Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN PERAN KADER POSYANDU DENGAN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS JAMBU KULON KECAMATAN CEPER KABUPATEN KLATEN

TAHUN 2011

OLEH: Nama:Liya Dwi Lestari No:2011.028 Tingkat:1 Smester:1

Akper Patria Husada Surakarta

Motto Berdoa dan berusaha dalam menghadapi kehidupan adalah kunci keberhasilan, niscaya Allah akan menolong (by: liya)

PERSEMBAHAN Karya ilmiah ini aku persembahkan untuk: Kedua orang tua ku dan seluruh keluargaku tercinta Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan saran.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul hubungan faktor lingkungan, dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada balita di puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten tahun 2011. Yang berguna untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih

banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan dimasa yang akan datang. Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, saran dan data-data baik secara tertulis maupun secara lisan, maka pada kesampatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua Orang tua dan Saudara-saudara ku yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaiaan Karya Tulis Ilmiah ini 2. Dosen bahasa indonesia Bapak Sunar Tri. 3. Teman-teman se-almamater yang telah banyak memberikan dukungan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin.

Surakarta, November 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Lembar Judul ............................................................................................... Motto ............................................................................................................... Persembahan .................................................................................................. Kata Pengantar .............................................................................................. Daftar Isi ........................................................................................................ BAB I . PENDAHULUAN .................................................................... 1.1 Latar Belakang .....................................................................

1.2 1.3 1.4 1.5 BAB

Identifikasi Masalah .......................................................... Rumusan Masalah .............................................................. Tujuan Penelitian ............................................................... Manfaat Penelitian ..............................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1 Kader .................................................................................... 2.1.1 Karakteristik Kader Posyandu ................................. 2.1.2 Peranan Kader ......................................................... 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Kader Kesehatan ................................................................ 2.1.4 Tugas-tugas kader pada hari buka Posyandu disebut juga degan pelayanan 5 meja khususnya pada bayi/balita 9 2.2 Imunisasi ............................................................................. 2.2.1 Pengertian Imunisasi ............................................... 2.2.2 Tujuan Pemberian Imunisasi ................................... 2.2.3 Macam-macam Imunisasi serta penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi ........................................... 2.3 Campak ................................................................................ 2.3.1 Definisi .................................................................... 2.3.2 Etiologi .................................................................... 2.3.3 Epidemiologi ........................................................... 2.3.4 Patologi Campak ..................................................... 2.3.5 Diagnosis Banding .................................................. 2.3.6 Komplikasi .............................................................. 2.3.7 Pengobatan .............................................................. 2.3.8 Prognosis ................................................................. 2.3.9 Pencegahan .............................................................. 2.4 Kerangka Teori .................................................................... III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 3.1 Kerangka Kerja Penelitian .................................................. 3.2 Hipotesa ............................................................................... 3.3 Variabel Penelitian .............................................................. 3.4 Definisi Operasional ............................................................ 3.5 Definisi Terkait ................................................................... 3.6 Desain/Rancangan Penelitian .............................................. 3.7 Populasi, Sampel dan Kriteria Sampel ................................. 3.7.1 Populasi ................................................................... 3.7.2 Sampel ..................................................................... 3.7.3 Kriteria Sampel ....................................................... 3.7.4 Teknik Sampling ..................................................... 3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................

BAB

3.9 Pengumpulan Data .............................................................. 3.10 Pengujian Instrumen .......................................................... 3.11 Pengolahan Data ................................................................ 3.12 Analisa Data ...................................................................... 3.13 Jadwal Penelitian ............................................................... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................... 4.2 Hasil Penelitian .................................................................... 4.3 Pembahasan .......................................................................... V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 5.1 Kesimpulan ........................................................................... 5.2 Saran .....................................................................................

BAB

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah dengan cakupan imunisasi di atas target nasional (>80%) dan angka drop out di bawah angka nasional (<10%), tetapi frekuensi Kejadian Luar Biasa khususnya kasus PD3I termasuk Campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi sebanyak 291.725 balita dengan jumlah sasaran sebanyak 27.198 bayi (9,33%). Ini berarti masih rendahnya cakupan imunisasi di Kabupaten Klaten dari target

yang diharapkan sebesar 90%. Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan peran kader posyandu dengan cakupan imunisasi campak di puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan cross sectional, populasi semua kader Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten berjumlah 315 orang dan sampel 176 orang kader. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan 25 pertanyaan. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Februari 2009. Hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011, dimana p value= 0,000 yang berarti (p<=0,05: OR= 45,379), dengan kesimpulan masih terdapat daerah kantong yaitu desa/kampung yang berada jauh ke dalam, sulit dijangkau dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakatnya masih rendah. Disarankan institusi terkait mengambil langkah-langkah diantaranya menempatkan tenaga kesehatan di Kampung tersebut dan mengadakan pelatihan kader penyuluhan masyarakat tentang imunisasi khususnya campak secara rutin dan terus meningkatkan peran serta masyarakat. Untuk peneliti selanjutnya agar meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan peran kader Posyandu.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi atau anak yang disebut antigen. Di dalam tubuh antigen akan bereaksi dengan

antibodi, sehingga akan terjadi kekebalan. Juga pada vaksin yang dapat langsung menjadi racun terhadap kuman yang disebut antitoksin (Depkes RI, 1993). Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang berdampak pada peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi semakin vital (Depkes RI, 2007). Penyakit campak atau juga disebut morbili adalah penyakit morbili pada waktu yang lampau dianggap penyakit anak biasa saja bahkan dikatakan lebih baik anak mendapatkannya ketika masih anak-anak daripada sudah dewasa. Tetapi sekarang termasuk penyakit yang harus dicegah karena tidak jarang menimbulkan kematian yang disebabkan komplikasinya (Ngastiyah, 1997). Campak merupakan penyakit menular dan menjadi salah satu penyebab kematian anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan virus campak yang dapat dicegah dengan imunisasi. Meskipun sedikit jumlah kematian akibat kasus ini yaitu 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan. Tanpa imunisasi, penyakit ini akan menyerang hampir setiap anak dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi, seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga, dan radang otak, terutama pada anak bergizi buruk. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan. Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami keguguran; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. Untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif) petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat berjalan

sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai media penyampai langsung dalam pemberian imunisasi adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemberian imunisasi pada bayi dan balita (Azwar, 1998). Selain itu kader memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan cakupan pemberian imunisasi, dimana salah satunya adalah memberitahukan kapan waktu pelaksanaan imunisasi pada orang tua balita. Seperti diketahui bahwa di dalam kegiatan posyandu kader sangat berperan terutama saat pelaksanaan posyandu yakni dari mulai pendaftaran bayi/balita di meja 1, penimbangan bayi di meja 2, pengisian KMS di meja 3 dan memberikan penyuluhan pada ibu balita hingga pelayanan imunisasi pada bayi balita di meja 5 (Depkes RI, 2005). Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi dengan cakupan imunisasi di atas target nasional (>80%) dan angka drop out di bawah angka nasional (<10%), tetapi frekuensi Kejadian Luar Biasa khususnya kasus PD3I termasuk Campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 1-2/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Cakupan imunisasi yang tinggi dan merata sampai di tingkat desa serta sistem surveilans yang baik diharapkan dapat menekan angka kejadian luar biasa kasus-kasus PD3I termasuk kasus Campak. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan surveilans Campak harus dilakukan untuk mempercepat tercapainya reduksi campak di Indonesia mengingat hal tersebut telah menjadi salah satu kesepakatan global (Dinkes Provinsi Lampung, 2007). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten (2006) diketahui pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi sebanyak 291.725 balita dengan jumlah sasaran sebanyak 27.198 bayi (9,33%). Ini berarti masih rendahnya cakupan imunisasi di Kabupaten Klaten dari target yang diharapkan sebesar 90% (Dinkes Kab. Lampung Tengah, 2007). Dari data yang ada di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten tahun 2007 diketahui bahwa cakupan imunisasi campak baru mencapai 73,5% yang berarti belum memenuhi target yang diharapkan yaitu 80%. Hasil pre survey yang peneliti lakukan pada bulan Oktober 2008 di Wilayah Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper diketahui bahwa belum tercapainya cakupan imunisasi campak dikarenakan masih rendahnya kesadaran dari masyarakat dan kerjasama antara petugas kesehatan dengan kader kesehatan yang ada. Hasil pre survey juga menemukan bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, meskipun petugas kesehatan yang ada sudah memberikan

informasi tersebut. Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti medan yang ditempuh dan orang tua balita yang sedang bekerja. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. 1.2 Identifikasi Masalah 1.2.1 Di Indonesia penyakit campak merupakan penyebab kematian nomor 5 sepanjang tahun 1992-1995 dengan proporsi masing-masing 3,3% dan 4,1% atau 1:1000 kasus dan sebagian dari kasus tersebut terjadi pada saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun atau setidaknya 15-20% sering terjadi saat anak berusia 36 bulan. Di Provinsi Jawa Tengah campak masih sering terjadi meskipun hanya sekitar 12/10.000 balita setidaknya dari 100-200 balita yang meninggal tiap tahunnya 10% diantaranya disebabkan oleh campak. Pada tahun 2005 jumlah cakupan balita yang diimunisasi di Kabupaten Klaten masih rendah yaitu 291.725 balita dari target 27.198 bayi (9,33%). Diketahui bahwa 3 dari 5 orang kader (60%) belum melaksanakan pekerjaannya secara maksimal seperti memberitahukan kapan waktu pemberian imunisasi campak pada bayi dan balita, dengan alasan jarak dan waktu yang ditempuh. Sementara 2 orang lainnya (40%) sudah melaksanakan namun masih mengalami hambatan seperti orang tua balita yang di berada di tempat.

