Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Laporan Tugas Akhir

PENGARUH VARIASI WAKTU PENGGILINGAN TERHADAP PEMBENTUKAN SENYAWA INTERMETALIK Al3Ti PADA METAL MATRIX COMPOSITE (MMC) Al/TiO2
Hariyati Purwaningsih. S.Si, M.Si1, Dr. Widyastuti, S.Si, M.Si1, Muhammad Risal Mallombasi 2
1

Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS

Abstrak
Aluminium serbuk sebagai matriks dan titania sebagai penguat dikenal sebagai Metal Matrix Composite (MMC) Al/TiO2 yang dapat diproduksi dengan metode metalurgi serbuk. Reaksi in-situ akan terjadi saat sintering menghasilkan senyawa intermetalik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan senyawa intermetalik Al3Ti yang dibuat dengan variasi waktu penggilingan. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk aluminium dan serbuk titania. Komposisi serbuk aluminium (Al) dan serbuk titania (TiO2) dibuat berdasarkan persamaan reaksi 3TiO2 + 13Al 3Al3Ti + 2 Al2O3. Campuran tersebut digiling pada kecepatan 800 rpm dengan variasi waktu penggilingan 0 jam, 8 jam, dan 24 jam. Untuk pembentukan green compact dilanjutkan dengan beban kompaksi sebesar 500 MPa. Kemudian disinter dengan temperatur 800 C dan waktu penahanan selama 1 jam. Pengujian karakterisasi material spesimen yang dilakukan meliputi DTA/TGA, SEM/EDX, XRD serta pengujian densitas dan distribusi ukuran partikel. Senyawa intermetalik Al3Ti mulai terbentuk pada waktu milling 8 jam dan 24 jam dimana puncak tertingginya terbentuk pada 2 = 39.07966 . Semakin lama waktu milling maka semakin homogen fase-fasenya dan semakin tinggi densitasnya. Kata kunci: Metalurgi Serbuk, Waktu Milling, MMC Al/TiO2, Senyawa Intermetalik Al3Ti

Abstract
Aluminum powder as a matrix and titania powder as a reinforced known as Metal Matrix Composite (MMC) Al/TiO2 that can be produced with the method of powder metallurgy. In-situ reaction will be occur during sintering and will result in a intermetallic compound. This research aims to determine the formation of intermetallic compound Al3Ti made with milling time variations. Material used in this research is aluminum powder and titania powder. Composition of aluminum powder (Al) and titania powder (Ti) is based on 3TiO2 + 13Al 3Al3Ti + 2 Al2O3 reaction. Mixture is milling on the speed of 800 rpm with the with 0 h, 8 h, dan 24 h milling time variations. For the formation of green compact proceed with the burden of 500 Mpa compaction. Then sintering at 800 o C and holding time for 1 hour. Material characterization testing specimen made by DTA/TGA, SEM/EDS, XRD, density testing and and size distribution of particles testing. Intermetallic compound Al3Ti starting formed at the 0 h and 24 h milling time where the highest peak formed at 2 = 39.07966 . The length of the tmilling time the more homogenous its phases and the higher its density. Keywords : Powder Metallurgy, Milling Time, MMC Al/TiO2, Al3Ti Intermetallic Compound industri olahraga. Awal penemuan MMC ini diperoleh dari sintesa pengecoran komposit matriks aluminium yang mengandung grafit aluminium, Al-SiC, dan MMC cor partikulat Al-Al2O3. Reaksi kimia antara Al dengan oksida logam seperti CuO, Fe2O3, dan TiO2 telah digunakan untuk memproduksi in-situ metal

1. PENDAHULUAN Di tahun 2004, lebih dari 3,5 juta kg Metal Matrix Composites (MMCs) telah digunakan dan mengalami laju pertumbuhan yang cepat hingga lebih dari 6%. Aplikasi MMC sangat banyak digunakan oleh dunia transportasi, penerbangan, elektronik, dan

Jurnal Laporan Tugas Akhir

matrix composites atau intermetallic matrix composites (IMCs). Proses ini memberikan bukti bahwa proses reduksi oksida oleh Al menghasilkan formasi atau logam lain dan oksida aluminium. Logam dapat menjadi matriks yang bagus atau menjadi elemen paduan dengan matriks Al, dapat juga membentuk fase intermetalik dengan Al yang berfungsi sebagai material matriks. Di sisi lain, oksida aluminium berfungsi sebagai material penguat yang bagus pada MMC atau IMC. Penggunaan reaksi antara Al dengan TiO2 ini menarik terutama dalam memproduksi in situ MMC dan IMC. Paduan Al-Ti atau Ti-Al (titanium aluminida) telah menjadi material matriks yang baik. Berdasarkan pertimbangan ini, pengerjaan riset telah banyak dilakukan. Pengerjaan tersebut difokuskan untuk memproduksi MMC Al3Ti dengan menggunakan reaksi padat dan penggilingan mekanik. Beberapa riset produksi MMC telah dilakukan dengan menggunakan Al-Al2O3 dan Al-SiC. Ying (2004) melaporkan reaksi dan produksi Al3Ti dengan reaksi padat dan energi penggilingan yang tinggi. Akan tetapi laporan tersebut tidak mengemukakan evolusi struktur mikro dan pembentukan fasa intermetalik. Penelitian ini mencoba menjelaskan fenomena struktur mikro pada MMC atau IMC dan juga observasi transformasi fasa selama proses produksi IMC. Fasa intermetalik Al3Ti adalah senyawa baru yang terbentuk dari reaksi padat antara Al dan TiO2. Sebelum Al dan titanium dioksida (titania) direaksikan maka keduanya digiling terlebih dahulu menggunakan metode wet milling selama 0 jam, 8 jam,dan 24 jam untuk memperoleh permukaan yang reaktif. Semakin kecil ukuran partikel semakin memperbaiki struktur mikro komposit yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan ini, penting diperlukan pemahaman yang baik antara kondisi proses dan struktur mikro. Studi ini berkonsentrasi pada pemahaman kondisi penggilingan mekanik untuk analisa evolusi struktur mikro dan transformasi fasa selama proses pemanasan (heating) dan giling mekanik. Penelitian ini penting bagi kemajuan dunia otomotif Indonesia yang membutuhkan material pengganti pada beberapa spare part dengan material komposit baru demi effisiensi harga yang kecil. Hasil penelitian ini akan

menambah perkembangan material komposit baru, ilmu pengetahuan dan teknologi material komposit. Pada masa selanjutnya, penelitian ini akan dilanjutkan dengan menemukan sifatsifat senyawa intermetalik Al3Ti seperti sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat thermalnya. 2. METODOLOGI 2.1 Diagram Alir
Start

Persiapan serbuk Al dan TiO2 Komposisi berat : 60,8% Al + 39,2% TiO2

Penggilingan mekanik dengan media etanol Variasi : 0 jam, 8 jam, dan 24 jam Perbandingan antara serbuk dengan ball mill = 1 : 12

Kompaksi dengan tekanan 500 MPa

Pengujian Partikel

DENSITAS

SIEVING

DTA/TGA

Sintering dengan temperature 8000 C Holding time selama 1 jam

SEM/EDS

DENSITAS

XRD

Data

Pengolahan dan Pembahasan Data

Finish

Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian

Jurnal Laporan Tugas Akhir

2.2 Bahan percobaan Material yang digunakan pada percobaan ini : 1. Serbuk aluminium (Al) dengan ukuran serbuk 75 m. 2. Serbuk titania (TiO2) dengan ukuran serbuk 53 m. 3. Zinc stearat sebagai pelumas agar mengurangi gesekan antara serbuk dan dinding cetakan. 4. Etanol sebagai bahan pencampur pada saat wet mixing. 2.3 Peralatan Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah : 1. Timbangan digital untuk menentukan komposisi masing-masing serbuk. 2. Alat pencampur serbuk manual (cawan porselen dan pengaduknya). 3. Milling machine dengan kecepatan 800 rpm dan ball mill. 4. Cetakan/die compaction. 5. Furnace dengan keadaan gas Nitrogen. 6. Mesin kompaksi dengan tekanan 500 MPa. 7. Mesin ayakan (Meshing). 8. DTA/TGA. 9. SEM/EDX. 10. XRD. 2.4 Metode Penelitian 2.4.1 Studi literatur Meliputi pemahaman tentang material komposit Al/TiO2, proses metalurgi serbuk, senyawa intermetalik Al3Ti dan proses sintering. 2.4.2 Sintesa bahan Sintesa bahan melalui langkah percobaan, yaitu persiapan serbuk Al dan TiO2 dengan melakukan penimbangan berat Al dan TiO2 dengan perbandingan mol 3 : 13 2.4.3 Pencampuran Al dan TiO2 Mencampur serbuk Al dan TiO2 dengan penggilingan mekanik. Pencampuran menggunakan variasi waktu selama 0, 8, dan 24 jam. Dengan kecepatan 800r/menit. 2.4.4 Kompaksi Memberikan tekanan dengan variasi 500MPa pada bahan dengan alat kompaksi.

2.4.5 Sintering Pemanasan dalam vacuum furnace dengan temperatur 800 oC . 2.4.6 Finishing Melakukan penyelesaian akhir bahan dengan pemerataan permukaan yang akan diuji. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian 3.1.1 Pengaruh Waktu Milling terhadap Distribusi Ukuran Partikel Tabel 3.1 Distribusi ukuran partikel campuran serbuk Al/TiO2.
Ukuran Partikel (m) 75-53 53-45 45-38 Distribusi Ukuran Partikel (%) Milling Time 0 jam 65.2 27.4 7.4 Milling Time 8 jam 39 28.4 32.6 Milling Time 24 jam 10.3 29.5 60.2

Gambar 3.1 Perbandingan distribusi ukuran partikel dan waktu milling pada serbuk dengan komposisi berat 39.2% TiO2. 3.1.2 Pengaruh Waktu Milling terhadap Densitas MMC Al/TiO2 Tabel 3.2 Densitas MMC Al/TiO2 akibat variasi waktu milling. Waktu Densitas MMC Densitas MMC Milling Sebelum Setelah (jam) Sintering Sintering 800C (gr/cm3) (gr/cm3) 0 jam 2.04 2.38 8 jam 2.42 2.51 24 jam 2.73 2.87

Jurnal Laporan Tugas Akhir

Gambar 3.4 Hasil pengujian SEM-EDS (1000x) spesimen waktu milling 8 jam dan temperatur sintering 800 C.

Gambar 3.2 Perbandingan Densitas MMC Al/TiO2 dan waktu milling. 3.1.3 Karakterisasi Struktur Mikro MMC Al/TiO2 akibat Waktu Milling dengan SEM-EDS

Gambar 3.5 Hasil pengujian SEM-EDS (1000x) spesimen waktu milling 24 jam dan temperatur sintering 800 C. 3.1.4 Karakterisasi MMC Al/TiO2 akibat Waktu Milling dengan XRD

Gambar 3.3 Hasil pengujian SEM-EDS (1000x) spesimen waktu milling 0 jam dan temperatur sintering 800 C.

Gambar 3.6 Difraktrogram MMC Al/TiO2 milling 0 jam temperatur sintering 800 C.

Jurnal Laporan Tugas Akhir

Gambar 3.7 Difraktrogram MMC Al/TiO2 milling 8 jam temperatur sintering 800 C. Al Al3Ti TiO2Rutile Al2O3

Gambar 3.10 Serbuk Al/TiO2 waktu milling 8 jam.

