Anda di halaman 1dari 16

Pajri Al Zukri

11170930000020
Sistem Enterprise – SI 6A
RANGKUMAN BAB 7
A. Pengertian ERP
Perencanaan sumber daya perusahaan, atau sering disingkat ERP dari istilah Enterprise
Resource Planning, merupakan sebuah sistem informasi yang dikhususkan bagi perusahan dalam
bidang manufaktur maupun jasa yang memiliki berperan menghubungkan dan menjalankan suatu
proses bisnis yang saling berhubungan dengan aspek operasi, produksi ataupun distribusi di
perusahaan tersebut.
Enterprise Resource Planning (ERP) adalah suatu paket aplikasi perangkat lunak yang
terintegrasi untuk digunakan secara luas di organisasi. Sistem (ERP) secara keseluruhan
merupakan paket sistem yang terintegrasi penuh dan mendukung otomatisasi di seluruhproses
bisnis standar yang ada dalam organisasi. Menurut [5] menggambarkan sistem ERP sebagai paket
sistem inforrnasi yang mengintegrasikan proses informasi dan berbasis informasi dalam dan diluar
wilayah fungsional pada suatu organisasi atau suatu set modul yang menghubungkan operasi back
office dan front office dalam proses bisnis.
ERP merpakan suatu sistem informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan
semua sumber daya, aktivitas dan informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan proses bisnis
secara lengkap [7]. Syarat dari ERP adalah adalah integtasi dimana integrasi yang dimaksud adalah
menggabungkan beberapa logical database pada satu software sehingga memudahkan setiap
departemen untuk berkomunikasi. Berikut adalah karakterisik ERP [8]:
1. Sistem ERP merupakan paket software yang didesain untuk lingkungan pelanggan
pengguna server, baik secara tradisional ataupun yang berbasis data.
2. Sistem ERP memroses mayoritas transaksi perusahaan
3. Sistem ERP menggunakan database perusahaan yang secara tipikal menyimpan tiap data
4. Dalam bererapa hal sistem ERP memungkinkan perpaduan proses transaksi dan kegiatan
perencanaan.
5. Sistem ERP menunjang sistem multi mata uang dan bahasa, dan hal ini merupakan suatu
kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan multinasional
6. Sistem ERP memungkinkan penyesuaian untuk kebutuhan khusus perusahaan tanpa
melakukan pemrograman kembali.
Tujuan utama dari pengembangan sistem ERP digunakan untuk meningkatkan dan
memperkuat efektivitas pada berbagai sumber daya perusahaan diantaranya adalah [7]:
1. Sumber daya manusia yang mampu bertanggung jawab dan mempunyai kemampuan untuk
membangun suasana perusahaan semakin produktif.
2. Sumber daya produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
3. Mampu memasarkan produk dengan efektif sehingga dapat meningkatkan produktivitas
penjualan.
4. Laporan keuangan dan akuntansi logistik perusahaan semakin efektif.
5. Mampu mengikuti kompetitif.

B. Modul ERP
1. Purchasing
2. Manufacturing
3. Finance
4. Dashboards
5. Time & Projects
6. Dsitribution
7. CRM & Sales
8. Customer Web Portal

C. Tahapan Pengembangan ERP


Berikut merupakan tahapan - tahapan pengembangan sebuah sistem ERP:
1. Tahap Perencanaan:
Langkah pertama dalam implementasi adalah mengidentifikasi tujuan utama dan
ruang lingkup proyek.
2. Tahap Analisis:
Pada fase ini dikembangankan sebuah uji coba sistem ERP di berbagai area untuk
kebutuhan simulasi dan menunjukkan bagaimana integrasi antar modul-modul terhadap
user dan identifikasi kebutuhan lainnya.
3. Tahap Desain:
Pada tahap ini desain mulai dikembangkan. Pada fase ini, end user harus diberikan
latihan yang intensif terhadap paket-paket ERP agar user dapat menggunakan sistem yang
baru.
4. Tahap Implementasi:
Fase berikutnya adalah melakukan proses implementasi.
5. Tahap Dukungan Teknis:
Tujuan dari fase ini adalah untuk menjamin keberhasilan dari sistem pada jangka pendek dan
sistem jangka panjang.

D. Kegunaan ERP
1. Mengoptimalkan Efisiensi
Sistem ERP berfungsi menyederhanakan berbagai aktivitas operasional yang
memakan banyak waktu dan tenaga. Tugas-tugas kompleks seperti pengecekan inventaris,
pembagian tugas ke karyawan, pemantauan jam kerja, penggajian, pembuatan laporan
keuangan, semuanya dapat dilakukan secara otomatis.
2. Meningkatkan Kolaborasi
Kolaborasi antar-departemen merupakan bagian yang krusial dan sering diperlukan
dalam bisnis. ERP software meruntuhkan dinding-dinding pembatas antara departemen.
Dengan data yang dimasukkan ke dalam sistem ERP yang terpusat dan konsisten, satu
departemen dapat mengakses data dari departemen yang lain. ERP SaaS atau yang berbasis
Cloud dapat memperluas kolaborasi antar-tim yang ada di seluruh cabang perusahaan
melalui internet.
3. Menghemat Biaya Operasional
ERP juga membantu perusahaan dalam menghemat biaya operasional. Karena
sebagian besar aktivitas operasional diotomatiskan, maka berbagai gangguan, kendala, dan
kerusakan dapat diantisipasi dengan baik. Seluruh pekerjaan kompleks dapat diselesaikan
dengan lebih cepat sehingga ini dapat mengurangi lead time. Perusahaan juga dapat
mengurangi biaya tenaga kerja, karena ERP mampu mengambil alih berbagai pekerjaan
manual.
4. Meningkatkan Keamanan Data
ERP memiliki firewall dan kontrol pembatasan untuk mencegah pelanggaran data.
Seluruh data disimpan dalam sistem terpusat sehingga titik akses dapat dimonitor dengan
ketat dan keamanannya pun terjaga. Admin yang bertanggung jawab mengelola data
perusahaan bisa memberikan hak akses terbatas kepada karyawan. Misalnya, manajer HR
dapat menyembunyikan data-data penting hanya untuk dirinya dan para pemangku
kepentingan sementara memberikan hak akses kepada karyawan untuk melihat data
keuangan mereka masing-masing.
5. Membuat Prakiraan Bisnis yang Akurat
Laporan dalam sistem ERP menggunakan filter dan analitik canggih yang bisa
menyaring ketidakkonsistenan pada data. Sistem ini juga memastikan bahwa data yang
diperoleh dihasilkan pada waktu yang sebenar-benarnya. Laporan bisnis yang akurat akan
membantu pemangku kepentingan dalam menghasilkan keputusan yang terbaik bagi bisnis
mereka [10].

E. Implementasi ERP
Menurut [2] Implementasi sistem informasi yang ada dalam organisasi bisnis dimulai dari yang
paling sederhana sampai yang paling kompleks, yang berbasis enterprise. Implementasi sistem
informasi yang berbasis enterprise ini seringkali disebut sebagai Enterprise Resource Planning
(ERP). Kesuksesan dan kegagalan dalam mengimplementasikan sistem ERP dipengaruhi oleh
banyak faktor atau lebih dikenal dengan istilah Critical Succes Factor (CSF) yaitu dukungan
manajemen puncak, manajemen proyek ERP, Business Process Reengineering, pendidikan dan
pelatihan dan dukungan pemasok, serta keberhasilan implementasi mempengaruhi Net-Benefit
bagi perusahaan [4].
Ada 3 kategori implementasi Enterprise Resource Planning (ERP), yaitu:
1) Mengganti sistem manual dengan sistem ERP
2) Mengganti sistem informasi Non-ERP dengan sistem ERP
3) Meningkatkan sistem yang telah ada, misalnya mengimplementasikan modul baru untuk
melengkapi modul yang sudah ada.
Jika perusahaan sudah berniat mengimplementasikan sistem ERP, maka ada beberapa langkah
umum yang dapat dilakukan, yang secara garis besar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
tahapan implementasi sistem informasi lainnya. Tahapan tersebut menurut Wawan Dhewanto
(2007:101) adalah:
A. Membangun organisasi tim proyek
Pengelolaan proyek implementasi ERP menggunakan prinsip-prinsip yang sama seperti
manajemen proyek teknologi informasi lainnya. Proyek ini harus dikelola oleh sekelompok tim
yang dibentuk khusus untuk implementasi. Tim-tim yang membentuk proyek implementasi
diklarifikasi atas peranan-peranan berikut:
1) Komite Pengarah
Terdiri atas perwakilan klien dan para eksekutif dari masing-masing unit bisnis utama. Anggota
komite ini harus dapat mewakili semua area yang dipengaruhi oleh ERP.
2) Staf teknologi informasi internal
manajer, programmer, analis dan dukungan teknik.
3) User utama internal
4) Perwakilan vendor/konsultan
Secara umum, struktur tim organisasi sistem ERP dapat dilihat pada gambar berikut ini berikut:

B. Menentukan pendekatan implementasi


Secara garis besar ada 3 pendekatan umum, yaitu :
1) Penggunaan satu paket software utuh (vendor tunggal)
2) Kombinasi dari beberapa paket software (berbagai vendor)
3) Kustomisasi atau membuat sendiri paket software ERP
Biasanya perusahaan memilih pendekatan yang disesuaikan dengan kemampuan perusahaan
serta skenario implementasi untuk jangka panjang.

C. Membangun rencana implementasi


Siklus hidup implementasi ERP meliputi: perencanaan, analisis, desain, implementasi, dan
dukungan teknik.
1) Fase 1: Perencanaan
Langkah awal implementasi adalah membentuk komite pengarah. Tugas utama komite ini
adalah mengidentifikasi tujuan utama dan ruang lingkup proyek ERP, menentukan manajer proyek
dan anggota tim lainnya untuk membangun sistem.
Tugas tim proyek pada fase ini adalah :
1. Mendefinisikan masalah yang akan diselesaikan oleh sistem ERP dan menentukan ruang
lingkup proyek secara lebih rinci.
2. Mengevaluasi alternatif pendekatan pada ERP, misalnya berupa solusi kostumisasi, satu
kesatuan paket, integrasi beberapa paket, atau kombinasi dari beberapa alternatif, dan memilih
pengarah baik cara tertulis maupun lisan.
3. Membuat jadwal dan anggaran proyek, dengan memperhatikan kelayakan, dan melaporkan
temuan kepada komite pengarah baik secara tertulis maupun lisan.

2) Fase 2: analisis
Pada tahap akhir fase analisis, idealnya dihasilkan sebuah prototype sistem ERP diberbagai
area untuk menyimulasikan dan menunjukan integrasi antar modul kepada user dan identifikasi
kebutuhan tambahan lainnya. Pada tahap ini, evaluasi ulang atas alternatif yang pernah diajukan
sebelumnya (misalnya, pendekatan ERP yang lain atau vendor lainnya) dikaji ulang. Selama
proses kaji ulang ini, tim proyek dapat berpindah-pindah dari kesatuan paket ke kombinasi
beberapa paket, atau dari satu vendor ke vendor lainnya. Jika tim proyek sudah yakin dengan
pilihannya, maka tim akan membuat laporan rekomendasi kepada komite pengarah baik secara
tertulis maupun lisan, untuk proses persetujuan dan verifikasi kelanjutan proyek.
Fase analisis ini biasanya lebih singkat waktunya jika menggunakan pendekatan satu kesatuan
paket dan lebih memakan waktu jika perusahaan memilih menggunakan pendekatan kustomisasi.
Akan tetapi, pada umunya, fase analisis proyek ERP biasanya lebih lama dibandingkan waktu yang
diperlukan untuk analisis proyek aplikasi yang hanya mendukung satu fungsi atau departemen.

3) Fase 3: Desain Fase


Pada fase ini, para pengguna akhir (end user) harus mendapatakan pelatihan intensif atas
paket-paket ERP, agar mereka siap menggunakan sistem yang baru. Pelatihan juga membantu
dalam menyempurnakan identifikasi kebutuhan selama proses pembuatan prototype dan
memudahkan transisi ke fase desain.
Selama fase desain mungkin terjadi beberapa rekayasa ulang proses bisnis dalam tingkatan
yang lebih rinci. Beberapa prosedur baru untuk aktivitas bisnis mungkin didokumentasi. Beberapa
pekerjaan ulang dan memanfaatkan sumber daya kerja yang ada, khususnya untuk para karyawan
yang mengalami perubahan pekerjaan secara dramatik.

4) Fase 4: Implementasi
Setelah modul selesai dikonfigurasi dan diintegrasi dengan komponen dan program lainnya,
fase selanjutnya sama seperti proyek software pada umunya. Pertama, biasanya dibuat prototype
sistem, kemudian dilakukan validasi dengan beberapa kali iterasi, dan dilakukan revisi hingga
akhirnya sistem siap dijalankan (production ready). Tahap kedua, verifikasi ulang untuk
meningkatkan kinerja sistem. Tahap ketiga adalah membuat dokumentasi seluruh sistem dan
memberikan pelatihan pada semua pengguna sistem. Tahap terakhir adalah membuat rencana „roll
out’ sistem meliputi jadwal instalasi sistem diseluruh organisasi dengan pendekatan misalnya pilot
iplementation, parallel implementatiion, atau total cut over.

5) Fase 5: Dukungan Teknis


Tujuan dari fase ini adalah untuk menjamin keberhasilan sistem jangka pendek dan jangka
panjang. Dukungan teknis terhadap para pengguna sangat penting. Meskipun semua pengguna
sudah diberikan pelatihan yang intensif, namun staf dukungan teknis tetap diperlukan, khususnya
untuk perubahan yang drastis dan komprehensif. Transisi sistem yang mulus sebaiknya didukung
oleh staf dukungan teknis yang memadai.

D. Menentukan kriteria keberhasilan dan metode pengukuran


Ada tiga pendekatan umum dalam implikasi sistem ERP, yaitu:
1. Big bang
Pendekatan big bag dikembangkan oleh eason K tahun 1988. Pendekatan ini memugkinkan
organsasi menyingkirkan seluruh legacy system secepatnya dan menerapkan sistem tunggal ERP
pada keseluruhan organisasi.
Keuntungan menggunakan metode ini adalah:
 Pelatihannya hanya diperlukan untuk metode baru bukan hanya untuk periode
perubahan sistem kerja
 Dokumentasi user tidak perlu update selama proses implementasi berlangsung karena
terjadi dalam waktu singkat
 Perubahan sistem kerja terjadi pada waktu yang telah ditentukan dan harus jelas untuk
semua orang
 Tidak ada alat penghubung khusus (special interface) untuk dapat menggunakan sistem
baru karena sistem baru seluruhnya telah ada.
Kelemahan metode ini adalah:
 Waktu dalam implementasi terbatas
 Kelengkapan dan validasi dari data terkonversi tidak sepenuhnya terbukti, hanya pada
pra-fase tetapi bukan pada keseluruhan system
 Operasi sangat kompleks, salah satu bentuk kompleksitas tersebut adalah melakukan
seluruh aktivitas pada waktu yang bersamaan
 Tidak memungkinkan untuk kembali ke sistem yang lama saat implementasi telah
dilaksanakan
 Adanya batasan untuk mengatur strategi karena tekanan waktu deadline
2. Franchise strategy
Strategi ini disebut juga sebagai “phased implementation” (Slater 1999) dimana
imlementasi dilakukan sedikit demi sedikit. Independent ERP systems di install pada setiap
unit. Pendekatan ini merupakan cara yang paling umum dari implementasi ERP dan
memungkinkan sistem hanya untuk share informasi penting bagi korporaksi untuk
memperoleh gambaran besar performansi across seluruh unit bisnis (Jenine Beekhuyzen
BlnfTech 2001).
Kelebihan:
 Konversi dilakukan sebagian-sebagian sehingga tersedia waktu untuk melakukan
penyesuaian
 Pengaruh negative dapat diminimalkan
 Waktu bagi para user melakukan penyesuaian lebih panjang
 Staf teknis dapat berkonsentrasi pada pembagian sistem atau user

Kelemahan:
 Memerlukan beberapa penyesuaian
 Pelatihan membuat user bingung apakah mereka harus bekerja menggunakan sistem
yang lama atau sistem baru
 Beberapa perubahan didokumentasi
 Jangka waktu proyek tidak jelas
 Kelengkapan dan ketepatan pen-set-an data harus dicek beberapa kali
 Implementasi tidak begitu kelihatan bagi karyawan
 Jika ingin kembali ke sistem yang lama akan menjadi lebih sulit
3. Slam – dunk
Dengan pendekatan ini, ERP mendikte desain proses dan fokusnya hanya pada beberapa
proses bisnis kunci. Implementasi strategi ini paling sesuai utnuk organisasu yang lebih kecil.
Kelebihannya adalah biaya relative rendah, kompleksitas berkurang. Kekurangan strategi ini
adalah membutuhkan banyak kostumisasi akibat adanya operasi spesifik antar site. Hal yang
mempercepat berjalannya metodologi yaitu:
 Membentuk komisi pengendalian proyek
 Membentuk tim proyek
 Membentuk komite pelaksana proyek
 Me-review, mendokumentasi prosedur operasi
 Membentuk ruang konferensi bagi user
 Kemampuan pengendali (implementor) dalam mengkonversikan data sehingga sesuai
dengan proses bisnis perusahaan
 Menyediakan pelatihan dan memberikan pendidikan bagi user
 Kemampuan data konversi untuk bekerja pada sistem baru
 Lingkungan kerja yang mendukung
 Tinjauan ulang setelah implementasi
 Komite yang mendukung berjalannya proses improvement
 Go-live
Pendekatan implementasi yang paling sesuai untuk suatu organisasi dapat dipilih dengan
mempertimbangkan karakteristik organisasi tersebut, yaitu ukuran organiasi, kompelsitas,
perubahan struktur dan mekanisme control yang diperlukan.

F. Kesiapan Implementasi ERP


Penilaian kesiapan implementasi ERP mencakup beberapa area yaitu:
1. Kesiapan proyek (Project readiness)
Kesiapan proyek merupakan keadaan kesiapan proyek untuk memastikan bahwa proyek
tersebut siap untuk pengembangan dan implementasi seperti yang direncanakan. Hal ini
didasarkan pada ketelitian kecukupan proses perencanaan, dan pelatihan personil proyek, serta
ketersediaan dan cadangan sumber daya proyek, layanan dukungan dan sistem.
2. Kesiapan fungsional (Functional readiness)
Suatu tahapan untuk memastikan bahwa kebutuhan fungsional dalam implementasi sudah
terpenuhi. Hal ini didasarkan pada pencakupan sisi fungsional dari implementasi, persiapan
dokumen yang mengambarkan kebutuhan dari bisnis, ketentuan dan peraturan penggunaan, dan
fungsi dari sistem yang diimplementasi. Kesiapan fungsional juga dianggap sebagai cara untuk
menggambarkan status dalam konteks pemenuhan fungsional.
3. Kesiapan teknikal (Technical readiness)
Kesiapan teknikal merupakan kesiapan untuk memastikan bahwa sisi teknik sudah
dipersiapkan untuk memenuhi jalannya pengembangan dan implementasi seperti yang
direncanakan. Hal ini mencakup dari segi infrastruktur, pengembangan aplikasi dan pengetesan
aplikasi.
4. Kesiapan kultural (Cultural readiness)
Kesiapan kultural merupakan keadaan kesiapan lingkungan dan budaya perusahaan dalam
menerima perubahan yang disebabkan oleh implementasi. Menurut Agnew dan ValBalkom
(2009), budaya organisasi adalah keyakinan, pengalaman, dan harapan bersama dari orang-orang
dalam suatu organisasi. Budaya organisasi yang mencakup non-hukuman, lingkungan saling
mendukung diperlukan untuk mendorong inisiatif peningkatan kualitas. Anggota yang berbagi visi
yang sama dengan organisasi lebih bersedia untuk beradaptasi dengan perubahan.
5. Kesadaran sumber daya dan upaya (Resource and effort awareness)
Kesadaran sumber daya dan upaya merupakan suatu keadaan atau kemampuan untuk melihat,
merasakan, atau menyadari apakah sumber daya yang dimiliki sudah memenuhi kebutuhan dan
upaya yang dilakukan untuk mencapai pemenuhan tersebut apakah sudah maksimal. Menurut
Morris et al (2010), kesadaran akan sumber daya yang mencakupi sumber daya finansial dan
sumber daya manusia mempengaruhi kinerja perusahaan.
G. Go-Live Kesiapan
Go live adalah proses bisnis perusahaan sudah menggunakan software ERP secara penuh. Artinya
validasi dari software ERP sudah menjadi dasar langkah kerja karyawan dalam melakukan
pekerjaannya. Misal dalam proses bisnis procurement, kita tidak akan bisa memproses pembelian
tanpa ada approval yang dilakukan di software ERP. Atau print out dokumen Purchase Order sudah
menggunakan hasil dari software ERP yang tentu saja tidak bisa dimanipulasi oleh user. Atau
dalam proses bisnis sales dan marketing, setiap pengiriman barang tidak boleh dilakukan tanpa
adanya perintah pengiriman dari software ERP. Dengan begitu, proses kontrol penjualan dilakukan
melalui software ERP yang bisa dilihat langsung oleh management atau BOD (Board of Director).
Dengan mulai go live, berarti proses bisnis perusahaan harus sesuai dengan fitur yang ada di
software ERP. Bisa jadi dilakukan perubahan kebijakan (Change Management) atau perubahan
pada fitur software ERP (custom), dan itu harus sudah dilakukan oleh semua personil yang terlibat
dalam proses bisnis. ketika sudah menggunakan software ERP, sudah tidak boleh lagi ada proses
yang tidak tercatat di system. Semua harus dicatat dan dikontrol. Memutuskan go live, berarti kita
sudah memutuskan untuk percaya pada keadaan software ERP sekarang sudah cukup untuk
mengakomodasi kebutuhan perusahaan. Artinya, kita sudah mempercayakan kontrol bisnis kita
dijalankan oleh si software ERP ini sendiri. Kalau sampai ada eror dan bug yang ada di vendor
ERP, dan tidak segera tertangani, perusahaan akan sangat kesulitan dalam menjalankan bisnisnya.

H. ERP Pelatihan
Salah satu alasan pokok mengapa ERP dan sistem canggih lainnya gagal adalah organisasi
tidak memperdulikan sejauh mana mereka harus berubah dan rekayasa ulang proses bisnis yang
ada dalam rangka untuk mengakomodasi pembelian mereka. Sistem ERP dibangun atas dasar
praktek-praktek terbaik yang diikuti dalam industri. Semua proses dalam perusahaan harus sesuai
dengan model ERP.
Pendidikan dan pelatihan pengguna untuk menggunakan ERP penting karena ERP bukan
sebuah sistem yang mudah digunakan, bahkan dengan kemampuan teknologi informasi yang baik.
Untuk membuat pelatihan pengguna akhir berhasil, pelatihan harus dimulai sejak dini, sebaiknya
jauh sebelum implementasi dimulai [14]
I. Stabilisasi
Proses stabilisasi dimulai ketika perangkat lunak sistem ERP dalam produksi, pelatihan awal
selesai, dan konversi data penting dilakukan. Setelah sistem ERP ditayangkan, organisasi akan
perlu bergeser menjadi proses stabilisasi. Proses ini bisa berlangsung dari 60 sampai 90 hari,
tergantung pada sejumlah isu. jangka waktu stabilisasi ini harus digunakan untuk membiarkan
pengguna mendapatkan akrab dengan sistem, proses baru, dan untuk menyediakan jangka waktu
untuk masalah memperbaiki atau bug dalam sistem. Selama periode stabilisasi, staf TI akan
memantau infrastruktur untuk waktu respon dan memastikan bahwa back-up diambil tepat untuk
semua perangkat keras dan perangkat lunak; karenanya, mereka sering simul simultan meneliti
dan memperbaiki masalah.
Beberapa masalah pengguna dan kegiatan yang timbul selama stabilisasi adalah:
a. Kustomisasi menambah kompleksitas jika mereka tidak didokumentasikan dan
dikomunikasikan secara tepat.
b. Tidak mampu melakukan aktivitas ad hoc adalah masalah lain dalam menstabilkan sistem
ERP. Hal ini tidak begitu banyak bahwa sistem ini tidak mampu kegiatan ad hoc; bukan,
itu lebih tentang belajar bagaimana untuk mencapai aktivitas yang tampak begitu sederhana
dalam warisan. Hal ini sering frustasi untuk pengguna atau manajer, dan kadang-kadang
menyebabkan moral rendah atau motivasi.
c. Masalah lain adalah bahwa salah satu alasan untuk menerapkan sistem ini BPR. proses
bisnis baru untuk pengguna, dan mereka membuat kesalahan karena mereka menggunakan
proses baru untuk pertama kalinya.
d. Jika opts organisasi untuk pendekatan implementasi paralel, sistem ERP dioperasikan
bersamaan dengan sistem warisan lama, yang padat karya, membingungkan, dan frustasi.
Selain itu, menentukan apakah masalah yang dilaporkan adalah masalah nyata atau tidak
adalah waktu memakan. Akhirnya, rekonsiliasi harus dilakukan antara sistem ERP baru
dan sistem warisan lama untuk memvalidasi input dan output.

J. Pascaproduksi Dukungan
Pengembangan rencana dukungan pascaproduksi dan proses adalah sama pentingnya dengan
setiap set kegiatan yang diuraikan dalam tahap pengembangan. Dalam banyak manajer proyek
masa lalu digunakan Go-Live sebagai tonggak final dan utama mereka dalam proses implementasi.
Mendapatkan ke titik Go-live sebenarnya hanya salah satu bagian dari keberhasilan pelaksanaan.
Bahkan, jika proses pascaproduksi tidak memadai, maka pelaksanaan tbe dapat dianggap gagal.
Mengelola operasi sistem sehari-hari dan memastikan bahwa sistem ini melakukan apa yang perlu
dilakukan adalah benar-benar tujuan dukungan pascaproduksi. Banyak proses baru harus dipahami
dan comlllunicated untuk mendapatkan manfaat dari implementasi ERP sepenuhnya.

Gambar 7-2. Product Life Cycle Chart


Banyak risiko yang terkait dengan memotong ke ERP baru dapat dikurangi dengan latihan pra-
Go-live dan pengguna akhir yang tepat, namun dukungan tambahan yang diperlukan setelah sistem
ini dimasukkan ke dalam produksi. ahli subjek dan anggota tim proyek inti harus digunakan untuk
memberikan dukungan umum untuk menjawab proses dan sistem yang sederhana pertanyaan.
Sebagian besar masalah pengguna yang disebabkan kurangnya pemahaman dari sistem dan
bagaimana proses bisnis berinteraksi dengan sistem.

K. Pengetahuan Transfer
Knowledge Transfer (KT) merupakan proses untuk memindahkan pengetahuan dari individu
yang disebut sebagai sumber pengetahuan (kontributor pengetahuan) ke penerima pengetahuan,
yang nantinya pengetahuaan tersebut akan digunakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
penerima pengetahuan. Fokus dan tujuan utama mencari komunikasi pengetahuan antara individu,
kelompok, atau organisasi dengan sedemikian rupa, yaitu diharapkan agar penerima pengetahuan
(a) memiliki pemahaman kognitif, dalam arti memperoleh pengetahuan melalui aktivitas
mengingat, menganalisis, memahami, menilai, maupun mengkomunikasikan pengetahuan
tersebut,
(b) memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan, atau
(c) menerapkan pengetahuan. Transfer pengetahuan berfokus pada modal struktural dan
transformasi pengetahuan individu kepada suatu organisasi, yang dibangun ke dalam
proses, produk, dan jasa.

L. Implikasi Untuk Pengelolaan


Semakin dekat sebuah implementasi ERP mendapat to date-nya Go-live manajemen proyek
yang lebih harus fokus pada isu-isu, tugas, dan kegiatan untuk menjadi siap. Proses kesiapan akan
mengidentifikasi isu-isu dan manajemen bantuan proyek memfokuskan sumber daya dan upaya.
Proses kesiapan harus direncanakan dan diorganisir dengan baik sebelum tanggal Go-live. PMO
harus memiliki rencana untuk beberapa proses kesiapan untuk memahami tingkat kesiapan
wilayah proyek ach sepenuhnya. Setiap kali tim melalui proses kesiapan tingkat risiko harus
dikurangi. Jika itu tidak terjadi Go-live date adalah sangat berisiko dan harus dipertimbangkan
kembali.
Untuk memastikan implementasi ERP yang sukses dan berkelanjutan, seseorang harus
memiliki wellth sebuah harus-out dan dipahami proses transfer pengetahuan. Meskipun yang
terbaik adalah untuk memastikan sebanyak kelangsungan mungkin selama proyek, kenyataannya
adalah bahwa staf akan berubah. Ini akan terjadi dengan ahli subjek dan staf teknis. Untuk
menurunkan basis pengetahuan ini dan sejarah keputusan kadang-kadang mengarah untuk
meninjau kembali masalah dan isu-isu, dan dapat memperlambat proyek ke bawah. Selama
stabilisasi dan pascaproduksi fase sebagian besar proyek kehilangan sejumlah staf. Ini akan
mencakup konsultan, pelaksanaan staf mitra, penuh waktu dan staf paruh waktu, dan bahkan
pengguna akhir. Ketika ini terjadi basis yang signifikan dari daun pengetahuan dan mengambil
pengetahuan proyek dengan mereka. staf baru yang datang tidak akan memiliki dasar sejarah atau
pengetahuan, dan mereka akan perlu belajar dan menyesuaikan diri diri untuk tim dan sistem.
Tanpa proses transfer pengetahuan dipahami PMO mempertaruhkan keberlanjutan jangka panjang
dari sistem ERP. [16]
REVIEW QUESTION
1. Mengapa proses kesiapan sangat penting untuk implementasi ERP?
Jawab:
Proses kesiapan penting untuk implementasi ERP karena menilai semua tugas dan kegiatan dan
menunjukkan bidang apa yang perlu ditangani sebelum tanggal Go-Live dan harus memastikan
bahwa Go-Live akan berjalan dengan lancar tanpa ancaman kembali ke sistem lama. Jika tidak ada
proses kesiapan untuk implementasi ERP maka proyek tidak mungkin untuk go-live dengan segala
jenis jaminan. Proses ini harus diulang setiap bulan hingga enam minggu sampai sistem siap. Ini
untuk mengklarifikasi semua masalah terbuka, takss dan kegiatan yang diperlukan oleh tim proyek
untuk diatasi.

2. Bidang proyek apa yang perlu dinilai dalam proses kesiapan?


Jawab:
Semua area proyek di seluruh rentang proyek perlu dinilai dalam proses kesiapan. Beberapa bidang
yang termasuk adalah infrastruktur, pengembangan, konfigurasi, konversi, pengujian, pelatihan,
komunikasi, operasi, pusat komando, pelaporan, dan pengguna.

3. Apa yang disertakan (dan tidak termasuk) selama jangka waktu stabilisasi?
Jawab:
Kerangka waktu stabilisasi biasanya membutuhkan 60 hingga 90 hari setelah Go-live. Dapat
dimungkinkan bahwa kerangka waktu ini bervariasi tergantung pada jumlah masalah yang muncul
dalam proses stabilisasi selama periode proses ini. Sementara pengembangan harus dihindari
selama jangka waktu ini, manajemen dan staf harus fokus pada menjawab pertanyaan tentang
bagaimana sistem bekerja, konversi data yang salah, stabilitas sistem, dan masalah yang dirasakan
dengan perangkat lunak. Tim proyek perlu memperbaiki beberapa masalah yang bekerja melalui
siklus bulanan, mingguan, dan harian. dan kali ini dikonfirmasi bahwa pengguna menggunakan
sistem secara efektif. dan tidak ada perkembangan termasuk periode ini.
4. Mengapa transfer pengetahuan penting bagi stabilitas jangka panjang sistem ERP?
Jawab:

Transfer pengetahuan penting untuk stabilitas jangka panjang karena membantu mengurangi
banyak masalah yang terkait dengan perpindahan dari implementasi ke produksi. Karena tim
cenderung berubah dalam fase yang berbeda, terutama dalam fase Go-Live dan Stabilisasi, transfer
pengetahuan yang lancar sangat penting untuk memastikan transisi yang mulus dari penerapan ke
menstabilkan perangkat lunak. Tugas pertama harus mencakup rencana manajemen pengetahuan
menyeluruh untuk memantau transisi antar fase.

5. Apa saja 5 area yang dibahas dalam dukungan pasca produksi?


Jawab :
5 area yang dibahas dalam dukungan pasca produksi meliputi: Pelatihan, mulai sebelum
ditayangkan dan dilanjutkan setelahnya; Dukungan "Go-Live", sebuah sistem ketika pengguna
membutuhkan bantuan; Validasi Data, cara untuk menguji pengguna dan memastikan mereka
mahir dalam menggunakan sistem; Koreksi Data, untuk memperbarui data yang buruk; dan
memperbarui dengan fitur baru.

Anda mungkin juga menyukai