1.2.2

1.2.3 1.2.4

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah ada hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011

1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui peran kader dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. 2. Untuk mengetahui cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. 3. Untuk mengetahui hubungan antara peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 2 Bagi Institusi Pendidikan Memberikan sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam konteks keperawatan komunitas. 3 Bagi Objek Penelitian Menambah bahan informasi tentang peran kader hubungannya dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak. 4 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam menambah wawasan, menerapkan dan mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah ke dalam situasi yang nyata yaitu masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kader Kader adalah anggota masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan bekerja secara sukarela, dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui dan dibina oleh LKMD serta telah mengikuti latihan kader (Depkes RI, 1992). 2.1.1 Karakteristik Kader Posyandu

Semua kader Posyandu adalah warga masyarakat baik lelaki dan kebanyakan adalah wanita, umumnya berumur 30-40 tahun. Hampir kebanyakan sudah kawin, sebagian besar adalah ibu rumah tangga/petani, bisa membaca dan menulis atau yang berpendidikan minimal Sekolah Dasar. 2.1.2 Peranan Kader Menurut Depdiknas (2005) Peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan fungsi adalah berkedudukan atau bertugas sesuai dengan jabatannya.

Peran kader dalam pembangunan kesehatan merupakan kondisi yang tidak bisa ditawar lagi demi kelangsungan pembangunan itu sendiri dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Untuk dapat mengerti proses perwujudan peran serta kader dalam pembagunan kesehatan. Maka perlu dikaji dahulu berbagai konsep tentang peran dan fungsi kader, pembinaan kader dan pembinaan peran serta masyarakat. Dilain pihak peran serta kaderkader kesehatan di masyarakat sangat mempunyai arti penting sebagai ujung tombak dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi masalah kesehatan khususnya penyakit mata di masyarakat (Depkes RI, 1995).

Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kader merupakan ujung tombak dalam keberhasilan pelayanan kesehatan di masyarakat dalam proses perwujudan pembangunan kesehatan.

Adapun peran kader di posyandu adalah sebagai berikut: 1. Memberitahukan hari dan jam buka Posyandu kepada para ibu-ibu pengguna Posyandu (khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan anak balita yang masih mendapatkan imunisasi). 2. Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan Posyandu sebelum Posyandu dimulai seperti meja tempat pelayanan imunisasi, buku catatan, KMS, alat peraga penyuluhan, dan lain-lain. 3. Melakukan pendaftaran bayi, balita yang hadir di Posyandu. 4. Mencatat hasil ke dalam KMS. 5. Membantu mencatat jenis imunisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan ke dalam KMS. 6. Melakukan penimbangan bayi dan balita.

7. Melakukan penyuluhan perorangan kepada ibu-ibu balita di meja IV, misalnya jenisjenis dan manfaat imunisasi bagi balita. 8. Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu-ibu yang mempunyai bayi dan balita, untuk diberikan penyuluhan dan mengingatkan agar datang ke Posyandu. 9. Mencatat hasil imunisasi ke buku bantu imunisasi kader (Depkes RI, 1992) 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Kader Kesehatan Peran kader di masyarakat harapannya adalah dapat melaksanakan peran dan tugasnya secara maksimal, namun kenyataan di lapangan banyak sekali tantangan dan hambatan sehingga peran kader kesehatan jauh dari harapan. Kurang aktifnya kader itu bisa dipengaruhi dari diri sendiri kader ataupun dari luar pengaruh yang ada disekitar mereka (Depkes RI, 1994). Makna dari kurang aktif yang dapat disimak dalam masalah ini yaitu menunjukan peran kader dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam bidang kesehatan khususnya penyakit campak belum sesuai dengan apa yang diharapkan/seharusnya. Dampak dari kurang aktifnya kader dalam melaksanakan peran dan tugasnya yaitu masih rendahnya partisipasi masyarakat terlihat masih tingginya jumlah balita yang belum di imunisasi campak dan belum memasyarakatnya pelayanan pemberian imunisasi secara langsung dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh kader dan yang ada di posyandu sebagai program yang diadakan oleh pemerintah (Depkes RI, 1994).

2.1.3 Tugas-tugas kader pada hari buka Posyandu disebut juga degan pelayanan 5 meja khususnya pada bayi/balita Adapun tugas kader saat buka adalah: 1. Meja-1 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut: Mendaftar bayi/balita, yaitu menuliskan nama balita pada KMS dan secarik kertas diselipkan pada KMS. 2. Meja-2 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut: a. Menimbang bayi atau balita b. Mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS. 3. Meja-3 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut:

Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik kertas ke dalam KMS anak tersebut. 4. Meja-4 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut: a. Menjelaskan data KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan, misalnya jenis imunisasi yang diberikan, efek samping dan manfaat bagi balita yang diberikan imunisasi. b. Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu mengacu pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran. c. Memberikan rujukan ke Puskesmas apabilan diperlukan, misalnya untuk balita: 1) Bila balita demam tidak turun-turun setelah diberikan imunisasi. 2) Berat badannya dibawah garis merah pada KMS, dua kali berturut-turut berat badannya tidak naik, mencret. 5. Meja-5 merupakan kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dapat dibantu oleh kader pelayanan yang diberikan, antara lain: a. Pelayanan imunisasi pada bayi/balita (membantu kegiatan PIN) b. Pemberian tablet turun panas setelah diberikan imunisasi yang menimbulkan demam. c. Pemeriksaan ibu hamil (Triwulan I sampai dengan III) d. Perawatan dan pengobatan anak sakit e. Penyuluhan tentang Keluarga Berencana

2.2 Imunisasi 2.2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan (anti body) dengan cara memasukan vaksin kedalam tubuh untuk mencegah atau terhindar dari kuman penyakit (Markum, 1997). Imunisasi adalah kekebalan kepada anak/ibu hamil terhadap beberapa jenis penyakit agar anak/ibu tersebut terhindar dari penyakit tertentu (Depkes RI, 1996)

2.2.2 Tujuan Pemberian Imunisasi 1. Agar anak mendapat/memperoleh kekebalan terhadap beberapa jenis penyakit tertentu. 2. Menurunkan angka kematian dan kesakitan. 3. Mencegah akibat buruk lebih lanjut dari PD3I/mencegah timbulnya cacat. 2.2.3 Macam-macam Imunisasi serta penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi: 1. Imunisasi BCG melindungi anak terhadap penyakit TBC 2. Imunisasi DPT mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus 3. Imunisasi Polio mencegah penyakit Polio/Kelumpuhan Merupakan vaksin yang mengandung virus / kuman polio yang telah dimatikan untuk mencegah kelumpuhan. Cara pemberian diberikan 3x pada umur 3 bulan dengan interval 4 6 minggu. Imunisasi ulang diberikan tiap 3 tahun 4. Imunisasi Campak mencegah penyakit Campak Merupakan vaksin yang diberikan pada bayi sebagai pencegahan terhadap penyakit campak diberikan 3 x dengan interval 4 6 minggu. Imunisasi ulangan diberikan setelah 5 tahun dari imunisasi pertama 5. Imunisasi TT mencegah penyakit tetanus 6. Hepatitis B mencegah penyakit Hepatitis/Penyakit Kuning.

2.3 Campak 2.3.1 Definisi Penyakit campak atau juga disebut morbili adalah penyakit morbili pada waktu yang lampau dianggap penyakit anak biasa saja bahkan dikatakan lebih baik anak mendapatkannya ketika masih anak-anak dari pada sudah dewasa. Tetapi sekarang termasuk penyakit yang harus dicegah karena tidak jarang menimbulkan kematian yang disebabkan komplikasinya (Ngastiyah, 1997). Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium katarl, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi (Hasan et.al, 2002).

Campak adalah penyakit akut menular, ditandai oleh 3 stadium: (1) stadium inkubasi sekitar 10-12 hari dengan sedikit; (2) stadium prodromal dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring; dan (3) stadium akhir dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka (Wahab, dkk, 1999). 2.3.2 Etiologi Menurut Ngastiyah (1997) penyakit ini disebabkan virus campak yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tanpa imunisasi, penyakit ini akan menyerang hampir setiap anak dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi, seperti radang paru (pneumonia), diare, radang telinga, dan radang otak, terutama pada anak bergizi buruk. 2.3.3 Epidemiologi Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan. Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami keguguran; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

2.3.4 Patologi Campak Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel monokleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva (Hasan, et.al, 2002). Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu: 1. Stadium kataral (prodromal) Biasanya stadium ini berlangsung selama 4 5 hari disertai panas, malaise batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang di jumpai. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang

terdapat makula hales yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang bestir dapat dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir. 2. Stadium erupsi Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papule disertai menaiknya suhu badan. Di antara macula terdapat kulit yang normal. Mule-multi eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti tadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula di daerah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang blase ini ialah "black measles," yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestives. 3. Stadium konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ream kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

2.3.5 Diagnosis banding 1. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak Koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga. 2. Eksantema subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal. 2.3.6 Komplikasi Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi neptio. Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, bronkopneumonia (Hasan, et.al, 2002).

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis. Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif (immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1.000 kasus sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis. SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan - 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bisa terjadi. Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita. SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 - 1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2 - 9,7 tiap 10 juta. Immunosuppresive measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obatobatan imunosupresif.

Di Afirika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi morbili pada anak yang menderita malnutrisi. 2.3.7 Pengobatan Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, seditivum, obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul. 2.3.8 Prognosis Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit bmb atau bila ada komplikasi. 2.3.9 Pencegahan 1. Imunisasi aktif Ini dilakukan dengan pemberian "live attenuated measles vaccine" Mula-mula digunakan strain Edmonston B, tetapi katena "strain ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem pada hari ke tujuh sampai hari ke sepuluh setelah vaksinasi "strain Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulingama pada lengan yang lain. Sekarang digunakan starin Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globufingama. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serologic ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8 - 10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endernis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan pada umur 15 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk. (1982) pada anak yang divaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak ditemukan antibodi; begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer antibodi tidak naik secara bermakna. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis

yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif. Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan Perum Biofarma yang terdiri dari virus morbili yang hidup dan Bengal dilemahkan, strain Schwarz dan ditumbuhkan dalam jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah dilamtkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.000 TCID50 dan neomisin B sulfas tidak lebih dari 50 mikrogram. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Tedadi anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah mendapat imunoglobulin atau transfusi darah maka vaksinasi dengan vaksin morbili harus ditangguhkan. sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut lainnya yang disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif dengan obat imunosupresif. 2. Imunisasi pasif Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran porses tuberkulosis.

