Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Pengujian Miksrotruktur ada banyak sekali bahan yang diteliti salah
satunya adalah logam berfasa tunggal dan berfasa ganda dalam pengembanganya pasti
akan terdapat pada logam-logam fero dan baja paduan kandungan grafit karbon.

Grafit, sebagaimana, adalah bentuk alotrop karbon, karena kedua senyawa ini
mirip namun struktur atomnya memengaruhi sifat kimiawi dan fisikanya. Grafit terdiri atas
lapisan atom karbon, yang dapat menggelincir dengan mudah.

1.2 Tujuan
1. Menganalisa struktur mikro pelet grafit sesudah pemanggangan.
2. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur dengan mikroskop optik.
3. Menghitung besar butir dan diameter rata-rata butiran penyusun sampel dengan metoda
Planimetri.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Grafit
Grafit, sebagaimana berlian, adalah bentuk alotrop karbon, karena kedua senyawa
ini mirip namun struktur atomnya memengaruhi sifat kimiawi dan fisikanya. Grafit terdiri
atas lapisan atom karbon, yang dapat menggelincir dengan mudah. Artinya, grafit amat
lembut, dan dapat digunakan sebagai minyak pelumas untuk membuat peralatan mekanis
bekerja lebih lancar. Grafit sekarang umum digunakan sebagai "timbal" pada pensil. Grafit
berwarna kelabu. Akibat delokalisasi elektron antarpermukannya, grafit dapat berfungsi
sebagai konduktor listrik.
Secara alamiah, grafit ditemukan di Sri Lanka, Kanada dan Amerika Serikat. Grafit
juga disebut sebagai timbal hitam. Grafit dinamai oleh Abraham Gottlob Werner pada
tahun 1789 dengan mengambil kata dari bahasa Yunani.

Gambar 2.1.1 Grafit


Grafit merupakan bahan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam
industri nuklir. Grafit memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang baik karena hanya
memiliki tiga orbital yang digunakan dan membentuk orbital hybrid sp2 yang menghasilkan
tiga ikatan coplanar. Sedang satu orbital p yang tidak digunakan akan membentuk ikatan
dengan orbital p atom C pada bidang basal. Aplikasi dalam industri nuklir antara lain
sebagai matriks moderator, yaitu bahan yang mempunyai kemampuan menyerap energi
2

atau memperlambat. Selain itu grafit juga dapat digunakan sebagai bahan reflector neutron
yang terlepas pada waktu fisi, sehingga peluang fisi U235 menjadi lebih besar.
Grafit mempunyai kisi-kisi ideal seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.2.

Gambar 2.1.2 Struktur Grafit ideal


Pola

tumpukan

kristal

grafit

ada

dua

macam,

yaitu

pola

tumpukan

-ABCABCABC- yang dikenal dengan pola rombohedral dan pola tumpukan ABABAByang disebut pola heksagonal. Pada pola rombohedral, setiap atom C pada lapisan ke empat
akan tepat di atas atom C pada lapisan pertama. Sedangkan pola tumpukan heksagonal,
setiap atom C pada lapisan ketiga akat tepat di atas atom C pada lapisan pertama.

Gambar 2.1.3 Struktur Grafit Heksagonal

Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik struktur dari logam


atau paduan. Mikroskop merupakan peralatan yang paling penting untuk mempelajari
struktur mikro suatu logam. Mikroskop memungkinkan untuk menghitung ukuran butir,
distribusi dari fasa-fasanya dan inklusi yang memiliki efek yang besar terhadap sifat logam.
Fasa adalah suatu kondisi dimana komponen kimianya sama. Struktur mikro adalah suatu
struktur yang hanya bisa dilihat dengan bantuan alat, dalam hal ini mikroskop optik yang
dijadikan sebagi alat dalam pengujian ini, sedangkan struktur makro adalah suatu struktur
yang hanya bisa dilihat dengan cara visual/kasat mata.
Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu
1. metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 1000 kali, dan
2. metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000
kali.
Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk menganalisa strukturnya.
Berhasil tidaknya analisa ini ditentukan oleh preparasi benda uji, semakin sempurna
preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh.
Pada dasarnya pengujian metalografi mencakup dua spesimen pengujian, antara lain
: pengujian merusak atau Destructive Test (DT) yang mencakup pengujian tarik dan tekan,
pengujian kekerasan, pengujian impak, uji charpy dan relaksasi tegangan, uji kelelahan dan
pengujian keausan. Yang kedua adalah pengujian yang tidak merusak atau Non Destructive
Test (NDT) yang menggunakan metode ultrasonik, metode magnetik, metode akustik,
metode radiografi dan yang terakhir adalah pemeriksaan visual.
Kemurnian atau kualitas hasil proses pembuatan grafit sangat ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu kondisi material, ukuran butir, pembentukan (forming) dan
pemanasan. Pencampuran yang baik akan mengakibatkan sifat fisis grafit menjadi bagus.
Persyaratan agar dapat diperoleh campuran yang baik, maka bahan harus mudah dicetak,
bahan harus tidak berpori (jikalau berpori akan mengakibatkan penurunan bulk density
bahan. Bahan pengikat biasanya terbuat dari hasil pyrolisis batubara yang bersifat padat
pada suhu kamar, namun pada suhu sekitar 80 oC. Proses pembuatan adonan dilakukan
pada suasana panas agar bahan pengikat yang berupa serbuk (padat) berangsur-angsur
meleleh sehingga campuran menjadi semacam pasta (lembek).
4

Proses pemanasan dalam pembuatan grafit secara umum dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu :
1. Pemanggangan awal, yakni pemanggangan yang dilakukan pada suhu antara 500
hingga 1000oC dan akan menghasilkan grafit dengan kristal yang struktur kristal
turbostratik.
2. Grafitisasi tingkat I, yaitu pemanggangan pada suhu 1500 hingga 1800oC dan diperoleh
grafit dengan struktur kristal rhombohedral.
3. Grafitisasi tingkat II, yaitu pemanggangan yang dilakukan pada suhu 2000 hingga
3000oC dan hasil yang diperoleh bentuk kristal dengan pola heksagonal.
Pada proses pemanggangan, tahapan-tahapan yang perlu dicermati secara kimiawi
antara lain kadar air, zat yang mudah terbakar (kadar abu), zat mudah terbang (volatile
matter). Kadar air ditinjau pada suhu 110 oC, kadar abu pada suhu 750oC dan volatile
matter dilakukan pada suhu 950oC. Sedangkan secara fisik dilakukan pengujian densitas
dan resistensi.
Kadar air dihitung dengan persamaan :

Berat awal berat akhir


x100%
Berat awal
Berat akhir

Kadarabu

: Berat awal x100%

Volatile matter

Sedangkan densitas

: Volume total x100%

Berat awal berat akhir


x100%
Berat awal

Berat

(1)
(2)
(3)

(4)

Pada setiap tahapan pemanggangan, grafit akan mengalami densifikasi, pemurnian


dan perubahan struktur kristal. Proses densifikasi atau pemadatan dapat dicermati dari awal
proses yaitu ketika perlakuan kompaksi bahan (Calcine cokes dan Tar Pitch). Proses
pemurnian terjadi karena dalam pemanasan terjadi peristiwa difusi atom. Faktor yang
mempengaruhi proses difusi antara lain suhu dan komposisi. Peristiwa ini akan
mengakibatkan atom-atom pengotor mengalami pergerakan bahkan belum mencapai titik
didihnya dapat melepaskan diri dari sistem. Semakin tinggi suhu, akan mengakibatkan
5

pengotor-pengotor mengalami penguapan dan akibatnya bahan semakin murni dan tahanan
jenisnya semakin kecil atau berkurang. Berdasarkan fenomena densifikasi dan pemurnian
di atas, maka bahan tersebut mengalami perubahan karakteristik.

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur


suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan paduannya
tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu: mikroskop (optik maupun elektron),
difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron), analasis (X-ray fluoresence, elektron mikroprobe)
dan juga stereometric metalografi. Pada praktikum ini digunakan metode mikroskop optik,
sehingga pemahaman akan cara kerja mikroskop optik perlu diketahui.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 100 kali,
2.

Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas100 kali

2.2 Perhitungan Besar Butir


Ada tiga metode untuk menghitung besar butir yang direkomendasikan oleh ASTM,
yaitu:

2.2.1 Planimetri (Jefferies)


6

Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki luas 5000 mm 2.


Perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam
lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran di tambah
setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran. Besar butir dihitung
dengan mengalikan jumlah butir dengan pengali Jefferies (f) pada tabel 1.
Rumus Empiris : G = [3,322 Log (Na) 2,95] dan Na = f(n1+n2/2)
Dengan:
G

= besar butir dirujuk ke table ASTM E-112 untuk mencari nilai diameter butir

Na

= jumlah butir

n1

= jumlah butir dalam lingkaran

n2

= jumlah butir yang bersinggungan dengan garis lingkaran

= factor pengali pada table Jefferies

Tabel 1. Pengali Jefferies


Perbesaran
1
25
50
75
100
200
300
500
1000

2.2.2

F
0,002
0,125
0,5
1,125
2,0
8,0
18,0
50,0
200,0

Intercep (Henyne)
Plastik transparant dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto

atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan dengan satu atau dua
garis, sedangkan butir yang hanya berpotongan pada akhir garis dianggap setengah.
7

Penghitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai diameter rata-rata
ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis.
Metode ini cocok untuk butir-butir yang tidak beraturan.
PL = P/ LT/M
Panjang garis Perpotongan ;
L3= 1/PL
P = Jml titik potong batas butir dengan lingkaran
LT= Panjang Garis Total
M = Perbesaran
Dari PLatau L3 , pat dilihat di tabel besar butir ASTM
Empiris ; G = (6,646 log (L3) 3,298)
2.2.3 Metode Perbandingan
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan dengan
grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan oleh
rumus ;
N- 2n-1
Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. Metode ini cocok
untuk sampel dengan butir beraturan.

2.3 Mikroskop
Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama "Compound light microscope"
adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya
matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional. Pada mikroskop
8

konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari yang dipantulkan dengan
suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat dibawah kondensor. Cermin ini akan
mengarahkan cahaya dari luar kedalam kondensor.
Mikroskop cahaya menggunakan tiga jenis lensa, yaitu lensa obyektif, lensa okuler,
dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak pada kedua ujung tabung
mikroskop sedangkan penggunaan lensa okuler terletak pada mikroskop bisa berbentuk
lensa tunggal (monokuler) atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat
tempat dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih. Di bawah tabung
mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat preparat.
2.3.1 Lensa obyektif
berfungsi guna pembentukan bayangan pertama dan menentukan struktur serta
bagian renik yang akan terlihat pada bayangan akhir serta berkemampuan untuk
memperbesar bayangan obyek sehingga dapat memiliki nilai "apertura" yaitu suatu ukuran
daya pisah suatu lensa obyektif yang akan menentukan daya pisah spesimen, sehingga
mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai dua benda yang terpisah.
2.3.2 Lensa okuler
lensa mikroskop yang terdapat di bagian ujung atas tabung berdekatan dengan mata
pengamat, dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang dihasilkan oleh lensa obyektif
berkisar antara 4 hingga 25 kali.

2.3.3 Lensa kondensor


lensa yang berfungsi guna mendukung terciptanya pencahayaan pada obyek yang
akan dilihat sehingga dengan pengaturan yang tepat maka akan diperoleh daya pisah
maksimal.
9

Jika daya pisah kurang maksimal maka dua benda akan terlihat menjadi satu dan
pembesarannyapun akan kurang optimal(2).
Daya resolusi atau daya pisah adalah kemampuan mikroskop untuk memisahkan
jarak dua obyek terdekat (d) yanag ditentukan oleh 3 faktor yaitu :
1. Panjang gelombang pantul ()
2. Celah efektif lensa obyektif
3. Medium antara lensa dan benda uji (n), sesuai dengan hubungan :
=0.5 /numerik celah = / 2 n sin
persamaan ini menunjukkan bahwa numerik celah bertambah dengan bertambahnya
indeks bias medium dan sudut setengah ditentukan oleh sudut maksimum hamburan
sinar yang memasuki lensa obyektif (3).

Gambar 2.3.1 mikroskop optik


Keterangan :
1. Batang mikroskop

6. Lensa obyektif

10. Saklar on off

2. Pengatur fokus

7. Lensa binokuler

11. Pengatur terang lampu


10

3. Meja sampel

8. Tempat kamera

12. Tempat kabel AC

4. Penggeser meja sampel

9. Tempat lampu halogen

13. Saklar

pemindah

arah

5. Penjepit sampel
nyala lampu
Sedangkan nama komponen pada mikroskop Axiolab ditunjukkan pada gambar 2.2.3

Gambar 2.3.2 Alat mikroskop merk Axiolab yang digunakan dan nama-nama
bagiannya

Keterangan :
1. Batang pembuka pintu untuk
mengambil gambar dengan
kamera
2. Aperture diafragma
3. Filter slider
4. Batang

pengatur

luminasi

diafragma
5. Papan pengaman dari debu
6. Polarizer slider P
7. Analyzer slider A
8. -sub compensator slider
9. Ventilation grille
10. Lensa reticule
Gambar 2.3.3 Nama-nama komponen pada mikroskop optik Axiolab dan skema kerjanya

11

BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
1. Gelas preparat
2. Kamera digital merk Nikon coolpix L4
3. Mikroskop Axiolab buatan Zeiss
3.2 Bahan
1. Pelet karbon
2. Pelet grafit hasil pemanggangan
3. Alkohol
4. Kertas amplas
3.3 Cara Kerja

12

1. Permukaan pelet karbon dan pelet grafit diratakan atau dihaluskan permukaannya
dengan menggunakan amplas. (pekerjaan ini dilakukan dengan hati-hati agar pelet tidak
pecah dengan arah pengamplasan searah dan tidak berputar).
2. Permukaan pelet yang telah halus dan rata dibersihkan dengan menggunakan alkohol
kemudian dikeringkan.
3. Objek sampel diletakkan di atas gelas preparat kemudian diletakkan pada meja sampel.
(dilakukan pengamatan secara bergantian antara pelet karbon dengan pelet grafit).
4. Mikroskop optik Axiolab dihidupkan dan lensa obyektif diatur pada perbesaran 10 kali
dan lensa okuler juga 10 kali (perbesaran 100 kali).
5. Objek direkam dengan menggunakan kamera digital. Percobaan diulangi untuk
perbesaran 200 kali.
6. Serpihan karbon diletakkan di atas parafin kemudian diletakkan di atas gelas preparat
direkam hasilnya pada perbesaran 100 kali.
7. Perbedaan gambar yang diperoleh diamati dengan mengganti posisi nyala lampu.

BAB IV
HASIL DATA PERCOBAAN
4.1 Data Percobaan

Gambar 4.1.1 Mikrostruktur pellet grafit sesudah pemanggangan dengan Perbesaran 100 kali

13

Gambar 4.1.2 Mikrostruktur pellet grafit sesudah pemanggangan


dengan Perbesaran 200 kali

Gambar 4.1.3 Mikrostruktur pellet karbon sebelum pemanggangan


dengan Perbesaran 100 kali

Gambar 4.1.4 Mikrostruktur pellet karbon sebelum pemanggangan


dengan Perbesaran 200 kali

14

Gambar 4.1.5 Menunjukkan adanya batas butir


pada perbesaran 100 kali

Gambar 4.1.6 Menunjukkan morfologi grafit


pada perbesaran 100 kali

4.2 Perhitungan
Rumus Perhitungan : G = [3,322 Log (Na) 2,95] dan Na = f(n1+n2/2)
Untuk Perbesaran 100X

15

Gambar 4.2.1 mikrostruktur pelet grafit sesudah pemanggangan


dengan Perbesaran 100 kali

Dari gambar tersebut dipilih area tertentu yang akan dihitung diameter rata-rata butirannya
sebagai berikut.

Gambar 4.2.2 Area tertentu yang akan dihitung diameternya

G = [3,322 Log (Na) 2,95] dan Na = f(n1+n2/2)


n1 = 66
n2 = 11
16

Na = f(n1+n2/2)
= 2(66+11/2)
= 143
G = [3,322 Log (Na) 2,95]
= [3,322 log (143)-2,95]
= 4,2
4
Dari Tabel ASTM E-112 untuk nilai G = 4 diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar 90
m.
Untuk Perbesaran 200X

Gambar 4.2.3 mikrostruktur pellet grafit sesudah pemanggangan


dengan Perbesaran 200 kali

Dari gambar tersebut dipilih area tertentu yang akan dihitung diameter rata-rata butirannya
sebagai berikut.

17

Gambar 4.2.4 Area tertentu yang akan dihitung diameternya

G = [3,322 Log (Na) 2,95] dan Na = f(n1+n2/2)


n1 = 83
n2 = 20
Na = f(n1+n2/2)
= 8(86+24/2)
= 784
G = [3,322 Log (Na) 2,95]
= [3,322 log (784)-2,95]
= 6,66
6,7
Dari Tabel ASTM E-112 untuk nilai G = 6,7 diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar 35
m.
4.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisa struktur mikro pelet grafit sesudah
pemanggangan, mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur dengan mikroskop
optik, serta menghitung besar butir dan diameter rata-rata butiran penyusun sampel dengan
metoda Planimetri.
18

Dalam percobaan ini, dilakukan pengamatan terhadap mikrostruktur pelet grafit


sesudah pemanggangan pada suhu 6000C serta mikrostruktur pelet karbon sebelum
pemanggangan yang dilakukan pada perbesaran mikroskop 100 kali dan 200 kali dengan
menggunakan mikroskop Axiolab buatan Zeiss. Mikroskop difokuskan pada objek, setelah
objek yang diinginkan terlihat jelas, maka kemudian ditangkap dengan kamera.
Pengamatan terhadap mikrostruktur ini dilakukan untuk mengetahui butiran yang tampak.
Berdasarkan gambar yang diperoleh pada perbesaran 100 kali (gambar 6 dan 7) maupun
200 kali (gambar 8 dan 9) terlihat adanya perbedaan gambar butiran yang diperoleh,
dimana untuk pelet grafit sesudah pemanggangan memiliki butiran hitam yang lebih
banyak dibandingkan dengan pelet karbon sebelum pemanggangan. Hal ini dikarenakan
pelet grafit sesudah pemanggangan telah mengalami peristiwa densifikasi dimana bahan
grafit mengalami difusi atomic ketika suhu meningkat sehingga atom-atom dalam bahan
mengalami vibrasi yang lebih energenik yang mengakibatkan sebagian kecil dari atom
tersebut mengalami perubahan posisi atau gabung bersama dengan partikel lain yang
menyebabkan terjadinya pengurangan porositas atau reduksi luas permukaan padat-uap
sehingga grafit yang dihasilkan akan memiliki struktur yang lebih kuat yang ditunjukkan
oleh semakin banyaknya butiran berwarna hitam yang tampak pada saat dilakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop.
Setelah pemanggangan selesai, ditimbang kembali massa grafit, diukur dimensinya,
serta diukur pula resistensinya. Kemudian data yang diperoleh diolah untuk mengetahui
densitas dan tahanan jenisnya. Data disajikan sebagai berikut.
Tabel 1. Sebelum Pemanggangan

No.
1.
2.
3.

L
(cm)
1,95
1,98
1,9

A=1/4D2(cm2)
1,863
1,839
1,768

V=A.L Massa

Densitas

(cm3)
3,634
3,642
3,359

(gr/ cm3)
1,3537977
1,3726836
1,4432876

(gr)
4,9192
4,999
4,8479

(km)
0,033446
0,032513
0,032566

Tabel 2. Setelah Pemanggangan


19

No. L (cm)

A=1/4D2(cm2)

1.
2.
3.

1,839
1,815
1,815

1,97
2,03
1,95

V=A.

Massa

Densitas

L(cm3)
3,623
3,685
3,540

(gr)
4,4599
4,5669
4,3285

(gr/ cm3)
1,2308677
1,239292
1,2227875

(km)
0,032678
0,031299
0,032583

Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa densitas dan tahanan jenis
yang diperoleh semakin turun. Semakin kecilnya densitas yang diperoleh setelah
pemanggangan kemungkinan dikarenakan oleh benda mengalami keretakan atau kerapuhan
yang memberikan arti pelet rusak akibat partikel tidak terdistribusi secara merata dan
homogen[1]. Sedangkan turunnya tahanan jenis menunjukkan bahwa struktur mikro bahan
hasil sudah mengalami perubahan membentuk ikatan yang tidak mudah beremigrasi oleh
adanya gaya gerak listrik. Berat jenis disini belum bisa dipakai untuk optimasi distribusi
partikel bahan, sedangkan tahanan listrik yang menjadi rendah bisa menunjukkan
perbaikan kualitas bahan yang diinginkan[1].
Selain dihitung densitas dan tahanan jenisnya, ditentukan pula kadar abu dan
volatile matternya. Data yang diperoleh disajikan sebagai berikut.
Tabel 3. Data Kadar Abu dan Volatile Matter
Massa awal (gr)
4,9192
4,999
4,8479

Massa akhir (gr)


4,4599
4,5669
4,3285

Kadar abu (%)


90,66
91,36
89,29

Volatile matter (%)


9,34
8,64
10,71

Pengamatan mengenai kadar abu dan voletile matter tersebut merupakan


pengamatan secara kimia dimana kadar abu yang diperoleh cukup tinggi sehingga ini
menunjukkan bahwa zat yang mudah terbakar jumlahnya lumayan banyak sedangkan zat
yang mudah terbang (volatile matter) jumlahnya sedikit 10%. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik supaya kadar abu lebih banyak dan volatile matter lebih sedikit, maka
dirasa perlu untuk menaikkan suhu pemanggangan (suhu pemanggangan pada saat
percobaan 6000C sehingga harus dinaikkan diatas suhu tersebut).