Gambar 3.11 Serbuk Al/TiO2 waktu milling 24 jam. 3.2. Pembahasan Hasil pengujian meshing (sieving) menunjukkan distribusi partikel serbuk Al/TiO2 yang signifikan seiring dengan lama waktu milling serbuk Al/TiO2 (Gambar 3.1). Variasi waktu milling yang digunakan ada tiga yaitu 0 jam, 8 jam, dan 24 jam. Pada distribusi partikel serbuk Al/TiO2 antara 75-53 m, serbuk yang digiling selama 24 jam menunjukkan tingkat yang terendah sebesar 10.3%. Pada distribusi partikel serbuk Al/TiO2 antara 53-45 m, serbuk yang digiling dengan 3 variasi waktu tersebut belum menunjukkan perubahan yang berarti. Untuk distribusi partikel antara 45-38 m, serbuk yang digiling selama 24 jam menunjukkan tingkat yang tertinggi sebesar 60.2%. Hal ini berarti bahwa Mechanical Milling serbuk Al/TiO2 membuktikan terjadinya reduksi ukuran partikel. Milling yang dilakukan telah menggunakan energi tinggi dengan kecepatan putaran sebesar 800 rpm. Pereduksian ukuran partikel akan memperbesar luas permukaaan partikel sehingga semakin luas permukaan serbuk Al/TiO2 maka semakin tinggi pula kereaktifan interface antara Al dengan TiO2 untuk membentuk senyawa intermetalik Al3Ti.

Gambar 3.8 Difraktrogram MMC Al/TiO2 milling 24 jam temperatur sintering 800 C. 3.1.5 Analisa Termal akibat Waktu Milling pada Serbuk Al/TiO2 dengan DTA

Gambar 3.9 Serbuk Al/TiO2 waktu milling 0 jam.

Jurnal Laporan Tugas Akhir

Hasil pengujian densitas MMC Al/TiO2 menyatakan pengaruh waktu penggilingan terhadap kompaktibilitas MMC. Gambar 3.2 menyatakan adanya pengaruh waktu penggilingan terhadap densitas dimana semakin lama waktu milling maka semakin tinggi pula densitas MMC. Menurut hasil penelitian Ari (2009), MMC Al/TiO2 waktu milling 3 jam dan temperatur sintering 800 oC memiliki densitas yang tertinggi. Pada penelitian ini, temperatur sintering yang digunakan sebesar 800 C sehingga densitas yang tertinggi ditunjukkan oleh MMC Al/TiO2 waktu milling 24 jam sebesar 2.87 gr/cm3. Pada hakekatnya, kenaikan densitas berbanding lurus dengan pengurangan kadar porositas. Sehingga semakin rendah porositas yang terbentuk maka semakin tinggi pula densitas MMC. Campuran serbuk Al/TiO2 yang telah digiling dengan masing-masing variasi waktu milling kemudian dikompaksi sebesar 500 MPa untuk memperoleh bentuk pellet yang disebut dengan Green Compact. Densitas green compact waktu milling 24 jam paling tinggi dengan nilai 2.73 gr/cm3. Akan tetapi, nilai densitas tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan densitas MMC waktu milling 24 jam yang telah di sintering pada temperatur 800 C. Mechanical milling dapat mereduksi ukuran partikel dan mengurangi porositas sehingga green compact hasil sintering akan menyebabkan ikatan antar serbuk Al dengan TiO2 kemudian proses difusi terjadi antar partikel Al dengan TiO2 serta menghasilkan MMC Al/TiO2 yang compact dan tidak rapuh. Hasil pengujian struktur mikro MMC Al/TiO2 dengan SEM-EDS menunjukkan persebaran serbuk yang berbeda akibat waktu penggilingan (Gambar 3.3 hingga Gambar 3.5). Persebaran fase yang teramati menunjukkan homogenitas material komposit. Diharapkan semakin lama waktu milling akan didapatkan struktur mikro yang lebih homogen. Homogenitas sampel akan berpengaruh terhadap peningkatan nilai densitas.Pada pengujian ini, senyawa intermetalik Al3Ti baru terbentuk pada MMC Al/TiO2 waktu milling 8 jam. Sedangkan pada MMC Al/TiO2 waktu milling 24 jam, senyawa Al3Ti semakin banyak terbentuk serta terdapat pula senyawa Al2O3. Berdasarkan pengujian difraktrogram XRD pada MMC hasil sintering 800 C waktu

milling 0 jam (Gambar 3.6) belum menunjukkan adanya senyawa Al3Ti. Fasefase yang menyusun MMC Al/TiO2 waktu milling 0 jam terdiri dari Aluminium dan TiO2 anatase. Jika pada pengujian Ari (2009) menunjukkan bahwa Al3Ti telah terbentuk pada MMC Al/TiO2 sintering 800 C waktu milling 3 jam, hal ini disebabkan karena keadaan perlakuan serbuk Al/TiO2 yang berbeda. Pada MMC Al/TiO2 hasil sintering 800 C waktu milling 8 jam (Gambar 3.7) menunjukkan bahwa senyawa Al3Ti mulai terbentuk. Fase-fasenya terdiri dari TiO2 anatase, Aluminium, dan TiO2 rutile. Menurut Zhang (2003), perubahan struktur TiO2 anatase menjadi rutile terjadi pada temperatur 1000 C dan penelitian Purwaningsih (2005) transformasi anatase ke rutile terjadi pada 900 C. Penurunan temperatur transformasi TiO2 anatase ke rutile disebabkan karena pengaruh penggilingan mekanik sehingga kereaktifan serbuk untuk bertransformasi meningkat. MMC Al/TiO2 waktu milling 0 jam temperatur sintering 800 C belum terbentuk Al3Ti meskipun pada penelitian Ying (2004) mengatakan Al3Ti terbentuk di atas temperatur 680 C. Hal ini disebabkan oleh serbuk Al/TiO2 belum mengalami perlakuan milling dimana mechanical milling ini berfungsi untuk mereduksi partikel yang nantinya akan memperluas kereaktifan interface Al-TiO2. Pada Gambar 3.8 menunjukkan intensitas senyawa Al3Ti yang sangat tinggi. Fase-fase yang terbentuk yaitu Al3Ti, TiO2 rutile, Al2O3 dan Aluminium. MMC Al/TiO2 waktu milling 24 jam ini telah terjadi reaksi in-situ dimana Al telah menjadi cair kemudian partikel Ti keluar (oksidasi) lalu berdifusi dalam cairan Al sehingga terbentuk senyawa intermetalik Al3Ti tersebut. Reaksi yang terjadi pada kondisi ini sesuai yang dikemukakan oleh Ying (2004) : 13Al + 3TiO2 3Al3Ti + 2Al2O3.(3.1) Hasil XRD Gambar 3.7 juga menunjukkan transformasi TiO2 anatase menjadi TiO2 rutile. Pada MMC Al/TiO2 waktu milling 24 jam ini terjadi penurunan temperatur transformasi TiO2 dari anatase menjadi rutile yang diduga berasal dari lama penggilingan mekanik menjadikan serbuk lebih reaktif.

Jurnal Laporan Tugas Akhir

Pembentukan senyawa intermetalik Al3Ti sangat dipengaruhi oleh lama mechanical milling dan tinggi temperatur sintering. Jadi pada waktu milling 8 jam temperatur sintering 800 C, senyawa intermetalik Al3Ti mulai muncul atau mulai terbentuk . Serta terbentuk juga senyawa baru TiO2 rutile yang berasal dari TiO2 anatase. Puncak tertinggi senyawa intermetalik Al3Ti terbentuk pada 2 = 39.07966 seperti terlihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Difraktrogram Al/TiO2 sintering 800 C pada 2 antara 30 sampai 40 dengan variasi waktu milling 0 jam, 8 jam,dan 24 jam.

Gambar 3.13 Analisa termal serbuk Al/TiO2 dengan variasi waktu milling 0 jam, 8 jam, dan 24 jam. Gambar 3.13 menunjukkan bagan DTA dari serbuk Al/TiO2 setelah digiling pada waktu yang berbeda. Semua bagan DTA menunjukkan puncak endotermik pada temperatur 666 C. Posisi puncak endotermik ini menandakan Aluminium mengalami melting. Bagan DTA tersebut juga menampilkan puncak eksotermik. Intensitas dan posisi puncak eksotermik tersebut bergantung pada waktu milling. Pada waktu milling 0 jam, bagan DTA menunjukkan puncak eksotermik pertama dengan temperatur puncak 634.9462 C kemudian puncak eksotermik kedua dengan temperatur puncak

998.4240 C. Setelah waktu milling selama 8 jam, puncak eksotermik pertama mengalami sedikit kenaikan temperatur menjadi 639.4216 C kemudian puncak eksotermik kedua mengalami penurunan temperatur menjadi 887.8107 C. Pada waktu milling 24 jam, puncak eksotermik pertama mengalami penurunan temperatur menjadi 587.1514 C dan puncak eksotermik kedua mengalami kenaikan temperatur menjadi 891.6904 C. Untuk identifikasi kinetika reaksi yang terjadi pada tiap puncak eksotermik bagan DTA serbuk Al/TiO2 akibat waktu milling dapat dikomparasikan dengan hasil uji XRD. Pada serbuk Al/TiO2 waktu milling 0 jam (Gambar 3.9), puncak eksotermik pertama (634.9462 C) diduga TiO2 mengalami oksidasi sehingga O2 lepas lalu berikatan dengan Al menjadi Al2O3 sedangkan pada hasil XRD (Gambar 3.6) MMC Al/TiO2 waktu milling 0 jam sintering 800 C tidak terindentifikasi Al2O3 karena sudut 2 yang diambil hanya sudut pendek (30 -60 ). Akan tetapi, hasil penelitian XRD Ari (2009) membuktikan bahwa Al2O3 sudah terbentuk pada temperatur sintering 600 C. Kemudian puncak eksotermik kedua mengalami reaksi interface antara Al dengan Ti menjadi senyawa intermetalik Al3Ti sehingga pada hasil XRD (Gambar 3.6) MMC Al/TiO2 waktu milling 0 jam sintering 800 C belum ditemukan senyawa Al3Ti. Senyawa Al3Ti terbentuk pada temperatur 998.4240 C. Pada serbuk Al/TiO2 waktu milling 8 jam (Gambar 3.10), puncak eksotermik pertama (639.4216 C ) adalah reaksi oksidasi TiO2 dimana O2 lepas lalu berikatan dengan Al menjadi Al2O3 sedangkan pada hasil XRD Ari (2009) menunjukkan pembentukan senyawa Al2O3 pada temperatur sintering 600 C. Kemudian pada puncak eksotermik kedua, senyawa Al3Ti terbentuk sehingga hasil XRD (Gambar 3.7) MMC Al/TiO2 waktu milling 8 jam sintering 800 C senyawa Al3Ti mulai terbentuk. Senyawa Al3Ti terbentuk pada temperatur 887.8107 C. Berdasarkan Gambar 4.11, puncak eksotermik pertama (587.1514 C) diduga TiO2 mengalami reaksi oksidasi maka O2 akan lepas lalu berikatan dengan Al menjadi Al2O3 sedangkan pada hasil XRD (Gambar 3.8) sintering 800 C menunjukkan adanya senyawa Al2O3. Kemudian pada puncak eksotermik kedua, Al3Ti terbentuk sehingga

Jurnal Laporan Tugas Akhir

hasil XRD (Gambar 3.8) mengatakan senyawa intermetalik Al3Ti juga terbentuk. Senyawa intermetalik terbentuk pada temperatur 891. 6904 C. 4 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA Arifin, M, 2002. Pengaruh Variabel Fraksi Volume Al2O3 Terhadap Modulus Young Komposit Al- Al2O3. Tugas Akhir, Fisika FMIPA ITS. Barlow IC, Jones H, Rainforth WM. The effect of heat treatment at 500655 oC on the microstructure and properties of mechanically alloyed AlTiO based material. Mater Sci Eng A 2003;351:344. Chandrawan, David., dan Ariati, Myrna.2000. Metalurgi Serbuk: Teori dan Aplikasi. Jilid 1. Jakarta. Feng C.F., Froyen L., Formation of Al3Ti and Al2O3 from an AlTiO2 system for preparing in-situ aluminium matrix composites, Department of Metallurgy and Materials Engineering, Katholieke Universiteit Leuven, de Croylaan 2, B3001 Leuven, Belgium, Composites: Part A 31 (2000) 385390, www.elsevier.com/locate/compositesa Goda DJ, Richards NL, Caley WF, Chaturvedi MC. The effect of processing variables on the structure and chemistry of Ti aluminide based LMCS. Mater Sci Eng A 2002;334:28090. Hakim F.R., Pengaruh Waktu Penggilingan, fraksi berat TiO2, dan Temperatur Sintering Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Komposit MMC Al/TiO2 Tugas Akhir, Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS, 2008. Jarnuzi G., FOTOKATALISIS PADA PERMUKAAN TiO2: Aspek Fundamental dan Aplikasinya, Seminar Nasional Kimia Fisika II, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia. Nikitin VI, Wanqi JIE, Kandalova EG, Makarenko AG, Yong L. Preparation of AlTiB grain refiner by SHS technology. Scripta Mater 2000;42:561 6. Peng L.M. , Li H., Wang J.H., Processing and mechanical behavior of laminated

4.1 Kesimpulan Dari data hasil percobaan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Lama waktu milling akan menyebabkan terjadinya refinement serbuk. Semakin kecil ukuran serbuk maka semakin besar luas permukaan serbuk dan semakin besar pula tingkat kereaktifan serbuk saat proses sintering sehingga MMC memiliki densitas dan homogenitas yang tinggi. 2. Lama waktu milling akan menyebabkan kereaktifan interface antara Al-Ti menjadi tinggi untuk membentuk senyawa Al3Ti. 3. Lama waktu milling akan menyebabkan temperatur sintering yang dibutuhkan untuk mensintesa senyawa intermetalik Al3Ti menurun. Dengan penurunan temperatur sintering tersebut maka akan menghemat energi pembentukan dan menghemat productional cost. 4. 4.2 Saran 1. Menggunakan alat milling yang lebih besar energi putarnya dan memiliki lebih dari satu jenis gerakan (rotasi dan sentrifugal)) untuk pereduksian partikel yang lebih optimal. 2. Menggunakan variasi holding time sintering yang lebih lama agar memberi kesempatan reaksi interface antara AlTiO2 membentuk ikatan baru. 3. Perlu dilakukan pengujian mekanik (tensile test dan hardness test) agar mengetahui Mechanical Properties MMC.

Jurnal Laporan Tugas Akhir

titaniumtitanium tri-aluminide (Ti Al3Ti) composites, CAS Key Laboratory of Mechanical Behavior and Design of Materials, School of Engineering Science, University of Science and Technology of China, Hefei, 230026 Anhui, PR China Received in revised form 17 June 2005; accepted 17 June 2005. Rawers J.C., Alman D.E., Dogan C.P.,. Hawk J.A, structure and properties of metalintermetallic layered composites, US Bureau of Mines, Albany Research Center, 1450 Queen Avenue S. W., Albany, OR 97321, USA, A Materials Science and Engineering Al 92/l 93 (1995) 624-632, Elsevier, http://sciencedirect.com Rusianto, Toto dan Lilik D, Pengaruh kadar TiO2 Terhadap Kekuatan Bending Komposit Serbuk Al/TiO2, Sains & Teknologi Akprint-Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2005. Soboyejo, F. Yea, L.C. Chena, N. Bahtishia, D.S. Schwartz, R.J. Lederich, Acta Mater. 44 (5) (1996) 20272041. Suresh, Subra and Mortensen A., Fundamentals of Metal matrix Composites, Butterworth Heinemann, Stoneham London. 1993. Van den Berg, Mark R., Aluminum MMCsCurrent Status & Future Prospect: Commercial Applications Prosiding dalam Al MMC Corsortium http://www.almmc.com. 1998. Wakashima, K., In Situ Synthesis and Properties of Aluminum Composites with Ultrafine TiB2 and Al2O3 Particulates, Materials Science Forum, Volume: 475-479 http://0-87849-9601.scientific.net/, 2004. Wu S.Q., Wei Z.S. and Tjong S.C, The Mechanical and Thermal Expansion Behavior

of An Al-Si AlloyComposite Reinforced with Potassium Titanate Whisker Jurnal Composites Science and Technology 60 march, 2000, pp. 28732880. Ying, D.Y., D.L. Zhang, dan M. Newby. Solid-State Reactions during Heating Mechanically Milled Al/TiO2 Composite Powders Metallurgycal and Materials Transaction volume 35A. 2004.

Anda mungkin juga menyukai