2.4 Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan tentang peran kader dan imunisasi campak pada balita, maka peneliti menguraikan kerangka teori sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Teori Peran & Tugas Kader : - Memberitahukan hari dan jam buka Posyandu - Menyiapkan peralatan - Pendaftaran bayi/balita - Penimbangan bayi dan balita - Penyuluhan - Kunjungan rumah - Mencatat hasil imunisasi Macam-macam imunisasi - BCG - DPT - Polio - Campak - TT - Hepatitis

Sumber: Modifikasi Depkes RI, 1999

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Kerja Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Cakupan Imunisasi campak

Peran kader

3.2 Hipotesa Hipotesa merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti melalui adanya data yang terkumpul (Arikunto, 1997). Hipotesa dalam penelitian ini adalah: 1. Ha: Ada hubungan peran kader dengan peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Payung Rejo Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2008 2. Ho: Tidak ada hubungan peran kader dengan peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Payung Rejo Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2008

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Independen: Peran kader 3.3.2 Variabel dependen: cakupan imunisasi campak 3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu penentuan mengenai wujud variabel yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Untuk mengkaji hipotesis, peneliti perlu menentukan atau memastikan variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitian ini. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen alat ukur. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah: Tabel 3.1 Definisi Operasional Definisi Operasional Adalah peran serta kader dalam membantu meningkatkan cakupan imunisasi campak seperti pemberian imunisasi campak di meja 5 Alat Ukur Lembar kuesioner Cara Ukur Wawancara

Variabel Independen Peran kader

Hasil Ukur

Skala

1=Baik, bila >50% kegiatan dilakukan 0=Tidak berperan, bila <50% kegiatan dilakukan

Ordinal

Dependen Cakupan imunisasi campak

Merupakan jumlah harapan dari target

Lembar kuesioner

Wawancara

1=Tercapai, bila jumlah cakupan sesuai/melebihi target

Ordinal

imunisasi campak >90%

0=Tidak tercapai, bila jumlah cakupan tidak sesuai/kurang dari target

3.5 Definisi Terkait Peran kader merupakan peran serta kader dalam membantu peningkatan cakupan imunisasi campak. 3.6 Desain/Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah yang korelasi dengan pendekatan cross sectional, yaitu variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (pada waktu bersamaan). (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini untuk mengetahui hubungan variabel bebas (independen variabel) variabel terikat (dependen variabel) yaitu ingin melihat hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2000). Populasi pada penelitian ini adalah semua kader kesehatan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten berjumlah 315 orang kader.

3.6.2 Sampel Sampel penelitian ini adalah kader yang ada di 18 Kampung di Wilayah kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Pada penelitian ini sampel diambil secara proporsi acak sederhana (Proportional Simple Random Sampling) dengan cara mengundi atau mengocok (Notoatmodjo, 2005). Penentuan besarnya sampel dengan menggunakan rumus: N n 1 N (d 2 )
n 315 1 315 (0,05 2 )

315 1 315 (0,0025)

315 1.7875

n = 176. Jadi jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 176 orang kader yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Keterangan: N= Besar Populasi n= Besar Sampel d2= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan yaitu 95% (=5%) 3.6.3 Kriteria Sampel 1. Petugas Kader Posyandu dan bersedia menjadi responden 2. Usia >18 tahun 3. Pernah membantu pelaksanaan imunisasi pada bayi di Posyandu 4. Bisa membaca dan menulis 5. Berkomunikasi dengan baik 6. Tidak mengalami gangguan mental 3.6.4 Teknik Sampling Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik Proportional Simple Random Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mempertimbangkan jumlah populasi sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana atau pengambilan sampel yang didasarkan atas kebetulan atau pada saat penelitian berlangsung (Notoatmodjo, 2005). Pemilihan sampel dengan cara diundi atau dikocok dari masingmasing Kampung/Desa. Unit Kampung berada pada satu daerah yang sama dan lingkungan yang sama. Penelitian dilakukan di 18 Kampung yang ada di Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Jumlah seluruh populasi 315 orang kader dan jumlah sampel keseluruhan yang telah ditentukan sebanyak 176 Responden. Tabel 3.2 Proporsi Sampel No 1. 2. 3. Nama Kampung Ceper Jambu Kulon Jambu Wetan Populasi 20 25 20 Sampel 11 14 11

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Jombor Klepu Kajen Kurung Meger Mlese Tegalrejo Pasungan Ngawonggo Kuncen Kujung Dlimas Cetan Nogosari Jombor kulon Jumlah

20 15 20 15 15 30 30 15 10 15 15 15 10 15 10 315

11 8 11 8 8 17 17 8 6 8 8 8 6 8 6 176

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten dan waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2009. 3.8 Pengumpulan Data 3.8.1 Alat Pengumpulan Data Teknik yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Cara pengumpulan data dilakukan dengan menyebar dan membagikan langsung kepada responden menggunakan metode atau pendekatan wawancara, serta dibimbing jika responden mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner. Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner

Variabel Peran Kader

Nomor Item (Soal) 1 20

Keterangan Kuesioner yang membahas tentang

Cakupan imunisasi campak

21 25

peran kader Kuesioner yang membahas tentang imunisasi campak

3.9 Pengujian Instrumen/Uji Coba Instrumen 3.9.1 Validitas Menurut Suharsimi Arikunto (2002), validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Setelah dilakukan uji validitas terhadap masing-masing pertanyaan di dalam instrumen, maka didapatkan bahwa secara keseluruhan nilai r hitung lebih kecil daripada r tabel (=0,545).

3.9.2 Realiablitas Reliabilitas adalah keadaan yang menyatakan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat dinyatakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang telah digunakan dalam penelitian ini sudah dilakukan pengujian ulang sebanyak dua kali, yang kemudian didapatkan hasil dari penelitian. 3.10 Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini melalui 4 tahap yaitu (Hastono, 2007): 1. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Artinya secara keseluruhan kuuesioner yang akan diajukan sudah tepat untuk digunakan dalam penelitian. 2. Coding Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data. 3. Scoring Pemberian skor didasarkan atas masing-masing variabel yang telah ditentukan sebelumnya, adapun scoring dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Skoring penilaian untuk variabel independen (peran kader). 1) Baik=1 2) Tidak baik=0

b. Skoring penilaian untuk variabel dependen (cakupan imunisasi campak). 1) Tercapai =1 2) Tidak tercapai=0 4. Entery Dilakukan dengan cara memasukan data yang telah dicoding ke dalam komputer. 5. Processing Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati perkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer. 6. Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry ke komputer.

3.11 Analisa Data 3.11.1 Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel yang diteliti (Arikunto, 2002), yaitu hubungan peran kader dengan peningkatan cakupan imunisasi campak. Setelah nilai persentase dari masing-masing sub variabel (materi) selanjutnya digabungkan menjadi hasil jawaban responden secara keseluruhan. 3.11.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel-variabel independen yaitu menganalisis hubungan peran kader dengan peningkatan cakupan imunisasi campak. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian adalah uji Chi-Square. Untuk menguji kemaknaan, digunakan batas kemaknaan sebesar 5% ( = 0,05). Hasil uji dikatakan ada hubungan yang bermakna bila nilai p < (p <0,05). Hasil uji dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna bila nilai p > (p > 0,05).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Jambu Kulon berdiri pada tahun 1982. Puskesmas Jambu Kulon terletak di komplek Pasar Jambu . Status Puskesmas Jambu Kulon adalah Puskesmas pembantu.

4.1.2 Keadaan Penduduk Pada tahun 2008 jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon sebanyak 14.328 jiwa, dimana 5,232 diantaranya (36,51%) merupakan jumlah bayi . 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Karakteristik Responden 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 Usia <39 tahun > 39 tahun Jumlah Sumber: Data diolah 2011 Frekuensi 75 101 176 Persentase 42,6 57,4 100,0

Dari tabel di atas, diketahui bahwa lebih dari separuh usia responden adalah >39 yaitu sebanyak 101 responden (57,4%).

2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 Lama Kerja 1 tahun 2 tahun Frekuensi 15 27 Persentase 8,5 15,3

3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun Jumlah Sumber: Data diolah 2011

54 71 8 1 176

30,7 40,3 4,5 0,6 100,0

Dari tabel di atas, diketahui bahwa hampir separuh responden dengan lama kerja 4 tahun yaitu sebanyak 71 responden (40,3%). 4.2.2 Analisis Univariat Proporsi jawaban responden tentang hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Kader di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 Peran Kader Tidak Baik Baik Jumlah Sumber: Data diolah 2011 Frekuensi 43 133 176 Persentase 24,4 75,6 100,0

Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar peran kader adalah baik yaitu sebanyak 133 responden (75,6%). Tabel 4.4 Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 Cakupan Imunisasi Campak Tidak Tercapai Tercapai Jumlah Frekuensi 25 151 176 Persentase 14,2 85,8 100,0

Sumber: Data diolah 2011

Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar cakupan imunisasi adalah tercapai yaitu sebanyak 151 responden (85,8%). Analisis Bivariat Analisa Bivariat dilakukan guna melihat hubungan peran kader dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak yaitu variabel independen (peran kader) dengan variabel dependen (cakupan imunisasi campak). Adapun hasil analisis bivariat adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hubungan Peran Kader dengan Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas Jambu kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 Cakupan Imunisasi Campak Tidak Tercapai Tercapai n % n % 22 51,2 21 48,8 Total n 43 % 100 45,397 0,000 Baik 3 2,3 130 151 97,7 85,8 133 176 100 100,0 Jumlah 25 14,2 Sumber: Data diolah 2011 (12,480165,139) P value OR 95% CI

Peran Kader Tidak Baik

Hasil analisis antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten tahun 2011, diperoleh bahwa dari 43 responden yang peran kadernya tidak baik 22 diantaranya (51,2%) cakupan imunisasinya tidak tercapai sedangkan sisanya 21 responden (48,8%) tercapai. Sementara dari 133 responden yang peran kadernya baik 3 diantaranya (2,3%) cakupan imunisasinya tidak tercapai sedangkan sisanya 130 responden (97,7%) tercapai. Secara prosentase responden yang peran kadernya baik lebih banyak cakupan imunisasi campaknya tercapai dibandingkan dengan peran kader yang tidak baik.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,000 yang berarti p<=0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang berarti dan bermakna antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten tahun 2011. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odd Ratio (OR)=45,397, artinya peran kader yang baik mempunyai peluang meningkatkan cakupan imunisasi campak sebanyak 45,397 kali dibandingkan dengan peran kader yang tidak baik. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Analisa Univariat 1. Peran Kader Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar peran kader adalah baik yaitu sebanyak 133 responden (75,6%) sedangkan 43 responden lainnya (24,4%) tidak baik. Dari hasil ini terlihat bahwa hampir sebagian besar responden sudah mengerti dan memahami tentang peran kader khususnya di posyandu. Hal tersebut juga didukung dengan diketahuinya usia rata-rata responden yaitu 39 tahun yang berarti responden masih dapat membantu pelaksanaan kegiatan meja 1-5 di Posyandu secara maksimal selain itu juga jika dilihat berdasarkan lama kerja sebagian besar responden yaitu antara 3-4 tahun yang berarti bahwa hampir keseluruhan responden memiliki pengalaman yang cukup lama dalam membantu pelaksanaan Hasil tersebut di atas juga memperlihatkan bahwa peran kader bukan hanya sebatas dalam pelaksanaan kegiatan yang ada di Posyandu saja, melainkan juga mengunjungi ibu-ibu ke setiap rumah, hal ini yang memungkinkan responden lebih mudah menyampaikan semua kegiatan yang berhubungan dengan posyandu secara kekeluargaan karena selain kader juga merupakan salah satu warga yang dipercaya untuk membantu berjalannya kegiatan di Posyandu. Jika menelaah uraian di atas dan membandingkan dengan yang disampaikan oleh Depkes RI (1992) bahwa kader merupakan anggota masyarakat yang mempunyai kemauan dan kemampuan bekerja secara sukarela, dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui dan dibina oleh LKMD serta telah mengikuti latihan kader. Artinya kader haruslah orang yang benar-benar mengerti tentang kondisi/keadaan di lingkungan tempat ia tinggal, sehingga mudah beradaptasi dan menyampaikan tujuan serta dapat menerapkan peran kader sebagaimana mestinya. 2. Cakupan Imunisasi Campak

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar cakupan imunisasi adalah tercapai yaitu sebanyak 151 responden (85,8%) sedangkan 25 responden lainnya (14,2%) tidak tercapai. Hasil ini juga memperlihatkan bahwa cakupan imunisasi yang diharapkan dapat berjalan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Meskipun hanya sebagian kecil cakupan imunisasi campak yang tidak berjalan atau tercapai. Namun hal tersebut perlu lebih ditekan lagi dengan harapan dapat meningkatkan cakupan imunisasi campak sebagaimanya mestinya. Dari hasil pengolahan data terhadap 176 orang kader di 18 Kampung yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten diketahui bahwa terdapat 25 orang kader (responden) yang tidak memenuhi target/pencapaian imunisasi campak yaitu masing-masing atas; Kampung Jambu wetan 6 responden, Kampung Jombor 8 responden, Kampung Ngawonggo 8 orang dan Kampung Kajen 3 responden. Sementara 12 kampung lainnya telah mencapai target/ pencapaian cakupan imunisasi sesuai dengan yang diharapkan. Hasil ini juga memperlihatkan bahwa meskipun masih ditemukan sebanyak 25 kader yang belum memenuhi cakupan imunisasi sesuai dengan yang ditargetkan, namun masih merupakan kendala dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi campak selanjutnya. Selain itu diketahui bahwa hasil cakupan imunisasi ini juga merupakan atas kerja sama kelompok kader yang sebelumnya telah diberikan arahan untuk pencapaian target yang telah dibuat oleh petugas kesehatan yang ada. Seperti diketahui bahwa begitu pentingnya imunisasi campak bagi daya tahan tubuh, maka dalam hal ini kader memiliki peranan yang cukup penting dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi campak. 4.3.2 Analisa Bivariat Dari hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan yang berarti dan bermakna antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011, dimana nilai p value= 0,000 yang berarti hipotesa (Ha) yang menyatakan ada hubungan antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun 2011 diterima/gagal ditolak dan Ho yang menyatakan tidak ada hubungan antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten 2011 ditolak/gagal diterima. Berdasarkan hasil tersebut di atas, peneliti melihat bahwa adanya kecendrungan hubungan yang berarti antara kedua variabel tersebut dikarenakan hampir secara keseluruhan kader yang ada di Wilayah Puskesmas Jambu Kulon sudah mengetahui dan memahami serta

sering melaksanakan perannya sebagai kader baik dari mulai buka jam posyandu hingga mencatat semua hasil imunisasi ke buku bantu yang ia miliki. Apa yang tampak dari hasil yang telah peneliti peroleh sangat searah dengan teori yang diungkapkan oleh Depkes RI (1995) bahwa maka kader merupakan ujung tombak dalam keberhasilan pelayanan kesehatan di masyarakat dalam proses perwujudan pembangunan kesehatan. Artinya mencapai keberhasilan baik kegiatan rutin yang dilaksanakan di Puskesmasnya maupun kegiatan di Posyandu kader sangat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam meningkatkan keberhasilan cakupan imunisasi campak. Dalam hal ini peneliti menilai bahwa apa yang dilakukan kader dalam membantu upaya peningkatan cakupan imunisasi campak di Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kulon sudah dapat dikatakan berhasil meskipun masih terdapat 25 responden selaku kader yang belum berhasil mencapai cakupan yang diinginkan, dibandingkan dengan 151 responden lainnya. Gambaran yang tampak di lapangan yaitu bahwa kerja sama antara tim kesehatan dan kader dalam upaya peningkatan cakupan masih dirasa kurang, selain karena alasan jauhnya tempat yang harus ditempuh untuk memberikan penyuluhan dan memberitahukan informasi kepada orang tua mengenai waktu pemberian imunisasi campak selain itu rendahnya kesadaran orangtua untuk membawa anaknya ke posyandu dan pengetahuan orangtua yang kurang mengenai pentingnya pemberian imunisasi campak merupakan faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan cakupan pencapaian imunisasi campak. Selain faktor pengetahuan dan keengganan orangtua membawa anaknya ke posyandu untuk diberikan imunisasi campak terlihat pula bahwa faktor geografis (lokasi dan waktu tempuh) serta adanya anggapan bahwa imunisasi campak merupakan imunisasi yang biasa seperti imunisasi-imunisasi lainnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan yang berarti dan bermakna antara peran kader dengan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Jambu Kulon Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Tahun

2011, dimana p value= 0,000 yang berarti (p<=0,05 : OR= 45,379). Meskipun dari hasil uji statistik menunjukkan hasil yang bermakna, tetapi masih ada beberapa kampung yang cakupan imunisasinya belum tercapai. Hal ini disebabkan masih adanya daerah kantong dengan jarak tempuh terlalu jauh, selain sulit dijangkau dan masih rendahnya tingkat kesadaran dan tingkat pendidikan orangtua. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Diharapkan bagi tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Jambu Kulon dapat terus membantu meningkatkan peran dan fungsi kader seperti memberikan pelatihan mengenai pemberian imunisasi dan penyuluhan-penyuluhan mengenai imunisasi serta membagikan leaflet dan memasang poster mengenai imunisasi di tempat pelayanan kesehatan Posyandu dan Puskesmas secara rutin, sehingga upaya peningkatan cakupan imunisasi campak khususnya dapat terus ditingkatkan dengan cara menempatkan tenaga kesehatan di daerah kantong (terpencil) dan melaksanakan pelatihan kader secara rutin serta mengadakan penyuluhan tentang imunisasi campak terhadap masyarakat. 5.2.2 Bagi Program Studi Keperawatan Memberikan sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam konteks keperawatan komunitas anak. 5.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya, selain itu dapat meneliti lebih jauh faktor-faktor lain yang mempengaruhi keaktifan peran kader Posyandu.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI:Edisi Ketiga. Pusat Bahasa-Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta. 2005. Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Depkes RI, 1992. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Depkes RI; Dirjen PKM & Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. Jakarta. _________, 1994, Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Pedoman Teknis Pembinaan Kader UPGK. Jakarta. Depkes. R.I. _________, 1994. Pedoman Teknis Pembinaan Kader UPGK, Jakarta. _________, 1995. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Kegiatan Posyandu. Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. _________, 1995. Pedoman Kerja Tenaga Gizi Puskesmas, Depkes RI; Dirjen PKM. Jakarta. _________, 2000. Pemulihan dan Sarana Kesehatan, Depkes RI. _________, 2002. Pelaksanaan Manajemen Posyandu, Depkes RI; Dirjen PKM. _________, 2005. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Depkes RI; Dirjen PuskesmasPokjanal Posyandu. Jakarta. _________, 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. _________, 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2006. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Tanggamus. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus. Kota Agung. Ferizal, dkk, 2007. Proses Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Posyandu terhadap Instensitas Posyandu: Analisis Data Sekerti 2000. Working Paper Series No.12-Juli 2007, First Draft. Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan-Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hastono, P. Sutanto, 2001. Modul Analisa Data. Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia. Depok. Jawa Barat. Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. Nasrul Effendy, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta. Notoatmodjo. S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. ___________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. ___________, 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian cetakan ketujuh. Alfabeta. Bandung. Suhardjo, 1992, Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Kanisius, Yogyakarta. Suryanto, 1995, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pengguna Posyandu oleh ibu yang memiliki Anak Balita di Kecamatan Sidoasri Kabupaten Jawa Barat, Skripsi. Depok. Zulkifli, 2003. Posyandu dan Kader Kesehatan. Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sumatera Utara. USU Digital Library.

Anda mungkin juga menyukai