Anda di halaman 1dari 24

APLIKASI DAN ISOLASI LOGAM GOLONGAN VIII A

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Kimia Unsur

Oleh: Kelompok XII

Rara Anggun M.N Sasmita Hanjaya Sita Febrianti Tunjung NSA Vivi Shofia

(0910923054) (0910923056) (0910923058) (0910923060) (0910923062)

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di abad ke-18, H. Cavendish menemukan komponen yang inert di udara. Di tahun 1868, suatu garis di spektrum sinar matahari yang tidak dapat diidentifikasi ditemukan dan disarankan garis tersebut disebabkan oleh unsur baru, helium. Berdasarkan fakta ini, di akhir abad ke-19 W. Ramsay mengisolasi He, Ne, Ar, Kr, dan Xe dan dengan mempelajari sifat-sifatnya ia dapat menunjukkan bahwa gas-gas tersebut adalah unsur baru. Walaupun argon berkelimpahan hampir 1% di udara, unsur ini belum diisolasi hingga Ramsay mengisolasinya dan gas mulia sama sekali tidak ada dalam tabel periodiknya Mendeleev. Hadiah Nobel dianugerahkan pada Ramsay tahun 1904 atas keberhasilannya ini. Gas mulia ditemukan di dekat golongan halogen dalam tabel periodik. Karena unsur gas mulia memiliki konfigurasi elektron yang penuh, unsur-unsur tersebut tidak reaktif dan senyawanya tidak dikenal. Akibatnya gas-gas ini dikenal dengan gas inert. Namun, setelah penemuan senyawa gas-gas ini, lebih tepat untuk menyebutnya dengan unsur gas mulia, seperti yang digunakan di sini. Walaupun kelimpahan helium di alam dekat dengan kelimpahan hidrogen, helium sangat jarang dijumpai di bumi karena lebih ringan dari udara. Helium berasal dari reaksi inti di matahari dan telindung di bawah kerak bumi. Helium diekstraksi sebagai hasil samping gas alam dari daerah-daerah khusus (khususnya Amerika Utara). Karena titik leleh helium adalah yang terendah dari semua zat (4.2 K), helium sangat penting dalam sains suhu rendah dan superkonduktor. Lebih lanjut, karena ringan helium digunakan dalam balon udara, dsb. Karena argon didapatkan dalam jumlah besar ketika nitrogen dan oksigen dipisahkan dari udara, argon digunakan secara luas dalam metalurgi, dan industri serta laboratorium yang memerlukan lingkungan bebas oksigen. Salah satu unsur lain dari gas mulia yaitu Xenon, Xe, bereaksi dengan unsur yang paling elektronegatif, misalnya fluorin, oksigen, dan khlorin dan dengan senyawa yang mengandung unsur-unsur ini, misalnya platinum fluorida, PtF6. Walaupun senyawa xenon pertama dilaporkan tahun 1962 sebagai XePtF6, penemunya N. Bartlett, kemudian mengoreksinya sebagai campuran senyawa Xe[PtF6]x (x= 1-2). Bila campuran senyawa ini dicampurkan dengan gas fluorin dan diberi panas atau cahaya, flourida XeF2, XeF4, dan XeF6 akan dihasilkan. XeF2 berstruktur bengkok, XeF4 bujur sangkar, dan XeF6 oktahedral

terdistorsi. Walaupun preparasi senyawa ini cukup sederhana, namun sukar untuk mengisolasi senyawa murninya, khususnya XeF4. Hidrolisis fluorida-fluorida ini akan membentuk oksida. XeO3 adalah senyawa yang sangat eksplosif. Walaupun XeO3 stabil dalam larutan, larutannya adalah oksidator sangat kuat. Tetroksida XeO4, adalah senyawa xenon yang paling mudah menguap. M[XeF8] (M adalah Rb dan Cs) sangat stabil tidak terdekomposisi bahkan dipanaskan hingga 400 C sekalipun. Jadi, xenon membentuk senyawa dengan valensi dua sampai delapan. Fluoridafluorida ini digunakan juga sebagai bahan fluorinasi. Walaupun kripton dan radon diketahui juga membentuk senyawa, senyawa kripton dan radon jarang dipelajari karena ketidakstabilannya dan sifat radioaktifnya yang membuat penanganannya sukar. 1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat sifat dari senyawa gas mulia (Helium dan Xenon)? 2. Apakah kegunaan dari senyawa gas mulia (Helium dan Xenon)? 3. Bagaimana bahaya dari senyawa gas mulia (Helium dan Xenon)? 4. Bagaimana cara ekstraksi senyawa gas mulia (Helium dan Xenon)?

1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan sifat sifat dari golongan gas mulia (Helium dan

Xenon).
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui kegunaan dari senyawa gas mulia (Helium dan

Xenon).
3. Agar mahasiswa lebih memahami bahaya dari masing-masing unsure dalam golongan

senyawa gas mulia (Helium dan Xenon).


4. Agar mahasiswa mengetahui cara ekstraksi senyawa gas mulia (Helium dan Xenon).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada tahun 1898, Huge Erdmann mengambil nama Gas Mulia (Noble Gas) dari bahasa Jerman Edelgas untuk menyatakan tingkat kereaktifan Gas Mulia yang sangat rendah. Nama Noble dianalogikan dari Noble Metal (Logam Mulia), emas, yang dihubungkan dengan kekayaan dan kemuliaan. Gas Mulia pertama ditemukan pada tanggal 18 Agustus 1868 oleh Pierre Janssen dan Joseph Horman Lockyer. (Anonymous1, 2012). Gas Mulia adalah golongan yang paling stabil dalam sistem periodik unsur. Unsurunsurnya adalah He (Helium), Ne (Neon), Ar (Argon), Kr (Kripton), Xe (Xenon), dan Rn (Radon) yang bersifat radioaktif. Elektron valensi kulit terluar unsur-unsur golongan Gas Mulia dianggap penuh sehingga unsur-unsur Gas Mulia menjadi unsur yang stabil. Karena sifat stabilnya, unsur-unsur Gas Mulia ditemukan di alam dalam bentuk monoatomik. Konfigurasi elektron unsur-unsur Gas Mulia adalah ns2np6, kecuali He 1s2(Ibrahim, 2009). Didalam sistem periodik, gas mulia terletak pada golongan VIIIA atau golongan 18, sebeelah kanan pojok. Unsur dalam golongan VIIIA berdasarkan sistem periodik memprediksi terdapat 7 unsur, unsur yang treakhir dari golongan VIIIA ini diberi nama ununoctium yang mempunyai sifat kemungkinan tidak sama dengan gas mulia, malahan anggota golongan IVA ununquadium yang menunjukan sifat yang mirip gas mulia (Permana, 2009).

Gambar Gas Mulia dalam Tabel Periodik (Permana, 2009) Unsur-unsur gas mulia (golongan VIIIA) terdiri atas helium (He), neon (Ne), argon (Ar), kripton (Kr), xenon (Xe), dan radon (Rn). Pada awalnya, unsur-unsur ini dikenal dengan

istilah gas inert (lembam) karena tidak satu pun unsur-unsur ini dapat bereaksi dengan unsur lain membentuk senyawa. Baru sekitar tahun 1960, para ahli berhasil mensintesis senyawa Kr dan Xe. Oleh karena itu unsur-unsur ini lebih dikenal sebagai gas mulia (stabil, tidak reaktif) (Pangganti, Esdi, 2011). Dalam satu golongan, jari-jari atom unsur-unsur gas mulia dari atas ke bawah semakin besar karena bertambahnya kulit yang terisi elektron sedangkan energi ionisasinya dari atas ke bawah semakin kecil karena gaya tarik inti atom terhadap elektron terluar semakin lemah. Afinitas elektron unsur-unsur gas mulia sangat kecil sehingga hampir mendekati nol. Titik didih unsur-unsur gas mulia berbanding lurus dengan kenaikan massa atom, hal ini juga berlaku untuk titik leleh gas mulia(Anonymous3, 2012). Sifat sifat unik dari gas mulia dapat dijelaskan dengan teori struktur modern, dimana kulit terluar valensi elektronnya yang terisi penuh, yang menyebabkan golongan gas mulia memiliki kereaktifan yang rendah untuk terlibat dalam reaksi kimia, sehingga golongan ini lebih suka menyendiri atau dalam bentuk monoatomik dan jarang ditemukan dalam bentuk senyawanya dalam alam bebas. Titik leleh dan titik didih unsur-unsur gas mulia sangat berdekatan, perbedaannya kurang dari 10 C(18 F) (Permana,2009). Sifat-sifat Golongan Gas mulia antaralain (Anonymous3, 2012): 1. Sifat Atomik
A. Jari-Jari Atom

Dalam satu golongan, jari-jari atom unsur-unsur gas mulia dari atas ke bawah semakin besar karena meskipun muatan inti bertambah positif, namun jumlah kulit semakin banyak. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron semakin lemah, akibatnya jari-jari atom bertambah besar.

B. Energi Ionisasi

Energi Ionisasi unsur-unsur golongan gas mulia dari atas ke bawah cenderung semakin kecil. Hal ini dikarenakan meski muatan inti bertambah positif, namun jari-jari atom bertambah besar. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik menarik inti terhadap elektron terluar semakin lemah sehingga energi ionisasi semakin berkurang .

C. Keelektronegatifan

Nilai keelektronegatifan He, Ne, dan Ar tidak ada, sedangkan nilai keelektronegatifan berkurang dari Kr ke Rn.

D. Bilangan Oksidasi

Nilai bilangan oksidasi He, Ne dan Ar adalah nol, sedangkan Kr, Xe, dan Rn memiliki beberapa bilangan oksidasi. 2. Sifat Fisis Selain memiliki karakteristik yang khas pada sifat atomik, gas mulia juga memiliki karakteristik yang khas untuk sifat fisisnya. Beberapa sifat fisis gas mulia dirangkum dalam tabel di bawah ini (Anonymous3, 2012): Helium Neon Nomor atom 2 10 Argon Kripton Xenon Radon 18 32 54 86

Elektron valensi Jari-jari atom() Massa atom (gram/mol)

2 0,50

8 0,65

8 0,95

8 1,10

8 1,30

8 1,45

4,0026 20,1797 39,348 83,8 1,784 3,75 -185,7 -153 189,1 -157 0 1,19 0;2 3,1 1,64

131,29 222 5,9 -108 -112 9,73 -62 -71

Massa jenis (kg/m3) 0.1785 0,9 Titik didih (0C) Titikleleh (0C) Bilangan oksidasi Keelekronegatifan Entalpi peleburan (kJ/mol) Entalpi penguapan (kJ/mol) Afinitas elektron (kJ/mol) Energi ionisasi (kJ/mol) -268,8 -245,8 -272,2 -248,4 0 * 0 0,332

0;2;4;6 0;4 2,4 2,30 2,1 2,89

0,0845 1,73

6,45

9,03

12,64 16,4

21

29

35

39

41

41

2640

2080

1520

1350

1170

1040

Dari data di atas, kita dapat melihat adanya keteraturan berikut (Anonymous3, 2012):
A. Kerapatan bertambah dari He ke Rn

Nilai kerapatan gas mulia dipengaruhi oleh massa atom, jari-jari atom, dan gaya London. Nilai kerapatan semakin besar dengan pertambahan masa atom dan kekuatan gaya London, dan sebaliknya semakin kecil dengan pertambahan jari-jari atom. Karena nilai kerapatan gas mulia bertambah dari He ke Rn, maka kenaikan nilai massa atom dan kekuatan gaya London dari He ke Rn lebih dominan dibandingkan kenaikan jari-jari atom.

B. Titik leleh dan titik didih bertambah dari He ke Rn

Hal ini dikarenakan kekuatan gaya London bertambah dari He ke Rn sehingga atom-atom gas mulia semakin sulit lepas. Dibutuhkan energi, dalam hal ini suhu yang semakin besar untuk mengatasi gaya London yang semakin kuat .

C. Daya hantar panas berkurang dari He ke Rn Hal ini dikarenakan kekuatan gaya London bertambah dari He ke Rn. Dengan kata lain, partikel relatif semakin sulit bergerak sehingga energi, dalam hal ini panas, akan semakin sulit pula untuk ditransfer.

D. Reaksi pada Gas Mulia Gas Mulia adalah gas yang memiliki 8 elektron valensi dan memiliki kestabilan yang tinggi. Tetapi gas mulia masih dapat bereaksi dengan atom lain. Karena tidak semua sub kulit pada gas mulia terisi penuh. Berikut adalah beberapa contoh Reaksi dan cara pereaksian pada gas mulia (Anonymous3, 2012): Nama senyawa yang terbentuk Senyawa Ar(Argon) Ar(s) + HF HArF

Gas Mulia

Reaksi

Cara peraksian ini dihasilkan oleh

Argonhidroflourida fotolisis dan matriks Ar padat dan stabil pada suhu rendah Reaksi ini dihasilkan dengan cara

Kr(Kripton) Kr(s) + F2 (s) KrF2 (s) Kripton flourida

mendinginkan Kr dan F2pada suhu -196 0C lalu diberi loncatan muatan listrik atau sinar X

Xe(Xenon) Xe(g) + F2(g) XeF2(s) Xe(g) + 2F2(g) XeF4(s)

Xenon flourida

XeF2 dan XeF4 dapat diperoleh dari pemanasan Xe dan F2pada tekanan6 atm, jika umlah peraksi F2lebih besar maka akan

Xenon oksida Xe(g) + 3F2(g) XeF6(s)

diperoleh XeF6

XeF6(s) + 3H2O(l) XeO3(s) + 6HF(aq)6XeF4(s) + 12H2O(l) 2XeO3(s) + 4Xe(g)+ 3O(2)(g) + 24HF(aq) Rn(Radon) Rn(g) + F2(g) RnF Radon flourida

XeO4 dibuat

dari

reaksi dimana lagi dari

disproporsionasi(reaksi teroksidasi tereduksi) dan yang

unsur pereaksi yang sama sebagian sebagian kompleks

larutan XeO3 yang bersifat alkain Bereaksi secara spontan.

