Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN KOGNITIF, INTELEKTUAL DAN UNDERACHIEVER PADA REMAJA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan II

Disusun Oleh : Anita Putri Nyayu Perdana Ari S Riri Rahmayati Resya (yang tinggi) M2A 004 M2A 004 052 M2A 004 M2A 004 M2A 004 059 M2A 004

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (1518) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anakanak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan-perubahan tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanakkanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001). B. Tugas Perkembangan Remaja

Menerima keadaan jasmaninya Menerima peran jenisnya Persiapan menikah dan berkeluarga Belajar melepaskan dari orangtua secara emosional Bergaul dengan teman sebaya, sekolah, lawan jenis ataupun sesama jenis Belajar bertanggung jawab sebagai warga Negara Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara moral Perkembangan skala nilai secara sadar Perkembangan gambaran dunia yang luas Persiapan mandiri secara ekonomis Pemilihan jabatan

C. Teori-Teori Perkembangan Kognitif, Intelektual dan Underachiever Pada Remaja 1) Kognitif a. Perkembangan Kognitif Secara Umum Seorang individu sejak usia balita, telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek-objek yang ada di sekitarnya. Kemampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk kemampuan sensor-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tersebut dapat mengeksploitasi lingkungannya dan menjadikannya dasara bagi pengetahuan tentang dunia yang akan diperoleh kemudian serta akan berubah menjadi kemampuan-kemampuan yang lebih maju dan rumit. Kemampuan ini disebut sebagai skema. Sebagai contoh, seorang anak tahu bagaimana cara memegang mainannya dan membawa mainan tersebut kedalam mulutnya. Anak tersebut dengan mudahnya membawa skema ini. Lalu ketika sang anak bertemu dengan benda lain, dia akan mudah menerapkan skema ambil dan masukkan kedalam mulut tadi terhadap benda lain tersebut. Ini yang disebut sebagai asimilasi, yakni pengasimilasian objek baru kepada skema lama. Ketika anak tadi bertemu lagi dengan benda yang labih besar seperti sepatu atau bola,

dia akan tetap menerapkan skema yang sama. Tentu skema ini tidak akan dapat diterapkan kembali. Oleh sebab itu, skema pun harus menyesuaikan diri dengan objek yang baru. Benda tadi akan dilemparkan atau ditiup. Skema yang tadi lebih cocok untuk objek yang baru. Inilah yang disebut dengan akomodasi, yakni pengakomodasian skema lama terhadap objek baru. Asimilasi dan akomodasi adalah dua bentuk adaptasi, sebagai bentuk pembelajaran. Akan tetapi Piaget mengartikan adaptasi lebih luas dari sekedar proses pembelajaran. Keduanya bertugas menyeimbangkan struktur pikiran dengan lingkungan, menciptakan porsi yang sama antara keduanya. Apabila keseimbangan ini terjadi maka akan sampai pada tahap gambaran dunia yang baik yang disebut dengan ekuilibrium. Piaget sebelumnya mencatat adanya periode di mana asimilasi lebih dominant, periode di aman akomodasi lebih dominant, dan periode di mana keduanya mengalami keseimbangan. Periode-periode ini relative sama dalam diri setiap anak yang dia amati. Kemudian Piaget memperoleh ide tentang tahap-tahap perkembangn kognitif. Tahaptahapnya, yaitu: Tahap sensori-motorik (0-2 tahun) Pada tahap ini adalah tahap di mana seorang bayi menggunakan indra dan kemampuan motoriknya untuk memahami dunia, yang dimulai dengan rangsangan-rangsangan refleksi yang diterima panca indranya sampai kombinasi kemampuan sensor-motorik yang lebih kompleks Tahap pra-operasional (2-7 tahun) Di tahap ini, seorang anak telah memiliki representasi-representasi mental dan memiliki pertimbangan yang lebih baik. Telah mampu menggunakan simbol-simbol. Tahap kongkrit-operasional (7-11 tahun) Tahap ini adalah di mana seorang anak memiliki cara kerja atau prinsip-prinsip logika guna memecahkan sebuah persoalan. Di tahap ini juga, seorang anak tidak hanya menggunakan symbol-simbol dalam kerangka representasi, tetapi juga mampu memanipulasinya berdasarkan logika. Tahap formal-operasional (11tahun keatas) Di tahap ini, seorang individu semakin memiliki kemampuan untuk berpikir seperti orang dewasa. Tahap ini mencakup kematangan prinsip-prinsip logika dan

menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang abstrak sekalipun, biasa disebut dengan pemikiran hipotetik. Seorang remaja dalam menyelesaikan masalah yang ada selalu menggunakan berbagai langkah-langkah seperti mengelompokkan berbagai kemungkinan dalam beberapa cara yang berbeda, seperti: Konjungsi : A dan B pasti mengakibatkan hasil yang berbeda Disjungsi : Kalau tidak ini, pasti itu Implikasi : jika ini terjadi, akibatnya itu juga terjadi Inkompatibilitas : ketika ini terjadi, maka itu tidak akan terjadi Apabila persoalan yang dating lebih rumit dan tidak dapat diselesaikan dengan cara diatas, maka biasanya remaja menggunakan alternatif cara yang berbeda, yaitu: Identitas : membiarkan apa adanya Negasi : yaitu menukar kata atau dengan dan (atau sebaliknya) Resiprositas (hubungan timbale-balik) : menegasi komponen dan tetap mempertahankan kata dan dan atau Korelativitas (keterkaitan) : komponen tidak di negasi, akan tetapi kata atau ditukar dengan dan atau sebaliknya. Individu dengan operasi formal yang berkembang baik akan memahami bahwa korelasi dari hal yang timbal-balik sebenarnya adalah negasi; bahwa hubungan timbal-balik dari negasi adalah korelasi; bahwa negasi dari korelasi adalah hubungan timbal-balik; dan negasi dari korelasi yang timbal-balik adalah identitas. b. Perkembangan Kognitif Remaja Dalam pandangan Piaget, remaja membangun dunia kognitifnya sendiri, informasi tidak hanya tercurah dalam benak mereka dari lingkungan. Untuk memahami dunianya, remaja mengorganisir pengalaman mereka. Mereka memisahkan gagasan yang penting dari yangkurang penting, mengkaitkan satu gagasan dengan gagasan yang lainnya. Mereka tidak hanya mengorganisasikan pengalaman dan pengamatan mereka, tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebh dalam. Menurut piaget, remaja menyesuaikan diri

dengan cara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika seseorang menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Akomodasi terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya dengan informasi baru. Piaget meyakini bahwa tahapan pemikiran formal menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakannya merupakan tahapan yang tepat dalam menggambarkan perkembangan kognitif remaja. Remaja tidak hanya terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berfikirnya. Mereka sudah mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis maupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dalam pemikiran logis. Seiring dengan sifat abstrak dari pemikiran formal pada remaja, muncul juga pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Perkembangan pemikiran ini seringkali membuat remaja membandngkan dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan patokan ideal yang dipegangnya. Sepanjang masa remaja, pemikirannya seringkali melayang, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Dalam masa remaja, tidak jarang terjadi kebingungan patokan idealisme yang digunakan. Remaja juga mulai mengembangkan pemikiran logis dalam dirinya. Karena perkembangan pola pikir yang terjadi inilah remaja mulai mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara lebih sistematis dan menguji cara-cara pemecahan yang menjdi hasil pemikirannya. Jenis pemecahan masalah ini sering disebut dengan penalaran hipotetikal-deduktif (hypotetical-deducative reasioning). Penalaran hipotetikaldeduktif adalah konsep operasional Piagiet yang menyatakan bahwa remaja memliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau memperkirakan cara pemecahan masalah, seperti halnya suatu persamaan aljabar. Mereka melakukan deduksi secara sistematis, atau menyimpulkan cara melakukan persamaan tersebut. c. Efek kemampuan berpikir remaja terhadap kepribadian dan perilaku menurut Philip, (1990) : 1. Idealisme Pemikiran remaja mulai berorientasi pada kehidupan orang dewasa, kemampuan berpikir mereka mampu mengarahkan mereka untuk mengevaluasi apa yang mereka pelajari. Kemampuan inilah yang membuat remaja mempunyai pemikiran yang idealis.

2. Nilai jangka panjang Remaja mulai memasuki nilai atau norma sebagai orang dewasa sehingga membuat remaja melihat diri mereka setara seperti orang dewasa, mulai membuat rencana kehidupan, lebih memperhatikan masa depan dan mempunyai ide tentang perubahan sosial. 3. Kreativitas Kreativitas pada remaja dapat terlihat dari sensitivitas akan suatu masalah, identifikasi kesulitan (mencari solusi, membuat pertanyaan, membuat hipotesis), kemudian menguji dan melakukan uji coba ulang (kemungkinan dilakukannya modifikasi) pada hipotesisnya, dan pada akhirnya mengemukakan hasilnya. 4. Pseudostupidity Kemampuan remaja dalam berpikir formal memberikan suatu kemampuan untuk memperhatikan alternatif yang muncul, namun kemampuan barunya ini belum terkontrol karena kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh para remaja. 5. Egosentrisme Remaja memiliki kemampuan untuk berpikir tentang diri mereka sendiri sehingga mereka lebih waspada terhadap diri mereka sendiri, kepribadiannya dan ide pemikirannya yang pada akhirnya membuat remaja menjadi egosentris, selfconcious, dan introspektif. 6. Daydreaming Kemampuan visual imagery dan membayang suatu hal menjadi lebih positif da konstruktif. 7. Konsep diri Kemampuan berpikir tentang keadaan dirinya ini diperlukan untuk membentuk konsep diri dan identitas diri sehingga dalam membangun konsep diri pada remaja diperlukan sejumlah pemikiran tentang dirinya sendiri. 2) Perkembangan Intelektual Intelegensi adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar, berpikir, memahami dan menyelesaikan berbagai masalah. Seorang remaja tentunya mengalami perubahan dari sisi intelektualnya. Beberapa aspek dari remaja yang mengalami perubahan adalah:

Kualitatif

Dari aspek kualitasnya, sangat terlihat bahwa seorang individu mengalami perubahan di setiap tahapan perkembangannya. Usia remaja berada pada tahap operasional formal di mana telah mampu berpikir abstrak, logis, berteori dan berhipotesis. dan tetap pada tes verbal. Proses informasi Penyelesaian masalah lebih efisien, melalui beberapa tahap seperti :stimulus interpetasiingatanberpikirpenyelesaian masalah--aksi. Ingatan Mengukur ingatan dengan berbagai cara seperti: a. metode recall : tanpa adanya petunjuk b. recognition : dengan petunjuk seperti multiple choice c. relearning : memerlukan waktu sedikit dibandingkan dengan original learning. Pada usia 13 16, menurut nancy (2008) anak akan mulai berpikir tentang diri mereka sendiri, orang lain dan kehidupannya sebagai bentuk peralihannya menuju kedewasaan. Memasuki usia remaja madya dengan memfokuskan pada hal yang dapat menambah pengalamannya dan mampu merubah pikirannya sehingga sesuai dengan pegangan hidupnya. Perubahan yang terjadi antara lain : 1. Meningkatnaya kemampuan berargumen dan sering menunjukkannya dengan penuh semangat 2. Kemampuannya memberikan alasan meningkat : a. Dimulai saat mampu menggabungkan antara konsep dengan contoh yang spesifik b. Belajar untuk menggunakan penalaran deduktif dan membuat pertanyaan yang edukatif c. Belajar untuk menalar pada masalah yang tidak konkret d. Bisa membangun konstruk hipotetis untuk masalah dan mnegevaluasi yang terbaik Kuantitatif Biasanya yang terjadi di usia remaja adalah terjadi penurunan pada tes performance

3. Memfokuskan untuk membangun masa depan : a. Dimulai dengan memfokuskan pada hal yang terjadi saat ini dan digabungkan dengan beberapa gambaran impiannya b. Belajar untuk mengetahui bahwa tindakannya saat ini akan memberikan dampak untuk masa depannya c. Mulai untuk merancang tujuan personal dan bahkan mungkin akan menolak rancangan tujuan yang dibuat oleh orang lain 4. Meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusan : a. Mulai dapat memisahkan mana yang benar mana yang salah dan mendengarkan suara hatinya b. Belajar untuk membedakan mana yang fakta mana yang opini c. Belajar untuk mengevaluasi kredibilitas sumber informasi d. Dapat mengantisipasi konsekuensi dari perbedaan pendapat e. Dapat menentang asumsi dan solusi yang dibuat oleh orang dewasa 3) Underachiever Ada beberapa kelompok penyebab yang dapat mengakibatkan remaja kurang memiliki prestasi dan putus sekolah (Zarb, 1984). Hal ini dapat dimulai ketika bayi lahir. Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan yang kurang menyebabkan adanya kekurangan dan masalah pada sistem syarafnya sehingga berakibat pada kemampuan kognitifnya seperti perhatian dan memori jangka pendek. Selain itu akan berakibat pada kemampuan visual motorik dan kemampuan belajarnya (Cohen, Beckwith, Parmelee, Sigman, Asarnow, dan Espinosa 1996). Ada beberapa tanda tentang kemungkinan terjadinya penurunan prestasi dini (BrooksGunn, Guo, dan Furstenberg 1993; Horowitz 1992) : a) Selalu gagal dalam menyelesaikan tugas sekolah pada umumnya b) Berada di 2 tingkat atau lebih di bawah tingkat yang normal c) Sering tidak mengikuti pembelajaran d) Sering melawan guru dan pengajar e) Tidak berminat pada sekolah dengan perasaan tidak ingin dan sekolah tidak memiliki arti

f) Kemampuan scholastic yang rendah g) Kemampuan membaca yang rendah h) Sering berganti-ganti sekolah i) Tidak diterima oleh guru dan staff sekolah j) Tidak diterima oleh rekan sekolah k) Memiliki teman yang terlalu tua dan terlalu muda l) Berasal dari keluarga yang tidak bahagia m) Memiliki perbedaan yang mencolok dibanding dengan rekannya n) Tidak mampu untuk menerima rekan sekolah dari luar o) Tidak bergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler p) Tidak dapat bersaing atau malu dengan saudara kandung q) Hasil yang dicapai dibawah potensinya r) Memiliki masalah fisik dan emosi yang serius s) Memiliki masalah kedisiplinan t) Tercatat sebagai anak nakal Anak dengan prestasi rendah (underachiever) umumnya kita temui di sekolah karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai pula dengan tes IQ berada di bawah rerata normal. Untuk golongan ini disebut dengan slow learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya disebabkan oleh faktor minimal brain dysfunction, dyslexia, atau perceptual disability. Di Amerika Serikat anak yang berprestasi rendah disebut dengan istilah Specific Learning Disability. specific learning disability means a disorder in one or more of the basic psychological processes
involved in understanding or in using language, spoken or written, which may manifest it self in an imperfect ability to listen, think, speak, read, write, spell, or to do mathematical calculation. The term includes such condition as perceptual handicaps, brain injury, minimal brain dysfunction, dyslexia, and developmental aphasia. The term does not include children who have learning problems, of mental retardation, of emotional disturbance, or of environmental, cultural, or economic disadvantage (US Office Of Education, 1977: p.65 083; Ashman and Elkins, 1994:242; Hallahan and Kauffman, 1991:126)

Berdasarkan definisi tersebut, maka individu yang tergolong dalam specific learning

disability mempunyai karakteristik sebagai berikut: Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga mengganggu kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan menulis. Pada umumnya mereka tidak mampu untuk menjadi pendengar yang baik, untuk berpikir, untuk berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf, bahkan perhitungan yang bersifat matematika. Kemampuan mereka yang rendah dapat dicirikan melalui hasil tes IQ atau tes prestasi belajar khususnya kemampuankemampuan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicaps, brain injury, minimal brain dysfunction, dyslexia, and developmental aphasia Mereka tidak tergolong ke dalam penyandang tunagrahita, tunalaras, atau mereka yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya, atau factor ekonomi. Mempunyai karakteristikkhusus berupa kesulitan di bidang akademik, masalah-masalah kognitif, dan masalah-masalah emosi sosial. Empat Tipe Underachiever : 1. Distant Underachiever a. Memiliki masalah dengan kepercayaan b. Biasanya mereka memiliki masalah pada masa awal pengasuhan c. Mempunyai hubungan yang menjauh yang disebakan karena pengalaman kehilangan seperti berpisah dengan orang tua, seringnya beroindah tempat, trauma terhadap sakit dan kehilangan teman dekat atau hewan peliharaan d. Gagal membina hubungan yang berdasarkan kepercayaan pada hubungan jangka panjang

2. Passive Underachiever a. Fokus permasalahannya ada pada penerimaan dan pengakuan orang lain tanpa mempertimbangkan apa yang mereka butuhkan b. Beberapa dari passive underachiever bisa menjadi orang yang obsesif kompulsif terhadap apa yang mereka tidak tercapai c. Inti permasalahan pada passive underachiever adalah mereka dapat menemukan harga diri dan identitasnya hanya melalui penerimaan orang lain d. Adanya kecemasan akan penerimaan e. Pasif untuk menunjukkan apa yang mereka inginkan 3. Dependent Underachiever a. Membutuhkan bimbingan orang lain, dilindungi orang lain b. Mereka akan mengomentari saat ditinggal sendiri, menginginkan orang lain ikut merasakan apa yang dirasakannya, menginginkan orang lain untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi dan ikut bertanggung jawab c. Secara akademis, mereka sering gagal untuk memprioritaskan hal yang utma secara efektif, mereka sering memfokuskan pada aktivitas yang sedikit mempunyai manfaat jangka panjang sehingga sering mengabaikan pengalaman yang memiliki manfaat untuk masa depan mereka d. Sering mengalami kesulitan untuk memilih bidang pembelajaran dan akan mengalami kesulitan untuk meneruskan pendidikan hingga jenjang diploma maupun strata e. Mereka akan menyalahkan orang lain atau kejadian yang diluar kemampuan mereka f. Mereka memiliki rasa takut berlebih terhadap masa depan 4. Defiant Underachiever a. Mereka merasa tidak nyaman dengan diri mereka sendiri yang merasa bahwa mereka terjebak dalam keadaan yang dependent dan independent

b. Mereka melihat diri mereka sebagai individu yang terpisah dengan dunia orang dewasa, tetapi mereka belum memiliki pendirian atas diri mereka sendiri yang kuat c. Berusaha keras untuk menemukan peran yang sesuai untuk mereka d. Kritik atau saran dari orang lain ditanggapi dengan sikap yang tidak tepat, bersikap defensive atau dengan sikap yang berlawanan e. Mereka merasa sangat terbebani saat dibebani tanggung sebagai orang dewasa Underachiever berdasarkan karakteristik yang dimilikinya (Phyllis, 2006) : 1. Coasting Underachiever a. Muncul pada usia 9 10 tahun b. Jumlahnya sekitar 30 40 % dari underachiever c. Karakteristik : 1) Secara umum memperlihatkan kepuasan terhadap dirinya sendiri dan kehidupannya 2) Sering menunda sesuatu baik di rumah maupun di sekolah 3) Mudah menyerah 4) Selective memory 5) Serius dalam memperhatikan pembicaraan namun kurang dapat mengikuti maksud pembicaraan 6) Mudah terganggu pikirannya pada tugas dan pekerjaan sekolah 7) Memiliki akademik 8) Tidak dapat mengungkapkan secara jelas mengenai kurangnya hasil akademik 9) Menberikan alasan yang masuk akal 10) Mudah diprediksi siklus kerjanya 11) Tidak dapat menanggapi reward dan punishment 12) Tidak memikirkan masa depan penilai yang berlebih pada kemampuan jawab

2. Anxious a. Muncul pada usia berapa pun b. Jumlahnya sekitar 10 20 % c. Karakteristik : 1) Tegang dan tidak dapat menenangkan diri 2) Menghindari sekolah dan menjadi phobia terhadap sekolah 3) Perfeksionis 4) Khawatir yang berlebih dan tidak realistik tentang kompetensi dan kesalahan 5) Selalu membutuhkan jaminan dan peneriman terutama dari orang dewasa 6) Mengeluh tentang kesakitan fisik 7) Kesadaran dirinya kadang terganggu 8) Terlihat lebih matang 9) Terlalu memperhatikan detail yang tidak penting, tidak dapat mengamati hal yang besar 10) Orang tua terlalu menuntut atau mengkritik 11) Menunjukkan depresi 3. Defiant a. 5% dari underachiever tipe ini ditemukan baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan b. Karakteristik : 1) Sering hilang kendali kemarahan 2) Mengomentari sesuatu denagn berkuasa 3) Menentang kekuasan 4) Dengan sengaja menentang orang lain 5) Pendendam dan ingin melakukan balas dendam 6) Menyalahkan orang lain atas tindakan mereka sendiri atau kesalahan yang mereka lakukan 7) Sering dan dengan mudah menggangu 8) Mudah marah dan benci 9) Tidak teridentifikasi dengan dinamika keluarga yang khusus tetapi pengatuh

keluarga sangat penting baginya 4. Wheeler-Dealer a. Karakteristik : 1) Mengisi kehidupan saat itu juga untuk mendapatkan reward 2) Sering berbohong, berbuat curangm dan mencuri 3) Mudah memanipulasi 4) Sering jatuh ke dalam masalahan 5) Sering berbicara kalau akan kaya dan terkenal 6) Sering mengacaukan kegiatan yang membangun 7) Dengan sengaja merusak properti 8) Kurang memiliki pertemanan jangka panjang dan intim 9) Dapat mempesona pada satu waktu namun menakuti yang lainnya di lain waktu 10) Membagi orang ke dalam tiga kelompok yaitu teman yang sepadan, musuh dan kaki tangan 11) Tidak dapat berkembang pada proses komunikasi orang dewasa 12) Sering 5. Identity Search Underachiever a. Karakteristik 1) Sangat memperhatikan dirinya 2) Berjuang untuk menemukan jawaban siapakah diriku? 3) Sering mencari makna hidup 4) Selalu serius dalam segala hal 5) Berpendirian keras 6) Memutuskan untuk menjadi independent dengan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri, tidak bahagia, menunjukkan ketidaksetujuaannya saat berdiskusi

perilakunya dan keputusannya 7) Bepengalaman untuk mengomentari sesuatu, sistem nilai, keyakinan dan kelompok maupun temannya 8) Selalu menanyakan nilai dan gaya hidup orang dewasa 6. Sad Depressed Underachiever a. Perbandingan perempuan : laki-laki = 2 :1 b. 7 5 adalah sad underachiever dengan jumlah kurang dari 2 % depresi secara medis c. Karakteristik : 1) Menunjukkan reaksi apatis 2) Sering makan berlebih 3) Tidur terlalu lama atau memiliki masalah tidur 4) Kurang energi dan selalu memiliki perasaan lelah 5) Memiliki masalah konsentrasi 6) Sering merasa putus asa dan pessimis

BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN A. Kasus Sumber: Septiana Runikasari 23 Maret 2008 Adi adalah siswa salah satu sekolah unggulan di Jakarta yang mengikuti tes Minat dan Bakat di LPTUI. Selama ini prestasi Adi di sekolah hanya mendapat nilai maksimal 70, itu pun pada satu pelajaran saja yaitu komputer. Namun demikian, hasil tes Minat dan Bakat menunjukkan bahwa Adi memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Orangtua Adi sangat heran dan akhirnya menghubungi LPTUI untuk meminta waktu konseling dengan Psikolog. Saat menemui Psikolog, ayah Adi menjelaskan dengan berapi-api bahwa Adi yang saat ini baru naik kelas 3 SMP tidak pernah terlihat belajar di rumah. Sehari-hari Adi hanya membaca komik dan menonton TV sehingga ayah Adi menjadi sangat cerewet pada anak bungsunya ini. Kedua kakak Adi yang usianya terpaut cukup jauh dengan Adi. Yang satu sudah lulus sarjana dan yang satu lagi duduk di bangku kuliah di salah satu Fakultas Kedokteran sebuah universitas di Bandung. Ayah Adi ingin agar Adi juga memiliki prestasi seperti kakak-kakaknya. Sementara itu, ibu Adi merasa sudah tidak bisa terus menerus mendampingi Adi belajar karena sudah lelah. Adi sendiri merasa kalau di rumah ia memang sudah tidak ingin belajar, karena sudah seharian belajar di sekolah mulai jam 7.15 sampai jam 15.00, dan masih dilanjutkan dengan les sehingga baru sampai di rumah pukul 8 malam. Sejak kelas 3 SMP, Adi sudah sangat jarang mengerjakan hobinya bermain bola karena sudah diarahkan untuk memusatkan perhatian pada Ujian Nasional di akhir tahun. Orangtua Adi sangat cemas melihat perilaku belajar anak bungsunya itu. Mereka berharap Adi rajin dan tekun belajar mengingat ia akan menghadapi Ujian Nasional.

B. Pemabahasan

DAFTAR PUSTAKA

Boeree,G. 2006. Personality Theories. Jogjakarta : Prismasophie Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Refika Aditama Firchow, Nancy. 2008. Child Development : 13-to 16-Year-Olds. Available

http://www.schwablearning.org/articles.aspx?r=779 Greenburg, Phyllis. 2006. Underachievers : Types, Characteristics & Courses of Action. Available http://district.ausd.net/docs/types_of_underachievers.pdf Rice, F. Philip. 1990. The Adolscent; Development, Relationships and Culture 9th edition. Boston : Allyn & Bacon Runikasari, S. 2008. http://www.lptui.com/artikel.php?fl3nc=1&param=c3VpZD0w

MDAyMDAwMDAwNzcmZmlkQ29udGFpbmVyPTY2&cmd=articleDetail Types of Underachiever. Available. http://www.appliedmotivation.com/article1%20 Types %20of%20Underachievers.htm

Anda mungkin juga menyukai