Anda di halaman 1dari 13

TUGAS Tanggal Pemberian Tugas Tanggal Masuk Tugas : 13 Maret 2012 : 20 Maret 2012

TUGAS IRIGASI DAN BANGUNAN AIR PERBEDAAN COCOK TANAM TIAP DAERAH

ANDI ILMI HANIF D11110013

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

SENI DALAM BERCOCOK TANAM Tidak semua tanaman dapat begitu saja ditanam campur dengan tanaman lainnya. Kemampuan memahami sifat tanaman, sifat hubungan terhadap tanaman, pergiliran tanaman, musim, jenis tanaman sekitar yang sudah ada harus dipertimbangkan dahulu sebelum akhirnya dikembangkan dalam sebuah seni tanam. Prinsip yang sangat mendasar dalam pertanian organik adalah keseimbangan alam. Keseimbangan ini dapat tercapai hanya dalam kondisi lahan/kawasan yang beranekaragam jenis tanaman. Bagaimana menciptakan kondisi tersebut dalam lingkungan pertanian (agroekosistem)/kebun budidaya? Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah dengan merancang kombinasi tanaman. Dalam merancang harus dipertimbangkan faktor-faktor seperti sifat tanaman, musim, pergiliran dan lain sebagainya. Mengapa? Karena faktorfaktor tersebut menentukan pertumbuhan tanaman. Ketika melibatkan seluruh pikiran, hati dan insting untuk mendapatkan kombinasi yang tepat, petani tidak dapat menghafal saja, namun lebih pada mengerti seluruh faktor yang ada (kenyataan). Disinilah seninya berkebun organik! Karena untuk mengambil keputusan mengenai kombinasi tanaman yang tepat dibutuhkan naluri dan kreasi yang tinggi agar nilai artistik lebih menonjol namun dengan tetap menjaga produktifitas tanaman yang optimal. Seni tanaman campuran ini akan mencapai puncaknya ketika kita sudah sangat ahli dalam merancang kombinasi dengan metode relay cropping atau tanam sisipan dengan berbagai jenis tanaman termasuk tanaman pupuk hijau (semisal crotalaria sp.) karena tanaman sisipan sangat efisien dan efektif sehingga sekaligus dapat menciptakan keanekaragaman tanaman yang mendekati ideal. Dari sinilah seni bertani akan berkembang, karena petani tidak menghafal melainkan melibatkan seluruh pikiran, perasaan dan intuitifnya.

LINGKUNGAN DAN BANGUNAN PERTANIAN Pengertian dan definisi dari bangunan pertanian secara fisik adalah semua bangunan dengan berbagai macam tipe dan strukturnya, yang digunakan untuk proses produksi di bidang pertanian dalam arti luas, meliputi bangunan untuk produksi tanaman pertanian (rumah kaca, hidroponik, dan sebagainya), produksi ternak (kandang dan sebagainya), bangunan untuk penyimpanan dan penanganan pasca panen (gudang dan sebagainya), bangunan untuk menyimpan alat dan mesin pertanian, perbengkelan, serta bangunan pertanian lainnya. Dalam suatu bangunan pertanian, perlu diperhatikan aspek-aspek lingkungan mikro dan pengendaliannya yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi dari bangunan tersebut sesuai dengan tujuan dibangunnya. Aspek lingkungan tersebut meliputi temperatur, kelembapan, cahaya, kualitas dan aliran udara, bau, hama dan penyakit, dan sebagainya yang memengaruhi kenyamanan, produktivitas, dan kualitas dan masa simpan suatu produk hasil pertanian. Dari sudut pandang keteknikan, lingkungan dapat dikendalikan secara tertutup.

LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN Elemen lingkungan yang memengaruhi produktivitas tanaman adalah temperatur, kelembapan relatif, intensitas cahaya, angin, polutan, konsentrasi CO2, serta pH, kadar nutrisi, dan kadar air media tanam. Media tanam yang digunakan bervariasi, ditentukan oleh praktik menanam yang digunakan. Penanaman dengan cara hidroponik tentu saja memerlukan penanganan pH, nutrisi, dan kadar air media tanam yang berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan media tanah, sehingga penanganan lingkungan mikro akan sedikit berbeda. Penanganan faktor lingkungan dalam rumah kaca juga berbeda jika dibandingkan dengan penanganan lingkungan mikro tanaman dalam ruangan terbuka, mengingat bahwa dalam rumah kaca intensitas panas dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dan struktur bangunan.
Cahaya

Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling penting bagi tanaman karena merupakan sumber energi bagi fotosintesis tanaman. Cahaya yang paling penting bagi tanaman adalah cahaya tampak, yang memiliki panjang gelombang antara 390-700 nm. Mengendalikan intensitas cahaya agar optimum bagi tanaman merupakan hal yang sulit. Rekayasa lingkungan untuk mendapatkan kondisi cahaya yang sesuai dapat dilakukan dengan sistem perlampuan. Hal ini umum dilakukan jika intensitas cahaya alami yang tersedia kurang atau tidak ada. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua tanaman pertanian menyukai intensitas cahaya tinggi, ada tanaman pertanian yang tumbuh subur dengan naungan, atau tanaman pertanian dinaungi untuk tujuan tertentu (misal pohon teh untuk membuat teh putih atau tembakau untuk mendapatkan daun yang lebar dan tipis). Selain intensitas, durasi ketersediaan cahaya juga merupakan hal yang penting. Sebagian tipe tanaman dipengaruhi oleh lamanya penyinaran agar berbunga atau menghasilkan hasil yang baik, namun ada juga yang tidak; misalnya, anggrek cattleya tidak akan berbunga jika lamanya penyinaran melebihi 15 jam sehari, bit gula tidak akan menghasilkan gula yang banyak jika tidak mendapatkan cahaya lebih dari 8 jam sehari, dan tomat tidak dipengaruhi lamanya penyinaran. Fenomena ini disebut fotoperiodisme.
Temperatur

Temperatur merupakan salah satu parameter lingkungan yang sangat penting bagi tumbuhan. Temperatur di sekitar tanaman, baik temperatur udara, air, ataupun tanah, dipengaruhi oleh banyak hal seperti durasi dan intensitas radiasi matahari, laju pindah panas, laju transpirasi dan evaporasi, dan aktivitas biologis di sekitar tanaman. Mudah mengukur temperatur udara di sekitar tanaman, namun sulit mengukur temperatur tanaman itu sendiri. Biasanya temperatur daun digunakan sebagai data yang mewakili karena permukaan daun yang luas serta kegunaan daun sebagai organ transpirasi menjadikannya tolok ukur pengukuran temperatur tanaman. Selain itu, temperatur tanah juga digunakan untuk mengukur temperatur organ perakaran tanaman.

Hubungan antara temperatur udara dan pertumbuhan tanaman sangat kompleks, namun pada umumnya memengaruhi kinerja enzim tanaman dan aktivitas air. Tanaman, selayaknya makhluk hidup lain di bumi ini, kehidupannnya dikendalikan oleh aktivitas enzim di dalam maupun di luar sel. Jika temperatur terlalu dingin, sel tidak akan aktif dan cenderung dorman, sedangkan ketika temperatur terlalu tinggi, enzim perlahan-lahan akan mengalami pengurangan aktivitas hingga akhirnya mati. Jika tidak ada aktivitas enzim, kehidupan tidak akan berlangsung dengan baik. Selain itu, temperatur yang tinggi juga akan menyebabkan laju transpirasi meningkat melebihi penyerapan air oleh akar sehingga sel tanaman akan mengering dan mati. Temperatur bersama-sama dengan kelembapan udara adalah yang paling memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit tanaman.
Kelembapan udara relatif

Kelembapan udara relatif (atau RH, Relative Humidity), adalah rasio antara tekanan uap air aktual pada temperatur tertentu dengan tekanan uap air jenuh pada temperatur tersebut. Pengertian lain dari RH adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung dalam udara pada suatu waktu tertentu dengan jumlah uap air maksimal yang dapat ditampung oleh udara tersebut pada tekanan dan temperatur yang sama. Dalam konteks budidaya tanaman, kelembapan udara dipengaruhi dan memengaruhi laju transpirasi tanaman. Tingginya laju transpirasi akan meningkatkan laju penyerapan air oleh akar hingga pada batas tertentu, namun jika terlalu tinggi melampaui laju penyerapan dan terjadi secara terus menerus akan menyebabkan tanaman mengering. Kelembapan udara, bersama dengan temperatur paling banyak memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit tanaman.
Kadar karbon dioksida di udara

Karbon dioksida adalah gas yang diperlukan oleh tanaman sebagai bahan dasar berlangsungnya fotosintesis. Tanpa Karbon dioksida, tanaman tidak akan menghasilkan hasil pertanian karena karbon dioksida bersama air dan cahaya matahari merupakan bahan dasar proses pembentukan hasil-hasil pertanian melalui fotosintesis tanaman.
Kecepatan angin

Yang dimaksud dengan kecepatan angin dalam hal ini adalah besarannya dan tidak bergantung pada arah. Angin memengaruhi laju transpirasi, laju evaporasi, dan ketersediaan karbon dioksida di udara. Tanaman akan mengalami kemudahan dalam mengambil karbon dioksida di udara pada kecepatan udara antara 0,1 hingga 0,25 m/s. American Society of Agricultural Engineering merekomendasikan kecepatan angin dalam budidaya tanaman tidak melebihi 1 m/s. Pengendalian kecepatan angin dapat dilakukan jika budidaya dilakukan dalam greenhouse dengan ventilasi yang tidak terlalu terbuka serta dinding yang kedap udara.

Polutan

Polutan adalah segala sesuatu yang mencemari lingkungan. Polutan yang memengaruhi pertumbuhan tanaman dapat berupa polutan udara, tanah, maupun air ketika dilakukan irigasi. Kerusakan tanaman dapat terjadi ketika udara di sekitar tanaman mengandung amonia dalam kadar 8-40 ppm atau SO2 sebesar 1 ppm. Merkuri, baik dalam bentuk uap, polutan air, maupun dalam tanah, dapat menyebabkan akumulasi merkuri pada hasil pertanian. Keberadaan gas etilena dapat mencegah terbentuknya kuncup bunga.
Zona perakaran

Zona perakaran merupakan tempat berdirinya tanaman dan sekaligus berfungsi sebagai media tumbuh tanaman. Lingkungan perakaran juga menjadi sumber air dan tempat tersimpannya nutrisi tanaman sebelum diserap oleh tanaman. Zona perakaran juga merupakan tempat berlangsungnya difusi oksigen ke akar. Zona perakaran tidak hanya berupa media tanah; penanaman secara hidroponik memungkinkan tanaman ditanam di media non tanah. Media tersebut antara lain sabut kelapa, arang, vermiculite, rockwool, perlite, air, dan sebagainya. Bahkan tanaman yang ditanam secara aeroponik tidak memerlukan media tanam apapun; akar langsung terekspos oleh udara.

Perubahan Iklim dan Adaptasi Penduduk Lokal


Pengetahuan iklim Pada masa silam, dalam bercocok tanam padi di ladang (huma) ataupun sawah, petani di Tatar Sunda berlandasan kuat pada pengetahuan ekologi tradisional, seperti tentang iklim. Pada umumnya iklim dikenal dalam tiga tingkatan, yaitu iklim tahunan, bulanan dan harian. Iklim tahunan dibedakan menjadi dua kategori utama, yakni musim hujan (usum hujan atau usum ngijih) dan musim kemarau (usum halodo). Sementara itu, siklus iklim dalam setahun disusun dalam 12 mangsa, yaitu kasa, karo, katiga, kapat (sapar), kalima, kanem, kapitu, kadalapan, kasanga (kasalapan), kadasa (kasapupuluh), desta (hapit lemah), dan sada (hapit kayu). Selain itu, dikenal pula variasi iklim harian, yaitu pada waktu siang (beurang) dan malam (peuting). Dalam pranata mangsa, tiap mangsa menggambarkan pengetahuan penduduk tentang karakteristik kondisi variasi iklim, seperti keadaan angin, temperatur udara, kelembaban, curah hujan, dan berbagai indikator di alam. Mangsa kasa berupa musim kemarau, misalnya, ditandai dengan kondisi iklim harian, seperti suhu udara siang hari yang sangat panas dan malam hari yang sangat dingin, serta daun beberapa tumbuhan berguguran. Pada masyarakat Baduy, bulan kasa merupakan masa panen huma serang dan dilakukan upacara kawalu kahiji (Iskandar, 2007:117). Adapun bagi petani sawah, bulan kasa merupakan panen padi musim garapan utama. Petani di Tatar Sunda juga sangat menyadari bahwa keberhasilan bercocok tanam padi di huma atau sawah sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti variasi iklim. Karena itu, untuk tanam padi, petani memilih waktu yang sangat tepat. Sebab, kegagalan mereka menentukan waktu yang tepat untuk tanam padi dapat menyebabkan kegagalan panen. Guna menentukan masa yang tepat untuk tanam padi tersebut, dipakai berbagai indikator alam, seperti kontelasi bintang di langit, seperti bintang wuluku atau bintang kidang (The Belt of Orion) dan bintang kartika (The Pleiades). Pada masa silam, di awal penggarapan sawah di Tatar Sunda senantiasa diadakan upacara mitembeyan oleh segenap warga desa. Upacara tersebut merupakan pertanda bahwa warga telah menyepakati waktu yang sesuai untuk bercocok tanam padi, antara lain dengan didasarkan pada hasil indikasi rasi bintang wuluku (Mustapa [1913] 1996, 86-87). Maka, kekompakan petani dalam menentukan waktu tanam padi memberikan keuntungan ekologis, seperti dapat mengendalikan hama dan mengatur kecukupan air irigasi dari kawasan hulu hingga hilir (bandingkan dengan Lansing, 1991).

Pengetahuan varietas padi Selain memiliki pengetahuan tentang iklim, petani di Tatar Sunda pada masa silam juga memiliki pengetahuan tentang varietas padi lokal. Contohnya, berdasarkan klasifikasi petani (folk classification), varietas padi dibedakan menjadi pare ketan dan non-ketan. Lantas, berbagai varietas padi tersebut dapat dibedakan pula menurut sifat ekologis, bentuk morfologi, dan cita rasa (kuliner). Menurut sifat ekologis, dikenal sejumlah varietas padi lokal, seperti padi tahan kering (pare huma atau gogo), padi tahan genangan air (pare ranca), padi dataran tinggi dengan umur panjang (pare leuir), dan padi dataran rendah dengan umur pendek (pare hawara). Menurut morfologinya, dikenal varietas padi berbulu (pare bulu) dan padi tidak berbulu (pare leger atau gundil); biji padi gede, sedengan, leutik, buleud, pondok, panjang, dan sedengan; dengan warna beras (beas) bodas, beureum, hideung, dan lain-lain. Sementara itu, berdasarkan kuliner, dikenal nasi liket rasa lezat dan beraroma (pulen) serta nasi tidak liket (bear) dengan rasa kurang lezat. Sebelum diintroduksi varietas padi unggul berumur genjah, nonfotosensitif, melalui program revolusi hijau, petani di Tatar Sunda memiliki kemampuan bercocok tanam padi secara mandiri dengan daya lenting tinggi dan berkelanjutan. Pada umumnya sistem pertanian tersebut berbasis pengetahuan ekologi tradisional mendalam serta terkait erat dengan sistem sosial ekonomi budaya. Dalam upaya mengadaptasikan faktor lingkungan lokal yang beragam dan kompleks, seperti variasi iklim, petani biasanya menanam aneka varietas padi yang memiliki sifat fotosensitif dengan masa berbunga menurut panjang hari (musim). Penentuan waktu tanam berpedoman pada pranata mangsa, yaitu pada mangsa kapat dan kalima. Pada saat tersebut air berkecukupan dan populasi hama padi rendah. Ketika populasi hama padi meningkat, padi telah dipanen. Jadi, keterlambatan panen dapat menyebabkan kegagalan panen akibat hama atau pengaruh iklim. Sementara itu, setelah panen padi, untuk bertanam padi pada periode penanaman berikutnya, petani menunggu hujan turun kembali. Pada saat itu lahan diistirihatkan sehingga kesuburan tanah dapat pulih karena terjadi penguraian unsur-unsur hara dari sisa jerami dan aktivitas berbagai jasad renik yang dapat pengikat nitrogen. Umumnya produksi varietas padi lokal relatif lebih rendah dibandingkan dengan varietas padi unggul genjah. Akan tetapi, varietas padi lokal memiliki keunggulan lain, seperti memiliki adaptasi baik terhadap variasi lingkungan lokal, sifat kuliner enak dan lezat, serta penyediaan dan konservasi benih dapat diupayakan petani secara mandiri. Maka, pengetahuan ekologi tradisional tentang adaptasi penduduk terhadap lingkungan yang cukup baik tersebut seyogianya dapat diberdayakan dalam upaya swasembada pangan dan menghadapi perubahan iklim global yang kian tidak menentu. JOHAN ISKANDAR Dosen Etnobiologi dan Peneliti PPSDAL-LPPM Unpad

Perubahan iklim telah melanda dan dirasakan secara global oleh komunitas lokal di berbagai kawasan dunia secara lintas budaya (Crate dan Nutall, 2009:9). Kecenderungan perubahan iklim tersebut dirasakan pula di Indonesia. Sejak tahun 1990-an, misalnya, berbagai kawasan di Indonesia kian sering dilanda kekeringan. Akibatnya, tiap terjadi kekeringan, ratusan hektar sawah di Pulau Jawa mengalami gagal panen atau puso (Iskandar, 2007:121). Bahkan diperkirakan pada masa-masa mendatang gejala perubahan iklim global tersebut akan kian serius melanda berbagai kawasan dunia. Karena itu, pengetahuan ekologi tradisional dari komunitas lokal di Indonesia untuk upaya adaptasi terhadap perubahan iklim perlu dikaji dan diberdayakan secara saksama. Pengetahuan iklim Pada masa silam, dalam bercocok tanam padi di ladang (huma) ataupun sawah, petani di Tatar Sunda berlandasan kuat pada pengetahuan ekologi tradisional, seperti tentang iklim. Pada umumnya iklim dikenal dalam tiga tingkatan, yaitu iklim tahunan, bulanan dan harian. Iklim tahunan dibedakan menjadi dua kategori utama, yakni musim hujan (usum hujan atau usum ngijih) dan musim kemarau (usum halodo). Sementara itu, siklus iklim dalam setahun disusun dalam 12 mangsa, yaitu kasa, karo, katiga, kapat (sapar), kalima, kanem, kapitu, kadalapan, kasanga (kasalapan), kadasa (kasapupuluh), desta (hapit lemah), dan sada (hapit kayu). Selain itu, dikenal pula variasi iklim harian, yaitu pada waktu siang (beurang) dan malam (peuting). Dalam pranata mangsa, tiap mangsa menggambarkan pengetahuan penduduk tentang karakteristik kondisi variasi iklim, seperti keadaan angin, temperatur udara, kelembaban, curah hujan, dan berbagai indikator di alam. Mangsa kasa berupa musim kemarau, misalnya, ditandai dengan kondisi iklim harian, seperti suhu udara siang hari yang sangat panas dan malam hari yang sangat dingin, serta daun beberapa tumbuhan berguguran. Pada masyarakat Baduy, bulan kasa merupakan masa panen huma serang dan dilakukan upacara kawalu kahiji (Iskandar, 2007:117). Adapun bagi petani sawah, bulan kasa merupakan panen padi musim garapan utama. Petani di Tatar Sunda juga sangat menyadari bahwa keberhasilan bercocok tanam padi di huma atau sawah sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti variasi iklim. Karena itu, untuk tanam padi, petani memilih waktu yang sangat tepat. Sebab, kegagalan mereka menentukan waktu yang tepat untuk tanam padi dapat menyebabkan kegagalan panen. Guna menentukan masa yang tepat untuk tanam padi tersebut, dipakai berbagai indikator alam, seperti kontelasi bintang di langit, seperti bintang wuluku atau bintang kidang (The Belt of Orion) dan bintang kartika (The Pleiades). Pada masa silam, di awal penggarapan sawah di Tatar Sunda senantiasa diadakan upacara mitembeyan oleh segenap warga desa. Upacara tersebut merupakan pertanda bahwa warga telah menyepakati waktu yang sesuai untuk bercocok tanam padi, antara lain dengan didasarkan pada hasil indikasi rasi bintang wuluku (Mustapa [1913] 1996, 86-87).

Maka, kekompakan petani dalam menentukan waktu tanam padi memberikan keuntungan ekologis, seperti dapat mengendalikan hama dan mengatur kecukupan air irigasi dari kawasan hulu hingga hilir (bandingkan dengan Lansing, 1991).

Dengan memahami dasar berccocok tanam maka di harapkan petani dan pengusaha Indonesia dapat memaksimalkan hasil pertaniannya untuk mendukung negara.

Dasar kesehatan dan kwlitas tanah Permasalahan kesuburan tanah khususnya dalam hubungannya dengan kesehatan dan kwalitas tanah di jabarkan dalam beberapa aspek antara lain tanah untuk kehidupan, pertumbuhan tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah, Reaksi tanah dan pengapuran, Nitrogen unsur hara sangat mobil, Fosfor unsur hara yang mudah terfiksasi tanah, kalium unsur hara kwalitas, Unsur hara sekunder, unsur hara miko dan fungsinya, analisa tanah, tanaman dan kesuburan tanah, kwalitas tanah untuk pengelolahan tanah secara berkelanjutan.

Pengantar agronomi Ilmu agronomi merupakan ilmu yang mempelajari cara pengelolahan tanaman pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh produksi maksimum. Hal yang menjadi cakupannya adalah energi dan produksi pertanian, pangan dan kebutuhan manusia, Asal usul dan klasifikasi tanaman, struktur dan fungsi tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, faktor lingkungan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan memahami ini semua, maka di harapkan dapat memaksimalkan produksi pertanian dan perkebunan di indonesia.

Dasar-Dasar fisiologi tumbuhan Fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang biologi yang mempelajari tentang proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan tumbuhan tersebut dapat hidup. Laju proses metabolisme ini di pengaruhi oleh faktor mikro di sekitar lingkungan tumbuhan itu. Dengan meyakini bahwa setiap proses metablisme pada tumbuhan dapat dijelaskan secara kimia atau fisika, kita dapat mengkaji fenomena fisiologi tumbuhan.Organisme yang menjadi sasaran adalah semua jenis tumbuhan.

Ilmu kesuburan tanah Ilmu kesuburan tanah pada garis besarnya berisi tentang keharaan, pupuk, pemupukan, dan evaluasi kesuburan tanah. Meningkatkan kesuburan dengan cara pemberian pupuk kedalam tanah merupakan salah satu usaha disamping usaha-usaha lainnya seperti inokulasi mikrobia, perbaikan pengolahan dan lainnya. Fakta bahwa tanah tanah di indonesia mayoritas bersifat masam,maka dengan memahami ilmu kesuburan tanah, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan hasil pertanian yang dapat menunjang perekonomian negara indonesia sebagai negara agraris.

Pengelolaan kesuburan tanah masam Tanah merupakan sumber kehidupan dari mahluk hidup di muka bumi, terutama manusia. Tanah sebagai media tumbuh alami menyediakan sejumlah besar unsur makanan (unsur hara) bagi kehidupan tumbuhan. Kesuburan tanah di luar pulau jawa ternyata sangat rendah yang ditandai oleh rendahnya hasil pertanian. Hal ini di sebabkan oleh tingkat kemasaman tanah di luar pulau

jawa yang sangat tinggi. untuk menanggulangi hal ini hanya dapat di lakukan dengan pengapuran tanah secara terpadu.

Daftar Pustaka

Solipsus by Tiffany Nguyen. Blog pada WordPress.com. /home/healthy/public_html/infoorganik.com/libraries/joomla/cache/handler/callbac k.php on line 99 Esmay, M.L. and J.E. Dixon. 1986. Environment Control for Agricultural Buildings. AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut. Hanan, J.J., W.D. Holley, and K.L. Goldsberry. 1978. Greenhouse Management. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Publication 3311. University of California. Amerika Serikat. Rokhani, H. 2009. Pengendalian Lingkungan Dalam Bangunan Pertanian. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. USDA Agric. 1976. Handbook No 66. Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery Stocks. USDA, Amerika Serikat. Friday, 22 January 2010 15:02 JOHAN ISKANDAR Dasar-Dasar bercocok tanam

Anda mungkin juga menyukai