Gas mulia memiliki konfigurasi elektron yang sudah stabil. Oleh karena itu, gas mulia cenderung sulit bereaksi atau tidak reaktif. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa di alam, gas mulia selalu berada sebagai atom tunggal atau monoatomik. Namun demikian, para ahli telah berhasil mensintesis senyawa gas mulia pada periode ke 3 ke atas(Anonymous3, 2012). Hal ini didasarkan atas kemampuan beberapa unsur dari golongan VA, VIA, dan VIIA pada periode 3 ke atas untuk membentuk ikatan kovalen dengan elektron valensi lebih dari 8, yakni 10 dan 12. Seperti diketahui, pada periode 3 ke atas, disamping orbital-orbital di subkulit s dan p yang hanya dapat memuat 8 elektron, pada kulit yang sama terdapat pula subkulit d yang dapat memuat tambahan 10 elektron Sehingga (Anonymous3, 2012): Ar (Z = 18: [Ne] 3s2 3p6 3d0 Kr (Z = 36: [Ar] 3d10 4s2 4p6 3d0 Xe (Z = 54: [Kr] 4d10 5s2 5p6 5d0 Rn (Z = 86: [Xe] 4f14 5d2 6s2 6p6 6d0 Pada gas mulia, orbital-orbital di subkulit s dan p telah penuh. Namun, jika elektronelektron ini dapat dipindahkan ke orbital-orbital di subkulit d pada kulit yang sama yang masih belum terisi, maka pembentukan senyawa dapat dimungkinkan(Anonymous3, 2012). Untuk memahami reaksi yang terjadi pada unsur gas mulia, ambil contoh Xe dengan konfigurasi elektron pada kulit terluar n=5 di mana baru subkulit 5s dan 5p yang penuh, sementara subkulit 5d masih kosong. Unsur ini akan bereaksi dengan gas fluorin (F2) (Anonymous3, 2012):

Pembentukan senyawa XeF2, Konfigurasi elektron untuk Xe: Sedangkan konfigurasi elektron untuk F: Terdapat 1 elektron tidak berpasangan pada orbital 2p Elektron pada orbital 5p melakukan promosi menuju orbital 5d sehingga:Terdapat 2 elektron tidak

berpasangan Selanjutnya 2 elektron tidak berpasangan pada atom Xe itu akan berpasangan dengan 2 elektron bebas dari 2 atom F untuk membentuk orbital hibrida

Pembentukan senyawa XeF4 dan XeF6, Secara umum proses pembentukan senyawa XeF4 dan XeF6 berlangsung dengan proses serupa dengan pembentukan senyawa XeF2. Perbedaan yang terjadi adalah pada orbital hibrida yang terbentuk pada senyawasenyawa tersebut yang menyebabkan perbedaan pada struktur molekul untuk masingmasing senyawa. Xenon adalah unsur dengan lambang kimia Xe, nomor atom 54 dan massa atom relatif

131,29; berupa gas mulia, tak berwarna, tak berbau dan tidak ada rasanya. Xenon diperoleh dari udara yang dicairkan. Xenon dipergunakan untuk mengisi lampu sorot, dan lampu berintensitas tinggi lainnya, mengisi bilik gelembung yang dipergunakan oleh ahli fisika untuk mempelajari partikel sub-atom (Akhyar, 2010). Xenon adalah gas Mulia yang kandungannya dalam udara bebas sedikit, hanya 1 dari 20 juta kandungannya di udara. Xenon tidak beracun, namun banyak Molekul bentuknya beracun, karena sifat oksidatifnya. Karena Xenon lebih berat dari udara, kecepatan udara di Xenon lebih lambat dibanding di udara. dan jika terhirup oleh kita akan menyebabkan Pitch suara kita akan menurun atau akan menekan pernafasan untuk mengecil. Penghirupan Xenon lebih berbahaya dibanding Helium karena Xenon lebih berat. Xenon ditemukan pada tahun 1898 oleh Ramsay dan Travers dalam residu yang tersisa setelah menguapkan udara cair. Xenon adalah anggota gas mulia atau gas inert (Anonymous4, 2012). Dalam kehidupan sehari-hari, unsur gas mulia digunakan dalam rumah tangga hingga teknologi modern. Berikut beberapa kegunaan dari unsur-unsur gas mulia (Anonymous3, 2012):

Argon digunakan dalam las titanium pada pembuatan pesawat terbang atau roket. Argon juga digunakan dalam las stainless steel dan sebagai pengisi bola lampu pijar karena argon tidak bereaksi dengan wolfram (tungsten) yang panas.
Neon dapat digunakan untuk pengisi bola lampu. Neon digunakan juga sebagai zat

pendingin, indikator tegangan tinggi, penangkal petir, dan untuk pengisi tabung-tabung televisi. Kripton bersama argon digunakan sebagai pengisi lampu fluoresen bertekanan rendah. Kripton juga digunakan dalam lampu mercusuar, laser untuk perawatan retina.

Xenon digunakan untuk menghasilkan cahaya terang pada lampu blitz (flash gun),

pembuatan tabung elektron, komponen reaktor nuklir. Xenon merupakan satu-satunya gas mulia yang bersifat anestesi/membius pada tekanan atmosfer. Radon yang bersifat radioaktif dahulu digunakan sebagai cat angka pada jam. Radon sekarang digunakan untuk terapi kanker dan sistem peringatan gempa. Namun demikian, jika radon terhisap dalam jumlah banyak, malah akan menimbulkan kanker paru-paru.
Helium merupakan gas yang ringan dan tidak mudah terbakar. Helium dapat digunakan

sebagai pengisi balon udara. Helium cair digunakan sebagai zat pendingin karena memiliki titik uap yang sangat rendah. Helium yang tidak reaktif digunakan sebagai pengganti nitrogen untuk membuat udara buatan untuk penyelaman dasar laut. Campuran helium dan oksigen digunakan sebagai udara buatan untuk para penyelam dan para pekerja lainnya yang bekerja di bawah tekanan udara tinggi. Perbandingan antara He dan O2 yang berbeda-beda digunakan untuk kedalaman penyelam yang berbeda-beda. Selain itu, helium merupakan gas mulia yang dapat digunakan sebagai gas pelindung dalam menumbuhkan kristal-kristal silikon dangermanium dan dalam memproduksi titanium danzirkonium, sebagai agen pendingin untuk reaktor nuklir, sebagai gas yang digunakan di lorong angin (wind tunnels). Argon (Ar) bersifat dua setengah kali lebih mudah larut dalam air dibandingkan nitrogen dan memiliki kelarutan mirip oksigen. Argon digunakan dalam bola lampu listrik dan juga digunakan sebagai gas pelindung inert untuk arc welding and cutting, sebagai blanket untuk produksi titanium dan unsur reaktif lainnya, dan sebagai atmosfer pelindung untuk menumbuhkan silikon dan kristal germanium. Argon tidak berwarna dan tidak berbau, baik dalam bentuk gas maupun cairan. Argon dipandang sebagai gas yang sangat inert dan diketahui tidak dapat membentuk campuran kimia sejati, sebagaimana halnya krypton, xenon, dan radon (Upi, 2009).

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Bagaimana cara ekstraksi gas mulia (Helium dan Xenon)? Sifat dari gas mulia adalah tidak reaktif, hal ini menyebabkan gas mulia ditemukan di alam sebagai atom tunggal atau monoatomik. Sumber utama gas mulia adalah udara, kecuali untuk He dan Rn. He lebih banyak ditemukan di gas alam, sementara Rn berasal dari peluruhan panjang unsur radioaktif unsur uranium dan peluruhan langsung radium. Jumlahnya yang sangat sedikit di atmosfer atau di udara membuat gas mulia disebut juga dengan gas jarang (Anonymous3, 2012).

Ekstraksi gas mulia umumnya menggunakan pemisahan secara fisis. Perkecualian adalah radon yang diperoleh dari peluruhan unsur radioaktif (Anonymous3, 2012). 1. Ekstraksi He dari gas alam Gas alam mengandung hidrokarbon dan zat seperti CO2, uap air, He, dan pengotor lainnya. Untuk mengekstraksi He dari gas alam, digunakan proses pengembunan (liquefaction). Pada tahap awal, CO2 dan uap air terlebih dahulu dipisahkan (Hal ini karena pada proses pengembunan, CO2 dan uap air dapat membentuk padatan yang menyebabkan penyumbatan pipa). Kemudian, gas alam diembunkan pada suhu di bawah suhu pengembunan hidrokarbon tetapi di atas suhu pengembunan He. Dengan demikian, diperoleh produk berupa campuran gas yang mengandung 50% He, N2, dan pengotor lainnya. Selanjutnya, He dimurnikan dengan proses antara lain: Proses kriogenik (kriogenik artinya menghasilkan dingin). Campuran gas diberi tekanan, lalu didinginkan dengan cepat agar N2 mengembun sehingga dapat dipisahkan, sisa campuran dilewatkan melalui arang teraktivasi yang akan menyerap pengotor sehingga diperoleh He yang sangat murni. Proses adsorpsi. Campuran gas dilewatkan melalui bahan penyerap (adsorbent bed) yang secara selektif menyerap pengotor. Proses ini menghasilkan He dengan kemurnian 99,997% atau lebih. 2. Ekstraksi He, Ne, Ar, Kr, dan Xe dari udara Proses yang digunakan disebut teknologi pemisahan udara. Pada tahap awal, CO2 dan uap air dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian, udara diembunkan dengan pemberian tekanan 200 atm diikuti pendinginan cepat. Sebagian besar udara akan membentuk fase cair dengan kandungan gas yang lebih banyak, yakni 60% gas mulia (Ar, Kr, Xe) dan sisanya 30% dan 10% N2. Sisa udara yang mengandung He dan Ne tidak mengembun karena titik didih kedua gas tersebut sangat rendah. Selanjutnya, Ar, Kr, dan Xe dalam udara cair dipisahkan menggunakan proses, antara lain: Proses adsorpsi. Pertama, O2 dam N2 dipisahkan terlebih dahulu menggunakan reaksi kimia. O2 direaksikan dengan Cu panas. Lalu N2 direaksikan dengan Mg. sisa campuran (A, Xe, dan Kr) kemudian akan diadsorpsi oleh arang teraktivasi. Sewaktu arang dipanaskan perlahan, pada kisaran suhu tertentu setiap gas akan terdesorpsi atau

keluar dari arang. Air diperoleh pada suhu sekitar -80 , sementara Kr dan Xe pada suhu yang lebih tinggi.

Proses distilasi fraksional menggunakan kolom distilasi fraksional bertekanan tinggi. Prinsip pemisahan adalah perbedaan titik didih zat. Karena titik didih N2 paling rendah, maka N2 terlebih dahulu dipisahkan. Selanjutnya, Ar dan O2 dipisahkan. Fraksi berkadar 10% Air ini lalu dilewatkan melalui kolom distilasi terpisah dimana diperoleh Ar dengan kemurinian 98% (Ar dengan kemurnian 99,9995% masih dapat diperoleh dengan proses lebih lanjut). Sisa gas, yakni Xe dan Kr, dipisahkan pada tahapan distilasi selanjutnya.

3.2 Bagaimana Proses pemisahan gas Helium dan Xenon dari campuran gas mulia lainnya dengan menggunakan proses DEWAR dan dengan menggunakan pesawat Claude? Helium dapat diperoleh dengan memisahkan campuran senyawa gas mulia yang ada di udara. Helium terjadi dalam mineral radioaktif seperti pitchblende, clevitetc, dimana zat itu dibentuk oleh proses pemecahan alpha () dari radioisotop. He terbentuk dari peruraian beta () dari tritium. He juga terbentuk oleh bombardemen 2H oleh sinar kosmis. 2H(d, n)3He dan dalam beberapa hal dapat terbentuk sampai 7 persen. He dapat di pisahkan dari udara dengan cara : 1. Destilasi Berfraksi Udara Udara dipisahkan secara berfraksi menjadi tiga bagian utama: nitrogen, fraksi tengah, dan oksigen. Kebanyakan argon diperoleh di fraksi tengah neon (titik didih 27 K) menguap dengan N2 (titik didih 77 K) dan Xe serta Kr masuk di fraksi O2 yang mendidih pada suhu yang lebih tinggi (titik didih 90 K). Fraksionasi dilakukan dalam pesawat CLAUDE (Gambar 1). Udara yang dingin dan dimampatkan memasuki ruangan dari bawah dan merayap ke atas melalui tube yang berisi O2 cair. Kondensasi melalui rektifeir R2 menghasilkan fraksi yang lebih kaya akan O2 (O2:N2 = 1:1). Kemudian dipompa ke bagian tengah rektifeir R1, berjumpa dengan udara yang masuk yang mengkondensasikan lebih banyak O2 yang kemudian dipompa. Cairan N2 diperoleh dengan memompa bagian atas ruangan, ketika sisa O2 megkondensasi, N2 terlepas dari puncak.

Gambar 1 Pesawat CLAUDE untuk destilasi berfraksi udara (Sugiarto, 1997) Gas-gas mulia diperoleh secara berikut ini. Neon diperoleh dengan mengkondensasikan N2 (dari fraksi di atas) dan kemudian dialirkan melalui norit (arang aktif) atau CaC2 untuk menghilangkan sisa N2 darinya. Fraksi tengah difraksinasi lagi untuk memperoleh 80% Ar (+O2). Gas ini tercampur dengan H2 dan dipancari arus listrik, kelebihan H2 dihilangkan dengan mengalirkan melalui CuO panas. Dengan memanasi gas melalui P4O10 atau H2SO4 diperoleh argon murni (Sugiarto, 1997). Xenon dan Kripton tetap terlarut dalam O2 dan dipisahkan dengan fraksionasi, atau lebih baik dengan adsorbsi selektif memakai arang (Sugiarto, 1997) Selain itu, dapat juga dilakukan dengan proses DEWAR (metode Adsorbsi dan Desorbsi), dengan menggunakan arang batok kelapa yang akan mengadsorbsi Ar, Kr, dan Xe pada 173 K, dan Ne pada 95 K. Jika dikenakan langsung dengan arang lainnya pada 77 K, Argon menyebar ke dalam potongan-potongan yang baru, meninggalkan Xe dan Kr pada tempat pertama. Kr dapat diadsorbsi suhu hidrogen cair ketika neon menjadi padat meninggalkan helium. Dimana skema dapat dilihat pada gambar 2 (Sugiarto, 1997).

Gambar 2. Skema Pemisahan Gas Mulia dengan Proses DEWAR (Sugiarto, 1997) 3.3 Bagaimana prinsip xenon untuk menghasilkan cahaya dalam lampu xenon atau HID (High Intensity Discharge)? Lampu H.I.D (High Intensity Discharge) atau yang biasa disebut lampu xenon (karena berisi gas Xenon) secara harfiah adalah suatu bola lampu yang dikhususkan diciptakan untuk menghasilkan cahaya dengan tingkat intensitas tinggi. Teorinya, bola lampu khusus tersebut

diisi dengan gas Xenon bertekanan tinggi yang pada saat dialiri listrik menyebabkan molekul gas Xenon berionisasi diantara 2 elektroda utamanya sehingga menghasilkan intensitas cahaya yang sangat terang. Untuk menyalakan sebuah lampu H.I.D diperlukan Ballast yang berfungsi menyuplai voltase awal (23000 Volt) dan juga berfungsi memberi daya selama pemakaian (Zulkifli, 2012). Lampu xenon atau yang biasa disebut HID (High Intensity Discharge) memiliki prinsip kerja yang sangat berbeda dengan halogen biasa.

Lampu Halogen (Anonymous5, 2012) Pada lampu halogen biasa, (1)Terlihat gas halogen diantara gas-gas lainnya dalam lampu halogen. Secara kimia, gas halogen (butir merah) akan bereaksi dengan uap tungsten(butir hitam) yang kemudian menghasilkan halida tungsten. (2)Pada saat filamen tungsten membara, tungsten akan menguap. (3) Gas halogen mengikat uap tungsten tadi menjadi tungsten halida. Ketika halida tersebut menyentuh tungsten filamen yang sedang membara, senyawa tersebut kembali terpecah dimana gas halogen kembali terlepas sementara tungsten kembali melekat pada filamen. (4) Siklus ini berulang terus menerus yang menghasilkan cahaya lampu yang stabil dan umur lampu yang panjang (Anonymous5, 2012) Pada halogen biasa, sinar lampu didapat dari pemanasan filamen, tetapi pada lampu HID tidak ada filament, yang ada hanyalah bohlam yang berisi gas xenon dan dua kutub di kedua ujungnya. Pada lampu HID atau lampu xenon yang terdiri dari tabung atau kapsul yang menyala (disebut juga tabung pijar atau pembakar) terdapat dua elektroda yang berdekatan. Bila dialiri listrik tegangan tinggi, di celah elektroda akan menimbulkan loncatan bunga api yang selanjutnya membuat gas xenon di sekitar elektroda menyala atau menjadi terang. Kedua elektroda disambungkan ke balast yang terdiri dari sirkuit tegangan tinggi berupa komponen elektronik seperti kapasitor, transistor dan resistor. Balast juga berfungsi sebagai pusat pengontrol lampu, menyalakannya dan mengatur energi yang mengalir ke kabel

pijar. Komponen tambahan lain adalah inverter, yang mengubah arus seareah (DC) menjadi bolak-balik (AC) (Zulkifli, 2012).

Lampu Xenon HID (Anonymous, 2011) 3.4 Bagaimana peran Helium dalam Reaktor Nuklir dan bagaimana proses pemurniannya? Gas helium sangat tepat dijadikan sebagai fluida pendingin untuk transfer panas pada pada reaktor dengan suhu sangat tinggi (untuk HTGR, VHTR dan jenis gascool reactor lainnya sampai sekitar 950oC).

Skema Kerja Reaktor Nuklir (Supriatna, 2008) Hal ini disebabkan karena karakteristik dari gas helium sebagai gas ideal / gas inert, tidak mengalami perubahan sifat fisik maupun kimia pada suhu relatif sangat tinggi, tidak

bereaksi dengan gas / zat lainnya, efektif untuk keperluan heat transfer dan

mudah

dimampatkan sampai di atas 5 MPa atau lebih. Karakteristik gas helium bisa bertahan seperti ini jika kemurniannya (purity) bisa dijaga dengan baik. Selain itu, penggunaan gas helium sebagai pendingin juga di karenakan konduktifitas termalnya yang sangat tinggi (Supriatna, 2008). Kemurnian dari gas helium dapat dirusak dengan adanya unsur-unsur gas pengotor yang muncul dari akibat kebocoran orde mikro pada sistem shield antar sambungan pipa pendingin, sehingga gas pengotor (impurity gas) memungkinkan masuk ke dalam sistem pendingin. Gas N2 dan O2 yang terperangkap dalam sistem pendingin helium dengan suhu sangat tinggi akan membentuk gas NOx. Gas pengotor ini akan menurunkan efisiensi heat transfer dari sistem pendingin helium. Gas O2 yang terperangkap masuk kedalam bejana reaktor, ketika mengenai balok balok grafit yang dijadikan moderator, pada suhu sangat tinggi akan terjadi reaksi pembentukan gas COx, dan hal ini akan menimbulkan kerapuhan pada permukaan balok grafit, bahkan jika gas O2 yang mengenai balok grafit ini menghunjam tajam akan menimbulkan keretakan pada balok grafit (Supriatna, 2008). Pada dasarnya pengotor pendingin primer terdiri dari partikel padat berukuran kecil dan gas pengotor hasil interaksi berantai antara udara dan grafit yaitu H2, H2O, CH4, CO, CO2, N2 dan O2. Ukuran molekul gas pengotor ini sebagian besar hampir mendekati ukuran molekul gas helium sehingga pemisahannya perlu dilakukan menggunakan metode yang tepat (Supriatna, 2008). Tahap awal pada proses pemurnian adalah proses filtrasi yaitu pemisahan terhadap pengotor padat berupa debu grafit/partikulat logam yang diperkirakan mempunyai ukuran diatas 1 mikron. Debu-debu ini berasal dari erosi grafit bahan bakar yang saling bergesekan, tumbukan gas helium tekanan tinggi dengan dinding reaktor dan reflektor grafit. Pengotor debu/partikulat dilewatkan menggunakan filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) yang mempunyai diameter pori-pori 1 m sehingga diharapkan gas pengotor dan helium akan lolos sedangkan debu/partikulat akan tertahan pada filter. Filter HEPA terbuat dari serat-serat borosilikat yang disusun secara acak membentuk lembaran berpori (Supriatna, dkk., 2011).

Gambar 3. Skema Pemurnian (Supriatna, dkk., 2011). Tahap kedua melalui proses oksidasi, setelah lolos dari HEPA filter, gas pengotor dipisahkan dengan proses oksidasi terhadap gas CO dan H2 menggunakan Tembaga oksida pada kondisi suhu dan tekanan tinggi tetapi dibawah kondisi operasi pendingin. Pada tahap ini gas H2 dan CO akan dioksidasi menghasilkan H2O dan CO2. Reaksi oksidasi terjadi sebagai berikut :

Untuk tahap selanjutnya, H2O yang terbentuk masih dalam keadaan uap lalu didinginkan sampai suhu kondensasi sehingga akan terbentuk kondensat air. Tidak semua gas pengotor CO dan H2 yang teroksidasi dalam Tembaga oksida maka sisa gas CO dan H2 dilewatkan kedalam penyaring molekul (molecular sieve) tipe 5A. Dengan demikian pada tahap ini telah dipisahkan tiga macam molekul gas pengotor dalam helium. Sisa gas pengotor yang terdiri dari N2, O2, dapat dipisahkan dengan menggunakan metode adsorpsi menggunakan media karbon aktif pada kondisi cryogenic (-180oC) dalam nitrogen cair. Karbon aktif mempunyai struktur berongga yang telah mengalami perlakuan sehingga membentuk luas permukaan yang tinggi 1100 m2/g. Pada kondisi cryogenic dan luas permukaan yang tinggi maka molekul N2 dan O2 akan terserap dan mengalami kondisi pendinginan dan mencair sehingga hanya helium yang melewati karbon aktif (Supriatna, dkk., 2011). Dengan demikian produk akhir proses pemurnian diharapkan hanya mengandung helium dengan toleransi kadar yang diperbolehkan untuk gas pengotor seperti tercantum pada Tabel 1. Untuk mendeteksi kemurnian helium dapat dilakukan menggunakan kromatografi gas yang dilengkapi dengan kolom yang bersifat non polar (Supriatna, dkk., 2011).

Tabel 1. Persyaratan Pengotor (Supriatna, dkk., 2011). 3.5 Pertanyaan 5

DAFTAR PUSTAKA Anonymous1, 2012, 2012 Anonymous2, 2012, Kimia Anorganik Gas Mulia, http://pratamalex.blogspot.com/ 2012/01/gasmulia.html, Diakses pada tanggal 26 Mei 2012 Anonymous3, 2012, Gas Mulia, http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd= Bahan %20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=369&uniq=all, Diakses pada tanggal 26 Mei 2012 Ibrahim, 2009, Makalah Gas Mulia, http://cool41m.blogspot.com/2009/11/makalah-gasDefinisi, Sejarah dan Sifat Gas Mulia, http://chemiscihuy.

wordpress.com/2009/11/05/definisi-sejarah-dan-sifat-gas-mulia/, Diakses pada tanggal 26 Mei

mulia.html, Diakses pada tanggal 26 Mei 2012 Pangganti, Esdi, 2011, Unsur-unsur Golongan Utama, http://esdikimia.wordpress.com/ 2011/10/25/unsur-unsur-golongan-utama/, Diakses pada tanggal 26 Mei 2012 Permana, Y., 2009, Gas Mulia,

http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0700094/gas%20mulia%201.html, diakses pada tanggal 30 mei 2012. Sugiarto, B., 1997, Kimia Anorganik, Unipres IKIP Surabaya, Surabaya. Zulkifli, B. J., 2012, Lampu Xenon atau HID, http://otomotif.kompas .com/read/Lampu.Xenon. atau.HID.Bagian.2 Akhyar, H., 2010, golongan gas mulia dan halogen,

http://www.scribd.com/doc/81024492/8407767-Kimia-Unsur, diakses tanggal 27 Mei 2012. Anonymous4, 2012, Xenon (Xe), http://gasmulia.freevar.com/xenon.htm, diakses tanggal 27 Mei 2012. Anonymous5, 2012, Lampu Halogen, http :// www.lampu-halogen.google.gambar.co.id, diakses pada tanggal 30 mei 2012. Supriatna, P., 2008, Konsep Rancangan Sistem Pemurnian Gas Pendingin Primer pada High Temperature Reactor (HTR), Seminar Nasional IV, SDM Teknologi Nuklir , Yogyakarta.

Supriatna, P., Itjeu Karliana dan Ign Djoko Irianto, 2011, Konsep Awal Model Pemisahan Gas Pengotor Pndingin Primer RGTT, Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai