Anda di halaman 1dari 21

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

BAB V ANALISIS MASALAH DAN PENYELESAIANNYA YANG BERKAITAN DENGAN PENGUJIAN MUTU SERTA USULAN TEKNIK METODE ANALISIS YANG AKAN DIGUNAKAN (Re-Newed by Maryam, Neni)

y y

Zat aktif yang dianalisis adalah zat aktif akhir, setelah diputuskan dalam farmakologi. Pustakanya adalah : FI IV, USP, BP, Eur Ph., JP, TPC, BPC, Merck Index, Clarkes Drug and Poison, Instrumental Data Ananlysis, Florey dll.

V.1. INFORMASI ANALITIK SENYAWA AKTIF y Senyawa (nama zat aktif) memiliki struktur molekul sebagai berikut: (gambar struktur) y y Rangka molekul inti dari senyawa (nama zat aktif) adalah...... Adapun, sifat fisik dan fisikokimia dari (nama zat aktif) adalah sebagai berikut:       Titik leleh dari (nama zat aktif) adalah.... Titik didih dari (nama zat aktif) adalah.... Indeks bias (nama zat aktif) adalah.... Rotasi optik (nama zat aktif) adalah.... Kelarutan (nama zat aktif) adalah.... Sifat keasaman dan kebasaan atau pKa (nama zat aktif) adalah....

Bisa dilihat di BAB I Informasi analitik terkait dengan struktur zat aktif yaitu.... (mencari sifat fisika kimia dari struktur ZA yang spesifik, misalkan -laktam, ester, amida, mudah terhidrolisis) gak wajib ada Bila dikaitkan dengan struktur, gugus fungi yang terdapat dalam senyawa (nama zat aktif) antara lain: R-OH R-CHO & R-CO-R R-COOH R-COO-R R-O-R R-CO-NH2 R-NH2 R-NH-R R-NR2 -NO2 Dll. hidroksi alkana R = alkil alkohol R = aril fenol Karbonil (aldehida & keton) Karboksilat Ester Eter Amida Amin primer Amin sekunder Amin tersier Nitro

karbon kiral (diberi tanda * pada strukturnya)

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Jenis ikatan yang terdapat dalam senyawa (nama zat aktif) adalah: y Ikatan kovalen : melibatkan pemakaian bersama satu atau lebih pasangan elektron diantara atom-atomnya. Dua (atau lebih) atau terhubung oleh ikatan kovalen membentuk suatu molekul. Contoh : H2 ,Cl2, CCl4, metana, etana, HCL, HCN y Ikatan Ion : terbentuk melalui transfer satu atau lebih elektron valensi dari satu atom ke atom lainnya. Karena elekton bermuatan negative, atom yang memberikan electron tadi menjadi bermuatan positif dan disebut kation. Atom yang menerima electron menjadi bermuatan negative dan dinamakan anion. Contoh : NaCl, MgCl2 (Hart, Craine.Kimia Organik hal 8-16) y Ikatan Hidrogen : ikatan antar molekul dari senyawa kovelen yang sangat polar. Contoh : HF, H2O dan NH3. y Ikatan van der waals : ikatan yang terjadi pada molekul-molekul nonpolar dan senyawa yang memiliki titik didih yang sangat kecil, sehingga senyawa tersebut mudah menguap pada suhu kamar . Contoh : hidrokarbon Ikatan kovalen: Ikatan ion:. Ikatan van der waals:. (antar molekul) Ikatan hidrogen

Stabilitas bahan baku dan sediaan terhadap : - Cahaya - Suhu - Kelembaban - Stabilitas kimia ( berdasarkan struktur molekulnya ) Sehingga kondisi analisis yang diperlukan adalah..

V.2 Masalah Analitik Berkaitan dengan Kadar dan Matriks Dalam membuat (sebutkan sediaannya apa, misal tablet aspirin), komponen lain yang digunakan atau (eksipien) adalah

Eksipien tersebut memiliki data kompleksibilitas sebagai berikut ( jelaskan saja sifat-sifat apa saja yang bisa membuat eksipien tersebut dapat menjadi penggangu dalam analisis ) misal eksipien juga memiliki gugus kromofor, ikatan rangkap terkonjugasi sehingga mengganggu dalam analisis menggunakan spektrofotometri):.

Kadar bahan aktif dalam sediaan adalah : ( rentang kadar sesuai monografi tiap ZA ) teman tlg di cek yg ini maksudx apa ? apa kadar sediaan yg dibuat atau sesuai kadar monografi ZA !! V.2.1 Pengaruh matriks dalam sampel sediaan Bentuk sediaan yang akan dibuat adalah : .

Untuk identifikasi dan penentuan kadar zat aktif dalam sediaan, analit yang dianalisis harus ada dalam bentuk. ( cairan / serbuk ), sehingga perlu dilakukan preparasi terlebih dahulu.

V.2.2 Pengaruh Eksipien dalam sampel sediaan Eksipien struktur kelarutan Koefisien partisi 2 Rf Spektrum IR Spektrum UV

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V absorbansi

*sediaan yang akan dibuat mengandung ( eksipien ) . Yang (sifat yang menganggu ), dikhawatirkan dapat menganggu identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam sediaan menggunakan metode. Misal : sampel mempunyai eksipien paraben atau komponen yang lain yang memiliki gugus kromofor dapat menganggu pemeriksaan UV. Atau *berdasarkan tabel diatas data .. eksipien .. tidak memiliki puncak yang sama dengan data spectrum. Maka dari dapat disimpulkan bahwa eksipien tersebut tidak menganggu analisis senyawa ( zat aktif ) menggunakan meode tersebut. V.2.3 preparasi sampel

Merupakan solusi dari masalah analisis - Prosedur lengkap, jangan lupa satuan : mg, ml. - Dibuat yang logis aja. Untuk mengatasi ( pengaruh matriks dalam sampel sediaan / pengaruh eksipien dalam sampel sediaan ) maka dilakukan preparasi sampel sebagai berikut : .. Ekstraksi (Apabila koefisien distribusi senyawa diantara pelarut organic dan air besar). Koefisien distribusi zat aktif antara pelarut organic dan air cukup besar, sehingga pemisahan analit dari matriks yang mengganggu pengukuran analisis dapat dilakukan menggunakan teknik ekstraksi. Dilihat dari data kelarutannya, senyawa larut dimana, eksipien kira-kira tidak larut dimana. Distilasi (Apabila rasio distribusi analit diantara fase uap pelarut dan fase pelarut cukup besar) Rasio distribusi analit diantara fase uap pelarut dan fase larutan cukup besar sehingga pemisahan analit dari matriks yang mengganggu pengukuran analisis dapat dilakukan menggunakan teknik distilasi. Kromatografi (Apabila laju migrasi analit dan zat pengganggu diantara fase diam dan fase gerak berbeda cukup signifikan) Laju migrasi analit dan zat pengganggu diantara fase diam dan fase gerak berbeda cukup signifikan, sehingga pemisahan analit dari matriks yang mengganggu pengukuran analisis dapat dilakukan menggunakan teknik analisis kromatografi. NB: Usulkan solusinya untuk menangani masalah eksipien yang dapat mengganggu analisis, mengacu ke point preparasi sampel. Bila eksipien diperkirakan tidak akan mengganggu, tulis pernyataannya, eksipien inert/tidak memiliki kromofor/dll sehingga tidak akan mengganggu analisis dengan metode. V.3 V.3.1 Metode / Prosedur untuk Pengawasan Mutu Sediaan Identifikasi Zat Aktif dalam Sediaan 3

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

(nama zat aktif) dalam sediaan dapat diidentifikasi menggunakan metode analisis (pilih sesuai monografi masing-masing sediaan) : Pustaka : Florey Instrumental Data Analysis UV & IR Spectra Clarkes Drug & Poison Analysis Clarkes Isolation & Identification of Drug Identifikasi obat Farmakope Indonesia (FI) IV dan Suplemen 1 FI IV Combine/cross check dengan monografi lain selain FI, jika ada V.3.1.1. Metode Reaksi Gugus Fungsi Mengacu pada gugus fungsi (gugus fungsi acuan), metode reaksi gugus fungsi yang dapat dilakukan terhadap senyawa (nama zat aktif) adalah : 1. Reaksi Prinsip : pembentukan komplek warna (kalorimetri) Zat : mg (nama zat aktif) Pelarut : Prosedur : Perubahan : 2. Reaksi Prinsip : pembentukan komplek warna (kalorimetri) Zat : mg (nama zat aktif) Pelarut : Prosedur : Perubahan : 3. Reaksi Prinsip : pembentukan komplek warna (kalorimetri) Zat : mg (nama zat aktif) Pelarut : Prosedur : Perubahan : ATTENTION!!! Jika terdapat monografi sediaan zat aktif (ZA) tersebut, mengacu pada monografi sediaan ZA tersebut, Jika tidak ada monografi tentang sediaan zat aktif tersebut, maka mengacu pada monografi sediaan zat aktif yang ada, cantumkan : Karena tidak terdapat monografi sediaan (soal) tersebut, prosedur evaluasi sediaan dibawah ini memerlukan validasi lebih lanjut untuk evaluasi sediaan(soal), dan evaluasi sediaan ini mengacu pada evaluasi monografi zat aktif

V.3.1.2 Metode Spektrofotometri 1. Spektrofotometri Ultra Violet Prinsip: Pengukuran serapan cahaya di daerah UV (200-350 nm) dan sinar tampak (350-800 nm). Radiasi sinar UV-Vis akan diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang memiliki elektron terkonjugasi dan atau atom yang memiliki elektron , menyebabkan eksitasi elektron ke tingkat energi elektron lebih tinggi. Senyawa (nama zat aktif)......................... memiliki gugus (kromofor/auksokrom), misalkan: - Ikatan Rangkap Terkonjugasi : Gugus aromatik - Auksokrom: OH, -NH2, NHR, -NR2. 4

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

yang dapat mengabsorbsi sinar ultraviolet pada panjang gelombang tertentu. Oleh karena itu, Spektrofotometri Ultraviolet dapat digunakan sebagai metode analisis senyawa (nama zat aktif)........................ Spektrum ultraviolet senyawa (nama zat aktif)...................... adalah sebagai berikut: (cantumkan gambar spektrum UVnya) Jangan lupa pada gambar spektruk ditunjukkan (panjang gelombang maksimum spektrum)

2. Spektofotometri Infra Merah Prinsip: Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi dalam molekul yang dikenai sinar inframerah (deteksi gugus fungsi, yang bervibrasi pada frekuensi spesifik, misal : C=O, NH2, OH dan lain-lain.) Daerah radiasi elektromagnetik IR yang lazim digunakan dalam analisis senyawa organik meliputi bilangan gelombang 4000-625cm-1 atau panjang gelombang 2,5-16 m. Daerah radiasi IR tengah dibagi dalam daerah frekuensi gugus fungsi (2,5-7,69 m) dan daerah frekuensi sidik jari (7,69-15,38 m). (Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, 2003, hlm. 27; Roth, hlm. 382). Senyawa (nama zat aktif) memiliki gugus fungsi yang dapat mengalami vibrasi dan rotasi saat dikenai sinar infra merah pada bilangan gelombang tertentu. Gugus fungsi tersebut antara lain: ...... (dipilih berdasarkan gugus fungsi yang terdapat dlm senyawa, tabel di bawah ini dari buku ASSO hal 78) Panjang Gelombang Bilangan Gelombang Ikatan yang menyebabkan absorpsi (mikrometer) (cm-1) 2,7 3,3 3750 3000 Regang O-H, N-H 3,0 3,4 3300 2900 -C | C-H, >C=C<H, Ar-H, (regang C-H) 3,3 3,7 3000 2700 CH3-, -CH2-, C-H, O=C-H, (regang C-H) 4,2 4,9 2400 2100 Regang C|C, C|N 5,3 6,1 1900 1650 Regang C=O (asam, aldehida, keton, amida, ester, anhidrida) 5,9 6,2 1675 1500 Regang >C=C< (alifatik dan aromatik), >C=N6,8 7,7 1475 1300 Lentur C-H 10,0 15,4 1000 650 Lentur >C=C<H, Ar-H, (luar bidang) Gugus fungsi 0-H N-H C-H aromatic C-H alifatik C=O Ester Keton Asam Karboksilat Amida C-O Bilangan gelombang 3600-2500 3400 3000 2900 1800 1740 1715 1705 1650 Daerah sidik jari

Sehingga Spektrofotometri Infra Merah dapat digunakan sebagai metode analisis senyawa (nama zat aktif) Spektrum infra merah senyawa (nama zat aktif) 5

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

(gambar) (pustaka ) 3. Spektrofotometri Massa Prinsip : Molekul senyawa yang berada dalam fase gas di dalam ruangan hampa udara, dengan benturan elektron yang energi potensialnya cukup besar, diubah menjadi ion molekul induk dan ion fragmen molekul yang dapat dipisahkan berdasarkan rasio m/z di dalam analisator massa, menghasilkan informasi mengenai berat molekul ion tersebut serta kelimpahan relatifnya yang khas yang dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis kualitatif dan kuantitatif m/z : ....... Gambar spektrum : (pustaka ) V.2.2 Data Kromatografi 1. Kromatografi Kertas Prinsip: Pemisahan senyawa terhadap senyawa lain yang didasarkan kepada adsorbsi, partisi atau kombinasinya tergantung fasa diam, fasa gerak dan cara pengembangan yang digunakan. Dalam kromatografi kertas, partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa gerak yang melewatinya berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan dengan air atau campuran pelarut. (Analisis Farmasi, J. Roth, hal. 413-414) Metode kromatografi kertas ini bisa digunakan untuk analisis senyawa (nama zat aktif) ,dengan sistem: - Fasa Gerak:........ Fasa Diam:................. Penampak Bercak:....................

(gambar) (pustaka ) 2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Prinsip : Pemisahan zat terlarut dalam sistem yang terdiri dari dua fase yaitu fase diam (berupa serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata) dan fase gerak (pelarut/campuran pelarut). Pemisahan dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, yang tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. (Suplemen I FI IV, hal 1551) Zat aktif dapat dipisahkan menjadi komponennya menggunakan KLT, dengan sistem : - Fase gerak : Fase diam : Penampak bercak : Rf :

(gambar kromatogramnya, jika ada) (pustaka .............................) 6

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Prinsip : Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis kromatografi kolom cair yang memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi yang menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa bertekanan tinggi dan detektor yang sensitif. Kromatografi ini terdiri dari fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga, fase gerak yang dialirkan cepat dengan bantuan tekanan tinggi dan hasil analisis yang dapat dideteksi dengan instrumen (Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 186) Pemisahan diperoleh dari proses partisi, adsorpsi atau penukar ion tergantung dari tipe fase diam yang digunakan. Senyawa yang dianalisis dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan sebagian besar pemisahan dilakukan dalam suhu ruang. Pada umumnya obat berupa senyawa yang tidak mudah menguap atau senyawa yang tidak tahan panas, sehingga dapat dikromatografi tanpa penguraian dan juga tanpa mengubah menjadi derivate yang mudah menguap. (Suplemen I FI IV, hal 1557) Sistem KCKT yang digunakan dalam penentuan (nama zat aktif): - Fase gerak :... - Fase diam : ..... - Kolom: - Larutan pengencer :..... - Detektor : ..., panjang gelombang... - (FI IV, hal ...) (gambar) (pustaka ) 4. Kromatografi Gas Prinsip: kromatografi gas adalah prosedur pemisahan zat yang dapat menguap dan mengalami proses migrasi diferensial dinamis dan sistem yang terdiri dari fase gerak gas dan fase diam cairan yang dilapiskan pada penyangga padat inert atau fase diam padatan. Zat yang diinjeksikan akan menguap dalam kolom, selanjutnya fase gerak gas akan membawa zat tersebut melalui fase diam sehingga zat akan terdistribusi di antara dua fase dan menunjukkan perbedaan mobilitas berdasarkan perbedaan tekanan uap pada suhu kolom. Mekanisme pemisahan pada kromatografi gas adalah partisi. Dalam proses partisi ini perilaku zat terlarut ditentukan oleh suatu nilai perbandingan partisi K yang disebut faktor kapasitas. Tetapan K adalah perbandingan jumlah atau waktu tinggal relatif zat dalam kedua fase tersebut. Besarnya faktor kapasitas dan waktu tertahannya zat dalam suatu kolom kromatografi gas cair tergantung dari hal-hal zat terlarut spesifik, fase cair spesifik, jumlah fase cair, suhu, dan laju aliran gas. Hasil pemisahan dalam kolom akan diukur oleh detektor yang selanjutnya direkam menjadi kromatogram. Penentuan kuantitatif zat didasarkan pada pengukuran luas atau tinggi puncak yang terekam dalam kromatogram. (FI IV, hlm 1012; Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm 13; Vogel Kuantitatif, hlm 243). Senyawa (nama zat aktif) (Alasan: berupa gas, atau titik didih rendah, dll) ......, sehingga kromatografi kertas dapat digunakan sebagai metode analisis senyawa(nama zat aktif), dengan sistem: - Gas pembawa: gas hydrogen/nitrogen/helium/ - Kolom: - Fasa Diam: - Detektor: (gambar) (pustaka )

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Note: teman, ini sudah cukup diringkas, nanti kalo masih merasa kepanjangan bisa di cut sendiri aja , soalnya ini cukup penting buat dicantumin V.3.2. STABILITAS DAN KEMURNIAN (ditulis sesuai dengan monografi pustaka: FI IV, USP, BP, Eur. P, TPC, BPC, dll) Kemurnian Kemurnian adalah keadaan diamana zat bebas dari bahan asing. Selain dari konteaminasi bahan asing, ketidakmurnian bisa terjadi karena ketidakstabilan zat, konstanta fisik suatu zat seperti titik lebur, titik didih, indeks bias, berat jenis, dan rotasi optik merupakan karakteristik yang berguna dalam identifikasi dan penentuan kemurnian suatu senyawa (backet, 9) (ditulis sesuai dengan monografi pustaka: FI IV, USP, BP, Eur. P, TPC, BPC, dll) - Bila ada optional method, Jangan lupa menyertakan harus metode apa!!! A. Penetapan jarak lebur Syarat : ......(jarak lebur zat aktif di pustaka) Tujuan : Menentukan suhu lebur zat padat dan menggunakannya sebagai kriteria dalam identifikasi dan pemeriksaan kemurnian. Prinsip : Jarak lebur/suhu lebur zat padat adalah rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan melebur sempurna. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu lebur, zat berada dalam bentuk fase padat. Pada saat suhu lebur tercapai, zat padat melebur menjadi fase cair sampai tercapai kesetimbangan antara fase padat dan fase cair. Pada saat semua zat padat melebur hanya terdapat fase cair dan penambahan panas selanjutnya menyebabkan kenaikkan suhu secara linear. Penetapan suhu lebur antara sampel dibandingkan dengan suhu lebur campuran sampel dan pembanding yang sesuai (BPFI) (1:1) dapat digunakan sebagai konfirmasi identitas kimia bila memberikan hasil yang sesuai. Alat : Alat I : contoh alat penetapan jarak lebur yang sesuai terdiri dari wadah gelas untuk tangas cairan transparan, alat pengaduk yang sesuai, thermometer yang akurat dan sumber panas yang terkendali. Cairan dalam tangas umumnya silicon cair atau paraffin cair yang baik untuk rentang suhu yang lebih tinggi. Ukuran pipa kapiler : panjang lebih kurang 10 cm dan diameter 0,8-1,2 mm dengan ketebalan dinding 0,2-0,3 mm. Alat II : merupakan lempeng logam yang dipanaskan dengan kecepatan terkendali dan suhu dapat diamati melalui sensor. Pada lempeng logam terdapat lubang untuk menempatkan kapiler yang berisi zat uji dan dapat untuk mengamati proses peleburan yang secara khusus terdiri dari seberkas cahaya dan detektor. Prosedur : Metode I (kelas I, alat I) Gerus senyawa uji menjadi serbuk sangat halus, jika mengandung air hidrat diubah menjadi anhidrat, jika tidak mengandung air hidrat, keringkan di atas bahan pengering selama tidak kurang dari 16 jam. Pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup diisi serbuk kering hingga tinggi 2,5-3,5 mm, panaskan tangas hingga suhu 30 di bawah suhu lebur yang diperkirakan, angkat termometer tempelkan kapiler pada termometer (tinggi bahan dalam kapiler setinggi pencadang raksa). Lanjutkan pemanasan dengan kenaikan 3 per menit. Pada suhu 3 di bawah batas bawah suhu lebur perkiraan, kurangi pemanasan sehingga kenaikan 1-2 per menit, lanjutkan pemanasan sampai melebur sempurna. Suhu saat kolom zat uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler = permulaan melebur, suhu pada saat zat uji mencair seluruhnya = akhir peleburan/suhu lebur. Metode II (kelas Ib, alat 1): Tanpa diserbukkan, bahan yang sudah didinginkan (pada suhu 10, tidak kurang dari 2 jam, dalam wadah tertutup) diisikan ke pipa kapiler. Masukkan ke dalam desikator hampa (tekanan tidak lebih dari 2 mmHg selama 3 jam), lalu ujung terbuka kapiler dilebur. Panaskan tangas hingga suhu 10 1 di bawah rentang lebur yang diperkirakan, masukkan kapiler, panaskan dengan kenaikan suhu 3 0,5 per menit hingga melebur sempurna. Jika ukuran partikel terlalu besar gerus hati-hati pada tekanan rendah. Jarak lebur dihitung mulai dari suhu permulaan melebur hingga akhir peleburan. Metode III (kelas Ia, alat 1):

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Siapkan dan masukkan zat uji ke kapiler seperti metode I, panaskan tangas hingga suhu 10 di bawah suhu lebur yang diperkirakan, naikkan suhu dengan kecepatan 1 0,5 per menit, masukkan kapiler saat suhu mencapai 5 di bawah suhu terendah yang diperkirakan, lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna. Metode IV: Senyawa uji dilebur pada suhu serendah mungkin masukkan ke kapiler (kedua ujung terbuka) hingga kedalaman 10 mm, dinginkan pada suhu 10 selama 24 jam atau tempelkan pada es selama tdak kurang dari 2 jam. Tempelkan kapiler pada termometer hingga ujung atas zat uji 10 mm di bawah permukaan air, panaskan, sampai 5 dari suhu lebur yang diperkirakan, atur kenaikkan suhu 0,5-1 per menit. Suhu saat senyawa uji menaik dalam pipa kapiler adalah suhu lebur. Metode V (kelas III): Sejumlah zat uji dilebur perlahan-lahan hingga suhu 90-92, pindahkan sumber panas, biarkan mendingin hingga 8-10 di atas suhu lebur yang diperkirakan. Dinginkan pencadang raksa hingga suhu 5, bersihkan hingga kering, sewaktu masih dingin celupkan ke dalam leburan senyawa uji setengahnya terendam. Ambil secepatnya, tahan secara vertikal dari panas hingga permukaan zat uji buram lalu celupkan 5 menit ke tangas air suhu 16. Lekatkan termometer dalam tabung reaksi sehingga ujungnya 15 mm didasar tabung reaksi. Celupkan tabung reaksi dalam tangas air suhu 16, naikkan suhu 2 per menit hingga suhu 30, lalu turunkan hingga suhu 1 per menit. Catat suhu pada saat tetesan pertama senyawa meleleh lepas dari termomoter. Ulangi penetapan 2x menggunakan senyawa yang baru dilelehkan, jika variasi 3x penetapan <1, hasil rata-rata ketiga penetapan = suhu lebur. Jika variasi 3x penetapan>1 dilakukan 2 penetapan tambahan, hasil rata-rata 5 penetapan = suhu lebur. Metode VI (kelas I, alat II) Zat uji dimasukkan ke dalam pipa kapiler seperti Metode I. panaskan lempeng logam sampai kira-kira 30oC di bawah titik lebur yang diperkirakan. Masukkan pipa ke dalam lempeng logam dan pemanasan dilanjutkan dengan peningkatan 1-2o C per menit hingga melebur sempurna. Awal peleburan adalah suhu saat sinyal detektor pertama meninggalkan nilai awalnya dan akhir peleburan adalah saat sinyal detektor mencapai nilai akhir. Pustaka : Suplemen FI IV <1021> halaman 1567-1568 & Modul praktikum KF B. Penetapan bobot jenis Syarat : Senyawa (nama zat aktif) memiliki bobot jenis ...... g/mL. Tujuan : Melakukan identifikasi dan pemeriksaan kemurnian. Prinsip : Penetapan bobot jenis didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25rC atau suhu yang ditetapkan dalam monografi terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Kecuali dinyatakan lain, penetapan bobot jenis hanya digunakan untuk cairan. Prosedur : Timbang bobot piknometer kosong, piknometer berisi air dan piknometer berisi sampel. Hitung dengan rumus dibawah ini:

w  w1 d! 3 w2  w1

d = bobot jenis (g/ml) w1 = bobot piknometer kosong w2 = bobot piknometer + air w3 = bobot piknometer + sampel

Pustaka : FI IV <981> halaman 1030 & modul KF C. Penetapan indeks bias Syarat : Senyawa (nama zat aktif) memiliki nilai indeks bias ...... Tujuan : Melakukan identifikasi dan pemeriksaan kemurnian. Prinsip : Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penetapan indeks bias didasarkan pada perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Pada umumnya indeks bias ditentukan dengan menggunakan cahaya lampu natrium garis D pada panjang gelombang dublet 589,0 nm dan 589,6 nm dan suhu 20rC. Indeks bias dinyatakan dengan hukum Snellius:

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

n!
n c v Prosedur

c sin i ! v sin r

= indeks bias pada suatu medium i = sudut datang = kecepatan cahaya dalam hampa udara r = sudut bias = kecepatan cahaya dalam medium : Alat yang digunakan adalah refraktometer Abbe. Kalibrasi alat ini menggunakan aquadest, dengan nilai indeks bias air adalah : n = 1.3333 (pada suhu 20); n = 1.3325 ( pada suhu 25), zat sampel dimasukkan ke dalam alat refraktometer Abbe' dan diukur indeks biasnya. Pustaka : FI IV <1001> halaman 1030

D. Penetapan rotasi optik Alasan : Senyawa (nama zat aktif) memiliki atom karbon asimetris sehingga dapat diidentifikasi menggunakan penetapan rotasi optik. Tujuan : Melakukan penetapan kadar dan uji identifikasi. Prinsip : Bahan obat banyak yang bersifat optik aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi yang datang sehingga bidang cahaya yang ditransmisi membentuk sudut yang terukur terhadap bidang cahaya datang. Sifat ini khas untuk beberapa hablur dan banyak cairan atau larutan obat. Sifat ini umumnya disebabkan oleh keberadaan satu atau lebih pusat asimetri, biasanya atom karbon dengan empat substituen berbeda. Jumlah isomer optik adalan 2n (n = jumlah pusat asimetri). Senyawa yang memperlihatkan kekuatan memutar bidang optik adalah senyawa khiral. Polarimetri, yaitu pengukuran rotasi optik, dari bahan obat adalah satu-satunya cara yang mudah membedakan isomerisomer aktif optik sehingga merupakan penanda yang penting untuk identitas dan kemurnian. Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut yang diamati atau derajat rotasi jenis (yang dibandingkan terhadap kadar 1 gram zat terlarut dalam 1 mL larutan, diukur pada kondisi yang telah ditentukan). Dinyatakan dengan : ( )t Dengan = rotasi jenis pada panjang gelombang, t = suhu (25C) dan = panjang gelombang yang digunakan. Senyawa yang dapat memutar ke arah kanan atau searah jarum jam disebut dekstrorotatori atau isomer optik (+)dan diberi tanda (+). Senyawa yang dapat memutar ke kiri disebut levorotatori atau isomer optik (-)dan diberi tanda (-). Panjang gelombang yang paling sering digunakan berasal dari garis -D lampu natrium pada 589.0 nm. Namun sekarang lazim digunakan sumber cahaya lain seperti lampu halogen xenon atau tungsten dengan filter yang sesuai karena memberikan keuntungan biaya, umur alat, dan rentang lebar panjang gelombang emisi, dibanding sumber cahaya tradisional. Pengukuran rotasi optik dilakukan menggunakan polarimeter yang telah dikalibrasi. Rotasi optik dipengaruhi oleh sifat alami senyawa, pelarut yang digunakan dalam pengukuran, ketebalan sel atau tabung polarimeter, suhu dan pannjang gelombang sinar yang digunakan. Prosedur : 1) Zat cairan (khususnya cairan seperti minyak esensial), atur suhu hingga 25 pindahkan ke tabung polarimeter visual, lakukan paling sedikit 5x pembacaan, lakukan penetapan blangko dengan tabung kosong yang kering. Perhitungan ( )t = a/ld 2) Zat padat, larutkan dengan air atau pelarut yang sesuai dalam labu teerukur hingga meniskus pelarut sedikit di bawah tanda batas, atur suhu labu 25 dengan tangas suhu tetap, tambahkan pelarut hingga tanda, pindahkan ke tabung polarimeter visual tidak lebih dari 30 menit sejak dilarutkan. Lakukan pembacaan paling sedikit 5x terhadap larutan uji dan sisa pelarut. Sebagai koreksi terhadap titik nol diambil rata-rata pembacaan blangko, yang dikurangkan dari harga rata-rata rotasi yang teramati.Perhitungan ( )t = 100a/lc Ket : a = rotasi yang diamati dalam satuan derajat () yang telah dikoreksi dengan tabung kososng kering, l = panjang tabung polarimeter (dm), d = bobot jenis zat cair / larutan pada suhu pengamatan, c = kadar analit (g/100 mL larutan). 10

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan pada 589 nm pada 25C. Baik pada larutan uji maupun blangko, suhu harus dipertahankan pada rentang 0,5C dari yang ditetapkan, perlakuan setiap sel harus dipertahankan sama setiap pembacaan. Jika digunakan polarimeter fotoelektrik maka pengukuran tunggal harus dikoreksi terhadap larutan blangko.Kecuali dinyatakan lain, rotasi jenis dihitung terhadap zat yang dikeringkan menurut Penetapan Susut Pengeringan <1121> seperti pada monografi atau dihitung terhadap zat anhidrat bila dilakukan Penetapan Kadar Air <1031>. Pustaka: Suplemen I FI IV <1081> halaman 1575-1577 E. Penetapan susut pemijaran Syarat : Senyawa (nama zat aktif) memiliki susut pemijaran ...... (lihat monografi). Tujuan : Penetapan presentase zat uji yang mudah menguap dan hilang pada kondisi yang ditetapkan. (FI IV hal 1043) Prinsip: Penentuan kadar komponen anorganik yang tidak mudah menguap yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran (Hj. Roth, 483). Oleh karena itu merupakan pemeriksaan kemurnian dengan melakukan pemijaran pada suhu 450-800r25r (FI IV hal XIIX) dengan tidak merusak zat uji, tetapi merubah zat uji menjadi bentuk lain seperti bentuk anhidrat (FI IV halaman 1043). Prosedur : Masukkan ke dalam krus yang telah ditara sejumlah zat uji yang ditimbang seksama dalam g dihitung dengan rumus 10/L (L = batas atas / rata-rata batas atas susut pemijaran dalam %). Pijarkan krus berisi zat uji tanpa tutup dan tutup pada suhu tertentu x 25r selama waktu tertentu sesuai masing-masing monografi. Jika dinyatakan pemijaran sampai bobot tetap, pijarkan dalam jangka waktu 1 jam berurutan, pada akhir tiap pemijaran krus ditutup dan dibiarkan dingin dalam desikator sampai suhu kamar sebelum ditimbang. F. Penetapan susut pengeringan Syarat : Senyawa (nama zat aktif) memiliki susut pengeringan .......(lihat monografi) Tujuan : Penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu (Suplemen FI IV halaman 1577). Prinsip: Kehilangan bobot disebabkan oleh adanya sisa bahan yang mudah menguap, termasuk pelarut organik dan air, pada suhu pemanasan 105r2rC (Hj. Roth 477, Suplemen FI IV halaman 1577). Untuk zat yang diperkirakan hanya mengandung air sebagai satu-satunya zat yang mudah menguap, hanya melakukan penetapan kadar air (Suplemen FI IV halaman 1577). Prosedur: Campur dan timbang zat uji 1-2 g (zat hablur digerus cepat hingga partikel lebih kurang 2 mm), tara botol timbang dangkal bersumbat kaca yang telah dikeringkan 30 menit, masukkan zat uji ke botol, timbang botol beserta isinya, ratakan zat uji dengan menggoyang sampai setinggi 5 mm (tidak lebih dari 10 mm untuk ruahan), masukkan ke dalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat dalam oven dan panaskan zat uji pada suhu dan waktu tertentu seperti yang tertera di monografi. [catatan suhu yang tercantum dalam monografi haruslah dianggap dalam rentang 2 dari angka yang tertulis]. Pada waktu oven dibuka, botol segera ditutup dan dimasukkan desikator sampai suhu ruang sebelum ditimbang (Suplemen FI IV halaman 1577). G. Penetapan sisa pemijaran Syarat : (liat monografi) Tujuan: Pemeriksaan kemurnian senyawa organik terhadap pencemar anorganik (kation dan silikat), terutama pada saat pembuatan. Metode abu sulfat dapat dihindari keraguan dan kesalahan metode abu yaitu misalnya menguapnya alkali klorida atau penguraian alkali tanah karbonat (Hj. Roth halaman 483). Prinsip: Komponen yang tidak menguap pada pemijaran dengan asam sulfat dan tetap tinggal setelah pemijaran pada 450r- 800r s 25rC. Dengan adanya asam sulfat akan terbentuk garam sulfat yang sesuai, yang akan tetap bertahan pada suhu tinggi (Hj.Roth halaman 483-484). Prosedur : Perhatikan pake metode I (lebih dipilih) atau metode II. Metode I : Masukkan zat ke dalam krus yang sesuai yang sebelumya dipijarkan, didinginkan, dan ditimbang. Panaskan sampai zat mengarang sempurna. Tambahkan asam sulfat, panaskan sampai tidak 11

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

terbentuk asap putih, pijarkan 800r s 25rC sampai arang habis terbakar (kecuali dinyatakan lain dalam monografi), lalu timbang sampai diperoleh bobot tetap. Metode II: Masukkan zat kedalam krus yang sesuai yang sebelumya dipijarkan, didinginkan, dan ditimbang. Panaskan sampai zat mengarang sempurna. Tambahkan asam sulfat, panaskan sampai tidak terbentuk asap putih, pijarkan 600rC sampai arang habis terbakar (kecuali dinyatakan lain dalam monografi). Tambahkan larutan amonium karbonat 16 %, pijarkan, dinginkan, dan timbang, lakukan sampai diperoleh bobot tetap. (FI IV <301>, hal 925) H. Uji batas arsen Pustaka utama : FI IV, Lampiran <321>, hlm.926 Syarat : Senyawa (nama zat aktif) memiliki batas arsen ...... Prinsip : Senyawa arsen dalam zat uji diubah menjadi arsin yang akan berubah warna menjadi merah dengan larutan perak dietilditiokarbamat. Intensitas warna merah dibandingkan dengan warna larutan baku yang diperlakukan sama. Kandungan arsen tidak melebihi batas yang tertera dalam masing-masing monografi. Prosedur : Metode I Larutan baku = 3 mL larutan persediaan arsen diencerkan dengan air sampai 35 mL dalam labu pembangkit arsin, larutan uji = sejumlah zat uji 3/L dimana L batas arsen (bpj) dilarutkan dalam air encerkan hingga 35 mL dalam labu pembangkit arsin. Metode II Larutan baku = pipet 3 mL larutan persediaan arsen ke labu pembangkit + 2 mL asam sulfat P, campur, + hidrogen peroksida P, panaskan hingga muncul asap putih tebal, dinginkan,+ air, panaskan lagi hingga muncul asap putih tebal. Ulangi prosedur dengan 10 mL air untuk menghilangkan sisa hidrogen peroksida P. Dinginkan, encerkan, dengan air hingga 35 mL, larutan uji = masukan ke labu pembangkit zat uji sejumlah 3/L (L = batas arsen dalam bpj), + 5 mL asam sulfat P dan beberapa mnik kaca, ekstraksi dalam lemari asam sampai terjadi pengarangan, + hidrogen peroksida P tetes demi tetes, panaskan. Pertahankan kondisi oksidasi dengan penambahan hidrogen peroksida P jika campuran menjadi coklat/gelap, lanjutkan ekstraksi hingga zat organik terurai, naikkan suhu hingga terbentuk asap belerang trioksida dan larutan tidak berwarna / kuning pucat, dinginkan, + 10 mL air, campur, uapkan hingga terjadi asap tebal. Ulangi prosedur untuk menghilangkan sisa hidrogen peroksida. Dinginkan, + 10 mL air, encerkan dengan air hingga 35 mL. (metode I dan II): Perlakuan sama untuk zat uji dan larutan baku : 20 mL asam sulfat 7N, 2 mL kalium iodida LP, 0,5 mL timah (II) klorida pekat LP, 1 mL isopropanolol LP, dicampur, diamkan 30 menit. Unit pembersih diisi 2 gumpal kapas timbal asetat P dengan jarak 2 mm. Pindahkan 3 mL perak dietilditiokarbamat LP ke tabung penjerap, masukan 3 g butiran zink P ke campuran, hubungkan pasangan unit pembersih. Tempatkan labu pembangkit pada tangas air suhu 25r3rC biarkan terbentuk gas hydrogen dan pembentukan warna berlangsung 45 menit, pindahkan larutan ke dalam sel 1 cm. Metode III : Dalam erlenmeyer larutkan sejumlah zat uji dalam 25 mL air (kalau zat uji cairan, encerkan dengan air hingga 25 mL) + 15 mL asam klorida P + 0,1 mL timah (II) klorida P + 5 mL kalium iodide 1 M, diamkan 15 menit, + 5 g zink aktif P. Masukkan alat dalam tangas air, setelah 2 jam, noda kuning yang terbentuk pada kertas raksa (II) bromide P tidak lebih intensif dari 1 mL larutan persediaan arsen (1bpj) yang diencerkan dengan air hingga 25 mL. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!!

12

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

I. Uji batas besi Pustaka utama : FI IV, Lampiran <331>, hlm.928 Syarat : (lihat monografi) Tujuan : Menunjukkan kandungan besi dalam bentuk Fe(III) atau Fe(II) tidak lebih dari batas besi yang tertera dalam masing-masing monografi. Prinsip reaksi: Fe(III) dalam larutan asam klorida bereaksi dengan amonium tiosianat menghasilkan warna merah. Intensitas warna yang terjadi dari larutan uji dibandingkan secara visual dengan larutan yang dibuat khusus dari larutan baku besi. Reaksi hanya terjadi pada Fe (III) oleh karena itu Fe (II) harus dioksidasi terlebih dahulu dengan penambahan amonium peroksida sulfat. Fe 2+ + S2O6 Fe 3+ + 2SO4 2Fe 3+ + 3SCN Fe(SCN)3 merah Prosedur : Ke dalam masing-masing tabung yang berisi larutan baku dan larutan zat uji, tambahkan 50 mg ammonium peroksida sulfat P dan 3 mL larutan ammonium tiosianat, campur. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! J. Uji batas klorida Pustaka utama : FI IV, Lampiran <361>, hlm.931 Syarat : (lihat monografi) Prinsip : Larutan uji ditambahkan perak nitrat dalam suasana asam nitrat akan terbentuk kekeruhan yang akan dibandingkan dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah volume asam klorida 0,02 N yang tertera pada monografi. Prosedur : Larutkan sejumlah zat uji dalam 30-40 mL air (kalau larutan, tambahkan air hingga volumenya 30-40 mL), jika perlu netralkan dengan asam nitrat P terhadap kertas lakmus P, + 1 mL asam sitrat P dan 1 mL perak nitrat LP, + air secukupya hingga 50 mL, campur, diamkan 5 menit terlindung dari cahaya matahari langsung. Bandingkan kekeruhannya dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah volume asam klorida 0,02 N seperti yang tertera di monografi. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! K. Uji batas sulfat Pustaka utama : FI IV, Lampiran <361>, hlm.931 Syarat : ............ Prinsip : Larutan uji ditambahkan barium klorida dalam suasana asam klorida akan terbentuk kekeruhan yang dibandingkan dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah volume asam sulfat 0,02 N seperti yang tertera pada monografi. Prosedur : Larutkan sejumlah zat uji dalam 30-40 mL air (kalau larutan, tambahkan air hingga volumenya 30-40 mL), jika perlu netralkan dengan asam klorida P terhadap kertas lakmus P, + 1 mL asam klorida 3 N dan 3 mL barium klorida LP, + air secukupnya hingga 50 mL, campur, diamkan selama 10 menit. Bandingkan kekeruhannya dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah volume asam sulfat 0,02 N seperti yang tertera di monografi. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! L. Uji batas timbal Pustaka utama : FI IV, Lampiran <401>, hlm.936 Syarat : ............ Tujuan : Menentukan batas timbal yang diperbolehkan dalam sediaan farmasi. Prinsip : Analisis kandungan dengan cara diekstraksi menggunakan ditizon kemudian dianalisis dengan cara diendapkan sebagai garam sulfida. Prosedur : Pindahkan larutan uji ke corong pisah, bila tidak dinyatakan lain , di (+) 6 mL larutan ammonium sitrat dan 2 mL larutan hidroksilamin hidroklorida, + 2 tetes merah fenol LP, basakan dengan amonium hidroksida P hingga berwarna merah, dinginkan bila perlu + 2 mL kalium sianida. Ekstraksi beberapa kali dengan 5 mL larutan pengekstraksi ditizon, alirkan tiap ekstrak ke corong pisah lain hingga larutan ditizon tetap berwarna hijau. Kocok kumpulan larutan dtizon dengan 20 mL larutan asam nitrat P (1 dalam 100), buang lapisan kloroform. Ke larutan asam, + 5 mL larutan baku ditizon dan 4 mL larutan amonia-sianida, kocok. 13

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Interpretasi : Warna larutan lembayung lapisan kloroform tidak lebih tua daripada larutan pembanding berupa enceran larutan baku timbal yang setara batas timbal zat uji. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! M. Uji batas logam berat Pustaka utama : FI IV, Lampiran <371>, hlm.931-934 Syarat : ............ Tujuan : Menentukan batas logam berat terdapat dalam sediaan farmasi . Prinsip : Pada kondisi penetapan cemaran logam berat bereaksi dengan ion sulfida menghasilkan warna yang dibandingkan secara visual terhadap larutan baku batas logam berat yang tertera pada masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen (bobot) timbal dalam zat uji. Prosedur : Metode I : Ke dalam tiap tabung dari 3 tabung yang masing-masing berisi larutan baku, larutan uji dan larutan monitor tambahkan 10 ml hydrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur, diamkan selama 5 menit. Amati permukaan dari atas dasar putih: warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari warna yang terjadi pada larutan baku, dan intensitas warna pada larutan monitor sama atau lebih kuat dari larutan baku. Metode III : - Zat yang pada kondisi metode I tidak menghasilkan larutan jernih dan tidak berwarna. - Zat yang karena sifat alam yang kompleks mengganggu pengendapan logam oleh ion sulfida. - Minyak lemak dan minyak menguap. Metode V : Metode digesti basah, digunakan saat metode I dan III tidak bisa digunakan. ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! N. Uji batas selenium Pustaka utama : FI IV, Lampiran <391>, hlm.936 Syarat : ............ Tujuan : Mengetahui kadar selenium dalam zat aktif. Prinsip : Untuk mengetahui kadar selenium di dalam zat aktif yang didapat melalui prinsip destruksi dan ekstraksi. Hasil yang didapat diukur serapannya pada panjang gelombang 380 nm. Prosedur : Larutan baku, larutan uji , dan blangko yang mengandung 25 mL larutan asam nitrat P (1 dalam 30) dan 25 mL air, diperlakukan sebagai berikut : di (+) larutan ammonium hidroksida P (1 dalam 2) hingga pH 2 0,2, encerkan dengan air hingga 60 mL dipindahkan ke corong pemisah aktinik rendah dengan bantuan 10 mL air, tambahkan 10 mL air bilasan ke dalam corong. Di (+) 200 mg hidroksilamina hidroklorida P, 5 mL larutan diaminonaftalena, tutup labu, goyang, diamkan 100 menit, + sikloheksana P, kocok. Biarkan memisah, sentrifuse ekstrak siklohksana untuk menghilangkan air terdispersi. Tetapkan serapan ekstrak sikloheksana pada panjang glombang maksimum 380 nm. Penafsiran : Serapan larutan uji tidak lebih besar dari larutan baku (pengujian 200 mg). Serapan larutan uji tidak lebih besar dari x larutan baku (pengujian 100 mg). ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! O. Uji batas raksa Pustaka utama : FI IV, Lampiran <381>, hlm.934 Syarat : ............ Tujuan : Menentukan batas raksa yang terdapat dalam zat aktif Ada dua metode : I, II a dan b (tergantung monografi) Prinsip : Analisis kandungan raksa dengan cara titrasi menggunakan ditizon, sampel terlebih dahulu diendapkan dalam suasana asam dan diekstraksi dengan kloroform. Prosedur : Metode I : 50 mL larutan uji dalam corong pisah 250 mL, ekstraksi beberapa kali dengan kloroform sampai tidak berwarna, ekstrak kloroform dibuang. Larutan di + 50 mL asam sulfat 1 N, 90 mL air, 1 14

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

mL asam asetat glasial P, 10 mL larutan hidroksilamin hidroklorida P (1 dalam 5). Titrasi dengan titran ditizon sampai berwarna hijau, hitung jumlah raksa. Metode II : Menggunakan alat aerasi raksi, prosedur : larutan baku dan larutan uji diperlakukan sebagai berikut; hilangkan kelebihan permanganat dengan larutan hidroksilamin hidroklorida sampai larutan tidak berwarna, masukkan ke bejana aerasi, encerkan dengan air hingga 100 mL, + 2 mL timah (II) klorida, hubungkan bejana dengan alat aerasi. Terdiri dari metode IIa dan metode IIb yang berbeda penyiapan larutan baku dan larutan ujinya. Penafsiran : Setelah dikoreksi dengan blangko pereaksi, serapan larutan uji tidak lebih dari larutan baku. P. Uji batas natrium, kalium dan kalsium Pustaka utama : FI IV, Lampiran <351>, hlm.930 Syarat : ............ (pilih yang mana yang dilakukan, natrium/kalium/kalsium) Prinsip : Menggunakan fotometer nyala, di mana unsur-unsur natrium, kalium dan kalsium merupakan unsurunsur yang mempunyai spektrum nyala yang mudah tereksitasi dengan intensitas yang cukup untuk dideteksi dengan sebuah fotosel. Prosedur : Atur fotometer sampai diperoleh pembacaan mendekati transmitan 100% dengan larutan baku pada panjang gelombang yang memberikan emisi maksimum. Rekam transmitan yang dibaca (S). Encerkan alikot larutan uji dengan air untuk mendapatkan kadar larutan yang sesuai dengan larutan baku, tetapkan emisi larutan sebagai presentase transmisi, rekam pembacaan (T). Pengaturan kembali hanya pada monokromator ke panjang gelombang yang ditentukan untuk penetapan latar belakang, tetapkan emisi larutan pada panjang gelombang tersebut sebagai persentase transmisi, rekan pembacaan (B). Penafsiran : pengujian memenuhi syarat jika (T-B)(S-T) Q. Cemaran Senyawa Organik Mudah Menguap Pustaka utama : FI IV, Lampiran <471>, hlm.943 Syarat : ............ Tujuan : menetapkan cemaran senyawa organik mudah menguap dalam bahan farmakope. Prinsip : Analisis pelarut mudah menguap dalam bahan baku atau sediaan menggunakan kromatografi gas biasanya kromatografi gas dengan teknik dinamika ruang kosong di bagian atas dengan detektor tertentu. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, jumlah masing-masing cemaran senyawa organik mudah menguap dalam zat uji tidak lebih dari batas seperti yang tertera pada tabel di bawah ini : Cemaran senyawa organik mudah Batas (bpj) menguap Benzena 100 Kloroform 50* 1,4-dioksan 100 Metilen klorida 100 Trikloroetilena 100 *batas < 100 berdasarkan toksisitas yang relatif lebih besar Prosedur : menggunakan metode yang tertera dalam monografi, misalnya kromatografi gas. DI TS GA ADA PROSEDURNYA!!! INI DARI JURNAL TAHUN LALU!!! ADA PUSTAKA ALTERNATIF LIAT TS ANALISIS !!! R. Zat mudah terarangkan Pustaka utama : FI IV, Lampiran <411>, hlm.938 Syarat : ............ Tujuan : ............ Prinsip : Membandingkan warna larutan zat dalam H2SO4 P dengan larutan padanannya (biasanya dalam monografi sudah disebutkan) yang terdapat dalam wadah banding dari kaca tidak berwarna, tahan asam dan mempunyai ukuran yang sama pada bagian dalam dan penampang melintangnya. Kadar H2SO4 yang dipakai : 95,07 s 0,5%. 15

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Prosedur : Tambahkan sedikit demi sedikit sejumlah zat ke dalam wadah banding berisi asam sulfat LP, aduk diamkan 15 menit, bandingkan warna larutan dengan larutan padanan dengan latar beakang proselen atau kaca putih. Jika diperlukan pemanasan, zat dicampur dengan asam sulfat LP dalam tabung reaksi, panaskan, pindahkan ke wadah banding. S. Penetapan senyawa sejenis (FI IV 401) Syarat, dll sesuai monografi NB : BILA DI MONOGRAFI SEDIAAN ADA UJI KEMURNIAN UNTUK SEDIAAN MAKA DICANTUMKAN JUGA. TAPI INGAT HANYA SEDIAAN DENGAN ZAT AKTIF TERTENTU YANG ADA UJI KEMURNIANNYA, TIDAK SEMUA.

V.3.3 Penetapan Kadar Zat Aktif dalam Sediaan (pustaka: FI IV, USP, BP, Eur. P, JP. TPC. BPC) (nama zat aktif) dalam sediaan.........dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode analisis : a. Metode Spektofotometri UV atau spektrofotometri UV atau spektrofotometri lainnya. Prinsip: mengacu pada point V.3.1.2. Prosedur : 1. Preparasi sampel mengacu point V.2.3 2. Lakukan seperti yang tertera pada monografi (FI IV, USP, BP) Hasil : sesuai dengan syarat kandungan (judul soal) b. Metode Kromatografi Cair kinerja Tinggi (KCKT) / Kromatografi Lapis Tipis (KLT) / Metode lainnya Prinsip: mengacu pada point V.3.1.3 Prosedur : 1. Preparasi sampel mengacu point V.2.3 2. Lakukan seperti yang tertera pada monografi (FI IV, USP, BP) Hasil : sesuai dengan syarat kandungan (judul soal) Titrasi Asam Basa (untuk kadar zat aktif besar) Prinsip: Prosedur : 1. Preparasi sampel mengacu point V.2.3 2. Lakukan seperti yang tertera pada monografi (FI IV, USP, BP) Hasil : sesuai dengan syarat kandungan (judul soal) dari yang

c.

Syarat: (judul soal) mengandung senyawa ........ tidak kurang dari % dan tidak lebih dari % jumlah yang tertera pada etiket (FI IV, hal , atau pustaka lain ......)

V.3.4 Uji Keseragaman sediaan Dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman kandungan atau keseragaman bobot Prinsip : penetapan kadar dari kandungan zat aktif dalam suatu sediaan untuk menentukan kandungan individu dalam batasan yang ditentukan. Tujuan : untuk menjamin konsistensi satuan sediaan mendekati kadar yang tertera pada etiket Prosedur : 1. Keseragaman kandungan Uji keseragaman kandungan dapat diterapkan untuk semua sediaan. Ambil 30 satuan sediaan Larutkan sediaan (tablet, kapsul, larutan oral, suspensi, emulsi, gel atau padatan) dalam pelarut yang sesuai agar diperoleh larutan yang homogen. *untuk sediaan tablet digerus halus dulu

16

JSS -

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Lakukan penetapan kadar secara terpisah dengan cara (a) seperti yang tertera pada prosedur penetapan kadar; (b) menggunakan prosedur khusus yang tertera pada keseragaman kandungan dalam monografi. Hitung bobot zat aktif setara dengan rata-rata satu satuan sediaan dengan (a) menggunakan hasil uji yang diperoleh pada prosedur penetapan kadar dan (b) menggunakan hasil uji yang diperoleh dari prosedur khusus. Hitung faktor koreksi F, dengan rumus:

F!

W P

W : bobot zat aktif setara dengan satu satuan sediaan rata rata yang diperoleh dari prosedur penetapan kadar. P : bobot zat aktif setara dengan satu satuan sediaan rata rata yang diperoleh dari prosedur khusus. Jika :

100(W  P)  10, penggunaan faktor koreksi tidak absah P


a. Koreksi yang absah jika F antara 1,030 - 1,100 atau antara 0,900 - 0,970. Jika F antara 0,970 1,030 tidak diperlukan koreksi b. Jika F antara 1,030 - 1,100 dan 0,900 - 0,970, hitung bobot zat aktif dalam satu satuan sediaan dengan mengalikan tiap bobot yang diperoleh dengan prosedur khusus dengan F.

Tablet tidak bersalut, bersalut atau kempa, kapsul, larutan oral dalam wadah dosis tunggal, suspensi oral, emulsi oral atau gel oral dalam wadah dosis tunggal, dan sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) dalam wadah dosis tunggal. Tetapkan kadar 10 satuan satu per satu seperti yang tertera pada penetapan kadar dalam masing masing monografi, kecuali dinyatakan lain pada uji keseragaman kandungan dalam masing masing monografi. Hitung nilai penerimaan seperti berikut :

M  X  ks
Keterangan seperti tercantum pada tabel 2 Untuk larutan oral, suspensi oral, emulsi oral atau gel oral dalam wadah dosis tunggal. Lakukan penetapan kadar dari sejumlah bahan yang telah larut sempurna dan dituang dari tiap wadah tidak lebih dari 5 detik, atau untuk sediaan yang sangat kental, lakukan penetapan kadar pada sejumlah bahan yang tercampur sempurna dan dikeluarkan isinyasecara kuantitatif dari masing - masing wadah dan nyatakan hasilnya sebagai dosis yang terpindahkan. Supositoria, sistem transdermal, dan inhalasi dosis terukur. Tetapkan kadar 10 satuan satu per satu seperti yang tertera pada penetapan kadar dalam masing masing monografi, kecuali dinyatakan lain pada uji keseragaman kandungan dalam masing masing monografi. *Tidak disyaratkan nilai penerimaan. 2. Keseragaman Bobot Ambil 30 satuan sediaan Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar seperti yang tertera pada masing masing monografi, disebut hasil A yang dinyatakan dalam persen dari yang tertera pada etiket (lihat perhitungan nilai penerimaan). Kadar (bobot zat aktif per bobot satuan sediaan) diasumsikan homogen (catatan : contoh selain dari satuan pengujian ini dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar)

17

JSS

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Tablet tidak bersalut, bersalut atau kempa, kapsul, larutan oral dalam wadah dosis tunggal, suspensi oral, emulsi oral atau gel oral dalam wadah dosis tunggal, dan sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) dalam wadah dosis tunggal. Tetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satuseperti yang tertera dalam penetapan kadar pada masing masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam uji keseragaman kandungan dalam masing - masing monografi. Hitung nilai penerimaan. Perhitungan nilai penerimaan. Hitung nilai penerimaan seperti yang tertera pada uji keseragaman kandungan, kecuali kandungan masing masing satuan diganti dengan estimasi kandungan masing masing sebagai berikut : X1, X2, , Xn = estimasi isi masing masing satuan yang diuji, dimana W1, w2, , wn = bobot masing masing satuan yang diuji untuk keseragaman bobot A = kandungan zat aktif (persen yang tertera pada etiket) yang dinyatakan seperti pada penetapan kadar

Xi ! wixA W

W = rata rata dari bobot masing masing satuan (W1, w2, , wn) yang digunakan dalam penetapan
kadar Hasil : Tabel 1. Penggunaan uji keseragaman kandungan dan uji keseragaman bobot untuk sediaan Kadar dan perbandingan zat aktif Bentuk Sediaan Tipe Sub tipe 25 mg dan 25% <25 mg atau <25% Tablet Tidak bersalut Salut Keseragaman bobot selaput lainnya Kapsul Keras Lunak Suspensi, emulsi, atau gel Larutan Keseragaman bobot Keseragaman kandungan Keseragaman bobot Keseragaman kandungan Keseragaman bobot Keseragaman bobot Keseragaman bobot Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman bobot Keseragaman bobot Keseragaman bobot

Sediaan padat dosis tunggal

Komponen tunggal Komponen ganda

Larutan beku kering dalam wadah akhir Lainnya

Suspensi, emulsi, atau gel untuk penggunaan sistemik dalam wadah dosis tunggal Larutan untuk inhalasi yang dikemas dalam wadah ampul gelas atau plastik dan digunakan untuk penggunaan nebulizer dan larutan oral yang dikemas dalam wadah dosis tunggal dan dalam kapsul lunak Inhalasi (selain dari larutan untuk inhalasi yang dikemas dalam ampul gelas atau plastik dan ditujukan untuk penggunaan nebulasi) dikemas dalam wadah dosis terukur Sistem transdermal Suppositoria

Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman bobot

Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan Keseragaman bobot

Keseragaman kandungan

Keseragaman kandungan

Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan 18

Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan

JSS Lainnya

APT ITB Maret 2011-2012 Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan

BAB V

Kriteria 1. Tablet tidak bersalut atau salut selaput. Syarat : - 10 unit pertama dosis tunggal, nilai penerimaan L 1%. - Jika nilai penerimaan > L1% lakukan pengujian 20 satuan berikutnya dan hitung nilai penerimaan. syarat nilai penerimaan akhir dari 30 satuan L1% dan tidak satupun 1 - L2 * 0,01 M atau tidak lebih dari 1 L 2 * 0,01 M selain yang dipersyaratkan di monografi nilai L1 = 15,0 dan L2 = 25,0 2. Suppositoria 3. Batas A (jika harga rata-rata dari harga batas yang tertera pada definisi potensi dalam tiap monografi adalah 100%) Syarat untuk 10 satuan sediaan terletak pada rentang 85-115% dari yang tertera di etiket dan simpangan baku relatif 6%. Jika satu satuan di luar rentang tersebut dan tidak satu pun di luar rentang 75-125% atau simpangan baku relatif > 6% atau jika kondisi keduanya tidak terpenuhi lakukan pengujian tambahan 20 satuan. Syarat untuk 30 satuan adalah tidak lebih dari satu satuan berada di luar rentang 85-115% dan tidak ada satu pun di luar rentang 75-125% dan simpangan baku relatif dari 30 satuan tidak >7,8%. Batas B (jika harga rata-rata dari harga batas yang tertera pada definisi potensi dalam tiap monografi >100%) Syarat : a. Jika harga rata-rata satuan yang diuji 100%, syarat = batas A. b. Jika harga rata-rata satuan yang diuji batas rata-rata yang dinyatakan dalam potensi masing-masing monografi, syarat =batas A Kecuali kata-kata yang tertera pada etiket diganti dengan kata-kata yang tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata batas yang dinyatakan dalam potensi dalam monografi dibagi dengan 100. c. Jika harga rata-rata satuan yang diuji antara 100% dan rata-rata batas yang dinyatakan dalam potensi pada masing-masing monografi, syarat = batas A. Kecuali kata-kata yang tertera pada etiket diganti dengan kata-kata yang tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata dari satuan yang diuji (dinyatakan dalam % dari yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100. 4. Sistem transdermal dan kemasan inhalasi dalam dosis terukur Batas A (jika harga rata-rata dari harga batas yang tertera pada definisi potensi dalam tiap monografi adalah 100%) Syarat : a. jika jumlah zat aktif tidak kurang dari 9 dari 10 satuan seperti ditetapkan dari keseragaman kandungan (atau dalam hal bentuk larutan inhalasi dalam wadah ampul gelas atau plastik dan digunakan untuk nebulasi, dari metode keseragaman kandungan atau keragaman bobot) terletak dalam rentang 85-115% dari yang tertera pada etiket dan tidak satupun terletak di luar rentang 75-125% dari yang tertera pada etiket, dan simpangan baku relatif dari 10 satuan 6%. b. Jika 2 atau 3 satuan sediaan diluar rentang 85-115% dari yang tertera pada etiket tetapi tidak satupun yang terletak diluar rentang 75-125% dari yang tertera pada etiket atau simpangan baku relatif > 6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi, lakukan uji tambahan menggunakan 20 satuan sediaan. Syarat untuk 30 satuan sediaan: jika tidak lebih dari 3 satuan terletak di luar rentang 85-115% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satu satuan pun yang terletak di luar rentang 75-125% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%.

a. b.

c.

Batas B (jika harga rata-rata dari harga batas yang tertera pada definisi potensi dalam tiap monografi >100%) Jika harga rata-rata satuan sediaan yang diuji 100% , syarat = batas A Jika harga rata-rata satuan sediaan yang diuji rata-rata batas yang tertera dalam ketentuan potensi pada masing-masing monografi, syarat=batas A; kecuali kata-kata yang tertera pada etiket diganti dengan kata-kata yang tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata dari satuan yang diuji (dinyatakan dalam % dari yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100. Jika harga rata-rata satuan yang diuji antara 100% dan rata-rata batas yang dinyatakan dalam potensi pada masing-masing monografi, syarat = batas A. Kecuali kata-kata yang tertera pada etiket diganti dengan kata-kata yang tertera pada etiket dikalikan dengan rata-rata dari satuan yang diuji (dinyatakan dalam % dari yang tertera pada etiket) dibagi dengan 100.

Tabel 2
Variabel Definisi Kondisi Nilai

19

JSS

APT ITB Maret 2011-2012


Rata rata kandungan masing masing (X1, X2, , Xn ) yang dinyatakan dalam persentase dari yang tertera pada etiket Kandungan masing masing satuan sediaan yang diuji, dinyatakan dalam persentase yang tertera pada etiket Jumlah contoh (jumlah satuan dalam contoh) Konstanta penerimaan Jika n = 10, maka k = Jika n = 30, maka k = Simpangan baku contoh

BAB V

X
X1, X2, , Xn

N K S

2,4 2,0
n xi  X n !1 n 1

Simpangan baku relatif

Simpangan baku contoh yang dinyatakan dalam persentase rata rata

M (kasus 1) yang Nilai Rujukan digunakan jika T <101,5

Jika 98,5% Jika Jika

101,5%, maka

100 s X M ! X ( AV ! ks)
M = 98,5% (AV = 98,5% M = 101,5% (AV =

X X

<98,5%, maka >101,5%, maka

+ks)

M (kasus 2) yang Nilai rujukan digunakan jika T >101,5

Jika 98,5% Jika Jika

T maka

X X

<98,5%, maka >T, maka

M= (AV = ks) M = 98,5% (AV = 98,5% M=T

X X

- 101,5% + ks)

+ks)

Nilai penerimaan (AV)

(AV = X - T + ks) Rumus umum

M  X  ks
(perhitungan di atas spesifik untuk kasus yang berbeda) L1 = 15,0 kecuali dinyatakan lain dalam masing masing monografi Pada keadaan yang rendah, tidak L2 = 25,0 kecuali dinyatakan ada satupun hasil satuan sediaan lain dalam masing masing yang boleh kurang dari monografi

L1

Nilai penerimaan diperbolehkan

maksimum

yang

L2

Rentang deiasi maksimum dari tiap satuan sediaan yang diuji dari perhitungan nilai M

Dalam keadaan yang lebih tinggi tidak ada satupun hasil satuan sediaan yang boleh lebih besar dari

? - L2 * 0,01AM 1

(berdasarkan pada nilai L2 = 25,0) T Nilai kandungan tiap satuan sediaan pada saat produksi, dinyatakan sebagai persentase dari yang tertera pada etiket. Untuk penggunaan pada farmakope ini, kecuali dinyatakan lain pada masing masing monografi, T adalah 100,0% dan untuk keperluan peodusen, T adalah nilai hasil uji yang ditargetkan produsen pada waktu pembuatan

? L2 * 0,01AM 1

V.4. USULAN PENGUJIAN MUTU BAHAN BAKU DAN SEDIAAN Uji Kemurnian Bahan Baku Metode Utama : Prinsip : (langsung mengacu aja ke poin uji kemurnian yang udah ditulis di atas) 20

JSS Metode Alternatif: Prinsip:

APT ITB Maret 2011-2012

BAB V

Metode Identifikasi Bahan Baku Dalam Sediaan Pertimbangan: (kemudahan, kecepatan, ketersediaan instrument, bahan/pereaksi di Lab SF, dll) 1. 2. 3. UV: lebih sederhana dan cepat KLT cepat Klasik: pilih yang Reaksinya jelas, bukan empiris, Cepat, sederhana (Reaksi warna vs pengendapan untuk identifikasi prefer warna, lebih mudah dalam melihat hasilnya)

Metode Utama: .............. Alasan: Metode Alternatif: .............. Alasan: Alasan: presisi spesifik, presisi tinggi dan akurasi tinggi/peka/cepat/sederhana/murah/ (jangan memakai alasan mudah) Metode Penetapan Kadar Bahan Baku Dalam Sediaan Pertimbangan: (kemudahan, kecepatan, ketersediaan instrument, bahan/ pereaksi di Lab SF, dll) 1. KCKT akurasi tinggi Gak dipilih KLT karena hasil yang didapat kurang akurat. Gak dipilih IR karena sulit intepretasi hasil pengukuran. UV akurat, cepat dan sederhana Klasik: pilih yang Reaksinya yang jelas, bukan empiris, agar bisa kuantitatif Cepat, sederhana

2. 3.

Metode Utama: .............. Alasan: Metode Alternatif: .............. Alasan: Alasan: persesi spesifik, presisi tinggi dan akurasi tinggi/peka/cepat/sederhana/murah/ (jangan memakai alasan mudah) V.5 KESIMPULAN

PUSTAKA YANG DIGUNAKAN Farmakope Indonesia, USP, BP, EP, etc Merck Index of Chemical and Drugs Handbook of Chemistry and Physics Analytical Profiles of Drug Substances Official Methods of Analysis (AOAC) Analysis of Drugs and Poisson Handbook atau Textbook tentang analisis kimia dan analisis farmasi Jurnal ilmiah kefarmasian dan kimia analisis 21

Anda mungkin juga menyukai