Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MANAJEMEN PERSEDIAAN

DOSEN PENGAJAR : Alhapen Ruslin C., SE. MT.M.Com

MATA KULIAH : MANAJEMEN OPERASIONAL

Disusun Oleh :

 Meisfarianti
Putri

 Ghina Bulia
Putri
(1801061031)

 Suci Melani

Kelas : II Administrasi Bisnis

POLITEKNIK NEGERI PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis haturkan atas kehadiran Allah SWT, berkat limpahan ramhad dan
karunia-Nya alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebagaimana
mestinya, dan tak lupa pula Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada dosen Bapak
Alhapen Ruslin C., SE. MT.M.Com, selaku dosen pengajar manajemen operasional.

Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada kedua orang tua penulis, yang tak henti
mendoakan penulis dalam terwujudnya makalah ini.

Padang, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,


pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sehingga Kebutuhan operasi
dapat dipenuhi pada waktunya dan persediaan dapat ditekan secara optimal. Hal ini
bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyediaan material,
karena ketidakcermatan dalam data barang persediaan dapat berakibat merugikan bagi
perusahaan. Persediaan barang membawa biaya persediaan yang sangat tinggi, dan
perhitungan yang salah akan berakibat barang bertumpuk terlalu lama di gudang sehingga
dapat menimbulkan kerusakan atau barang tidak tersedia pada waktu dibutuhkan. Salah
satu faktor yang mendukung kelancaran proses produksi adalah tersedianya barang jadi
dalam jumlah dan waktu yang tepat.

BAB II
LANDASAN TEORI
Manajemen Persediaan Manajemen persediaan merupakan sistem-sistem untuk
mengelola persediaan. Bagaimana barang-barang persediaan dapat diklasifikasikan dan
seberapa akurat catatan persediaan dapat dijaga. Kemudian, kita akan mengamati kontrol
persediaan dalam sektor pelayanan. Manajer operasi diseluruh dunia telah menyadari
bahwa manajemen persediaan yang baik sangatlah penting. Di satu sisi, sebuah perusahaan
dapat mengurangi biaya dengan mengurangi persediaan.Di sisi lain, produksi dapat berhenti
dan pelanggan menjadi tidak puas ketika sebuah barang tidak tersedia. Tujuan manajemen
persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan
pelanggan. Anda tidak akan pernah mencapai sebuah strategi berbiaya rendah tanpa
manajemen persediaan yang baik (Heizer & Render, 2014:512).

- Keakuratan Catatan Persediaan

Keakuratan catatan persediaan adalah prasyarat bagi manajemen persediaan, penjadwalan,


produksi dan pada akhirnya penjualan. Keakuratan bisa dipertahankan dengan sistem
priodik atau perpetual. Sistem priodik memerlukan persediaan secara teratur (priodik)
untuk menentukan kuantitas persediaan ditangan. Beberapa peritel kecil dan dimana
fasilitas persediaan yang dikelola oleh penjual barang (penjual barang memeriksa kuantitas
persediaan di tangan dan 8

menyediakannya kembali seperlunya) menggunakan sistem priodik. Meskipun demikian


kelemahan sistem priodik adalah kurangnya pengendalian antara tinjauan dan perlunya
membawa persediaan tambahan untuk melindunginya dari kekurangan persediaan. Variasi
dari sistem periodik adalah sistem dua tempat sampah. Dalam praktiknya, manajer toko
akan mempersiapkan dua wadah (masing masing wadah dengan persediaan yang cukup
untuk memenuhi permintaan sepanjang waktu yang diperlukan untuk menerima pesanan
lainnya) dan menempatkan pesanan ketika wadah kosong. Alternatif lainnya adalah
persediaan perpetual menelusuri penerimaan dan pengurangan persediaan secara
berkelanjutan. Penerimaan persediaan biasanya dicatat di departemen penerimaan dalam
beberapa cara setengah otomatis, seperti melalui pembaca kode batang (barcode), dan
pengeluaran persediaan dicatat saat barang

meninggalkan ruang penyimpanan atau di perusahaan ritel dicatat di

kasir penjualan.

Terlepas dari sistem persediaan yang ada, keakuratan catatan penjualan membutuhkan
penyimpanan catatan persediaan masuk dan keluar yang baik, termasuk keamanan yang
baik. Ruang penyimpanan yang tertata dengan baik, akses terbatas, tata graha yang baik
serta tempat penyimpanan yang bisa menyimpan dalam jumlah yang tetap. Dalam fasilitas
penyimpanan manufaktur ataupun ritel dimana wadah, rak dan bagian penyimpanan diberi
label secara akurat. Keputusan penting mengenai pemesanan, penjadwalan, dan pengiriman
hanya dibuat ketika perusahaan mengetahui persediaan apa saja yang ada ditangan (Heizer
& Render, 2014:515).

Persediaan

Persediaan adalah salah satu aset termahal dari banyak perusahaan, dan mewakili sebanyak
50% dari keseluruhan modal yang diivestasikan (Heizer & Render, 2014:512)Persediaan
merupakan barang menganggur yang menunggu untuk digunakan atau dijual mengingat
tiap perusahaan memiliki jenis persediaan yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda
pula dalam penggunaannya.(Blanc, 2011)Jadi, persediaan merupakan keseluruhan barang
atau perlengkapan yang digunakan bagi perusahaan, baik untuk menjalankan proses
produksi ataupun menjaga kelangsungan kegiatan operasional perusahaan, baik itu
perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang yang bertujuan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Persediaan juga merupakan salah satu aspek yang terpenting bagi
suatu perusahaan, karena sebagian besar atau lebih dari 50% modal dari perusahaan berupa
persediaan.Permasalahan yang sering terjadi pada peerusahaan retail adalah tidak akuratnya
dalam menentukan jumlah persedian atau salah dalam perhitungan manual dimana terjadi
kelebihan persediaan (persediaan lebih dari pada yang dibutuhkan) atau kekurangan
persediaan (persediaan kurang dari apa yang dibutuhkan) (Russel & Taylor, 2014:423)
Persediaan (Inventory) adalah stok barang atau sumber daya apa pun yang digunakan dalam
sebuah organisasi. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijakan dan pengendalian yang
mengawasi tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus selalu ada,
kapan persediaan harus diisi kembali, dan berapa besar pesanan yang harus dipesan (Jacobs
& Chase 2014:209).Seluruh perusahaan (termasuk operasi JIT) menyimpan pasokan

persediaan karna alasan sebagai berikut :

1. Untuk mempertahankan operasi yang independen. Pasokan bahan baku pada suatu
workcenter memungkinkan fleksibilitas workcenter tersebut dalam operasi. Contohnya
karena adanya biaya untuk setiap pengaturan produksi baru, persediaan ini memungkinkan
manajemen untuk mengurangi banyaknya pengaturan. Stasiun kerja yang independen juga
diharapkan ada pada lini perakitan. Waktu yang dperlukan untuk melakukan operasi yang
serupa akan bervariasi pada suatu unit dan unit berikutnya. Oleh karena itu, diharapkan
terdapa cushion dari beberapa bagian dalam stasiun kerja, sehingga waktu kinerja yang
lebih pendek dapat mengkompensasi waktu kinerja yang lebih panjang. Hal ini dapat
membuat outpu rata-rata menjadi cukup stabil.

2. Untuk memenuhi variasi permintaan produk. Jika permintaan produk diketahui dengan
tepat, produksi produk tersebut dalam jumlah .

Jenis-jenis Manajemen Persediaan

Freddy Rangkuti dalam bukunya “Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis” (2002;8&15)
menjelaskan jenis-jenis Persediaan terdiri dari 2 karakteristik :
A. Jenis-jenis Persediaan menurut Fungsi antara lain :

1. Batch Stock,

2. Fluctuation Stock,

3. 3. Anticipation Stock,

B. Jenis-jenis Persediaan menurut Jenis dan Posisi Barang antara lain :

1. Persediaan Bahan Mentah ( Raw Material ),

2. PersediaanKomponen-Komponen Rakitan (Purchased Parts/Components)

3. Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong (supplies),

4. Persediaan Barang Dalam Proses (Work In Process),

5. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods). Untuk memperjelas keterangan diatas, berikut
pengertian beberapa jenis-jenis persediaan menurut fungsinya dan Persediaan menurut Jenis dan
Posisi Barang antara lain sebagai berikut

Jenis-jenis Persediaan menurut Fungsi antara lain :

1. Batch Stock

, persediaan yang didakan karena membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang
dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu.

2. Fluctuation Stock

, persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diramalkan.
3. Anticipation Stock

persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan,
berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan
atau penjualan atau permintaan yang meningkat.

Jenis-jenis Persediaan menurut Jenis dan Posisi Barang antara lain :

1. Persediaan Bahan Mentah ( Raw Material ), yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti
besi, kayu serta komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Menurut
Handoko (2002) Persediaan bahan mentah (raw materialis), yaitu persediaan barang- barang
berwujud mentah. Persediaan ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para
Supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya

2. Persediaan Komponen-Komponen Rakitan ( Purchased Parts/Components), yaitu persediaan


barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di
mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

3. Persediaan Bahan Pembantu Atau Penolong(Supplies), yaitu persediaan barang-barang yang


diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan Barang Dalam Proses (Work In Process), yaitu persediaan barang-barang yang
merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi.

5. Persediaan Barang Jadi ( Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai
diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Dari
pernyataan diatas dapat diketahui bahwa setiap jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri
dan cara pengelolaan yang berbeda. Persediaan ditujukan untuk mengantisipasi kebutuhan
permintaan. Permintaan ini meliputi: persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi
atau produk akhir bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang
menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
Manfaat Manajemen Persediaan

Dalam menejemen persediaan sudah tentu ada manfaatnya, berikut merupakan manfaat dari
manajemen persediaan :

A. Memanfaatkan Diskon Kuantitas Diskon kuantitas diperoleh jika perusahaan membeli dalam
kuantitas yang besar.Perusahaan membeli melebihi kebutuhan sehingga ada yang disimpan
sebagai persediaan.

B. Menghindari Kekurangan Bahan (Out Of Stock ). Jika pelanggan datang untuk membeli barang
dagangan, kemudian perusahaan tidak mempunyai barang tersebut, maka perusahaan kehilangan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan.Untuk menghindari situasi tersebut, perusahaan
harus mempunyai persediaan barang jadi.

C. Manfaat Pemasaran. Jika perusahaan mempunyai persediaan barang dagangan yang lengkap,
maka pelanggan/calon pelanggan akan terkesan dengan kelengkapan barang dagangan yang kita
tawarkan. Reputasi perusahaan bisa meningkat.Di samping itu jika perusahaan selalu mampu
memenuhi keinginan pelanggan pada saat dibutuhkan maka kepuasan pelanggan semakin baik,
dan perusahaan semakin untung.

D. Peningkatan Tingkat Pelayanan Pelanggan tidak hanya meminta kecepatan pengantaran tetapi
juga ketepatan, kepercayaan, dan macam-macam pengapalan. Pengintegrasian dengan penjualan
meningkatkan pengetahuan pelanggan akan preferensi pengepakan dan pengiriman, dan
memungkinkan otomatisasi untuk memenuhi instruksi; indetifikasi dari daerah distribusi untuk
dibagi antara beberapa pelanggan atau grup dan mudah untuk menyortir dari staging area dan
pergerakan stok. Hal ini menjamin bahwa produk yang benar berada ditempat yang benar pada
waktu yang tepat. Tingkat pelayanan tertinggi dapat menyediakan pelanggan sehubungan dengan
respons yang cepat terhadap permintaan atau perubahan persyaratan dimana hal ini akan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
E. Pengontrolan Persediaan yang Lebih Baik Fleksibilitas dari distribusi dan penyimpanan barang-
barang secara menyeluruh memungkinkan perusahaan untuk memantau dan mengontrol
persediaan sesuai dengan bisnis mereka. Akses yang instan terhadap data-data yang kritis meliputi
ketersediaan peresediaan, jumlah yang ada, jumlah yang harus diorder lagi dan biaya yang dapat
diketahui pada saat itu juga terhadap persediaan untuk direspons secara cepat dalam rangka
pengambilan keputusan, sistem dengan kemampuan mengelolah beberapa lokasi yang berbeda-
beda memungkinkan manajemen dari gudang-gudang yang berbeda-beda dan penelusuran
persediaan melalui lot, secara seri atau menggunakan level.

Fungsi- Fungsi Persediaan

Fungsi persediaan yaitu untuk menghindari keterlambatan barang, hilangnya barang dan
dengan adanya persediaan, maka operasional perusahaan dapat terus berjalan sehingga pelayanan
terhadap konsumen dapat terus berjalan sehingga pelayanan terhadap konsumen dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Menurut Freddy Rangkuti dalam buku“Manajemen Persediaan Aplikasi di
Bidang Bisnis”, fungsi utama persediaan yaitu : 1. Fungsi Decoupling. 2. Fungsi Economic Lot Sizing.
3. Fungsi Antisipasi. Dari istilah diatas dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Fungsi Decoupling

adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan


tanpa tergantung pada supplier . Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan
sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.
Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses- proses
individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi
permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan.Persediaan yang diadakan untuk
menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan
disebut Fluctuations Stock .

2. Fungsi Economic Lot Sizing . Persediaan Lot Size ini perlu mempertimbangkan penghematan-
penghematan atau potongan pembelian., biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan
sebagainya. Hal ini disebabkan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang
lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa
gudang, investasi, resiko, dan sebagainya).

3. Fungsi Antisipasi.

Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan
berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman.Dalam hal ini
perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (Seasional Inventories). Selain fungsi-fungsi
diatas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam fungsi penting yang dikandung oleh
persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan antara lain:

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan
perusahaan

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan

3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan
sulit bila bahan tersebut tidak tersedia dipasaran.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (Quantity Discount ).

6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersediaanya barang yang diperlukan

Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Persediaan

Secara umum besar-kecilnya inventory tergantung pada beberapan faktor :

Lead time, yaitu lamanya masa tunggu material yang dipesan datang. Frekuensi penggunaan
bahan selama 1 periode, frekuensi pembelian yang tinggi menyebabkan jumlah inventory menjadi
lebih kecil untuk 1 periode pembelian Jumlah dana yang tersedia Daya tahan material Secara
khusus faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan adalah: Bahan baku, dipengaruhi oleh :
perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkan pemasok, dan tingkat efisiensi
penjadualan pembelian dan kegiatan produksi. Barang dalam proses, dipengaruhi oleh: lamanya
produksi yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk ke proses produksi sampai
dengan saat penyelesaian barang jadi. Barang jadi, persediaan ini sebenarnya merupakan masalah
koordinasi produksi dan penjualan.

Metode Manajemen Persediaan

1.Metode EOQ ( Economic Order Quantity ) EOQ atau kuantitas pesanan ekonomis adalah suatu
metode untuk menentukan beberapa jumlah pesanan yang paling ekonomis untuk satu kali pesan

2. Recorder Point Recorder atau titik pemesanan kembali adalah saat persediaan mencapai titik
dimana perlu dilakukan pemesanan kemali yang dinyatakan dalam persamaan berikut Titik
persamaan kembali = tenggang waktu x pemakaian

3. Safety Stock Safety stock atau persediaan pengamanan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan

4. Sistem ABC System ABC adalah teknik manajemen persediaan dengan membagai persediaan
kedalam tiga golongansesuai dengan tingkat penurunan kepentingan yang didasarkan pada nilai
rupiah pada investasi masing – masing golongang persediaan
CONTOH KASUS

Model Economic Order Quantity 1) Contoh Kasus 1 Diketahui sebuah perusahaan memiliki
kebutuhan bahan baku sebesar 10.000 unit per tahun. Biaya pemesanan untuk pengadaan bahan
tersebut adalah sebesar Rp 150,-/order. Biaya simpan yang terjadi sebesar Rp 0,75/u/tahun. Hari
kerja per tahun adalah 350 hari. Waktu tunggu (lead time) untuk pengiriman bahan tersebut
selama 10 hari

Pertanyaan:

Hitunglah EOQ Berapa total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengadaan bahan tersebut
Berapa kali perusahaan melakukan pemesanan dalam 1 tahun Berapa lama EOQ akan habis
dikonsumsi perusahaan Tentukan reorder point (titik pemesanan kembali)

Jawab

EOQ = 2x150x10.000 = 2000 unit 0.75 TC = HxQ/2 + S.D/Q = (0.75 x 2000/2) + (150 x 10000/2000)
= Rp 750,- + Rp 750,- = Rp 1500,- Jumlah pemesanan/th = D/Q = 10000/2000 = 5 kali Durasi
habisnya EOQ = 350/5 = 70 hari Reorder point = L. D/hari kerja setahun = 10 x (10000/350) = 285. 7
hari.

Sistem pengendalian persediaan

Margaretha (2014) menjelaskan 4 sistem dalam pengedalian persediaan, yaitu:

 Read line method

Read line method adlah pengendalian persediaan dengan cara menggambar suatu garis
merah di sekeliling bagian dalam peti/kotak penyimpanan persediaan untuk menandai titik
pemesanan ulang.

 Two-bin method
Adalah pengendalian persediaan yang titik pemesanan ulang dicapai jika salah satu dari dua
peti penyimpanan persediaan kosong.

 Computerized inventory control system

Adalah sistem pengendalian persediaan yang produsen menggunakan komputer untuk


menetukan titik pemesanan ulang dan untuk mengatur keseimbangan persediaan.

 Just-in-time line

Adalah sistem pengendalian persediaan yang produsen mengkoordinasikan produksinya


dengan pemasok sehingga bahan baku dan komponene-komponen lain tiba dari pemasok tepat
pada saat dibutuhkan dalam proses produksi.

Keputusan dalam manajemen persediaan

Sasaran akhir dari manajemen persediaan adlaha meminumumkan biaya dalam perubahan
tingkat persediaan. Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan
jawaban atas dua pertanyaan mendasar sebagai berikut:

1. Kapan melakukan pesanan?

2. Berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan kembali?

Untuk menjawab pertanyaan kapan melakukan pemesanan, dapat dilakukaan tiga pendekatan
yaitu:

1. Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach)

2. Pengekatan tingjauan periodik (periodic review approach)

3. Material requitment planning (MRP)


Dalam membuat keputusan terhadap besarnya inventori, beberapa item biaya berikut perlu
dipertimbangkan:

Purchasing cost of item. merupakan biaya yang timbul dari pembelian persediaan

Ordering- cost (preparation set-up cost). Biaya pesan merupakan biaya yang terjadi karena
adanya kegiatan pemesanan kepada vendor hingga barang sampai di gudang atau
pengorganisasian untuk memulai produksi di dalam pabrik. Biaya klerikal dan manajerial
untuk menyiapkan pembelian atau pemesanan. Misalnya biaya telpon, pencatatan.

Inventory-holding cost, biaya simpan mencakup semua biaya yang terjadi karena
penyimpanan persediaan.. Yang termasuk golongan biaya ini misalnya biaya fasilitas
penggudangan, penanganan, asuransi, kerusakan, kedaluwarsaan, depresiasi, pajak dan
opportunity cost of capital.

Shortage cost (good-will cost), biaya yang timbul karena adanya permintaan yang tak
terlayani sehubungan dengan kehabisan persediaan atau biaya yang timbul akibat kehabisan
bahan dan pemesanan masih menunggu waktu.

Setup (production change) cost. Biaya yang timbul sehubungan dengan pembuatan produk
yang berbeda yang memerlukan perubahan bahan, penyusunan spesifikasi mesin, dll.

Dari keempat jenis biaya persediaan tersebut di atas, yang digunakan dalam
perhitungan biaya persediaan (Total Inventory Cost disingkat TIC) adalah Ordering Cost
(Co) dan Holding Cost (Ch). Selanjutnya TIC secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

Dimana :

TIC : Total Inventory Cost

Q/2 : persediaan rata-rata


R/Q : frekuensi pemesanan

Ch = H : biaya penyimpanan per unit barang per satu satuan waktu

Co = Cs = S : biaya pemesanan setiap kali pesan

Biaya simpan per unit barang per satu satuan waktu memiliki hubungan yang positif
terhadap jumlah barang yang dipesan. Artinya, semakin banyak barang yang dipesan dalam
setiap kali pesan, semakin banyak barang yang disimpan, semakin besar pula biaya simpan
yang ditanggung. Sebaliknya biaya pemesanan setiap kali pesan memiliki hubungan yang
negatif terhadap jumlah barang yang dipesan. Artinya, semakin banyak barang yang
dipesan dalam setiap kali pesan, semakin kecil frekuensi pembelian, semakin rendah pula
biaya pemesanan yang harus ditanggung perusahaan. Dengan kata lain bahwa biaya pesan
memiliki hubungan yang positif terhadap frekuensi pemesanan. Berikut ini gambaran
secara grafis yang menunjukkan hubungan antara biaya simpan, biaya pesan dan jumlah
barang yang dipesan dalam setiap kali pesan.

TIC minimum
akan terjadi
pada tingkat
jumlah
pembelian
yang paling
ekonomis atau
disebut
Economic Order Quantity. Sedang untuk menghitung Total Biaya Anual (TAC( sering juga
disingkat TC adalah sebagai berikut:

Dimana

D = R = Kebutuhan satu
tahun

C = P = Harga perolehan barang

S= Cs = Co = Biaya Pesan per pesanan

H = Ch = Biaya Simpan per unit

Analisis Persediaan Metode ABC

Konsep ABC Inventory Analysis pertama kali dikenalkan oleh H.F. Dickie di General
Electric pada awal tahun 1950-an. Teknik ABC ini merupakan salah satu alat manajemen
yang sangat berharga untuk mengidentifikasi dan mengendalikan item-item persediaan
yang penting. Konsep ABC membagi atau mengelompokkan item-item persediaan menjadi
tiga kelompok:

1) Kelompok A

item-item persediaan yang dikelompokkan ke dalam kelompok A ini adalah item-item


persediaan yang bernilai besar namun merupakan bagian kecil dari keseluruhan item
persediaan yang ada. Ciri khusus dari kelompok ini antara lain memiliki nilai berkisar
antara 70% - 80% dari seluruh nilai persediaan yang ada, dan kuantitasnya berkisar antara
15% - 30% dari seluruh jumlah persediaan.
2) Kelompok C

item-item persediaan yang masuk kategori C adalah item-item persediaan yang memiliki
nilai rendah, namun merupakan bagian terbesar dari seluruh persediaan. Nilai persediaan
kelompok ini berkisar antara 5% - 15% dari seluruh nilai persediaan, dan jumlahnya
berkisar 50% dari seluruh jumlah persediaan.

3) Kelompok B

suatu item persediaan akan dikategorikan dalam kelompok B bila memiliki karakteristik
antara A dan C.

Perlu diketahui bahwa angka-angka prosentase yang diberikan dalam penjelasan


bukanlah harga mati, angka-angka tersebut hanyalah guidelines saja. Sebenarnya, tidak ada
aturan yang spesifik berkaitan dengan batasan antara kelompok A, kelompok B, dan
kelompok C.

Jika pengelompokkan persediaan tersebut digambarkan secara grafis dimana sumbu


vertikal menunjukkan prosentase nilai persediaan dan sumbu horisontal menunjukkan
prosentase jumlah persediaan, maka akan terlihat seperti kurva dan disebut kurva ABC.

Dari analisis persediaan ABC, manajemen memperoleh informasi yang dapat


digunakan untuk mengendalikan persediaan. Misalnya, persediaan yang masuk kelompok A
menggambarkan investasi persediaan yang bersifat substansial sehingga persediaan tersebut
memerlukan pengawasan dan pengendalian yang ketat yang meliputi pencatatan yang lebih
akurat dan komplit, pengawasan dan inspeksi tingkat persediaan yang terus menerus,
perhitungan yang tepat, menempati posisi prioritas utama dan diberi perhatian yang
maksimum berkaitan dengan jumlah dan frekuensi pemesanan.

Sebaliknya, untuk persediaan yang masuk kategori C, relatif kurang membutuhkan


perhatian atau pengendalian yang seketat kelompok A maupun B. Jumlah yang besar sering
memberikan keuntungan dalam hal pengurangan biaya pengangkutan, dan tingkat prsediaan
dapat diawasi secara periodik tanpa membutuhkan catatan-catatan formal. Sementara,
persediaan kategori B yang merupakan persediaan dengan nilai dan jumlah yang berada di
tengah-tengah antara A dan C, memerlukan pengendalian dan pengawasan yang lebih dari
C, namun tidak seketat pengendalian dan pengawasan untuk persediaan kategori A.

Kurva ABC Inventory Analysis

Economic
Order
Quantity
(EOQ)

Bahan
mentah
merupakan
salah satu
faktor
produksi yang sangat penting. Oleh karena itu, penyediaan bahan mentah yang tepat, baik
dalam arti jumlah maupun waktu, akan sangat mendukung kelancaran proses produksi.
Persediaan bahan yang minim memungkinkan terjadinya kekurangan bahan. Kekurangan
bahan mentah yang tersedia (stock-out) dapat berakibat terhentinya proses produksi karena
kehabisan bahan untuk diproses. Namun, dilihat dari sisi positif, jumlah persediaan bahan
yang rendah dapat menghemat biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan adanya
persediaan dan dapat mengurangi risiko kerusakan bahan akibat terlalu lama disimpan. Di
sisi lain, persediaan bahan mentah yang terlalu besar jumlahnya (over-stock) memang dapat
menjamin kelancaran proses produksi karena bahan senantiasa tersedia dalam jumlah yang
cukup, namun bila dilihat dari segi finansial, persediaan bahan yang terlalu besar akan
meningkatkan biaya persediaan dan risiko kerusakan. Persoalan dalam pengaturan
persediaan bahan mentah adalah bagaimana berusaha menyediakan bahan mentah yang
diperlukan untuk proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan lancar dengan
biaya persediaan yang minimal. Tujuan pengawasan persediaan bahan mentah adalah untuk
menjawab persoalan tersebut baik dalam artian jumlah, kualitas maupun waktu.

Jumlah bahan mentah yang dibutuhkan di dalam berproduksi selama satu tahun dapat
diperhitungkan dari rencana hasil produksi yang akan dihasilkan dengan kebutuhan bahan
mentah untuk satu satuan barang jadi. Setelah diketahui jumlah kebutuhan bahan mentah,
maka perlu direncanakan juga mengenai cara pembeliannya atau cara penyediaannya.
Dalam hal cara penyediaan/pembelian pada garis besarnya terdapat dua alternatif yaitu:

Dibeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan, dan kemudian disimpan di gudang, sehingga
setiap kali ada kebutuhan tinggal mengambil di gudang. Cara ini lebih menjamin
kelancaran proses produksi, dalam artian bahwa bahan mentah untuk keperluan proses
produksi telah tersedia dalam jumlah besar. Namun demikian, di sisi lain, cara ini
membawa konsekuensi bahwa perusahaan harus menanggung biaya persediaan atau paling
tidak biaya penyimpanan yang tinggi.

Alternatif yang kedua ialah berusaha memenuhi kebutuhan bahan mentah untuk keperluan
proses produksi dengan membeli dalam jumlah yang relatif kecil dalam setiap kali
pembelian dengan frekuensi pembelian yang lebih sering. Cara ini akan membawa
kemungkinan terlambatnya bahan mentah. Apabila keterlambatan penyediaan bahan
mentah terjadi, maka proses produksi dapat terganggu. Sedangkan keuntungan dari cara
kedua ini ialah bahwa perusahaan tidak perlu menanggung biaya penyimpanan bahan
mentah yang terlalu besar. Dalam hal ini biaya penyimpanan dibebankan pada leveransir
bahan mentah.

Dari dua cara ekstrim tersebut, manajemen berusaha untuk menentukan kebijaksanaan
penyediaan bahan baku yang optimal dalam arti dapat menjamin kelancaran proses
produksi dan biaya yang ditanggung ada pada tingkat minimal. Untuk keperluan tersebut
biasanya digunakan metode yang disebut metode Economic Order Quantity (EOQ).

Pengertian EOQ adalah volume pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan
pada setiap kali pembelian. Secara matemastis dinyatakan sebagai berikut:

dimana

R : kebutuhan bahan mentah satu tahun

Co = Cs = S : Ordering Cost setiap kali pesan

Ch = H : Holding Cost per unit per satu satuan waktu

Model EOQ di atas dikembangkan dengan asumsi:

Hanya ada satu jenis/item persediaan yang hendak direview.

Seluruh jumlah bahan mentah yang dipesan datang pada satu titik waktu tertentu.

Permintaan akan bahan bersifat konstan atau mendekati tingkat konstan.

Lead time konstan.

Holding cost didasarkan pada rata-rata persediaan

Ordering atau setup cost konstan

Tidak terjadi kehabisan bahan.


Tidak ada pengembalian barang yang sudah dipesan

Contoh 01 Menghitung EOQ dan TIC

Misalnya kebutuhan bahan untuk satu tahun sebesar 24.000 unit,

biaya simpan 18% dari nilai persediaan,

dan biaya pesan setiap kali pemesanan Rp.38,00.

Harga barang per unit Rp.12,00.

Diminta menghitung jumlah pembelian yang paling ekonomis setiap kali pembelian/
pemesanan.

Pembahasan

Dari data seperti itu diperoleh EOQ sebesar 919 unit. Artinya, bahwa jumlah yang paling
ekonomis untuk setiap kali pembelian/pemesanan bahan adalah sebesar 919 unit.
Selanjutnya, berdasarkan jumlah pembelian setiapkali pesan pada tingkat EOQ, yaitu
sebesar 919 unit, dapat dihitung besarnya Total Inventory Cost (TIC), yakni sebesar
Rp.1.984,90

Reorder Point (Saat Pemesanan Kembali)

Dengan menggunakan model EOQ, kita dapat mengetahui berapa banyak yang harus
dipesan dalam setiap kali pemesanan, sekarang akan dicoba menjawab pertanyaan kapan
dilakukan pemesanan kembali. Untuk sistem persediaan yang menggunakan asumsi bahwa
tingkat kebutuhan yang konstan dan lead time yang tetap, maka saat pemesanan kembali
(Re-Order Point) sama dengan kebutuhan selama lead time. Secara matematik dinyatakan
sebagai berikut:

ROP = d x lt

ROP : Reorder Point

d : Kebutuhan per hari

lt : lead time

Melanjutkan contoh menghitung EOQ sebelumnya, dengan mengandaikan


perusahaan beroperasi 250 hari setahunnya, maka dapat dihitung kebutuhan per hari yaitu
sebanyak 96 unit (24.000/250). Apabila pengantaran bahan dari saat pesan hingga barang
datang dan siap digunakan memerlukan waktu 3 hari atau lead timenya adalah 3 hari, maka
dapat dihitung kebutuhan bahan selama lead time, yakni sebesar 288 unit ( 3 x 96). Bila
diasumsikan bahwa kebutuhan bersifat konstan dan lead time tetap, maka saat pemesanan
kembali (ROP) dilakukan pada waktu persediaan di gudang berada pada tingkat 288 unit.

Cycle Time

Setelah ROP diketahui, maka dapat dihitung jarak waktu antara satu pemesanan
dengan pemesanan berikutnya atau yang disebut cycle time. Secara matematik, perhitungan
Cycle Time adalah sebagai berikut:
Keterangan:

T : Cycle Time

Q* : EOQ

R : Kebutuhan bahan selama satu tahun

N : jumlah hari operasi dalam satu tahun

Dengan melanjutkan contoh di atas, dapat dihitung Cycle Time, yaitu 9,6 hari. Artinya,
bahwa pemesanan dilakukan setiap 9,6 hari sekali.

Analisis Sensitivitas dalam Model EOQ

Meskipun lead time, biaya simpan dan biaya pesan telah ditetapkan, namun dalam
banyak hal penetapan angka-angka tersebut berdasarkan estimasi. Karenanya pula harus
disadari bahwa ada kemungkinan estimasi mengenai lead time, biaya simpan, dan biaya
pesan tidak tepat betul. Bila demikian yang terjadi, lalu berapa jumlah pembelian yang
dapat dianjurkan dalam setiap kali pemesanan? untuk menentukannya, dapat dilakukan
perhitungan jumlah pembelian setiap kali pesan di bawah beberapa kondisi yang berbeda-
beda, berikut akibatnya terhadap biaya persediaan total, atau dengan kata lain dilakkan
analisis sensitivitas.

Analisis sensitivitas dalam model EOQ memiliki arti penting bagi manajemen, karena
bagaimanapun hasil perhitungan EOQ bukan merupakan keputusan akhir. Apa yang
ditunjukkan oleh model EOQ merupakan masukan bagi manajemen dalam membangun
keputusan akhir kebijaksanaan persediaan. Sekalipun EOQ merekomendasikan suatu
jumlah pembelian yang ekonomis dalam setiap kali pemesanan, namun EOQ bisa jadi
belum mempertimbangkan seluruh aspek situasi persediaan. Karenanya pula, pengambil
keputusan harus memiliki kebebasan untuk memodifikasi jumlah pembelian yang
direkomendasi oleh EOQ untuk dapat memenuhi kekhasan lingkungan dari situasi
persoalan persediaan yang dihadapi.

Diambilkan contoh misalnya, hasil perhitungan EOQ, dan selanjutnya ditemukan cycle
time 9,6 hari. Angka 9,6 hari di sini adalah angka matematis, dalam realitasnya sangaat sulit
untuk dipenuhi, maka dilakukan pembulatan menjadi 10 hari atau 9 hari. Pembulatan angka
cycle time ini akan memberikan akibat pada perubahan jumlah yang dibeli untuk setiap kali
pemesanan (Q). Oleh karena Q berubah, maka TIC-nya juga akan berubah. Untuk memilih
apakah cycle time dibulatkan menjadi 9 hari atau 10 hari, harus dilihat pada dampaknya
terhadap TIC.

Menentukan Tingkat Safety Stock

Dengan ditemukannya EOQ, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk terjadi


kekurangan persediaan (stock-out) di dalam proses produksi. Pada kondisi permintaan
stochastic, sangat tidak realistis bila seorang manajer mengatakan bahwa ia tidak akan
mentolerir terjadinya kekurangan persediaan. Kemungkinan kekurangan persediaan tetap
ada dan timbul karena:

Penggunaan bahan dalam proses produksi lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya
sehubungan dengan sifat permintaan yang stochastic, sehingga persediaan telah habis
sebelum pembelian atau pesanan yang berikutnya datang.
Pesanan/pembelian bahan tidak datang tepat pada waktunya atau lead time ternyata tidak
tetap.

Untuk mengatisipasi dua keadaan di atas sehingga terhindar dari stock-out, perusahaan
perlu mengadakan persediaan besi (safety stock), yang akan dekat kaitannya dengan Re-
Order Point. Menentukan Re-order Point yang telah mempertimbangkan safety stock
memerlukan data distribusi probabilitas dari lead time yang diperoleh dari hasil analisis
data historis. Dari probabilitas lead time itu pula dapat diketahui mengenai probabilitas
terjadinya stock out. Asumsinya adalah bahwa distribusi probabilitas dari lead time
merupakan disribusi normal.

Kemudian, ditentukan Service Level, yang menunjukkan probabilitas yang diharap


bahwa perusahaan tidak akan mengalami stock-out selama lead time. Sebagai contoh,
service level 95% artinya bahwa probabilitas tidak terjadi kekurangan persediaan sampai
datangnya pesanan sebesar 95%. Dengan kata lain, bahwa kemungkinan terjadinya stockout
atau stockout yang ditolerir adalah sebesar 5%. Selanjutnya dengan menggunakan data-data
statistik ditentukan Re-Order Point sebagai berikut:

Keterangan:

ROP : Reorder Point

u (Miu)* : kebutuhan bahan yang diharap selama lead time

z.* : safety stock

Rho : angka standar deviasi dimana probabilitas stock out dapat diterima
Dengan adanya safety stock sebesar z.*, besarnya TIC menjadi:

Total Biaya pesan + Total Biaya simpan persediaan normal + Total biaya simpan safety
stock

Contoh:

Manajemen sebuah perusahaan menginginkan service level 95%, atau probabilitas 5%


untuk terjadinya stockout selama lead time. Dari tabel Z diperoleh angka 1,645 standar
deviasi di atas rata-rata. Dengan asumsi distibusi normal, kebutuhan bahan selama lead
time, rata-rata 577 unit dan standard deviasi 100 unit, dapatlah ditentukan Re-Order Point:

ROP = 577 + 1,645(100) = 742 unit

Pemesanan kembali dilakukan bila persediaan di gudang tersisa 742 unit.

Model Persediaan Dengan Shortage/ Stockout (Kehabisan Bahan)

Pada beberapa situasi tertentu, bukan tidak mungkin terjadi kehabisan persediaan
(shortages/ stockout), artinya kemungkinan terjadinya bahwa permintaan tidak dapat
dipenuhi dengan persediaan atau produksi yang ada. Hal demikian sering merupakan
sesuatu yang tidak dikehendaki sehingga harus diantisipasi dan sejauh mungkin dihindari.
Namun demikian, tidak semua kasus kehabisan persediaan merupakan sesuatu yang tidak
diinginkan, ada kalanya situasi tersebut memang dikehendaki dilihat dari sudut ekonomi.

Dalam praktek sehari-hari, situasi kehabisan persediaan sering ditemukan mana kala
nilai per unit persediaan sangat tinggi, dan karenanya biaya simpan juga tinggi, misalnya
persediaan dealer mobil-mobil baru. Bukan hal yang mengherankan bila sebuah dealer
ternyata tidak memiliki persediaan mobil tertentu yang diinginkan oleh seorang pembeli.

Berkaitan dengan situasi kehabisan bahan, ada suatu model yang dikembangkan untuk
menganalisis situasi tersebut, yang dikenal dengan nama Back-Order. Model Backorder ini
dikembangkan dengan asumsi:

Ketika pelanggan memesan barang, perusahaan tidak dapat memenuhi karena kehabisan
persediaan.

Pelanggan tidak membatalkan pesanannya dan bersedia menunggu barang datang.

Waktu tunggu backorder relatif pendek.

Perusahaan memberikan jaminan bahwa pelanggan yang telah menunggu menjadi prioritas
utama.

Pada model persediaan untuk situasi stockout, biaya yang dipertimbangkan tidak hanya
biaya pesan dan biaya simpan saja. Namun masih ditambah biaya yang disebut Backorder
Cost atau Stockout Cost. Biaya yang termasuk kategori Backorder cost atau stockout Cost
antar lain biaya tenaga kerja dan pengantaran khusus yang terkait secara langsung dengan
penanganan backorder, a loss of goodwill dalam bentuk waktu pelanggan menunggu.
berikut ini total biaya persediaan annual sehubungan dengan adanya kehabisan bahan:

Total Annual Inventory Holding Cost (H) =


Total Annual Ordering Cost( S) =

Total Annual
Backorder/Stockout Cost =

Dengan demikian Total Biaya Persediaan (TIC) sebesar

Apabila biaya
Holding cost,
Ordering cost, dan Backorder cost dapat diestimasi, maka dapat ditentukan besarnya jumlah
pemesanan yang optimal (Q* ) dan jumlah backorder yang optimal (S*) atau Q dan S yang
meminimumkan biaya, dengan formula sebagai berikut:

Keterangan:

Ch : biaya simpan per unit


per waktu
Co : biaya pesan setiap kali pemesanan

Cb : biaya backorder atau biaya kehabisan persediaan per unit per satu satuan waktu

R : kebutuhan/permintaan selama satu waktu

Q : jumlah pembelian/pesanan setiap kali melakukan pemesanan

S : jumlah kekurangan persediaan untuk satu satuan waktu

Q* : jumlah pembelian/pemesanan optimal dengan mempertimbangkan backorder

untuk setiap kali pemesanan

S* : jumlah backorder atau kekurangan persediaan yang optimal per satu satuan waktu

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Arman Hakim, Nasution. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Edisi Pertama,
Guna Widya, Surabaya.

Assuari, 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Keempat. Jakarta. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai