Anda di halaman 1dari 4

Dampak Reformasi Terhadap Politik Indonesia

Munculnya reformasi di bidang politik disebabkan oleh adanya KKN, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokratis) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta munculnya demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang. Politik pembangunan hukum nasional yang diberlakukan sejak masa Orde Lama hingga era Pasca Reformasi saat ini sebenarnya cukup memberikan akomodasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sebagaimana disebutkan di muka, namun demikian dalam realitanya politik pembangunan hukum nasional tersebut terkesan agak sulit diterapkan, sehingga dalam beberapa sisi, politik pembangunan hukum nasional dimaksud terkesan agak menjadi sloganistis. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan suatu politik pembangunan hukum nasional yang komprehensif untuk memperbaiki dan menyempurnakan tatanan hukum dalam era pasca reformasi. Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan utama politik pembangunan hukum nasional antara lain adalah sebagai berikut: (1) memperbarui atau mengganti peraturan hukum dari masa kolonial yang masih berlaku melalui Aturan Peralihan UUD 1945; dan (2) menciptakan hukum baru yang secara utuh bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 (termasuk Perubahan-perubahannya), sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional dalam era globalisasi.

Dampak Reformasi Terhadap Perekonomian Indonesia

Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang yang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan.

Dengan kondisi fundamental ekonomi mikro seperti tersebut di atas, gejolak nilai tukar, yang sebenarnya hanya merupakan efek penularan (contagion effect) dari yang terjadi di Thailand, telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah. Kondisi stagflasi dan instabilitas mewarnai ekonomi Indonesia, khususnya pada periode selama tahun 1998. Penurunan nilai tukar rupiah yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor. Para pengusaha mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri yang segera harus dipenuhinya. Pemutusan hubungan kerja juga sangat mewarnai ekonomi Indonesia pada saat itu sebagai dampak semakin banyaknya perusahaan mengurangi aktivitas, atau bahkan menghentikan produksinya. Pada saat yang bersamaan, kenaikan laju inflasi yang tinggi (77,6%) dan penurunan penghasilan masyarakat akibat merosotnya kegiatan ekonomi (kontraksi 13.7%) telah mengakibatkan menurunnya daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat serta memperluas kantong-kantong kemiskinan. Di sektor perbankan, depresiasi rupiah yang kemudian diikuti oleh kenaikan suku bunga sebagai konsekuensi upaya penstabilan harga dan nilai tukar rupiah telah memperburuk kinerja debitur sehingga kredit bermasalah semakin membengkak. Bank-bank terpaksa menanggung marjin bunga bersih (net interest margin) negative sebagai akibat peningkatan suku bunga dana yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan suku bunga pinjaman. Situasi tersebut telah meningkatkan kerugian bank, yang pada akhirnya mengikis permodalan bank sehingga hampir semua bank mengalami kekurangan modal. Terpuruknya sektor perbankan yang mengakibatkan terganggunya fungsi intermediasi membawa dampak yang lebih jauh, yaitu menipisnya sumber dana bagi kegiatan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil dan koperasi. Di lain pihak, bank-bank juga cenderung menanamkan dananya di pasar uang antar bank (PUAB) dan Sertipikat Bank Indonesia (SBI) daripada di sektor riil yang dipandang mengandung risiko kredit lebih tinggi. Begitu besarnya dampak negatif dari krisis ekonomi tersebut, sehingga berbagai permasalahan non-ekonomi yang sangat berat dan mendasar pun muncul dalam waktu yang relatif bersamaan. Kerusuhan sosial telah menyebabkan berbagai kerusakan, baik di sektor produksi dan jaringan distribusi, yang berdampak pada memburuknya iklim usaha di Indonesia. Jaringan distribusi yang tidak sepenuhnya berfungsi, disertai dengan panic buying telah

menyebabkan

munculnya

ekspektasi

masyarakat

akan

kenaikan

harga-harga

secara

berkelanjutan. Kesemuanya itu selanjutnya telah menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat, domestic maupun internasional, terhadap prospek ekonomi Indonesia. Sementara itu, prospek ekonomi di kawasan lain, khususnya Amerika Serikat, sangat menjanjikan. Akibatnya, modal asing, yang selama ini turut membiayai pembangunan ekonomi Indonesia, keluar secara bersamaan dan dalam jumlah besar-besaran. Meskipun stabilitas ekonomi sudah mulai dapat dicapai antara lain dengan rendahnya suku bunga dan tingkat inflasi serta relatif terkendalinya nilai tukar mata uang, perekonomian dalam keseluruhan tahun 1999 hanya tumbuh 0,3 persen. Lambatnya pemulihan ekonomi ini terutama disebabkan oleh lemahnya gairah investasi dan kegiatan ekspor. Program restrukturisasi perbankan dan utang swasta yang lambat telah menghambat sektor riil untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Penegakan hukum yang kurang transparan dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi termasuk penyelesaian utang swasta dan kurang terjaminnya masalah keamanan telah menurunkan minat investasi asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat, baik dalam maupun luar negeri, yang sangat diperlukan dalam memelihara stabilitas nilai tukar mata uang dan mempertahankan momentum pemulihan ekonomi. Lambatnya pemulihan ekonomi mengakibatkan tambahan angkatan kerja baru tidak lagi dapat ditampung oleh sektor formal yang pada gilirannya meningkatkan jumlah pengangguran. Meningkatnya pengangguran ini dapat menciptakan masalah-masalah sosial yang serius termasuk meningkatnya tingkat kejahatan dalam masyarakat. Pada masyarakat lapisan bawah, lambatnya pemulihan ekonomi ini juga meningkatkan jumlah penduduk miskin. Secara keseluruhan taraf kesejahteraan masyarakat menurun terutama pada masyarakat golongan bawah. Pemulihan ekonomi yang lambat juga mengakibatkan tidak diindahkannya konsep pembangunan berkelanjutan. Sumberdaya alam dikelola dengan tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang pada gilirannya mengganggu kelestarian alam.

http://apaapaapa.blogspot.com/2009/02/masa-reformasi.html https://doc-0k-94docsviewer.googleusercontent.com/viewer/securedownload/dsn1aovipa7l846lsfcf94nedj8q2p4u/ 515mknjnnptjo7p70vrg038rta301rtg/1323873000000/Ymw http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:fHcud5eZCVYJ:www.bappenas.go.id/g et-fileserver/node/6302/+dampak+reformasi+terhadap+politik+dan+strategi+nasional+di+bidang+eko nomi&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

Anda mungkin juga menyukai