Anda di halaman 1dari 43

Modul-02 1 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Mata Kuliah Kode/SKS/Smester


Pokok Bahasan Tujuan Instruksional Khusus

: Budidaya Laut : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007


: Materi 1: Pendahuluan : Menyebutkan dan menjelaskan Ruang Lingkup dan Pengertian Nutrisi dan Pakan, Fungsi Pakan dan Syarat-syarat Pakan : Pengertian Pakan dan nutrisi dalam MK Budidaya Laut, Terminologi terkait dengan Nutrisi dan Pakan dalam MK Budidaya Laut, Fungsi Pakan dan Syarat-syarat Pakan dalam MK Budidaya Laut

Sub-Pokok Bahasan

Kegiatan Belajar Mengajar

Dosen : menjelaskan, memberi


contoh, tanya jawab, memberi tugas Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan, mandiri

Media Evaluasi

: Papan tulis, OHP+LCD : Soal tanya jawab, kuis, soal objektif tertulis.

Modul-02 2 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Materi I:
1. PENDAHULUAN
1.1 Terminologi atau istilah Nutrisi (Nutrition), Makanan (food), dan Pakan (Feed) Pengertian umum nutrisi adalah makanan, pakan atau gizi atau ilmu gizi bagi manusia atau pakan pada hewan (study of human

and or animal diet).

Pengertian khusus (spesifik) ilmu gizi yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana memenuhi kebutuhan makanan pada manusia maupun hewan secara ber-kualitas, kuantitas, maupun estitika. Kualitas makanan menyangkut kandungan nutrisi bahan makanan seperti protein (asam amino, hormon dll), lemak (asam lemak, phospolipid, wax dll), karbohidrat (gula, glukosa, sukrosa, saccarosa dll), vitamin (A, B, C, D, E, K), mineral (Fe, Mg, Zn, Ca, K, dll). Sedangkan kuantitas adalah besarnya (energi) kandungan bahan makanan (nutrient) yang dibutuhkan manusia maupun hewan hidup dan tujuannya). Bahan makanan yang dibutuhkan sebagai sumber nutrisi (food sources) seperti halnya nasi, gandum, roti, ikan, daging, susu, sayur mayur, buah-buahan (pada manusia) atau dedak, bungkil kelapa, tepung beras, tepung kedelai, tepung ikan, daging ikan, ikan kecil, phytoplankton, zooplankton (pada hewan). Dalam ilmu ini juga dipelajari bagaimana cara menyiapkan, menyajikan dan memberi makan (preparing, serving and feeding) serta bagaimana cara makannya untuk melangsungkan hidupnya (bagi pertumbuhan somatis, metabolisme, dan reproduksi) secara proporsional (sesuai dengan siklus

(receiving). Dalam ilmu ini juga dipelajari tentang jumlah kandungan makanan
yang dianjurkan untuk tujuan tertentu (diet).

Modul-02 3 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

1.2 Terminologi yang berhubungan dengan Nutrisi 1. Nutrient (bahan atau sumber gizi: sumber karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dll) 2. Nutritious (bergizi, kaya akan nutrient) 3. Nutritionist (ahli gizi) 4. Diet (jenis makanan yang biasa dimakan oleh seseorang atau komunitas -

sort of food that usually eaten by person or community; atau jenis atau
jumlah tertentu dari makanan yang boleh dimakan-limited variety or

amount of food that is allowed to eat).


5. Energy: a. Terminologi fisika: kemampuan materi atau radiasi untuk melakukan kerja sebagai akibat dari pergerakannya, massanya atau beban listriknya (Ability of

matter or radiation to do work due to its motion or its mass or its electric charge)
Kemampuan untuk bertindak atau bekerja dengan kekuatan dan semangat (Ability to act or work with strength and eagerness), Bahan bakar dan sumber-sumber lain yang digunakan untuk mengoperasionalkan mesin; b. Terminologi biologi: semua bahan makanan yang menghasilkan enerji ketika dioksidasi atau dipakai dalam proses metabolisme (a property of

the energy-yielding nutrients metabolized)

when they are oxidized and

1.3 Terminologi yang berhubungan dengan Food atau Feed a. Food (makanan)-Feed (pakan-buatan-artificial):

Food/Feed Conversion Ratio-FCR

Modul-02 4 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

(rasio perbandingan makanan yaitu jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg berat hewan kultivan)

Food/Feed Efficiency :
(efisiensi makanan yaitu penambahan berat basah hewan kultivan per unit berat kering makanan yang diberikan)

Food additive (makanan tambahan) Food habits/food behaviour (kebiasaan makanan) Natural/Artificial Food (makanan alami atau buatan) Live Food (makanan hidup) Live Feed (pakan hidup) Fresh Food (makanan segar) Fresh feed (pakan segar)

b. Feeding (process of giving feed/food)

Feeding Habits/ Feeding Behaviour (kebiasaan memakan)


Feeding Periodicity (Periode memakan)

Feeding Frequency (frekuensi pemberian pakan) Feeding Rate (Laju pemberian makanan/pakan)) Feeding time (waktu pemberian makanan/pakan) Feeding Schedule (jadwal pemberian makanan/pakan) Direct/indirect
langsung)

feeding

(pemberian

pakan

secara

langsung/tidak

1.4 Terminologi Yang Berhubungan Dengan Persiapan Dan Penyimpanan Makanan/Pakan Menurut cara menyiapkan dan cara penyimpanannya pakan mempunyai beberapa istilah:

Modul-02 5 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

1. Pakan alami, terdiri atas : Pakan Segar (fresh feed atau frozen feed). Adalah pakan segar dan beku dari freezer dimana bentuknya tidak berubah seperti keadaan hidup. Misalnya fito maupun zooplankton beku serta ikan atau udang-udangan beku dll. Pakan Hidup (live food). Adalah pakan yang diberika dalam keadaan masih hidup ketika diberikan kepada hewan kultivan. Pakan ini bisa dibiakkan bersama-sama dengan kultur kultivan tapi juga bisa dibiakkan terpisah. Misal: fitoplankton Chlorella sp atau zooplankton Brachionus sp atau Artemia sp sebagai pakan yang dibiakkan bersama-sama dengan larva ikan laut dan udang. 2. Pakan Buatan. Adalah pakan yang dibuat dan diramu sedemikain rupa dari pelbagai bahan makanan menggunakan formula tertentu sehingga bisa memenuhi kebutuhan nutrisi hewan kultivan secara komplet (complete

diet). Pakan buatan yang dibuat berkadar air rendah biasanya kurang
dari 15% sehingga bisa disimpan dalam waktu lama di suhu kamar yang tidak lembab. Kelebihan pakan buatan ini juga mengurangi kemungkinan penularan penyakit (dibandingkan dengan makanan alami), transfortasi yang mudah (dibandingkan makanan alami) dan tidak mengenal musim (tersedia terus menerus). Pakan ini bisa berbentuk pellet (tubular), butiran (granule), remah (crumble), pasta, dan tepung (dust). 3. Pakan Tambahan: Adalah makanan yang ditambahkan kedalam rangsum makanan karena rangsum yang diberikan kurang atau tidak komplet (incomplete

diet). Misal: hewan kultivan telah diberi zooplankton atau ikan rucah

Modul-02 6 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

yang kaya akan proteiin tapi rendah akan karbohidrat. Maka pemberian tambahan seperti dedak, daun, bungkil kelapa, ampas tahu, diberikan kepada hewan kultivan untuk melengkapi kebutuhan karbohidrat. Dalam aplikasi pemberian pakan (feeding application) seringkali terjadi kombinasi sumber bahan makanan misal mikroalgae spesies tertentu yang kaya karbohidrat dikombinasikan dengan spesies lain yang kaya akan protein atau lemak dengan kandungan asam lemak PUFA atau HUFA tertentu. Baik pakan buatan maupun pakan tambahan dalam persiapannya sering dilakukan melalui proses pengeringan dan atau kering beku seperti pengeringan dengan oven (oven dried), pengeringan dengan sinar matahari (sun dried), pengeringan dengan drum (drum dried) dan pengeringan beku dengan freeze drier (freeze dried). 4. Pakan/makanan Langsung (direct feed/food) Adalah makanan, yang diberikan langsung kepada hewan target sebagai konsumen pertama. 5. Pakan Tidak Langsung (indirect feed/food) Adalah makanan, biasa hidup dan segar yang diberikan secara tidak langsung kepada hewan target tetapi diberikan melalui hewan perantara, biasanya karena tujuan pengkayaan (enrichment) atau alasan teknis karena dinding selnya yang tebal atau tidak bisa/sukar dicerna (indigestible) oleh hewan target (kultivan) sehingga dibutuhkan hewan pemecah dinding sel (yang biasanya terdiri dari selulosa) sebelum diberikan kepada hewan target. 6. Pakan pembelajaran Adalah pakan yang diberikan secara sedikit-sedikit (gradual) kepada hewan kultivan dengan maksud membiasakan jenis makanan baru dari yang biasa dimakan (food habits).

Modul-02 7 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

1.5

Terminologi yang berkaitan dengan Enerji dalam MK Budidaya Laut a. Enerji Makanan (Gross Energy) Adalah total enerji (kkal) yang diperoleh melalui oksidasi makanan GE= F x Ef Keterangan: GE F Ef = Gross Energy (kkal atau kJ) = jumlah makanan yang diberikan per individu (g) = Enerji dalam makanan (kkal atau kJ)

b. Enerji Makanan Yang Bisa Dicerna (Digestible Energy) Adalah enerji Bruto Makanan dikurangi dengan enerji bruto dari feses yang dihasilkan per unit berat makanan yang dikonsumsi
RE FE RE

DE =

Keterangan: DE = Digestible Energy = Ransum Energy = enerji dari makanan = Faeces Energy = enerji dari feses

RE FE

c. Enerji Dari Makanan Yang Bisa Dimetabolisme (Metabolized Energy) Adalah enerji bruto makanan dikurangi enerji bruto dari feses dikurangi enerji bruto dari urine dikurangi enerji bruto dari buangan saluran pernafasan per unit makanan yang diberikan ME = RE (FE + UE + BE)

Modul-02 8 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Keterangan: ME RE FE UE = Metabolized Energy = Ransum Energy = enerji dari makanan = Faeces Energy = enerji dari feses = Urine Energy = enerji dari urin

d. Enerji Yang Diterima Netto (Bersih) Adalah enerji yang dapat dimetabolisme dikurangi panas tambahan atau enerji yang disimpan per unit makanan e. Penerimaan Enerji Bersih Untuk Pemeliharaan Adalah bagian dari penerimaan enerji bersih yang dikeluarkan untuk pemeliharaan (maintenance) hewan dalam keseimbangan enerji 2. Ruang Lingkup Nutrisi dan Pakan dalam MK Budidaya Laut Ruang lingkup Pokok Bahasan Nutrisi dan Pakan dalam kuliah ini dibatasi pada teori dasar tentang pentingnya ilmu nutrisi/pakan sebagai bagian yang integral dari suatu sistem budidaya, beserta teknik-teknik penyediaan pakan baik pada pakan alami maupun pakan buatan serta aplikasinya bagi kultivan. Dalam MK Budidaya laut ini tidak diajarkan bagaimana teori dan praktek mempersiapkan makanan seperti tata boga dalam etika penyajian sebuah jamuan makan untuk konsumsi yang melibatkan unsur estetika (serving). Dalam mata kuliah ini diajarkan teori dan praktek teknikteknik penyedianan pakan alami melalui teknik kultur secara aseptik baik skala laboratorium maupun massal. Sedangkan teori dan praktek pembuatan pakan buatan dilakukan melalui teknik formulasi pakan dengan mengambil sumber-sumber bahan pakan yang ada kemudian dilakukan test terhadap kualitasnya.

Modul-02 9 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

3. Syarat-syarat Pakan Ada beberapa persyaratan sebuah bahan pakan bisa dipakai dalam budidaya. Syarat-syarat tersebut adalah: o Bergizi (nutritious) o Tidak beracun (non-toxics) o Mudah ditelan (ingestible) o Mudah dicerna (digestible) o Tekstur partikel kompak (intact dan water stability tinggi) o Ukurannya (diameter) sesuai usofagus kultivan o Bentuknya sesuai target kultivan o Mudah dilihat, menarik dan disukai (visible. attractive dan Palatable) o Murah harga dan proses membuatnya (affordable) o Mudah didapat (available) Sementara itu pakan harus memenuhi syarat sesuai kebutuhan kultivan dalam masa-masa perkembangannya. Syarat-syarat tersebut menyangkut tentang:

1. Amount or density of food (jumlah atau densitas pakan)


Adalah jumlahnya atau kuantitas pakan yang dibutuhkan oleh kultivan sesuai dengan perkembangannya. Pakan yang diberikan tidak sekedar mengenyangkan tetapi juga harus memenuhi syarat nutrisi. Contoh: densitas makanan untuk kultur larvae ikan laut berkisar antara 0.05 kopepoda per mL sampai 200 dinoflagellata per mL. Secara nutrisi stadia awal pertumbuhan memerlukan kandungan protein relative lebih tinggi dibandingkan dengan stadia lanjut dimana nutrisi banyak difungsikan untuk pertahanan hidup. Ikan Nila (Tilapia nilotica) misalnya, jumlah pakan buatan yang diberikan berkisar 3% dari berat badannya (atau dari total berat ikan yang dipelihara) per hari. Frekuensi pemberian pakannya (feeding

Modul-02 10 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

frequency) bisa diberikan 3 kali waktu feeding misalnya pagi, siang, dan
sore. Sementara itu, Lele (Clarias batrachus) jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5-10% dari berat totalnya dengan frekuensi 3 kali sehari yakni pagi, siang, dan sore. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) yang hidupnya omnifora dimana di stadia awal berukuran 1-10 cm makannya plankton, udang kecil, dan ikan kecil, maka setelah berukuran 20 cm hampir 70% perutnya diisi oleh udang-udangan dan 30%-nya ikan-ikan kecil. Pemberian pakan ikan ini tergantung pada ukurannya. Untuk ikan dengan berat kurang dari 100 g diberi sebanyal 8-10% dari berat ikan yang dipelihari per hari, sedangkan untuk ikan dengan berat lebih dari 100 g sebanyak 3-4% dari berat total ikan yang dipelihara. Sedangkan frekuensi pemberian pakannya adalah 3-4 kali per hari sedangkan ikan besar bisa 2 kali per hari dilakukan pada saat setelah matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. Pada densitas pakan yang tinggi menyebabkan masalah pada kondisi suhu tinggi. Baik reproduksi pakan hidup, misal kopepoda atau mikroalgae, dan metabolisme, misalnya terjadi kenaikkan konsumsi oksigen dan produksi ammonia, semua biota hidup dalam tanki pemeliharaan akan naik.

2. Particle texture, Size and Shape (Tekstur butiran, ukuran dan bentuk)
Tekstur butiran pakan merupakan faktor penting sehingga pakan tetap terkontrol dalam keadaan stabil densitasnya (intact) dan terkontrol kandungan airnya. Stabilitas pakan dalam air (water stability of feed) menjadi hal penting sehingga pakan sampai pada sasarannya tanpa mengalami kerusakan yang mengurangi nilai nutrisinya. Ukuran rata-rata pakan buatan disesuaikan dengan diameter usofagus larva kultivan. Kelemahan penggunaan pakan buatan biasanya terletak pada ketidak elastiknya pakan dibanding pakan hidup dan tidak kompatibelnya pakan setelah ditelan oleh kultivan. Padahal pakan harus bisa ditelan ( ingestible),

Modul-02 11 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

kemudian masuk dalam system pencernaan kultivan untuk dicerna (digestible). Ukuran dan bentuk pakan merupakan hal yang penting yang disesuaikan dengan jenis kultivan (menyangkut kebiasaan makan dan kebiasaan memakannya) dalam stadia hidupnya. Kultivan yang secara alami hidupnya di dasar seperti udang atau lele, maka pakan yang disediakan harus pakan dengan bentuk yang sedemikian rupa sehingga mudah tenggelam dan bisa sampai di dasar. Untuk bisa sampai di dasar ini berarti pakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pakan tidak larut dan tidak hancur sampai di dasar dimana kultivan berada. Untuk itu diperlukan teknik formulasi pakan bila praktisi dihadapkan pada pilihan bahan pakan yang tidak banyak tersedia. Sebaliknya, bagi kultivan yang hidupnya di permukaan air, maka pakan harus dibikin untuk tidak bisa tenggelam. Dilihat dari bentuknya, pakan bagi usia dini biasanya berbentuk tepung (powder atau dust), juvenile berbentuk remah (crumble), sedangkan dalam usia lanjut pakan berbentuk pellet (tubular) atau butiran (granule) tergantung dengan cara makan kultivan. Udang cara makannya dengan cara menggerogoti makanan di dasar perairan yang berbeda dengan ikan-ikan kecil yang makannya dengan cara langsung telan atau ikan karnivor besar yang cara makannya dengan mengoyak daging. Beberapa metode yang dipakai untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan tekstur partikel adalah dengan memberikan komponen perekat (binder) sehingga pakan tetap dalam keadaan kompak. Bahanbahan pakan yang bisa dipakai sebagai binder diantaranya adalah tepung kanji, terigu, sagu, dan agar-agar. Sementara itu, masalah yang dihadapi pada ukuran biasanya dilakukan dengan metode seizing dan homogenizing sehingga ukuran pakan dalam keadaan seragam.

Modul-02 12 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

3. Feeding Frequency
Kuantitas maupun kualitas bahan pakan yang dikonsumsi kultivan ditargetkan untuk memenuhi syarat gizi bagi pertumbuhannya. Frekuensi pemberian makanan tergantung kepada Gut Evacuation Time atau masa pengosongan lambung kultivan, kebiasaan makan hewan kultivan.

4. Feeding Periodicity
Periode makan suatu kultivan berbeda satu sama lain. Ada yang makan pada periode gelap, ada yang makan pada periode terang.

5. Feeding Habits
Cara makan biota berbeda-beda satu sama lain. Kebiasaan tersebut berkaitan dengan kebiasaan hidupnya. Udang yang hidupnya di dasar (demersal) akan makan di dasar dengan cara mengerat. Sementara itu ikan hiu memakan ikan lain dengan mengoyak dagingnya. Banyak ikan memakan dengan cara menelan langsung korbannya.

6. Food Habits
Kebiasaan makanan yang dikonsumsi oleh biota. Hal ini sesuai dengan kesukaannya terhadap jenis makanan tertentu (food preferences) seperti:

particulate feeders, filter feeders, suspension feeder dan prey strikers.


Berdasarkan variasi makanannya dibedakan sebagai makro atau mikro

phytopahagous, zoo-planktivorous, detrivorous, molluscivorous, piscivorous


dan sebagainya.

7. Feeding Rate
Kecepatan makan biota per satuan waktu tertentu.

Modul-02 13 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

8. Feeding Time
Waktu yang dibutuhkan biota untuk memakan jumlah tertentu makanan yang diberikan.

9. Feeding Schedule
Jadwal pemberian makanan kepada biota sesuai dengan kebutuhannya. Ada biota yang makan malam hari maka jadwal makannya harus dibuat malam hari. Demikian sebaliknya bila biota makannya pagi, siang atau sore hari. Pakan tersebut bisa diberikan secara manual tetapi juga bisa diberikan secara otomatis dengan alat automatic feeders.

10. Food atau Feed Conversion Ratio (FCR)


Secara praktis diartikan sebagai jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg berat hewan kultivan. Secara biologis FCR merupakan kemampuan biota (kultivan) untuk merubah pakan menjadi daging. Semakin rendah nilai FCR maka semakin rendah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging kultivan. Artinya, pakan tersebut semakin efisien untuk diubah menjadi daging oleh kultivan. Secara ekonomis ini menguntungkan karena menekan beaya produksi karena murahnya beaya pakan. Artinya, bila kultivan herbivora diberi pakan nabati yang relatif murah, kemudian kultivan bisa merubah menjadi protein hewani yang mahal harganya, maka ini akan menguntungkan bagi akuakulturis. Disamping faktor-faktor diatas, maka faktor lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pergerakan air (water movement) adalah sangat penting untuk oksigenasi, untuk mencegah adanya stratifikasi suhu, dan untuk menyebarkan makanan dalam kolom air. Namun demikian, air yang terlalu deras atau berarus kencang justru akan menyulitkan larvae kultifan untuk memakan, membuat larvae

Modul-02 14 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

harus berjuang untuk makan sehingga membuang-buang energi yang mestinya bisa untuk pertumbuhan dagaing. Derasnya arus ini juga berakibat timbulnya gelembung-gelembung udara berlebihan yang menyebabkan larvae bergerak cepat ke permukaan. Sirkulasi udara pada saatnya nanti bisa dinaikkan secara pelanpelan (gradual) bilamana larvae semakin besar dan menjadi perenang yang lebih kuat. Aerasi yang optimal akan tergantung kepada faktor-faktor seperti spesies, umur, dan ukuran larvae serta bentuk tanki, suhu media, dan kualitas air. Wadah atau tanki pemeliharaan juga merupakan faktor penting. Pertumbuhan dan kelangsunganhidup larvae ikan biasanya akan lebih baik pada kondisi tanki dengan warna gelap dibanding warna putih atau warna terang. Tanki dengan dinding gelap dan dasar terang akan menaikkan tingkat penampakan pakan (food appearance) baik bagi larvae maupun bagi akuakulturis.

Modul-02 15 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Mata Kuliah Kode/SKS/Smester

: Budidaya Laut : PKB 237 P/3/Genap 2006-2007

Pokok Bahasan : Perkembangan Nutrisi dan Pakan Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan menjelaskan Pentingnya Ilmu Nutrisi dan Pakan Sub-Pokok Bahasan : Perkembangan (prospects dan constrains) ilmu Nutrisi dan Pakan dalam Budidaya Laut Kegiatan Belajar Mengajar :

Dosen : menjelaskan, memberi


contoh, Tanya jawab, memberi tugas Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan, mandiri

Media Evaluasi

: Papan tulis, OHP, LCD, computer : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Modul-02 16 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Materi II:
2. Arti Pentingnya Pakan dan Nutrisi dalam Budidaya
Budidaya merupakan usaha manusia untuk memanfaatkan perairan baik dii laut (mariculture), di darat (inlands aquaculture) maupun di payau (brackishwaters

aquaculture) dengan menumbuhkembangkan biota (hewan dan tanaman)


semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan secara berkesinambungan. Dalam usaha budidaya banyak faktor yang harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan sistem yang terintegrasi, tidak terpisahkan perannya satu sama lain. Salah satu faktor penting dalam berbudidaya adalah pengetahuan tentang pakan dan nutrisi yang menjadi faktor yang menentukan keberhasilan budidaya. Karena usaha ini berhubungan dengan makluk hidup maka upaya untuk mempertahankan kehidupannya sampai ukuran ekonomislah yang menjadi tujuannya. Tanpa pengetahuan biologi hewan yang dibudidaya dimana kebutuhan akan makanan merupakan salah satu faktor dasar bagi pertumbuhan dan metabolisme bagi kelangsungan hidupnya maka usaha budidaya dikawatirkan akan berakhir dengan kerugian ekonomis. Pengetahuan yang baik tentang nutrisi, enerji dan pakan bagi biota kultivan yang didukung dengan pola manajemen semua komponen pendukungnya akan menjadikan usaha budidaya menjadi usaha yang menguntungkan dan berkelanjutan (sustainable). Lihat diagram di bawah ini:

Modul-02 17 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Site Selection

Construction

Marketing

Species Selection

Post Harvest Management

Feeding

Water Quality Management

Hatchery

Diseases and Pest Control

Rearing

Gambar 1. Diagram Hubungan saling ketergantungan antara komponen dalam sistem usaha budidaya

Pemberian makanan (feeding) terhadap hewan kultivan selalu dihubungkan dengan posisi tropik hewan tersebut dalam piramida makanan atau dalam rantai makanan (food chains). Menurut jenis makanannya ikan dibagi atas kelompok herbivora (pemakan tumbuhan), karnivora (pemakan daging), omnivora (pemakan segala), scavenger (pemakan bangkai), detritus feeder (pemakan detritus), filter

feeder (pemakan dengan menyaring, contohnya kerang-kerangan) suspension feeder (pemakan dalam suspensi, contohnya Artemia), sucker (penghisap), grazier
(pengerat) dll. Posisi level tropik dalam piramida dan rantai makanan tersebut menjadi penting karena semakin tinggi tingkat tropik dalam piramida makanan, maka akan semakin panjang rantai makanan yang berarti semakin banyak enerji dalam proses transformasi materi. Dalam dunia budidaya, posisi tropis ini menjadi penting karena semakin tinggi posisinya maka akan semakin banyak beaya yang dikeluarkan. Sebaliknya organisme yang berada pada posisi tropik di bawah seperti ikan herbivora dan omnifora memiliki ongkos produksi yang lebih murah. Bahkan,

Modul-02 18 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

para petani tambak tradisional hanya mengandalkan makanan alami yang tumbuh di tambak sebagai makanan pokoknya bandeng dalam produksinya. Untuk meningkatkan produksi bandengnya para petani tambak tradisional hanya mengolah tanah, pemupukan dan pengelolaan air guna memicu pertumbuhan tumbuhan air sebagai pakan alaminya bandeng.

Modul-02 19 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Mata Kuliah Kode/SKS/Smester Pokok Bahasan

: Budidaya Laut : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007

: Pendahuluan, Terminologi dan Ruang Lingkup Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan Menjelaskan Latar Belakang, Terminologi serta Ruang Lingkup Artemia sebagai Pakan dalam Budidaya Laut Sub-Pokok Bahasan : Peran Artemia sebagai pakan alami dalam budidaya dan posisinya diantara sumber pakan yang lain Kegiatan Belajar Mengajar : Dosen : menjelaskan, memberi contoh, Tanya jawab, memberi tugas Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan, mandiri

Media Evaluasi

: Papan tulis, OHP+LCD : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Modul-02 20 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Materi III:
3. Artemia sebagai Pakan Alami
3.1 Pengertian Pakan Alami

Pakan Alami adalah segala bahan makanan yang tersaji dan berasal langsung dari alam. Contoh: Silase atau daun-daunan adalah makanan alaminya
ternak (di darat). Fitoplankton dan zooplankton adalah makanan alaminya ikan (di air). Budidaya Pakan Alami dalam kuliah ini adalah semua upaya pembudidayaan golongan fito dan zoo plankton serta golongan lain sebagai makanan yang disajikan baik secara hidup-hidup pada larvae ikan, udang dan moluska secara langsung maupun tidak langsung 3.2 Pengertian, Terminologi dan Ruang Lingkup Artemia Dengan latar belakang tersebut diatas dalam uraian Modul ini akan

disampaikan gambaran pola pertumbuhan Artemia beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, praktik-praktik dalam persiapan feeding melalui penetasan kista maupun kultur untuk dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya/hatchery. 3.3 Biologi Artemia Secara taksonomis, klasifikasi sistematika Artemia adalah sebagai berikut: Phyllum Class Subclass Order Family Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Anostraca : Artemiidae : Artemia, Leach 1819

Nama Artemia salina Linnaeus 1758 secara taksonomis sudah tidak dipakai lagi (Bowen dan Sterling, 1978). Eksperimen persilangan antar Artemia dari pelbagai populasi menunjukkan adanya isolasi reproduksi dari beberapa kelompok

Modul-02 21 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

dalam populasi (Clark dan Bowen, 1976) dan menyebabkan adanya pengakuan terhadap spesies sibling sehingga penamaan secara taksonomi harus diberikan. Diantara strain biseksual atau zygogenetik Artemia (populasi yang terdiri dari jantan dan betina) ada 6 jenis sibling yang diketahui sejauh ini, yakni:

Artemia salina Artemia tunisiana Artemia fransiscana Artemia urmiana Artemia monica

: Lymington England : Eropa : Amerika (Utara, Tengah dan Selatan) : Iran : Mono-Lake, CA-USA

Beberapa jenis parthenogenesis (populasi terdiri dari Artemia betina saja, tidak ada fertilisasi telur yang dibutuhkan untuk reproduksi) ditemukan di Asia dan Eropa. Jenis ini mempunyai perbedaan genetic dalam hal pola jumlah kromosom dan isoenzym yang menyebabkan jenis Artemia ini diklasifikasikan secara taksonomis kedalam spesies

Artemia

parthenogenetica

yang

sangat

membingungkan. Sehingga dalam kesempatan Simposium Internasional Pertama tentang Artemia di Amerika pada th. 1979, disarankan bahwa bilamana jenis

sibling dari strain zygogenetik belum teridentifikasi (melalui uji perkawinan silang
dengan jenis sibling yang sudah dikenal), dan hingga spesifikasi Artemia betulbetul diketahui (terutama pada jenis parthenogenesis), maka hanya nama genus Artemia saja yang dipakai. 3.4 Morfologi dan Siklus Hidup Populasi Artemia dijumpai hidup banyak di danau-danau garam dan tambak-tambak garam di seluruh dunia. Pada suatu saat tertentu di setiap tahun, banyak partikel (butiran) berwarna coklat berdiameter antara 200-300 mikron mengapung di permukaan danau. Partikel coklat ini dalam jumlah banyak terlihat

Modul-02 22 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

seperti tepung yang sebenarnya terdiri dari kista kering yang tidak aktif dalam kondisi tetap tidur (crystobiosis) sepanjang kondisi tetap kering. Selama kondisi terendam air laut, kista yang bentuknya bundar (biconcave) akan terhidrasi, berubah bentuk menjadi lonjong (spherical), dan di dalam cangkang embrio terus mengalami proses metabolism. Selama 24 jam masa inkubasi membrane luarnya pecah dan embrionya keluar. Beberapa jam kemudian embrio betul-betul meninggalkan cangkangnya. Namun masih melekat di bawah cangkangnya (fase payung). Di dalam fase membrane penetasan perkembangan nauplii telah selesai, kaki-kakinya mulai bergerak dan dalam jangka pendek membrane penetasan pecah dan terpisah (disini istilah penetasan dimulai) dan nauplii yang bebas berenang lahir. Fase larva yang pertama berukuran 400-500 mikron panjangnya, berwarna coklat-oranye (sebagai akumulasi cadangan telurnya) dan mempunyai 3 pasang kaki. Kaki pertama atau antenna pertama disebut antennulae yang berfungsi sebagai alat gerak dan menyaring makanan, dan mandible yang berfungsi untuk meraup makanan. Mata tunggal (ocellus) berwarna merah terletak diantara antenna pertama. Bagian ventral hewan ini tertutup oleh labrum besar yang berperan dalam proses pengambilan makanan (mentransfer partikel makanan dari

setae penyaring ke dalam mulutnya). Instar 1 belum bisa makan karena system
pencernaannya belum berfungsi, apalagi mulut dan anusnya masih tertutup. Setelah kira-kira 12 jam hewan berganti kulit kedalam fase larva yang ke-2 (dikenal juga sebagai instar II). Partikel makanan berukuran kecil (misal sel algae, bacteria, detritus) antara 1-40 mikron disaring oleh antenna ke-2 dan kemudian dimasukkan kedalam saluran pencernaannya (ingestion). Larva berkembang dan berubah bentuk melalui 15 kali ganti kulit (moulting). Sepasang kaki lobular muncul di bagian dada dan berganti menjadi thoracopod, pada kedua sisi sepasang mata lateral terbentuk. Dari instar 10 keatas, terjadi perubahan fungsi dan morfologis, misalnya antennae kehilangan fungsi lokomotionnya dan mengalami perubahan seksual.

Modul-02 23 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Pada hewan jantan, antennae ini berkembang menjadi pengait/penjepit, ementara pada hewan betina entennae berubah menjadi kaki-kaki sensor. Thorakopod sekarang berubah kedalam 3 fungsi, yakni: telopodit dan endopodit yang mempunyai fungsi pergerakan ( locomotion) dan penyaringan makanan (filter-feeding), pernafasan). Artemia dewasa berukuran panjang kira-kira 10mm pada jenis biseksual, dan berukuran sampai 20 mm pada jenis parthenogenesis polyploidy. Fase dewasa ditandai dengan tubuh yang tumbuh memanjang dengan 2 pasang mata, saluran pencernaan linier, antenna sensor dan 11 pasang thoracopod yang telah berfungsi. Hewan jantan mempunyai sepasang supit besar (antenna ke-2) pada daerah kepala, sementara bagian bawah (posterior) di daerah dada terdapat sepasang penis yang bisa dilihat. Hewan betina tidak terdapat kaki-kaki yang berbeda di daerah kepala tetapi terletak tepat di belakang thoracopod yang ke-11. Telur berkembang ke dalam 2 ovari yang berbentuk tabung yang terletak dalam perut (abdomen). Begitu telah matang telur berubah bentuk menjadi lonjong (spherical) dan berpindah melewati 2 oviduct (lateral sack) kedalam uterus (kantong telur). Menjelang proses kawin (precopulation) pada Artemia dewasa diawali oleh pejantan yang menjepit si betina dengan antennae-nya diantara uterus dan thoracopod paling belakang/terakhir. Pasangan jantan-betina ini dapat berenangrenang dalam waktu yang lama dalam posisi membonceng, memukul thoracopod-nya pada laju yang sinkron. Proses kopulasi yang sebenarnya terjadi secara cepat dan reflek, yaitu dimana perut Artemia jantan ditekuk kedepan, begitu penis dimasukkan kedalam uterus, telur dibuahi. Pada Artemia jenis parthenogenesis pembuahan tidak terjadi dan perkembangan embrio bermula begitu telur sampai di uterus. Telur yang telah dibuahi normalnya berkembang menjadi nauplii yang langsung mampu berenang bebas (free-swimming serta

ekspodit membrane berfungsi sebagai insang (alat

nauplii)

(ovoviparous

Modul-02 24 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

reproduction) yang dikeluarkan induknya. Pada kondisi ektrim, misal kadar garam
tinggi atau kadar oksigen rendah, kelenjar cangkangnya, yakni organ berbentuk seperti anggur yang terletak di uterus, menjadi aktif dan mengakumulasi produk sekresi berwarna coklat (haematine). Embryo hanya akan berkembang sampai pada tahap gastrula dimana tahap ini embrio akan dikelilingi oleh kerangka keras dan tebal yang diproduksi oleh kelenjar cangkang coklat, memasuki tahap istirahat (dormancy) atau diapauze (berhentinya proses metabolism embrio) dan dilepaskan oleh betina (oviparous reproduction). Telur biasanya akan terapung-apung di permukaan perairan pada kadar garam yang tinggi dan akan terseret kepinggiran oleh angin dimana telur kemudian mengumpul dan mengering. Karena proses dehidrasi ini, mekanisme diapauze terhenti sehingga telur kembali mengalami proses perkembangan embrionik berikutnya ketika terhidrasi pada kondisi optimal untuk menetas. Pada kondisi optimal, Artemia bisa hidup untuk beberapa bulan, tumbuh dari nauplius samapi dewasa hanya 8 hari dan bereproduksi pada laju lebih dari 300 nauplii atau kista tiap 4 hari. 3.5 Ekologi dan Distribusi Alamiah Populasi Artemia bisa ditemukan dilebih dari 300 danau air asin atau di tambak-tambak di seluruh dunia. Perbedaan strain secara geografis merupakan adaptasi kondisi yang berfluktuasi terhadap suhu udara (6-35 0C) dan komposisi ion biotope seperti klorida, sulfat dan karbonat. Artemia akan tumbuh secara sangat baik pada kondisi air laut alami tetapi tidak mempunyai mekanisme pertahanan diri secara anatomis terhadap predator, sehingga Artemia akan mudah sekali dimakan oleh karnifora seperti ikan, krusrasea, dan insekta. Namun demikian kemampuan adaptasi secara fsiologis terhadap biotope terhadap salinitas yang sangat tinggi, menjadikan Artemia memiliki mekanisme pertahanan diri yang sangat efisien secara ekologis terhadap predator. Artemia merupakan hewan yang dikenal mempunyai system osmoregulasi yang paling efisien di kerajaan hewan.

Modul-02 25 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

3.6

Pemanfaatan Artemia Sebagai Pakan Alami Populasi Artemia ditemukan di lebih dari 300 danau air asin baik alamiah

maupun buatan di seluruh dunia ((Sorgeloos et al., 1986). Kemampuan beradaptasi secara fisiologis artemia di kadar garam yang tinggi menjadikan hewan ini satusatunya yang paling efisien pada system osmoregulasinya di kerajaan binatang (Croghan, 1958). Apalagi hewan ini juga mampu mensintesa secara efisien pigmen-pigmen respirasi (haemoglobin) untuk mengatasi rendahnya kadar oksigen di media hidupnya dimana konsentrasi kadar garamnya sangat tinggi (Gilchrist, 1954) dan akhirnya dapat memproduksi kista dormannya ketika kondisi lingkungan membahayakan kelangsunganhidupnya. Sehingga Artemia hanya akan ditemukan di perairan dengan kadar garam dimana predatornya tidak bias hidup di dalamnya, yaitu pada 70 ppt (Sorgeloos, et al., 1986). Pada kondisi dimana tidak ada predator dan kompetitor Artemia dapat sering berkembang dalam kultur tunggal (monokultur) yang skala besar, dengan densitas yang terkontrol terutama oleh makanan yang terbatas. Reproduksi ovoviviparous (nauplii sebagai keturunan langsungnya) terjadi biasanya pada tingkat kadar garam yang rendah, sementara kista sebagai hasil reproduksi oviparous diproduksi pada salinitas diatas 150 ppt (Sorgeloos, et. al., 1986). Kista kering diambil di tambak-tambak garam atau danau-danau garam dan di produksi pada Artemia yang diberi makan fitoplankton alami. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa mengkultur nauplii Artemia hingga dewasa sebagai pakan langsung bagi larvae yang lebih besar merupakan sumber protein bagi pakan hewan bahkan untuk manusia(Sorgeloos, 1980). Semenjak munculnya ekspansi lavikultur secara komersial dan mendunia pada ikan laut dan udang-dangan yang membutuhkan kista Artemia dalam jumlah banyak, dimana kista kemudian akan ditetaskan menjadi nauplii sebagai pakan larvae, kebutuhan akan adanya Artemia menjadi sangat krusial di industry marikultur.

Modul-02 26 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Nauplii Artemia yang baru menetas tidak hanya paling baik tetapi juga diakui sebagai makanan alami yang gampang didapat (available) bagi larvae ikan dan krustacea di masa-masa awal siklus hidupnya. Kajian pustaka oleh Lager et al. (1986) mendaftar bahwa kelompok organisme dalam kerajaan hewan yang paling luas (defersifikatif) seperti foraminifera, cacing pipih, polikaeta, cnidarians, cumi-cumi, insekta, chaetognatha, ikan, dan krustasea telah diberi Artemia sebagai sumber pakannya. Kemudahan pemanfaatan Artemia terletak pada keseterdiaan kista kering kemasan yang memuaskan konsumen seperti para akuaris, akuakulturis, ahli ekologi perairan, dan ahli toksikologi lingkungan yang memanfaatkan Artemia sebagai hewan standard di laboratorium. Menurut Kinne (1977) lebih dari 85% hewan laut yang dikultivasi sejauh ini telah diberi Artemia sebagai sumber makanannya baik secara single maupun kombinasi dengan sumber makanan yang lain. Meskipun banyak pakan buatan telah diproduksi, namun larvae Artemia lanjutdan Artemia dewasa masih merupakan pakan yang paling baik dalam budidaya ikan dan postlarvae krustasea (Sorgeloos et al., 1986). Naiknya permintaan menyebabkan berkembangnya produksi Artemia di banyak Negara, bahkan di Negara dimana tidak ditemukan Artemia di alam. Di Negara-negara tersebut ARtemia diproduksi secara ekstensif, semi-intensif atau secara intensif komersial atau di tambak-tambak garam. Namun demikian, produksinya tidak bisa mensuplai

permintaan dunia akan kista secara nyata akibat tidak konsistensinya kualitas penetasan (Tackaert and Sorgeloos, 1991) dan nilai nutrisinya bervariasi dari sumber-sumber yang ada walaupun dengan wadah yang sama (Sorgeloos, 1986). Sekarang, lebih dari 70% produksi kista dunia masih tergantung pada produksi kista di Great Salt Lake of Utah-USA. Namun demikian, produksinya juga mengkawatirkan karena tergantung pada kondisi (Bengtson et al., 1991).

Modul-02 27 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Karena sifatnya Artemia yang tidak selektif dalam mengambil makanan, maka hewan ini bisa diberi makanan apapun sepanjang ukurannya tidak lebih dari 50 m. Sehingga, pengkayaan makanan dengan essential fatty acid (EFA) akan diproduksi Artemia dengan kualitas nutrisi yang lebih baik pula. Sebagai kesimpulan dari uraian diatas, maka ada beberapa pertimbangan mengapa praktisi budidaya mempergunakan Artemia sebagai sumber pakan alami. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa: 1. Artemia telah secara intensif dimanfaatkan sebagai pakan di industri aquakultur secara luas, dan kistanya telah tersedia di pasaran di pelbagai sumber yang bias dipercaya kualitasnya. 2. Teknologi untuk memproduksi larvae nauplii dari materi kista Artemia telah diketahui secara baik 3. Artemia telah dikenal sebagai sumber pakan alami dengan kandungan nutrisi lengkah bagi pelbagai kelompok kultifan krustasea dan ikan baik yang hidup pada media air laut maupun tawar 4. Artemia ditemukan di lebih dari 300 danau air asin dan di tambak-tambak garam di seluruh dunia. Pemanfaatan terbesar Artemia berda di Asia Tenggara yang berasal dari the Great Salt Lake di Utah, U.S.A dimana pemanenan (harvesting), pengeringan (drying), dan pengalengan (canning) dilakukan dibawah lisensi Pemerintah Amerika. 5. Di hampir semua system akuakultur, Artemia disajikan dalam bentuk nauplii segar yang baruI menetas. Namun beberapa praktisi lebih memilih Artemia dewasa yang nilai nutrisi dipercaya lebih baik.

Modul-02 28 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka ada sebuah kebutuhan untuk mengembangkan sumber pakan alternative untuk memenuhi kebutuhan industri akuakultur saat ini yang semakin pesat perkembangannya terutama di Negara-negara pantai beriklim tropis dan sub-tropis.

Modul-02 29 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Gambar 2. Skematis Ultrastruktur sebuah Kista Artemia

Gambar 3. Perkembangan Kista Artemia mulai dari saat masa inkubasi penetasan dalam media air laut sampa pelepasan naupliii

Modul-02 30 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

5. Daerah kepala dan dada bagian atas instar XII 6. Daerah kepala dan dada bagian atas pejantan muda 7. Daerah dada bagian bawah, perut dan uterus betina subur 8. Kepala pejantan dewasa 9. Pasangan Artemia dalam posisi berboncengan 10. Betina Dewasa 11. Pejantan Dewasa 12. Detail tentang thorakopod anterior pada Artemia dewasa 13. Uterus Artemia ovoviviparous terisi penuh dengan kista 14. Uterus Artemia ovoviviparous terisi penuh dengan nauplii

Modul-02 31 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

INSTAR 3, UMUR 1-2 HR

INSTAR 5-6

INSTAR 7-8

INSTAR 8-10

INSTAR 11

INSTAR 12

RESTING EGGS

INSTAR 13

INSTAR 14

INSTAR 15

Gambar 15. Pertumbuhan Artemia dari instar sampai dewasa

Modul-02 32 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Mata Kuliah Kode/SKS/Smester

: Budidaya Laut : PKB 237 P /3/Genap 2006-2007

Pokok Bahasan : Aplikasi Artemia Sebagai Pakan Tujuan Instruksional Khusus : Menyebutkan dan Menjelaskan Bagaimana Menyiapkan Artemia Sebagai Pakan Sub-Pokok Bahasan : Penetasan (Hatching) Artemia dan Dekapsulasi, Enrichment (pengkayaan Artemia) Kegiatan Belajar Mengajar : Dosen : menjelaskan, memberi contoh, Tanya jawab, memberi tugas Mahasiswa: memperhatikan, mengerjakan, mandiri

Media Evaluasi

: Papan tulis, OHP+LCD : Soal Tanya jawab, Kuis, Soal objektif tertulis.

Modul-02 33 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Materi IV:
4. Aplikasi Artemia sebagai Pakan

4.1 Penetasan (hatching) Artemia. Seperti telah dijelaskan di depan, pemanfaatan Artemia sebagai pakan dimulai dari saat Artemia baru saja menetas ( newly hatched Artemia), baik melalui proses penetasan biasa ataupun melalui tahap dekapsulasi, hingga sampai dewasa (adult Artemia). Secara prinsip, proses feeding (pemberian makanan) bagi hewan kultur dengan memakai Artemia sebagai sumber pakan dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:

Gambar 16. Diagram skema persiapan feeding dengan Artemia

Modul-02 34 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Di dalam menyiapkan Artemia sebagai pakan hidup dilakukan beberapa teknik yang telah dikenal di kalangan praktisi budidaya. Teknik-teknik tersebut meliputi teknik penetasan dengan inkubasi dalam media air laut dan teknik dekapsulasi. Berikut ini disarikan beberapa istilah-istilah metode penetasan Artemia baik yang dilakukan para akuakulturis maupun bagi mereka yang memanfaatkan Artemia sebagai hewan uji. 4.1.1 Hatching Percentage:

jumlah nauplii yang diproduksi per 100 kista


tanpa memperhitungkan cacatnya kista seperti rusak, kosong, adanya pasir, serangga dll (bisa jadi menetasnya 90% tapi 90%nya dari kista cacat dan hanya 10% yang sempurna) 4.1.2 Hatching Efficiency

Adalah jumlah nauplii yang diproduksi per 1 gram kista dengan kondisi inkubasi standar (waktu inkubasi 48 jam, salinitas air laut normal pada
35o/oo, DO jenuh air laut pada 25 oC, iluminasi minimum 1000 lux, pH 88,5). (Paling baik: 300.000 nauplii per gram kista; dgn memperhitungkan kemurnian kista tanpa mempertimbangkan ukuran nauplii). 4.1.3 Hatching Output

Adalah biomas naupli (berat kering) yang diproduksi per 1 gram kista dengan kondisi inkubasi standar
(Biasanya dipakai dalam studi kuantitatif kista, misal: energetik). 4.1.4 Hatching Rate

Adalah laju penetasan kista secara berbarengan

Modul-02 35 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

(Paling baik: menetas setelah 15 jam inkubasi, dalam air laut, pada 25 0C dan 90% menetas dalam 5 jam kemudian). Kriteria ini merujuk pada periode waktu dari dimulainya inkubasi (hidrasi kista) sampai pelepasan nauplii (=menetas). Interval waktu dibawah ini bisa dipertimbangkan: T0 T10 T90 Ts = waktu inkubasi sampai munculnya nauplii pertama yang berenang bebas = waktu inkubasi sampai munculnya 10% nauplii yang menetas = waktu inkubasi sampai munculnya 90% nauplii yang menetas = T90-T10 = indikasi adanya penetasan yang serentak (hatching synchrony) Sementara itu Gambar 17 di bawah menjelaskan secara skematis bagaimana proses feeding menggunakan Artemia sebagai sumber pakan. Dimulai dari perendaman sebanyak 1-5 g kista Artemia dalam media air laut + 1-5 g natrium bikarbonat atau baking soda kemudian diaduk. Setelah 1 jam kista aka nada yang tenggelam berarti proses hidrasi berjalan baik, sementara itu juga ada yang terapung. Yang terapung ini biasanya kista yang sudah rusak. Dalam tujuan untuk feeding yang diperlukan adalah kista yang terhidrasi baik. Kista inilah yang diambil yang selanjutnya akan ditetaskan atau didekapsulasi. Bila kista tadi mau ditetaskan langsung, maka kista yang terkumpul kemudian dimasukkan kedalam wadah konikal untuk diaerasi dengan laju 2L per menit selama 24-72 jam, dengan penyinaran lampu TL 40 watt yang diposisikan horizontal tepat diatas wadah inkubasi, misal 20 cm, dan aerasi diberikan dari bawah agar terjadi pengadukan kista namun perlu diperhatikan agar dalam media tidak terjadi foaming (atau timbulnya busa akibat aerasi yang ekstra kuat. Terlalu kuatnya aerasi yang dilakukan terhadap wadah yang kecil juga mengakibatkan tumpahnya media dengan kistanya dari wadah inkubasi. Setelah menetas, secara serempak, nauplii yang menetas kemudia dikumpulkan, dan dipisahkan dari

Modul-02 36 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

cangkang kista yang telah pecah akibat penetasan. Cara yang dilakukan untuk pemisahan ini, biasanya dengan cara menyaring memakai alat separator atau dengan saringan nylon sehingga nauplii tertahan sementara pecahan kista lolos. Cara lain yang dilakukan praktisi adalah dengan menempatkan lampu disamping wadah inkubasi. Setelah aerasi dimatikan, maka akan terlihat kelompok nauplii yang berenang-renang bebas dalam suspense, sementara pecahan cangkang akan mengapung di permukaan. Bilamana lampu TL diposisikan disamping wadah transparan sebagai wadah inkubasi, maka nauplii akan mengumpul kearah sumber cahaya (positive phototaxis). Nauplii yang mengumpul ini kemudian diambil. Lama waktu aerasi sehingga kista menetas tergantung pada jenis kista yang dipakai. Proses dekapsulasi dimulai dari inkubasi 1-5 g kista per L media air tawar yang ditarangi oleh lampu TL 40 watt yang diposisikan kurang lebih 20-30 cm diatas wadah inkubasi (incubator) selama 5 menit. Setelah itu kista yang telah terhidrasi dicuci dengan klorin sebanyak 50 mL dengan dosis 25 g/L sambil diaduk. Selang beberapa saat kista akan berubah warna menjadi oranye dan tenggelam. Kista yang telah berubah warna dari coklat menjadi oranye menandakan telah hilangnya chorion. Kista oranye kemudian dicuci berkali-kali dengan air bersih atau dengan perendaman 40 detik dengan natrium tiosullfat sehingga bau klorinnya hilang. Kista kemudian disaring dengan saringan nylon 120 m. Kista bersih tak berbau berwarna oranye inilah yang kemudian akan diinkubasi dengan aerasi moderat sehingga menetas atau diberikan langsung kepada larvae kultifan. Cara dekapsulasi ni mempercepat proses penetasan (Lihat Gambar 17).

Modul-02 37 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

AERASI

Modul-02 38 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

Modul-02 39 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

RENDAM 40 DETIK DALAM LARUTAN NATRIUM THIOSULFAT

CUCI LAGI DENGAN AIR BERSIH


FILTER 120 m NYLON SCREEN

FEEDING

HATCHING
MORE EFFICIENT

FASTER DISSOLVE EMPTY CYSTS


AERASI Gambar 17. Diagram skematis cara penetasan Artemia dari hidrasi sampai aerasi kista.

Modul-02 40 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

4.2

Pemanfaatan metanauplii, juvenile dan/atau Artemia dewasa sebagai sumber pakan Berbeda dengan pemanfaatan nauplii Artemia yang secara luas telah dipakai

sebagai sumber pakan, aplikasi juvenile dan Artemia dewasa sangatlah sedikit. Hal itu disebabkan karena ketersediaan kista kering yang begitu mudah didapat dan menetaskan sehingga segera didapatkan nauplii bagi pakan larva. Sementara itu, Artemia dewasa tidak tersedia seperti kista kering. Bahkan, untuk mendapatkan fase dewasa ini ongkosnya sangat tinggi. Dibandingkan dengan nauplii, nutrisi Artemia dewasa sebenarnya lebih tinggi. Kandungan protein saat nauplii rata-rata adalah 47%, setelah dewasa naik sampai 60% per berat kering. Apalagi, kualitas proteinnya juga naik. Kualitas protein Artemia dewasa mengandung semua asam amino esensial. Dibandingkan dengan hewan lain sebagai pakan, exoskeleton Artemia dewasa betul-betul tipis sehingga memudahkan larvae untuk mencernanya. Ukuran nauplii merupakan alasan mengapa orang beralih pada Artemia muda atau bahkan dewasa. Karena predator mengalami pertumbuhan, maka kemampuan mengatasi pakan yang lebih besar akan semakin baik, dan konsekuensinya laju energy yang didapat lewat makanan akan semakin baik pula. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan ikan dan krustasea meningkat dengan mengaplikasikan strategi feeding secara progresif dimana Artemia dewasa dipakai sebagai makanan transisi. Artemia dewasa juga dilaporkan dipakai sebagai makanan pembuka pada pembenihan lobster (Legr et al, 1986). Walau Artemia beku dipakai sebagai pakan, namun demikian hasil yang paling baik adalah dengan Artemia hidup yang selalu tersedia melayang-layang di dalam kolom air dan tidak mengakibatkan rusaknya kualitas air sebagaimana bila memakai Artemia beku.

Modul-02 41 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

4.3

Kultur Artemia Secara Intensif Walau di alam Artemia hanya tumbuh baik pada kadar garam lebih dari 100

ppt, namun Artemia juga masih hidup pada air laut normal. Kenyataannya, batas salinitas terendah dimana Artemia masih ditemukan di alam merupakan batas salinitas tertinggi dimana ikan sebagai predator ditemukan. Berdasarkan penelitian, performa fisiologi seperti laju pertumbuhan dan efisiensi konversi makanan justru paling bagus pada salinitas rendah yaitu pada salinitas air laut 35 ppt (Reeve, 1963). Sehingga, kultur Artemia dalam air laut secara tertutup dari predator baik dari air sendiri maupun udara (insekta) kemudian dikembangkan. Secara umum, kultur Artemia dilakukan pada beberapa cara : Konstruksi Wadah Bahan : fibre glass, kayu berlapis plastik, semen Bentuk: conical, persegi tanpa sudut (lengkung) Depth : < 100 cm Size : variatif Sistem Pemeliharaan

Raceway System (air berputar) Flow Through System (air mengalir) Batch System without water renewal (Kultur dalam wadah tanpa ganti air)
Pakan Alga, tepung kedelai, dedak, bungkil kelapa, copepoda, rotifera, silase ikan, Media Air (20-35 ppt): danau air asin, tambak garam Secara umum teknik kultur Artemia dengan densitas tinggi memerlukan beberapa factor pendukung diantaranya sbb: Pengadukan secara terus-menerus dengan aerasi sehingga semua volume media tercampur dan Artemianya terdistribusi di semua kolom ragi, microcapsulated diets dll

Modul-02 42 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

air. Pengadukan juga penting agar semua pakan secara maksimal tersedia bagi Artemia Oksigenasi yang baik untuk menjamin kultur densitas ARtemia yang tinggi, missal beberap ribu Artemia per liter Diantara semua teknik yang telah diujicobakan dalam kultur Artemia dari nauplii sampai dewasa dalam suatu wadah tanpa pergantian air, maka teknik air-

water lift (AWL) secara raceway- lah yang paling cocok.


Teknik ini pada dasarnya terdiri tanki empat persegi panjang yang dilengkapi dengan menempatkan pipa AWL ditengah-tengah wadah. Dengan cara ini maka akan terjadi sirkulasi media kultur secara unidirectional (satu arah) sehingga efeknya adalah: o Sirkulasi secara homogen di semua media tanpa banyak gangguan dari Artemia o Aerasi media secara terus-menerus dan tercukupi o Semua partikel makanan dan materi buangan tercampur dalam suspense o Bila menambahkan makanan di suatu tempat dalam wadah maka akan segera terdistribusi di semua sudut dalam tanki

Modul-02 43 Pakan Alami Artemia:Kultur, Nutrisi dan Aplikasinya dalam Budidaya

CENTRAL POTITIONING AWL

UDARA

PERMUKAAN AIR

TABUNG PVC BERLUBANG 1.5 MM

DASAR RACEWAY

Gambar 18. Detail Instalasi Sistem AWL-raceway

Anda mungkin juga menyukai