20

Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap distribusi ukuran serbuk melalui proses


screening dengan ukuran 425 m, 300 m, 180 m, dan 90 m. Berdasarkan data yang
telah diolah diperoleh grafik berikut.

Gambar 4.3.1 Grafik Distribusi Ukuran Serbuk

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa distribusi ukuran serbuk yang
paling tinggi berada pada ukuran 180 m. Penentuan distribusi ukuran serbuk ini
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kehalusan serbuk melalui ukuran ayakan yang
digunakan

[2]

. Secara teori seharusnya distribusi ukuran serbuk semakin tinggi yang

menunjukkan semakin halusnya serbuk. Namun, disini menunjukkan serbuk yang kurang
halus sehingga untuk mengatasi hal ini, maka suhu pada saat pemanggangan perlu
dinaikkan.
Setelah diketahui distribusi ukuran serbuknya, maka dilakukan pengamatan
terhadap struktur grafit hasil pemanggangan. Dalam pengamatan terhadap mikrostruktur
pellet grafit hasil pemanggangan, dilakukan dengan perbesaran 100 kali dan 200 kali, dan
apabila dilakukan perbesaran lagi maka dari hasil percobaan gambar yang diperoleh kurang
baik, hal ini dikarenakan terdapat kotoran pada lensa dengan perbesaran lensa objektif 40
atau perbesaran 400 kali sehingga hanya dilakukan perbesara 100 dan 200 kali.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa
diameter rata-rata butiran pada pellet grafit sesudah pemanggangan untuk perbesaran 200
kali lebih kecil dibandingkan perbesaran 100 kali. Dimana pada perbesaran 200 kali
diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar 65 m, sedangkan pada perbesaran 100 kali
21

diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar 90 m. Butiran yang diperoleh terlihat pada
gambar pellet grafit sesudah pemanggangan dimana tidak seluruhnya berwarna hitam, yaitu
masih ada warna putih menunjukkan bahwa pemanggangan yang dilakukan pada suhu 600 0
C menyebabkan karbon berada pada fasa + grafit sehingga warna putih (daerah yang
berwarna putih) yang terlihat pada gambar merupakan ferrit, bisa pula warna putih tersebut
adalah kandungan silicon di dalamnya sedangkan untuk warna selain warna hitam dan
selain putih menunjukkan bahwa proses pengamplasan yang dilakukan kurang rata
sehingga juga ikut mempengaruhi hasil pengamatan pada mikroskop. Agar diperoleh hasil
yang rata, seharusnya dilakukan polishing (menggunakan bahan poles seperti pasta gigi
atau autosol, dan aluminium oksida) sebelum dietsa dengan alkohol. Dengan demikian agar
butiran hitam yang diperoleh semakin banyak, maka suhu pemanggangan perlu
ditingkatkan agar fasanya pun ikut berubah.. Selain itu dapat dibandingkan butiran yang
terlihat pada gambar mikro pellet grafit sebelum pemanggangan dan pellet karbon sesudah
pemanggangan pada skala perbesaran 100 kali dimana butiran berwarna hitam pada grafit
sesudah pemanggangan lebih banyak daripada sebelum melalui proses pemanggangan. Hal
ini menunjukkan bahwa grafit hasil pemanggangan telah mengalami perubahan struktur
dimana strukturnya lebih kuat (akibat adanya densifikasi) dibandingkan sebelum
pemanggangan.

Selain dilakukan pengamatan terhadap bentuk butiran pellet grafit sesudah


pemanggangan dan pellet karbon sebelum pemanggangan, dilakukan pengamatan pula
terhadap mikrostruktur grafit untuk melihat batas butirnya (gambar 10) dengan
menggunakan serpihan grafit lain. Mikroskop ini juga digunakan pula untuk melihat bentuk
permukaan kristal grafit seperti ditunjukkan pada gambar 11.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap mikrostruktur, dilakukan perhitungan
terhadap besar butir dan diameter rata-rata butiran penyusun pellet grafit sesudah
pemanggangan yang telah dicapture oleh kamera Nikon coolpix L4. Perhitungan besar
butir dan diameter rata-rata butiran penyusun pellet grafit sesudah pemanggangan
dilakukan pada gambar dengan perbesaran 100 kali dan 200 kali dimana perhitungan ini
22

menggunakan metode Planimetri. Dari gambar 6 dan 7 dipilih area yang akan dihitung
dengan membuat lingkaran hitam berdiameter 8 cm (dapat dilihat pada point perhitungan).
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh besar butir (G) dan diameter ratarata (d) butiran untuk pellet hasil pemanggangan pada perbesaran 100 kali berturut-turut,
yaitu G = 4 dan d = 90 m sedangkan pada perbesaran 200 kali diperoleh besar butir (G)
dan diameter rata-rata (d) butiran berturut-turut sebesar G = 6,7 dan d = 35 m. Diameter
rata-rata butiran yang diperoleh pada perbesaran 200 kali semakin kecil dengan besar
butiran (G) semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin jelasnya butiran-butiran hitam
yang sangat kecil yang terlihat pada perbesaran 200 kali sehingga d yang diperoleh
semakin kecil. Perlu diketahui bahwa butiran yang diperoleh yang terlihat pada gambar
pellet grafit sesudah pemanggangan tidak seluruhnya berwarna hitam, yaitu masih ada
warna putih. Ini menunjukkan bahwa pemanggangan yang dilakukan pada suhu 600 0 C
menyebabkan karbon berada pada fasa + grafit sehingga warna putih (daerah yang
berwarna putih) yang terlihat pada gambar merupakan ferrit, bisa pula warna putih tersebut
adalah kandungan silicon di dalamnya sedangkan untuk warna selain warna hitam dan
selain putih menunjukkan bahwa proses pengamplasan yang dilakukan kurang rata
sehingga juga ikut mempengaruhi hasil pengamatan pada mikroskop. Agar diperoleh hasil
yang rata, seharusnya dilakukan polishing (menggunakan bahan poles seperti pasta gigi
atau autosol, dan aluminium oksida) sebelum dietsa dengan alkohol. Dengan demikian agar
butiran hitam yang diperoleh semakin banyak, maka suhu pemanggangan perlu
ditingkatkan agar fasanya pun ikut berubah.

23

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1.

Berdasarkan percobaan diperoleh bahwa pada struktur mikro pelet grafit sesudah
pemanggangan terdapat lebih banyak butiran berwarna hitam dibandingkan struktur
mikro pelet karbon sebelum pemanggangan.

2. Proses pengambilan foto mikrostruktur dengan mikroskop optik, yaitu dengan cara
memfokuskan perbesaran lensa pada sampel yang diamati kemudian setelah fokus,
maka foto mikrostruktur dapat langsung diambil (dicapture) dengan kamera.
3. Berdasarkan hasil percobaan yang telah diolah dalam perhitungan dengan metode
Planimetri diperoleh besar butir (G) dan diameter rata-rata (d) butiran untuk pellet hasil
pemanggangan pada perbesaran 100 kali berturut-turut, yaitu G = 4 dan d = 90 m
sedangkan pada perbesaran 200 kali diperoleh besar butir (G) dan diameter rata-rata (d)
butiran berturut-turut sebesar G = 6,7 dan d = 35 m.
24

5.2 Saran
Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan kepada pembaca makalah ini sebagai
berikut Dalam pembuatan makalah diperlukan kerja keras dalam mencari berbagai referensi
agar makalah yang dibuat lebih baik. Pelajari makalah yang telah dibuat, agar dapat
menambah wawasan lagi

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudibyo, R. 2010. Petunjuk Praktikum Mempelajari Mikrostruktur Serbuk ZrO 2 Hasil
Kalsinasi Zr(OH)4 dengan Mikroskop Optik. Yogyakarta : STTN BATAN.
2. Sajima. 2010. Pembuatan Bahan Struktur Grafit Tahap Pemanggangan. Yogyakarta :
STTN BATAN.
3. Vlack, Van.1981. Ilmu dan Teknologi Bahan Edisi Keempat. Jakarta:Erlangga.
4. http://reocities.com/CapeCanaveral/Launchpad/2731/teaching/download/Karakterisasi
Material_Microstructure_Analysis.pdf
5. http://nofrijon.org/teaching/download/Metallography.pdf
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Grafit

25

Anda mungkin juga menyukai