisida nabati. Namun demikian dalam rangka pengembangan produksi pestisida nabati kita masih mengalami beberapa kendala dan beberapa hambatan, serta masih kurangnya pemahaman tentang pengembangan pestisida nabati yang berorientasi industri maupun yang berorientasi pada penerapan usaha tani berinput rendah. Dalam rangka pengembangan pestisida nabati, masih diperlukan penelitian- penelitian yang mendasar tentang mekanisme kerja masing-masing jenis pestisida nabati, masalah pengaruh suhu, sinari matahari (radiasi UV), kelembaban, bagaimana mengawetkan, standarisasi dan lain-lain. Di samping itu juga diperlikan strategi pengembangan pemanfaatan pestisida nabati yang dapat diproduksi secara murah dan dapat diterapkan di masyarakat. KENDALA PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI Kurang berkembangnya penggunaan pestisida nabati selain kalah bersaing dengan pestisida sintetis juga karena ekstrak dari tanaman biasanya kadar bahan aktifnya tidak tetap, bervariasi dan tidak stabil. Nikotin, walaupun sudah lama diketahui sebagai pestisida, tetapi kurang diminati karena hanya efektif terhadap jenis-jenis serangga hama kecil yang berkulit tipis. Di Indonesia Rotenon, yang berasal dari tanaman D. elliptica, terdesak oleh pestisida sintetik karena harganya lebih murah. Untuk memasyarakatkan kembali penggunaan pestisida nabati, diperlukan kegiatan penelitian yang berkelanjutan, mengubah kebiasaan petani (sosial-budaya), penguasaan teknologi dan mampu bersaing di pasaran.

A. Kegiatan Penelitian Pestisida Nabati Masih Belum Terpadu Pelaksanaan penelitian terhadap pestisida masih terputus-putus, menyebabkan informasi dan data yang dihasilkan belum dapat dijadikan dasar bagi pengembangan pestisida nabati selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang berkelanjutan dan terpadu, mulai dari apek tanamannya sendiri sampai kepada aspek pemasaran, sehingga dapat sitentukan arah dan strategi dari pengembangan pemenfaatan pstisida nabati secara jelas dan tuntas. B. Mahalnya Biaya Untuk Mengembangkan pestisida Nabati Pengembangan pestisida nabati dari mulai pemilihan jasad sasaran, pemilihan jenis bahan aktif, penyediaan bahan baku, ekstraksi, pemurnian, pembuatan formulasi, paten, registrasi, pabrikasi dan pemasaran, memerlukan waktu dan biaya yang sangat besar. Karena menyangkut biaya yang mahal maka dalam pelaksanaannya diperlukan suatu kerjasama dengan pengusaha. Sampai saai ini masih sedikit pengusaha yang tertarik untuk mengembangkan pestisida nabati, hal ini dimungkinkan karena tidak jelasnya jaminan ketersediaan bahan baku juga karena terlalu mahalnya biaya pengurusan perizinan serta panjangnya birokrasi yang perlu ditempuh untuk sampai dapat memesarkan suatu jenis produk racun hama/pestisida nabati. C. Kebiasaan Petani (Sosial-Budaya) dalam Menggunakan Pestisida Sintetik Dalam periode ini masih banyak petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat menjamin keselamatan hasil tanamannya. Oleh karena itu, ada atau tidak ada hama terutama pada tanaman ekonomis dilakukan aplikasi pestisida (hal ini menyalahi aturan strategi PHT). Sebagai akibat dari pengertian yang dianut tersebut, muncul dampak negatif yang tidak diharapkan. Kebiasaan penggunaan pestisida sintetik dengan sistem kalender tersebut merupakan masalah yang sangat serius dalam rangka pemasyarakatan penggunaan dan pemanfaatan pestisida nabati. Untuk mengubah kebiasaan mereka perlu ditingkatkan kegiatan penyuluhan mengenai pemanfaatan pestisida nabati, dan mereka perlu bukti bahwa pestisida nabati memang lebih baik dari pestisida sintetik. Untuk itu perlu waktu yang relatif lama, kerja keras dari semua pihak dan kesadaran petani untuk kembali memanfaatkan dan menggunakan pestisida nabati. D. Rendahnya Penguasaan Teknologi Pembuatan Pestisida Nabati Masih terbatasnya penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida nabati, dari mulai teknik penyediaan bahan baku sampai produksi. Sampai saat ini tanaman penghasil pestisida nabati belum ada yang dibudidayakan petani. Belum dibudidayakannya tanaman tersebut di Indonesia antara lain disebabkan oleh penguasaan teknologi yang masih rendah, baik teknik budidayanya maupun teknologi pengolahan produk siap pakai. Oleh karena itu untuk memasyarakatkan penggunaannya, pemilihan bahan baku, teknik budidaya, manipulasi bahan dan atau teknoligo tepat guna lainnya perlu diteliti dan dikaji sebelum dikembangkan untuk pestisida nabati. E. Pestisida Sintetik Mendominasi Pasar Pestisida sintetik mudah dipakai dan mudah didapat serta hasilnya segera terlihat merupakan suatu keunggulan yang telah mendesak/melenyapkan penggunaan pestisida nabati di pasaran. Juga dari segi harga kalah bersaing, sebab pestisida sintetik dibuat dari bahan kimia dan bahan bakunya tersedia dalam jumlah banyak menyebabkan harga produk relatif lebih murah. Sedangkan pestisida nabati yang dibuat dari bahan alamiah dan bahan bakunya terbatas (belum dibudidayakan secara luas) menyebabkan harga produknya relatif mahal. PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI SECARA INDUSTRI Pengembangan industri pestisida nabati sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pengembangan industri pestisida sintetis. Perbedaannya terletak pada cara memperoleh bahan aktif. Pada industri pestisida nabati, bahan aktif telah disintesa oleh tumbuhan dan tinggal dilakukan proses ekstraksi. Selanjutnya adalah proses yang sama yaitu pembuatan formulasi, mendaftarkan paten, malakukan pengujian, registrasi dan memproduksi pestisida itu sendiri.

A. Penyediaan bahan aktif Bahan aktif dari tumbuhan dengan pelarut tertentu; setelah ekstraksi seringkali diikuti dengan proses tertentu untuk meningkatkan kadar bahan aktifnya, kemudian ekstrak dikemas dalam formulasi yang sesuai. Saat ini proses ekstraksi dengan pelarut organik merupakan proses yang mahal sehingga harga formulasi pestisida nabati tidak selalu murah daripada harga formulasi pestisida sintetik. Harga formulasi pestisida nabati akan makin mahal bila di negara produsen formulasi tersebut pasokan bahan mentah (tumbuhan sumber ekstrak, pelarut untuk ekstraksi dan bahan tambahan untuk formulasi) terbatas. Untuk penyediaan bahan aktif dapat dipilih gabungan beberapa senyawa bioaktif dalam bentuk teknis berupa ekstrak. Bahan aktif ini lebih ekonomis penyediaannya dan diduga mempunyai keuntungan memperlambat timbulnya resistensi terhadap senyawa-senyawa bioaktifnya. B. Pembuatan formulasi Kandungan bahan aktif perlu diatur sedemikian rupa agar formulasi yang diperoleh selain stabil juga mudah larut dalam air. Ke dalam formulasi juga ditambahkan bahan pelarut, bahan pengemulsi serta bahan pembawa. Formulasi yang diperoleh kemudian diuji untuk menentukan sifat fisik dan kimia serta ketahanannya pada penyimpanan. C. Paten Pengembangan suatu formulasi pestisida nabati memerlukan waktu lama dan dana yang sangat besar. Untuk itu telah dimintakan perlindungan hokum atas proses pembuatan formulasi pestisida dalam bentuk paten ke Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Permohonan dapat diajukan dengan melengkapi persyaratan administrasi berupa surat permintaan paten dan persyaratan fisik berupa uraian penemuan. D. Pengujian efikasi dan toksisitas Pengujian efikasi formulasi perlu dilakukan di laboratorium sebagai uaya mengendalikan mutu formulasi yang diperoleh. Uji toksikologi juga perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas pestisida nabati terhadap mamalia dan hewan bukan sasaran lainnya. E. Registrasi Formulasi pestisida perlu diproses dan didaftarkan di Komisi Pestisida. Kendala yang dihadapi dalam proses registrasi diantaranya adalah dalam melengkapi data toksikologi. Tidak seperti pestisida sintetis, literature yang tersedia untuk data toksikologis mamalia dan lingkungan untuk pestisida nabati sangat terbatas. Perlu dilakukan kerjasama dengan lembagalembaga yang berwenang untuk melakukan pengujian toksikologi jangka pendek dan jangka panjang. F. Produksi Dalam rangka pembangunan pabrik, perlu dilakukan studi perbandingan ke pabrik pestisida yang telah maju di luar negeri. Juga perlu dipelajari cara-cara penanganan limbah industri dari pestisida nabati tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa kendala dalam pengembangan pestisida nabati di Indonesia antara lain adalah : kegiatan penelitian antar disiplin ilmu ahli pestisida masih belum terpadu, ketidakjelasan jaminan penyediaan bahan baku serta bahan aktif dari tanaman yang tidak sama/tetap, bervariasi dan tidak stabil. Masih berakarnya ketergantungan dan kebiasaan petani (sosial-budaya) dalam menggunakan pestisida sintetik; Masih rendahnya penguasaan teknologi pembuatan pestisida nabat: Pestisida sintetik telah mendominasi pasar daripada pestisida nabati dan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat penggunaan pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan. Indonesia dengan kekayaan sumber daya yang tidak ternilai besarnya, mempunyai potensi untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman penghasil pestisida nabati. Dalam rangka pengembangan pembangunan dan pemanfaatan pestisida nabati perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan dan terpadu mulai dari aspek tanamannya hingga aspek pemasarannya, sehingga arah dan strategi pengembangannya dapat diselesaikan secara jelas dan tuntas. Pengetahuan pembuatan pestisida nabati yang ada di kalangan masyarakat perlu diteliti kembali dan diuji keampuhannya oleh Perguruan Tinggi, untuk disempurnakan dan dibuat standarisasinya. Berbagai langkah yang menyangkut identifikasi bahan aktif, pengembangan formulasi, validasi, efikasi, uji keamanan terhadap tanaman dan jasad bukan sasaran, toksikologi, pendaftaran dan penjajagan pasar perlu ditempuh untuk mengembangkan pestisida nabati berskala industri. Pengembangan penyediaan bahan baku, efektivitas dan kestabilan formulasi merupakan kata kunci untuk keberhasilan pengembangan industri pestisida.

PUSTAKA Djoko Prijono dan Hermanu Triwidodo, 1993. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Heyne, K., 1987. Denuttige planten van Indonesie. NV. Uitgeverijw. Van Hoeve S-gravenhage, Bandung. Natawigena, H., 1990. Pengendalian Hama Terpadu, Penerbit CV. Armico Bandung. Natawigena, H., 1992. Pengendalian Hama Secara Hayati. Penerbit TRON, Bandung. Natawigena, H., 1993. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Penerbit Trigenda Karya, Bandung. Permana, AD., T. Aditya dan S. Sastrodihardjo, 1993. Pengembangan Pestisida Mimba, PAU Ilmu Hayati ITB. Sjafril Kemala dan Ludi Mauludi, 1993. Potensi Sumberdaya dan permasalahan Pengembangan Pestisida Nabati di Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai