Anda di halaman 1dari 10

Business Process Reengineering ( BPR )

Business Process Reengineering ( BPR ) Sejarah Pada 1990, Michael Hammer, mantan profesor ilmu komputer di MIT, menerbitkan sebuah artikel pada Harvard Business Review, dimana disana ia menjelaskan tantangan besar bagi manajer adalah bagaimana menghilangkan pekerjaan yang tidak memiliki nilai tambah, daripada menggunakan teknologi untuk mendukung pengerjaannya. Pernyataan ini menuduh manajer telah fokus pada permasalahan yang salah, yaitu penggunaan teknologi tersebut pada umumnya, atau lebih spesifik lagi adalah teknologi informasi, yang telah digunakan untuk membantu pekerjaan lama bukannya untuk membuat pekerjaan tanpa nilai tambah menjadi hilang.

Pernyataan dari Hammer cukup sederhana : kebanyakan pekerjaan yang dikerjakan tidak memberikan nilai tambah bagi konsumen, dan oleh karenanya seharusnya dihilangkan. Perusahaan seharusnya menimbang proses mereka untuk dapat memaksimalkan nilai konsumen sementara meminimalkan konsumsi sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.

Meskipun dikritik sebagai Taylorism model baru, beberapa ahli manajemen seperti Peter Drucker atau Tom Peter menyarankan penggunaan BPR sebagai alat manajemen modern untuk memperoleh kesuksesan di dunia yang dinamis ini. Perusahaan-perusahaan besar pun kemudian mengadopsi BPR ini karena telah lama merindukan pembaruan kompetensi karena beberapa lama ini terkikis pasarnya oleh saingan dari luar negeri. Perusahaan seperti General Motors (GM), American Airlines, Ford, atau Procter & Gamble (P&G) telah membuktikan BPR sebagai tools untuk melakukan efisiensi serta efektivitas operasi. GM merombak sistem informasinya dengan hanya memakai satu jenis platform saja, HP untuk printernya, Microsoft untuk sistem, kemudian Novel untuk sekuritasnya.

Dengan demikian General Motors melakukan penghematan lebih dari 50 persen untuk lisensi, kompatibilitas program, serta 10-25 persen untuk biaya pemeliharaan dengan menggunakannya ke seluruh organisasinya.

sumber : http://one.indoskripsi.com/node/1111

CONTOH LAIN NYA:

Business Process Reengineering ( BPR ) juga di kenal sebagai proses inovasi dan rekayasa ulang proses utama bisnis. Selain itu BPR terkadang di definisikan dengan nama-nama yang lain seperti : inovasi

proses, rekayasa proses utama, analisa proses kerja dan peningkatan proses. Di dalamnya terjadi perubahan radikal proses bisnis untuk mendapatkan hasil kinerja dan pengurangan biaya.

Perusahaan yang pelu menerapkan reengineering itu adalah 1. Kebangkrutan yang akan menerpa. PT Timah merupakan salah satu contoh yang tanggap menerapkan konsep ini sebelum mengalami kebangkrutan. 2. Mereka memandang akan banyak ancaman yang bakal muncul. Dalam hal ini reengineering diterapkan untuk mempertahankan posisi yang lebih baik di masa mendatang. 3. Perusahaan market leader menginginkan meninggalkan market challenger dengan satu lompatan yang sangat jauh ke depan, sehingga tidak bisa terkejar lagi oleh para pesaingnya.

Beberapa hasil reengineering: 1.Kantor cabang AT & T Global Business Communications System merancang dari awal cara memproses pesanan para pelanggan, sehingga mengurangi waktu penyampaian dari 8-12 minggu menjadi beberapa hari, bahkan menggunakan 35% lebih sedikit karyawan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. 2.Pilkington Optronics mengurangi waktu tunggu produksinya sampai lebih dari 50%meningkatkan keandalan penyampaian kepada pelanggannya menjadi 97% dari sebelumnya 10% mengurangi nilai persediaan dan barang dalam proses sampai 70% menjadi 6,8 juta poundsterling dan meningkatkan penjualan per karyawan sampai 285%. 3.Bisnis otomotif Lucas Industries memotong waktu tunggu produksi sampai mendekati 80% dan mengurangi waktu tunggu pengiriman pesanan sampai 70% menjadi 32 hari sebelum otomasi. Perusahaan ini berhasil menggandakan perputaran persediaannya mencapai peningkatan produktivitas sebesar 50% dan pengurangan biaya sebesar 25%. 4.Ford Company, Procter & Gamble adalah contoh perusahaan raksasa Amerika yang berhasil mengakomodasi BPR sehingga bangkit dari kelesuan yang mengancamnya. Di Indonesia, Telkom (sekalipun tak menuruti betul konsep BPR) juga berhasil mengadopsinya pada kepemimpinan Cacuk Sudaryanto.

Business Process Reengineering Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Siklus Business Process Reengineering.

Business Process Reengineering (BPR, Rekayasa ulang proses bisnis) adalah pemikiran kembali secara fundamental dan perancangan kembali proses bisnis secara radikal, dihasilkan dari sumber daya organisasi yang tersedia.

BPR menggunakan pendekatan untuk perancangan kembali cara kerja dalam mendukung misi organisasi dan mengurangi biaya. Perancangan ulang dimulai dengan penaksiran level tinggi terhadap misi organisasi, tujuan strategis, dan kebutuhan pelanggan. Pertanyaan dasar yang ditanyakan seperti "apakah misi kita harus diperjelas? Apakah tujuan strategis kita berjalan beriringan dengan misi kita? Siapa pelanggan kita?" Daftar isi [sembunyikan]

* 1 Pengertian lain * 2 Pengertian lainnya * 3 Peran TI * 4 Pranala luar

[sunting] Pengertian lain

Business Process Reengineering dikenal juga dengan istilah Business Process Redesign (Perancangan Ulang Proses Bisnis), Business Transformation, atau Business Process Change Management. Business Process Reengineering (BPR) dimulai sebagai teknik sektor privat untuk mendukung organisasi secara fundamental memikirkan kembali bagaimana mereka mengerjakan bisnis yang mampu meningkatkan jasa kepada pelanggan, memotong biaya operasional dan menjadi kompetitor kelas dunia. Kunci utama dalam perancangan ulang adalah pengembangan sistem informasi dan jaringan. Organisasi-organisasi besar semakin banyak menggunakan teknologi ini untuk lebih mendukung proses bisnis yang inovatif dibanding memperbaiki metode kerja pada saat yang sama.

BPR meliputi analisis dan perancangan alir kerja (workflow) dan proses-proses dalam sebuah organisasi. Berdasarkan Daven ports (1990), proses bisnis adalah sekelompok tugas-tugas yang saling berhubungan secara logis, dilaksanakan untuk mencapai sebuah hasil bisnis yang jelas.

Re-engineering ("rekayasa ulang") adalah dasar dari perkembangan-perkembangan manajemen yang muncul belakangan ini. Tim lintas-fungsional (Cross-functional team), contohnya, telah banyak dikenal karena perannya dalam perancangan ulang tugas-tugas fungsional yang terpisah menjadi proses-proses lintas-fungsional yang lengkap.

Dalam kerangka kerja untuk penaksiran dasar terhadap misi dan tujuan, perancangan ulang memfokuskan kepada proses bisnis organisasi langkah-langkah dan prosedur yang mengendalikan bagaimana sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar yang khusus. Proses bisnis dapat disusun kembali menjadi aktivitas-aktivitas spesifik, diukur, dimodelkan dan diperbaiki. Dapat pula dirancang ulang secara keseluruhan atau dieliminasi sekaligus. Perancangan ulang mengidentifikasikan, menganalisa, dan merancang ulang proses inti bisnis organisasi dengan tujuan untuk mencapai hasil maksimal dalam ukuran kinerja kritis seperti biaya, kualitas, jasa dan kecepatan.

Perancangan ulang membagi-bagi proses bisnis menjadi sub-sub proses dan tugas yang dilaksanakan oleh beberapa area fungsional terspesialisasi dalam organisasi. Seringkali tidak seorang pun yang bertanggung jawab atas kinerja keseluruhan proses. Perancangan ulang memaksimalkan kinerja subproses yang akan menghasilkan beberapa keuntungan, namun tidak menjanjikan peningkatan yang dramatis jika prosesnya sendiri tidak efisien dan tertinggal.

Untuk alasan itu, perancangan ulang memfokuskan pada merancang kembali proses secara keseluruhan untuk mencapai keuntungan maksimal bagi organisasi dan pelanggan. Hal ini berbeda dengan proses yang memfokuskan pada peningkatan fungsional atau incremental saja. [sunting] Pengertian lainnya

Beberapa pengertian mengenai BPR antara lain:

* "... the fundamental rethinking and radical redesign of business processes to achieve dramatic improvements in critical contemporary measures of performance, such as cost, quality, service, and speed." * "...pemikiran ulang fundamental dan perancangan radikal terhadap proses-proses bisnis untuk mencapai perbaikan secara dramatis dalam ukuran kritis terhadap kinerja seperti biaya, kualitas, jasa dan kecepatan." * "encompasses the envisioning of new work strategies, the actual process design activity, and the implementation of the change in all its complex technological, human, and organizational dimensions." * "mencakup perencanaan strategi kerja baru, aktivitas perancangan proses yang aktual dan implementasi perubahan dalam semua dimensi teknologi, manusia dan organisasi yang kompleks.

Untuk mencapai peningkatan yang maksimal dengan BPR, perubahan stuktur organisasi dan cara lain seperti pengelolaan dan pelaksanaan kerja saja dianggap belum cukup. Agar dapat mendapatkan keuntungan secara penuh, penggunaan Teknologi Informasi (TI) dianggap penting sebagai faktor kontributor utama.

Walau TI secara tradisional digunakan untuk mendukung fungsi bisnis yang tersedia, yaitu meningkatkan keefisienan organisasi, sekarang TI berfungsi sebagai pendukung bentuk-bentuk organisasi yang baru dan pola-pola kolaborasi dalam dan antara organisasi.

BPR memperoleh fondasinya dari berbagai disiplin ilmu, dan ada 4 bagian penting yang diidentifikasi untuk diubah dalam BPR organisasi, teknologi, strategi dan manusia (organization, technology, strategy, and people) dimana sebuah proses digunakan sebagai kerangka kerja (framework) untuk memperhitungkan dimensi-dimensi itu. Pendekatan ini secara grafis digambarkan dalam "Leavitts diamond".

Business Process Reengineering

Menurut Http2 BPR adalah suatu pendekatan manajemen yang bertujuan untuk memberikan suatu perbaikan dengan cara meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses yang ada dalam suatu organisasi.

Menurut Hammer and Champy (1993) BPR merupakan pemikiran ulang yang fundamental dan desain ulang radikal untuk mendapatkan peningkatan yang dramatis dalam performa seperti biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan.

Menurut Thomas H. Davenport (1993) BPR adalah petunjuk bagi strategi kerja yang baru, desain aktifitas proses yang sebenarnya dan implementasi dari segala perubahan dalam seluruh dimensi yaitu Teknologi, SDM, dan organisasi.

Menurut Johansson et al. (1993), ia mendefinisikan BPR yang berhubungan dengan pandangan berorientasi proses lainnya seperti Total Quality Management dan Just-In-Time, dan ia menyatakan BPR mencari peningkatan yang radical bukan peningkatan secara terus menerus. BPR meningkatkan usaha dari TQM dan JIT untuk membuat orientasi proses suatu tool strategis dan suatu kemampuan inti dari organisasi. BPR berkonsentrasi pada proses bisnis inti dan menggunakan tehknik tertentu dalam toolboxes dari JIT dan TQM sebagai alat pendukung, dan juga memperluas jangkauan dari proses.

Konsep Business Process Reengineering

BPR adalah suatu konsep mengenai perbaikan proses dalam pendekatan yang dramatis. BPR berfokus untuk membuat suatu perubahan sifnifikan dan radical dalam suatu organisasi berdasarkan pada proses bisnis. Seperti yang telah didefinisikan oleh Hammer dan Champy (1993) yaitu suatu pemikiran ulang

yang fundamental dan desain ulang radikal dari proses untuk mendapatkan peningkatan dramatis dalam performa seperti biaya, kualitas, layanan dan kecepatan. BPR memiliki banyak frase pengganti misalnya Hammer mengatakan BPR merupakan Business Process Reengineering tetapi Davenport dan Short mengatakan BPR sebagai Business Process Redesign, contoh lainnya adalah : Business Process Improvement, Core Process Design, Process Innovation, Business Process Transformation, Organizational Reengineering dan lain sebagainya. Meskipun memiliki banyak frase semua variasi ini mengacu pada perubahan proses dalam skala besar maupun kecil.

Kata kunci dari BPR adalah fundamental, radical, dramatic dan process. Setiap kata memiliki arti masingmasing namun saling berhubungan. Proses bisnis harus dirubah secara fundamental untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas. Fundamental sendiri merupakan frase What dan How. Dimana frase What mewakilkan suatu performa, lebih tepatnya performa statik. Performa ini berhubungan dengan operasi dimana organisasi harus melaksanakan operasi tersebut untuk mendapatkan tujuan bisnis. Sementara How menjelaskan mengenai urutan suatu performa. Urutan aktifitas-aktifitas akan dilakukan untuk mencapai tujuan dari operasi itu sendiri. Jika what adalah input (entri data dari seorang pelanggan) maka how adalah urutan aktifitas dalam proses input data. Kata radical berarti suatu organisasi harus membuang cara lama dan menciptakan suatu cara baru untuk mendapatkan performa yang lebih baik. Dalam melaksanakan ini terdapat beberapa faktor kritis yang harus dipikirkan untuk kesuksesan BPR seperti kebutuhan untuk membuat suatu manajemen perubahan yang efektif, penerapan suatu system untuk memastikan bahwa staff dengan fungsi yang berbeda dapat bekerja sama, dan keterlibatan para stakeholders dengan perencanaan yang efektif dan manajemen proyek serta manajemen resiko untuk mengantisipasi segala masalah yang kemungkinan dapat terjadi. Faktorfaktor tersebut menggambarkan perlu adanya perubahan dalam kerangka kerja yang telah ada dalam perusahaan. Proses dramatis dapat didefinisikan sebagai suatu hasil yang sangat berbeda (Quantum leap result). Penyelesaian suatu proyek BPR diharapkan sebagai suatu hasil yang amat berbeda, bukan sebagai hasil perbaikan atau peningkatan.

Terdapat tiga situasi yang memicu perusahaan untuk melakukan proses reengineering. Situasi pertama adalah ketika perusahaan dalam keadaan terdesak sehingga membutuhkan suatu perubahan untuk bertahan. Situasi kedua adalah perusahaan dalam keadaan yang cukup baik tetapi pihak manajemen melihat adanya kelemahan dan ancaman yang dapat merugikan perusahaan. Situasi ketiga adalah ketika perusahaan dalam keadaan cukup baik tetapi melihat adanya kesempatan untuk memperkuat kedudukan perusahaan dalam pangsa pasar yang telah didudukinya sehingga mempersulit para pesaing untuk bersaing.

Proses seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, merupakan suatu kumpulan aktifitas yang membutuhkan satu atau beberapa jenis input dan menciptakan suatu output yang memberikan suatu nilai bagi pelanggan. Suatu proses dapat diubah oleh tiga jenis term BPR. Suatu proses dalam suatu organisasi biasanya merupakan reciprocal task interdependence. Dalam term reengineering, hal ini harus diubah untuk mendapatkan proses yang lebih baik yaitu menjadi sequential task atau pooled task interdependence. Jika suatu perusahaan melakukan perubahan proses ini maka hal ini akan memberikan pengurangan terhadap biaya koordinasi. Dengan kata lain perusahaan mendapatkan keuntungan dalam segi keuangan atau financial.

Metodologi BPR

Metodologi Menurut D.R Underdown Aktifitas-aktifitas dalam metodologi ini :

1. Mengembangkan visi dan strategi. 2. Menciptakan culture yang diinginkan. 3. Mengintegrasikan dan Meningkatkan kinerja perusahaan. 4. Mengembangkan solusi tehknologi.

Metodologi Menurut Harrison dkk Aktifitas-aktifitas dalam metodologi ini : 1. Menentukan kebutuhan pelanggan dan tujuan dari proses. 2. Menggambarkan dan mengukur proses yang sedang berjalan 3. Analisa dan modifikasi proses yang sedang berjalan 4. Mendesain suatu proses reengineering. 5. Mengimplementasikan proses reengineering.

Metodologi Menurut Furey dan Timothy.R Aktifitas-aktifitas dalam metodologi ini : 1. Menentukan arah tujuan. 2. Baseline dan Benchmark 3. Menciptakan Visi. 4. Menjalankan proyek penyelesaian masalah. 5. Peningkatan desain. 6. Implementasi perubahan. 7. Melakukan peningkatan secara terus menerus.

Metodologi Menurut Mayer dkk

Aktifitas-aktifitas dalam metodologi ini :

1. Memotivasi reengineering. 2. Menyesuaikan reengineering. 3. Merencanakan reengineering. 4. Mempersiapkan reengineering. 5. Analisa dan deskripsi As-Is. 6. Desain dan validasi To-Be. 7. Implementasi.

Metodologi Menurut Manganelli dkk Aktifitas-aktifitas dalam metodologi ini :

1. Persiapan.2. Identifikasi.3. Visi.4. Desain teknikal dan sosial.5. Perubahan.

berikut ini akan disajikan perubahan-perubahan yang akan terjadi apabilah sebuah organisasi melakukan business process reengineering: 1. Unit-unit kerja yang berubah- dari departemen fungsional menjadi tim-tim proses. 2. Pekerjaan-pekerjaan berubah- dari tugas-tugas sederhana menjadi kerja yang berdimensi banyak. 3. Peran orang-orang berubah- dari dibawah kontrol menjadi berinisiatif

4. Persiapan pekerjaan berubah- dari pelatihan menjadi pendidikan 5. Fokus ukuran-ukuran dan kompensasi bergeser-dari aktivitas ke hasil-hasil. 6. Kriteria kenaikan pangkat berubah-dari kinerja ke kemampuan 7. Nilai-nilai berubah-dari protektif menjadi produktif 8. Peran manajer berubah-dari pengawas menjadi pelatih 9. Struktur organisasi berubah dari hierarki menjadi merata 10. Eksekutif-eksekutif berubah-dari pencatat nilai menjadi pemimpin.

2.1.6.4 Keuntungan Penerapan Business Process Reengineering Keberhasilan akan tugas berat yang dijalankan oleh organisasi dalam melakukan business process reengineering akan membawa dampak perubahan lingkungan kerja yang baru. Organisasi yang menerapkan business process reengineering akan lebih responsive akan pelanggan dan para pemegang saham, selain itu keuntungan penerapan business process reengineering adalah: Memeberdayakan kemampuan karyawan Mengeliminasi proses yang tidak efisien Secara signifikan dapat menurunkan biaya dan siklus produksi Memungkinkan perbaikan proses bisnis yang diukur dengan kualitas dan kepuasan pelanggan Membantu organisasi ntuk tetap berada diatas, dan melompat lebih jauh dibanding dengan para pesaingnya. 2.1.6.5 Faktor Sukses dalam Business Process Reengineering Di bawah ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam kesuksesan business process reengineering: 1. Top Management Sponsorship Business process reengineering akan mempengaruhi proses, teknologi, peran kerja dan budaya di tempat kerja. Perubahan yang signifikan ini ini, membutuhkan sumber daya, uang, dan kepemimpinan. Melakukan reengineering bukanlah perkara yang mudah, oleh karena itu jika manajemen puncak tidak memberikan dukungan yang kuat dan konsisten maka business process reengineering diambang kegagalan. 2. Strategic Alignment Adanya hubungan yang jelas tentang arah bisnis secara keseluruhan dengan upaya reengineering. Hubungan ini dapat ditunjukan dengan keselarasan pada perspektif kinerja keuangan, layanan pelanggan, asosiasi (karyawan) nilai, dan visi untuk organisasi. Reengineering yang tidak sejalan dengan arah strategis perusahaan dapat menjadi kontraproduktif. 3. Compelling Business Case for Change

Adanya kemampuan untuk dapat mengkomunikasikan kasus bisnis menuju perubahan. Harus ada pemahaman yang baik tentang masalah yang dihadapi pelanggan. 4. Proven Methodology Adanya pendekatan yang akan memenuhi kebutuhan proyek yang dipahami dan didukung oleh reengineering team 5. Effective Change Management Manajemen Perubahan adalah disiplin mengelola perubahan sebagai suatu proses, dengan pertimbangan bahwa kita adalah orang-orang, bukan sebuah mesin yang diprogram.Ini adalah tentang kepemimpinan dengan komunikasi terbuka, jujur dan frekuensi yang sering. Semakin baik mengelolah perubahan maka semakin berkurang rasa sakit yang terjadi pada saat transisi. 6. Line Ownership Reengineering Team Composition Peran dari reengineering team yang tersusun dari komposisi sebagai berikut: beberapa anggota yang tidak mengetahui proses sama sekali, beberapa anggota yang mengetahui proses inside-out, jika memungkinkan termasuk pelanggan perusahaan beberapa anggota yang mewakili organisasi yang terkena dampak reengineering satu atau dua guru teknologi yang memadai setiap orang terbaik dan tercerdas, bersemangat dan berkomitmen. beberapa anggota dari luar perusahaan.

Business Process Reengineering (BPR) merupakan teknik manajemen perubahan melalui pendekatan revolusioner yang menggejala secara internasional sejak awal tahun 1990-an. Dalam mengimplementasikan paradigma dalam BPR, perusahaan dituntut untuk memulai segalanya dari nol, dalam arti kata proses analisa dimulai dengan meninjau kembali visi dan misi perusahaan yang bersangkutan (starting from scratch). Tujuan dari dilaksanakannya BPR adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara dramatis dan signifikan, bukan hanya peningkatan yang wajar; oleh karena itulah segala perubahan yang dilakukan secara internal perusahaan juga bersifat fundamental. Menurut Hammer, penemu dan penggagas BPR, teknologi informasi merupakan salah satu komponen utama yang harus dipikirkan oleh perusahaan modern yang ingin melakukan BPR saat ini. Setidak-tidaknya ada 4 hal yang dapat dilakukan oleh teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja perusahaan melalui perubahan pada karakteristik proses: eliminate, simplify, integrate, dan automate. Dari seluruh teknik manajemen perubahan (change management), Business Process Reengineering (BPR) merupakan metodologi yang paling populer di awal tahun 90-an. Tercatat lebih dari 1.7 juta buku Reengineering the Corporation karangan Michael Hammer dan James Champy yang diterbitkan pada tahun 1993 terjual habis di pasaran. Studi yang dilakukan oleh dua buah perusahaan riset di Amerika pada tahun 1994 menghasilkan suatu figur yang sangat mengejutkan: sekitar 70-80% perusahaan besar

di Amerika sudah bersiap-siap untuk segera melakukan BPR. Komitmen perusahaan-perusahaan terhadap penggunaan cara-cara BPR yang cenderung radikal ini semakin kuat setelah beberapa perusahaan internasional, seperti AT&T, Ford, Texas Instruments, dan Mercury berhasil menaikkan kinerjanya secara signifikan setelah menjalankan program BPR. Berbeda dengan teknik-teknik manajemen perubahan yang dikenal sebelumnya, yang mejadi fokus utama dalam BPR adalah improvisasi pada level proses di dalam perusahaan (Hammer, 1993). Langkah utama yang dilakukan oleh para konsultan BPR adalah menganalisa proses-proses yang terjadi di dalam perusahaan untuk selanjutnya dipelajari lebih lanjut. Output dari proyek BPR adalah usulan atau perancangan proses-proses kerja (business process) baru yang lebih baik dari sebelumnya. Prinsip better-cheaper-faster menjadi pedoman utama dalam aktivitas penciptaan proses-proses baru tersebut. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemajuan teknologi informasi yang teramat sangat pesat di periode yang sama telah menjadikannya sebagai salah satu komponen utama dalam format perusahaan baru sebagai hasil BPR. Perkembangan teknologi informasi seperti Local Area Network, Wide Area Network, Multimedia, Data Warehouse, Internet, dan Intranet (dengan didukung oleh backbone infrastruktur telekomunikasi yang semakin murah) telah membuat manajemen perusahaan untuk mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan strategi pelaksanaan bisnis. Bahkan tidak jarang terdapat perusahaan yang sama sekali putar haluan (dalam hal core business) untuk menekuni bidang industri lain setelah proses BPR dilakukan karena melihat trend pengembangan teknologi informasi di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai