Anda di halaman 1dari 16

PT.

Multivision Plus (MVP Pictures)


Film perjuangan biasanya berisi adegan-adegan pertempuran yang melibatkan para pejuang kemerdekaan Indonesia melawan pasukan penjajah Belanda maupun Jepang. Tanpa disadari, fakta ini menanamkan suatu persepsi dalam diri masyarakat bahwa suatu film akan disebut sebagai film perjuangan jika mengandung unsur-unsur seperti pertempuran, senjata dan mesiu. Pada sisi lain, keberadaan film-film semacam itu juga sekaligus turut menciptakan suatu pandangan bahwa hanya perjuangan bersenjatalah yang paling berperan dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Padahal sejarah juga mencatat bahwa kemerdekaan yang bisa kita nikmati pada saat ini juga berkat perjuangan para pahlawan melawan penjajahan yang dilakukan tidak dengan jalan mengangkat senjata. KH Ahmad Dahlan adalah salah satu sosok Pahlawan Nasional yang berjuang melawan penjajah dengan jalan memperhatikan kesejahteraan anak yatim dan orang miskin serta memberdayakan rakyat jelata melalui pendidikan. Gambaran seperti itulah yang ditampilkan oleh Sutradara Hanung Bramantyo melalui film Sang Pencerah. Rekonstruksi kehidupan Ahmad Dahlan sejak lahir pada tahun 1868 hingga masa awal pendirian Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912 yang dapat dilihat dalam film tersebut memang membuat Sang Pencerah masuk dalam genre biopic (biographical pictures) atau film biografi. Namun jika dilihat dari konteks ruang dan waktu, yaitu Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda serta konteks idealisme maupun kiprah Sang Kiai dalam perjuangannya untuk mengangkat nasib rakyat jelata dari kebodohan dan kemiskinan akibat segala kebijakan kolonialisme, film ini patut dikategorikan ke dalam genre film perjuangan. Terlahir dari keluarga ulama terpandang dan lumayan berada, Ahmad Dahlan sejak muda tidak terbuai dalam sangkar emas. Karena adanya darah saudagar yang mengalir dalam tubuhnya serta jaringan rekanan sang ayah, beliau bisa saja memilih hidup untuk menjadi pengusaha. Namun Kiai yang pada masa kecilnya memiliki nama Muhammad Darwis tersebut lebih memilih untuk memperdalam ilmu agama Islam. Setelah belajar di Mekkah selama kurang lebih lima tahun, Ahmad Dahlan kembali ke Yogyakarta ketika berusia dua puluh tahun. Pada saat itu, dalam diri Ahmad Dahlan sudah terbentuk suatu determinasi kuat untuk membersihkan ajaran Islam dari unsur-unsur yang mengkontaminasi, seperti animisme dan praktek-praktek kultural yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kepekaan sosial beliau yang dilandasi oleh ajaran Islam juga semakin tajam dan ini ditularkan kepada para murid-muridnya seperti KH Muhammad Sudjak dan KH Fakhruddin. Dengan berlandaskan pada Surat Al Maauun, beliau menanamkan nilai pentingnya memperhatikan nasib orang-orang miskin dan anak-anak yatim. Dalam salah satu adegan Sang Pencerah, seorang murid sempat bertanya kepada Ahmad Dahlan tentang mengapa Surat Al Maauun terus menerus menjadi topik bahasan dalam pengajian. Sang Kiai dengan lugas menjawab bahwa memperhatikan nasib orang miskin dan anak yatim merupakan kewajiban bagi para pemeluk agama Islam. Dengan memahami ayat-ayat dalam Surat Al Maauun tersebut diharapkan para murid Sang Kiai tidak melalaikan kewajiban mereka.

Dari adegan tersebut dapat dipahami bagaimana Sang Pencerah berupaya merekonstruksi modus perjuangan KH Ahmad Dahlan sekaligus menyampaikan nasehat bagi kita semua. Perjuangan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik diawali dengan kepedulian kita terhadap nasib orang-orang yang tidak beruntung di sekitar kita. Nasehat ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat pada jaman sekarang. Banyak orang-orang memiliki kekayaan berlebih, namun mereka lebih memilih mempergunakan harta yang dimilikinya guna memperoleh kedudukan politik yang dikemas lewat jargon-jargon populis. Namun ketika mereka berkuasa, mereka lupa terhadap rakyat yang telah rela menjadi konstituen dan memberikan dukungan. Seandainya kekayaan berlebih tersebut disalurkan untuk menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin tentunya lebih mulia dibandingkan dengan penggunaan untuk kompetisi perebutan kedudukan politik demi keuntungan pribadi serta kroni-kroni terdekat. Selain mengajak murid-muridnya untuk lebih peduli terhadap anak-anak yatim dan orang miskin, rangkaian adegan menarik dari film Sang Pencerah adalah bagaimana KH Ahmad Dahlan bertekad memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui pendidikan. Dengan mempergunakan sebagian ruangan dari kediamannya, Sang Kiai mendirikan Madrasah Diniyah bagi rakyat jelata. Kiai Dahlan benar-benar menyadari bahwa kebodohan masyarakat yang kronis akan semakin memperkuat cengkeraman kuku penjajah. Bagaimanapun juga orang bodoh akan mudah ditipu dan dipermainkan oleh kaum penjajah yang lebih berpendidikan. Di Madrasah yang didirikannya, Ahmad Dahlan tidak hanya mengajarkan pelajaran agama Islam, tetapi juga pelajaran-pelajaran umum termasuk Bahasa Belanda dan kesenian. Pada masa sekarang kita tidak lagi berada di bawah cengkeraman penjajah yang membatasi kesempatan bagi masyarakat untuk bersekolah. Meskipun demikian tidak berarti perjuangan KH Ahmad Dahlan di bidang pendidikan kehilangan relevansinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dewasa ini timbul fenomena komersialisasi pendidikan yang membatasi akses pendidikan bagi golongan tak berpunya. Seyogyanya otoritas penyelenggara pendidikan benar-benar menyadari bahwa pendidikan memiliki peran strategis bagi kemajuan negara. Dengan demikian tidak perlu ada anak-anak usia sekolah yang tidak dapat bersekolah karena alasan kekurangan biaya. Jika dulu Kiai Haji Ahmad Dahlan menugaskan santri-santrinya agar mencari dan mengajak anak-anak miskin di Yogyakarta untuk bersekolah di Madrasah yang didirikan beliau, apakah pada saat ini otoritas pendidikan tidak perlu melakukan upaya serupa? Banyak anak-anak dari kalangan miskin yang tidak bersekolah karena tidak punya uang untuk membeli seragam dan perlengkapan belajar. Banyak anak-anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya. Sampai sejauh mana otoritas pendidikan benar-benar tanggap terhadap fenomena tersebut? Sebagai penutup kiranya patut diingat bahwa heroisme KH Ahmad Dahlan diwujudkan dalam tindakan beliau untuk menyantuni anak yatim dan orang miskin serta membuka kesempatan pendidikan yang seluasnya bagi rakyat. Heroisme ini terekonstruksi secara jelas dalam film Sang Pencerah. Dengan kata lain, film Sang Pencerah berupaya menyampaikan nasehat KH Ahmad Dahlan yang mesti dihayati dan diwujudkan, yakni kemakmuran masyarakat ditentukan oleh terciptanya kesejahteraan sosial dan kemajuan pendidikan.

Sang Pencerah yang Membutakan Om saya di kampung menelfon saya sore tadi (setelah beberapa kali telfonnya tidak kujawab karena saya sedang kuliah), saya kira dia menelfon karena ada berita atau masalah penting di kampung sana, ternyata masalahnya adalah Film Sang Pencerah, semua pasti sudah tahu. Semua pasti sudah tahu arah dari cerita ini, bahwa saya mendapatkan telfon yang serius dari keeluarga di kampung, saya disuruh untuk mencari Kaset Pisidi (Video CD) Sang Pencerah dan dikirimkan ke Galesong Sulsel), mereka ingin sekali menonton, dan bisa ditebak kalau keluarga saya ini tidak tahu bagaimana cara masuk ke bioskop, mungkin karena pintu bioskop berbeda total dengan pintu toilet umum yang merakyat. Ini pertama kali keluarga saya meminta CD Film kepada saya, dan saat saya menutup telfon dari Om itu, satu hal yang terfikirkan bahwa minat keluarga saya mulai maju, karena mulai memesan film yang nuansanya tidak kampungan (ini masih perkiraan sederhana tentang Sang Pencerah, saya sendiri belum nonton), padahal tontonan keluarga saya di kampung adalah India, India dan India, dan film mandarin yang dibintangi artis ternama. Sang Pencerah yang (entahlah) menokohkan KH Ahmad Dahlan dan perjuangannya mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, betul-betul membutakan para kader atau simpatisan Muhammadiyah, apa alas an saya? Pertama, Masyarakat Muhammadiyah secara umum tidak memiliki pengetahuan yang mendetail terhadap sosok KH Ahmad Dahlan, mereka yang mengenal KH Ahmad Dahlan adalah mereka yang berkecimpung di struktur Pimpinan Muhammadiyah. Persoalan pertama ini akan menjadikan pemahaman atau idenntifikasi masyarakat terhadap KH Ahhmad Dahlan akan timpang, referensi mereka hanya pada Film ini. Kedua, Media yang digunakan untuk memperkenalkan sosok pendiri Muhammadiyahh ini adalah Film yang merupakan media Audio Visual, teknik penyampaiannya dengan Gambar bergerak dan suara (semuanya tentu sudah tahu). Boleh dibayangkan bagaimana efek yang ditimbulkan media audio visual ini di benak para penontonnya, visualisasi semakin mudah di benak penonton dan muatan yang disuntikkan oleh media ini sangat dalam karena media audio visual melukiskan kesan dengan gambar dan suara. Ketiga, Keluarnya film ini mendapatkan berkah dari PP Muhammadiyah, artinya semua muatan dan efek yang ditimbulkan film ini telah mendapatkan amin dari para empu Muhammadiyah, saran saya adalah perlu adanya pertimbangan yang serius untuk para pengurus Muhammadiyah, mereka harus membedah film ini habis-habisan sebelum sampai pada masyarakat atau grass root

dengan pemikiran yang berbeda dengan cara atau pola fikir masyarakat kota. Keempat, berhubungan dengan persoalan ketiga, bisa dibayangkan jika masyarakat desa yang menonton film ini (saya belum nonton jadi argumentasi saya ini masih bisa berubah), akan menokohkan KH Ahmad Dahlan dengan kadar yang lebih tinggi, sehingga pandangan terhadap KH Ahmad Dahlan sama dengan pandangan kepada orang suci (mungkin seperti nabi), kita tahu bahwa salah satu alas an Muhammadiyah tidak ikut mengamalkan Barzanji adalah karena Nabi Muhammad (yang diagungkan dalam kalimat Barazanji) adalah orang biasa, sama seperti kita semua. Kelima, Semua ummat Muhammadiyah pasti tidak lupa salah satu pesan KH Ahmad Dahlan yang berbunyi, Hidup Hidupilah Muhammadiyah, jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah. Yahh mungkin bagian ini bisa dimengertilah bagaimana korelasi antara pesan ini dengan ingarbingarnya pimpinan-pimpinan muhammadiyah memajang poster besar Sang Pencerah (di depan kampus saya, Balihonya Buuuueeesaaaaarrrrrr sekali). Semoga Muhammadiyah mendapatkan untung dan tidak kecolongan dari kenyataan ini. Demikianlah hal-hal yang sekiranya kurang diperhatikan oleh banyak penikmat sang pencerah, dan inilah yang saya maksud dengan sang pencerah yang membutakan, bahasa kerennya (mungkin) kurang lebih seperti ini; Terma atau judul film Sang Pencerah sangat meyakinkan kita bahwa film ini bebas dari hal-hal kotor, suci dan anti-kritik. Sang Pencerah (boleh dirasakan kesan judul nya di mind kita) mengandung sebuah kekuatan hegemonik yang membuat kita harus menontonnya, apalagi kedekatan ideology menambah kekuatan magnetis dari film ini. Sang Pencerah membutakan kita, bagaimana menurutmu? Mungkin ada yang bertanya, kenapa saya belum menonton filmnya sampai sekarang, saya hanya bisa bilang mohon maaf sayya tidak suka bioskop walaupun kecintaan pada film mengalahkan segalanya. Dan saya mohon saran karena saya bukan penganut Muhammadiyah yang ngerti Muhammadiyah secara terperinci. Semoga semua ini bermanfaat.

Film "Sang Pencerah": Kritik Hanung pada Islam Abangan Biola pemberian kawannya saat berhaji di Mekkah itu ia gesekan. Seketika terdengar alunan irama musik yang indah sekali. Keempat orang yang mendengar di situ nampak terhanyut. Bahkan ada yang sampai tertidur. Apa yang kalian rasakan setelah mendengarkan? tanya pria yang menggesekkan biola itu. Semua setuju, alunan biola itu indah. Harmoni yang dihasilkan dari nada-nada, begitu menyejukkan hati. Lebih dari itu, iramanya seolah membawa mereka ke sebuah alam yang aman dan tenteram. Itulah agama! Agama membawa kita dalam ketentraman, indah, dan menyejukkan hati. Pria itu kemudian menyuruh salah seorang memainkan biola. Ayo mainkan, ujarnya. Dengan ragu-ragu, biola itupun dimainkan. Begitu menggesekkan alat gesek ke senar biola, seketika terdengar irama yang disharmoni. Mereka yang ada di sekitar itu langsung mengerutkan dahi sebagai tanda tak sedap di dengar. Apa yang kalian rasakan setelah mendengarkan? tanya pria itu lagi. Tidak enak didengar! Itulah agama juga, lanjut pria itu. Ketika kita belum mengerti, rasanya akan tidak enak, tidak indah, dan tidak menyejukkan hati. Dialog di salah scene film Sang Pencerah itu begitu kontemplatif. Hanung Bramantyo, penulis skenario yang juga sutradara, begitu indah dalam merangkai dialog demi dialog di film ini. Terus terang awalnya saya tidak begitu yakin Hanung mampu membuat dialog yang penuh filosofi, namun tetap mudah dicerna. Harap maklum, beberapa kali saya menonton film sutradara lulusan

Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini, tak satu pun dialog yang kontemplatif. Kritis iya, tapi itu tidak cukup mengolah otak untuk berpikir. Namun ternyata saya salah besar.

Saya dengan background baliho film Sang Pencerah. Alhamdulillah, film ini berhasil mencerahkan saya dan keluarga. Sang Pencerah bercerita tentang perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (diperankan oleh Lukman Sardi), seorang pendiri Muhammadiyah, untuk melakukan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Pria kelahiran 1 Agustus 1868 ini ingin mengajak umat Islam Indonesia, khususnya di Yogyakarta, kembali hidup menurut tuntunan al-Quran dan al-Hadits, bukan menjadi Islam Abangan. Sekadar info, Islam Abangan adalah stempel yang diberikan kepada orang yang mengaku Islam, tetapi belum menjalankan syariat secara benar. Syariat yang dimaksud dalam konteks ini bukan sekadar Rukun Islam dan Rukun Iman saja, tetapi benar-benar mengikuti cara Nabi Muhammad, bukan adat. Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis (baca: membaur anekakepercayaan dan budaya setempat ke dalam Islam). Istilah ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti merah. Abangan -pertama kali digunakakan oleh Clifford Geertz- dianggap lebih cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat ketimbang syariat Islam murni. Seperti kita ketahui di abad ke-18, sistem kepercayaan di Indonesia ini terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme sebagai kepercayaan tua. Ketika Islam masuk, kepercayaan tersebut tidak sepenuhnya hilang, tetapi justru berasimilasi. Itulah yang membuat sebagian orang menilai, Islam Abangan merupakan bentuk varian Islam di Indonesia.

Beberapa sarjana luar negeri berpendapat, varian itu seringkali merupakan bagian dari agama itu sendiri. Di beberapa negara lain juga seperti itu. Martin van Bruinessen, misalnya, pernah meneliti mengenai hasil proses asimilasi antara agama dengan adat setempat pada umat Islam di Mesir. Namun menurut Dahlan, Islam bukan seperti itu, karena itu tidak sesuai syariat. Luar biasanya, pengetahuan keislaman tersebut sudah ia rasakan sejak kecil. Hanung membuka dengan scene upacara-upacara yang menggunakan sesajen. Dengan nakalnya, Dahlan kecil mengambil sesajan yang diletakkan sepasang suami istri di depan pohon beringin. Begitu kembali ke pohon, mereka kaget melihat sesajennya hilang. Lho kok hilang Pae? tanya sang istri. Pasti ada yang ambil! Boten mboke. Itu tandane Gusti Allah akan mengabulkan permohoan kita, ujar sang suami dengan bodoh. Mereka langsung bersujud di depan pohon beringin. Di belakang pohon beringin, Dahlan tertawa melihat sepasang orangtua bodoh itu. Ia pun geleng-geleng kepala melihat fakta tersebut, dimana ternyata penduduk di sekitarnya yang masih mensekutukan Allah. Masih membawa aliran animisme dalam Islam, sehingga pohon harus disembah selayaknya Allah. Itulah mengapa Dahlan ingin mencerahkan warga di sekitar yang dianggap telah mensekutukan Allah. Meski banyak tantangan yang dihadapi, ia tetap konsisten dengan perjuangannya. Ia ingin para pemeluk Islam di daerahnya menjadi susah oleh karena adat ini dan itu -yang sebenarnya tidak wajib dalam ajaran Islam-, sehingga mereka merasa bersalah jika tidak mengikuti adat. Oleh Hanung, dua contoh Islam Abangan dimunculkan, dimana contoh ini masih ada sampai kini di tengah masyarakat kita. Kyai apakah kami boleh menikahi anak kami tanpa harus mengadakan pesta? Kami tidak punya biaya untuk mengadakan pesta, Kyai, tanya seorang bapak pada Kyai Ahmad Dahlan. Pria itu didampingi istri dan putrinya yang mau menikah. Pak Kyai yakin tidak masalah selamatan di rumah tanpa kue apem dan makanan? Nanti saya salah? pria lain bertanya lagi pada Kyai Ahmad Dahlan. Contoh Islam Abangan yang dituangkan dalam scene oleh Hanung menurut saya cukup cerdas. Scene itu adalah sebuah kritik bagi Islam yang masih eksis di tanah air kita, dimana Islam yang sudah berasimilasi dengan adat yang kehindu-hinduan maupun kepercayaan lain. Bahwa Hanung ingin meluruskan kembali, bahwa Islam itu tidak mempersulit kita. Dalam contoh scene orangtua yang menikahkan anak di atas tadi jelas, bahwa banyak umat Islam di daerah yang salah persepsi, bahwa menikah itu harus dirayakan secara besar-besaran. Budaya itu yang kemudian dianggap sebagai sebuah kewajiban, sehingga menakutkan bagi mereka yang tak mampu. Akhirnya menikah menjadi sesuatu yang mahal.

Dalam scene pria yang bingung, karena tidak punya uang untuk membuat selamatan juga sangat jelas menggambarkan budaya selamatan yang banyak menghambur-hamburkan uang. Substansi selamatan itu sendiri yang seharusnya bersyukur pada Allah Sang Pencipta- malah hilang. Ada juga filosofi yang cukup kritis yang Hanung sampaikan via dialog, yakni kebiasaan umat Islam dalam membacakan doa atau sholawat yang dianggap tidak afdol jika tidak keras. Ini tentu masih sering kita jumpai di beberapa kalangan Islam. Padahal tanpa suara keras, bahkan tanpa bersuara pun bersholawat maupun berdoa juga tetap afdol. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, ujar Kyai Ahmad Dahlan. Bagi saya, Hanung berhasil mengangkat substansi pemikiran Kyai Ahmad Dahlan di film Sang Pencerah ini. Sutradara kelahiran Yogyakarta, 1 Oktober 1975 ini pun menyisipkan elemenelemen kocak di tengah film serius seperti ini. Barangkali ini kelebihan dan menjadi daya tarik agar anak-anak betah duduk di dalam bioskop. Apalagi bagi fans berat Nidji. Sebab, Giring ikut berperan di film ini. Aktingnya tidak jelek-jelek amat untuk pemain pemula.

Dua baliho film nasional. Sang Pencerah lawan Poncong Jumat Kliwon. Film yang satu mencerahkan, satu lagi Kebetulan saya dan istri sengaja mengajak kedua putri kami nonton film Sang Pencerah. Terus terang setelah film Laskar Pelangi, kami belum pernah bersama kedua putri kami menyaksikan film nasional. Maklumlah, sesudah Laskar Pelangi belum ada lagi film nasional yang menurut saya layak ditonton bersama anak-anak. Makanya tiap kali nonton bersama anak-anak, selalu film-film luar. Baru di film Sang Pencerah ini kami berani mengajak anak kami. Bagus, begitu kata anak kedua kami, Anjani yang saat ini masih duduk di SD. Tentu bukan maksud saya promosi berlebihan pada film ini, toh saya tidak mendapat apa-apa, kecuali pahala. Wong saya bukan kru film ini, bukan pula tim publikasi. Namun, saya merekomendasi film ini untuk Anda tonton. Ya, bukan sekadar terpaksa, karena kasihan dengan film nasional yang jarang Anda tonton, tetapi lebih pada kualitas dan edukatif. Menontonnya pun jangan sendiri, tetapi ajak anak-anak Anda.

Di awal-awal ingin menonton Sang Pencerah, saya ragu-ragu untuk mengajak kedua putri kami. Tetapi ternyata saat kami masuk ke ruang bioskop, banyak orangtua mereka berpikiran sama dengan kami. Film ini juga layak untuk anak. Anak-anak perlu diperlihatkan seorang tokoh sejarah bangsa Indonesia yang turut berjuang menyusun mozaik sejarah kemerdekaan kita. So, I think this film also for children. Recomended. Selamat menonton!

Perbanyak Film Agama MEYDA SEF1RA. Setelah sukses membinrangi sosok Husna dalam film Ketika Chua Bermsbih dan Dalam Mihrab Cinta yang sekarang sedang dimainkan di bioskop, Meyda Sefira memetik banyak hikmah dari berakting dalam film bemapaskan Islam. "Makanya, saya usul ke badan terkait agar film tentang agama, khususnya Islam, diperbanyak. Soalnya, memerangi dekadensi moral dan mengantisipasi makin menipisnya kesadaran warga tentang nilai-nilai kebersamaan. Peranan film agama sangat besar. Film agama menuntun perubahan positif penontonya," ujar Meyda kepada wartawan di Jakarta kemarin. Pemeran Ziii dalam film Dalam Mihrab Cinta ini mengatakan, film bemapaskan agama bisa membangun citra positif masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan memahami nilainilai kebersamaan dan keberbedaan. Pemahaman yang minim tentang hal itu dinilai gadis kelahiran Bandung, 20 Mei 1988, ini menyebabkan masyarakat mudah bertikai. "Coba cermati, maraknya aksi kerusuhan, tawuran massal, dan praktek anarkis di mana-mana, membuktikan masyarakat minim pengetahuan tentang nilai-nilai kebersamaan dan tidak.bisa menerima adanya perbedaan. Padahal, negeri ini bisa bersatu setelah tokoh pendiri Indonesia menyatukan perbedaan. Nah, melalui bahasa film, kenyataan itu saya yakin bisa teratasi," ujar Meyda lagi. Karena ambisi aktingnya mampu menghasilkan perubahan-perubahan gaya pandang masyarakat, maka gadis ini selalu bertekad memainkan aktingnya sebagus mungkin. Melalui aktingnya di film agama, Meyda dinilai berhasil melakukan syiar Islam "kepnda penontonnya. Dampaknya pun tidak sia-sia. Selain makin disukai penggemar, sutradara dan produser pun berlomba menggandeng gadis ini main dalam beberapa film bertema agama. "Untuk 2011 sudah ada tawaran nain film lagi. Semua ; mengupas tentang agama," kata Meyda.

PENGARUH FILM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Rabu, 14 April 2010 , Posted by Katir at 02:33

Selain demam musik, biasanya wanita-wanita yang mengaku modern pasti juga menyukai sesuatu yang ditonton alias sebangsa film.Hampir setiap malam mereka mengantri dan berjubel memadati bioskop-bioskop hanya untuk nonton di bioskop. Apalagi kalau malam minggu, mereka biasa pergi ke bioskop bersama sang pacar atau yang masih berstatus gebetan, mereka lebih suka menonton film-film dari pada belajar di rumah bahkan sampai lupa akan waktu shalat ataupun dzikir malam. Tidak hanya remaja, wanita yang sudah berstatus sebagai ibu-ibu pun juga lebih suka mengadakan kumpul-kumpul atau semacam reuni/ arisan dengan makan-makan, ngerumpi, dan bahkan menghabiskan waktunya dengan melihat film andalan ibu-ibu di bioskop atau di VCD.Sehingga lupa akan ke wajibannya sebagai istri dirumah. Wanita zaman sekarang yang lebih suka bernyanyi dari pada mengaji. Mereka lebih suka nongkrong di diskotik dan arena konser musik daripada mendatangi tempat pengajian atau shalat jama'ah di masjid. Para wanita sekarang seolah semakin jauh dari agama, semakin jauh dari Allah dan Rasul-Nya. Kalau sudah senang membahas tentang film apalagi aktor/artis yang ada dalam film tersebut dan vokalis band yang sekarang banyak digilai kaum hawa baik dari kalangan muda atau tua, mereka bakal tidak sadar kalau waktunya sudah terbuang percuma dan yang pasti mulut sudah berbusa. Coba film yang berbau dengan kepedulian sosial dan religius. Pasti penontonnya bakal sepi dan bioskopnya mending ditutup karena yang punya bioskop dapat kerugian. Emang sich film itu sekarang tidak cuma bisa dinikmati di bioskop karena sekarang sudah banyak pula VCD baja kan yang bisa mereka sewa di toko-toko kaset. Nah kan ada lagi dampak dari film yang membuat orang menghalalkan segala cara demi meraih untung. Ada yang membuat bajakan dari film yang lagi banyak penontonnya itu. Film-film nasional yang banyak memberi pesan moral malah tidak ada peminatnya sama sekali.Tapi sebenarnya kebanyakan nonton fillm itu tidak bakal membuat kita tambah gimanagimana kok. Adanya malah, kalau menjalani hidup kita adanya kita hanya menyamakan jalannya kehidupan kita itu dengan yang ada di film. Tidak baik kalau kita melihat sesuatu yang tidak nyata atau yang cuma dibuat-buat (fiktif). Kalau kita tidak pinter-pinter milih tontonan, kita juga bisa-bisa terjebak dalam kesesatan.

Diistilah perfilman ada juga istilah 'blue film'.Katanya biasanya filmnya itu gambarnya pada biru semua. Loh apa Tv nya tidak rusak? Kok yang muncul dilayar cuma gambar biru aja? Jelas tidak begitu...Yang dimaksud dengan film biru atau blue film itu sebenarnya hasil jiplakan dari luar negeri atau negara barat yang secara terang-terangan mengumbar gambar bahkan adegan yang semestinya tidak dipertontonkan pada masyarakat umum.Yang kayak gini juga yang bisa merusak kodrat wanita yang bisa-bisa terpenga ruh dengan tontonan yang tidak mendidik itu. Tontonan yang bersifat porno dapat mendatangkan kenik matan dan merangsang keinginan sexual.Kemudian mere ka akan berusaha mencari peluang untuk melampiaskan nya secara sendiri atau berkelompok.Mungkin secara su ka sama suka atau lewat perkosaan.Memang pengaruh pergaulan yang negatif sangat cepat meluas. Media massa yang dianggap sangat mengganggu kestabi lan jiwa kaum hawa adalah bentuk audio visual yang ma na secara diam-diam telah merayapi kehidupan mereka, Dewasa ini orang sudah banyak memiliki video kaset tuju an utamanya adalah untuk sarana hiburan anggota keluar ga.Tetapi kemudian,dibisniskan menjadi tujuan komersial dengan menyulap rumah mereka menjadi bioskop mini dan memungut uang tontonan dari kaset-kaset blue film. Rata-rata peminatnya adalah anak-anak pelajar,bukan sa ja dari tingkat SLTA tetapi juga pelajar tingkat SLTP sete lah mengalami wet dream. Pelajar-pelajar dikota dan didesa banyak yang telah mengetahui lokasi-lokasi rahasia dari bioskop,mini ini.Sung guh bagi pemilik video cabul sekeping uang lebih berhar ga dari segalanya.Mereka tega meracuni fikiran dan jiwa generasi muda melemahkan semangat pelajar untuk bela jar dan bekerja. Film-film porno sangat cepat merangsang penontonnya, begitu pula bagi pelajar.Ia cepat sekali meningkatkan ambisi sexual,dorongan sexual membuat mereka ingin melakukan isengiseng,mungkin terhadap pacar atau terhadap wanita lain. Banyak anak-anak remaja yang tidak atau kurang punya latar belakang pendidikan agama, orangtua pun tak memberi perhatian yang cukup. Rata-rata pelajar yang mempunyai kasus hubungan sexual ini terjadi secara suka sama suka.Perbuatan itu seba gian dilakukan dirumah atau ditempat tersembunyi dan se bagian lagi ditempat rekreasi yang suasananya lengang. Umumnya kasus pelanggaran sexual dan kehamilan pela jar ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari orang tua,minusnya pendidikan agama,broken home (orang tua yang sibuk dan suka bertengkar) dan akibat komunikasi yang sangat jelek,di rumah berpacaran secara sembunyi-sembunyi dan pergaulan yang sangat bebas dapat menje rumuskan para remaja kepada perbuatan zina dan keha milan.Wanita yang melakukan perbuatan zina hingga ha mil,sungguhia sudah menodai ke hormatannya sebagai wanita.Dimana untuk seterusnya akan mencemarkan na ma baik keluarga dan sekolahnya. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim dilarang keras membuat film-film porno sehingga merangsang orang ke pada perbuatan zina, dan perbuatan keji lainnya. Yang mendorong kepada kebathilan dan menyokongnya. Allah SWT Berfiman : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,dan jangan tolong menolong da lam berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertakwalah kamu kepada Allah,sesungguh nya Allah amat berat siksa-Nya. (Surat Al-Maidah : 2). Rasulullah SAW juga bersabda :

Barangsiapa mengajak kepada petunjuk,niscaya ia akan mendapat pahala sebagaimana orang yang me ngikutinya tanpa dikurangi pahala mereka sedikit pun.Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesa tan,niscaya ia akan mendapat dosa sebagaimana orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dosa mereka

Film Sang Pencerah, Refleksi bagi Generasi Muda Masa Kini Menyaksikan film Sang Pencerah telah memberikan nilai tersendiri buat saya. Mengapa? Hadirnya film garapan Hanung Bramantyo ini setidaknya, sekali lagi buat diri saya sendiri loh, telah memberikan alternatif cerita dalam film bioskop kita sekarang. Hm, di tengah menjamurnya film-film berbau selangkangan atau film yang hanya menjual romantisme cinta remaja, Hanung ternyata mampu memberikan sebuah alternatif buat kita yang ingin mengenal lebih dalam tentang sosok pendiri Muhammadiyah. Seperti apakah filmnya? Berikut ini saya coba berikan sedikit catatan dari saya tentang film ini....Semoga tak terusik yah

Apa yang telah Anda lakukan ketika usia masih 21 tahun? Pertanyaan dasar inilah yang coba hendak diberikan oleh Hanung Bramantyo ketika mengawali pembuatan Sang Pencerah. Sang Pencerah merupakan karya biografi pictures perdana dari sutradara kelahiran Yogyakarta 34 tahun silam ini. Sosok yang coba dihidupkannya ke dalam versi layar lebar itu adalah pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Dalam film ini, Hanung tak hanya menghadirkan rangkaian kisah Dahlan semata. Tapi jauh yang lebih mengusik hatinya adalah Hanung sebenarnya ingin mengajak kepada generasi muda zaman sekarang untuk melihat seratus tahun ke belakang tentang sosok anak muda bernama Ahmad Dahlan. Niat yang awalnya sangat sederhana untuk mengubah arah kiblat Masjid Besar Kauman ternyata memberikan dampak begitu besar bagi Kauman dan negeri ini. Muhammadiyah sebagai sebuah pergerakan pendidikan dan kesehatan berbasis pada umat Islam terlahir dari sebuah semangat juang yang telah dirintis oleh Dahlan sejak usianya masih 21 tahun.

Untuk membungkus cerita biopic ini Hanung menggarapnya secara istimewa. Dalam hal penulisan skenario, setidaknya Hanung membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk merampungkan ceritanya agar bisa menjual namun juga tetap terjaga berada dalam koridor ketokohan Ahmad Dahlan. Memang, jika kita berkaca pada trend pasar film pada masa kini, cerita yang coba diberikan pada Sang Pencerah ini tidaklah terlalu menjual efek dramatis dari kisah percintaan tokoh yang ada di dalamnya. Sebutlah jika pembanding itu disejajarkan dengan Ayat Ayat Cinta yang juga digarap oleh Hanung. Tapi sebuah karya tentunya tetap memiliki aspek cerita yang unik. Dalam film ini Hanung sepertinya ingin lebih menekankan nilai-nilai keteguhan dari sosok Ahmad Dahlan dalam mewujudkan idenya. Walau demikian ada beberapa hal yang mungkin akan memberikan perspektif baru buat Anda. Setidaknya hal ini bisa menambah perspektif warga Muhammadiyah dalam memandang Ahmad Dahlan. Dahlan, sosok yang tak banyak berbicara itu, ternyata juga piawai dalam memainkan biola. Kemampuan itu ia perlihatkan dalam mengajar. Hanung juga cukup apik menyelipkan sebuah edukasi -- jika itu tak mau disebut kritikan -- ketika ia menjelaskan makna agama. Dahlan tidak memberikan jawaban tekstual seperti yang sudah biasa dijelaskan para ulama maupun kiai di kampungnya. Tapi ia mengawalinya dengan sebuah permainan biola dengan alunan musik yang begitu sentimentil dan halus. Lewat permainan biola tadi Hanung kemudian menjelaskan lewat sosok Ahmad Dahlan bahwa agama pada intinya memberikan orang yang merasakannya menjadi tentram, indah, dan nyaman. Dan semua itu tentunya harus berdasarkan pada ilmu. Lalu dari barisan pemeran, Hanung memboyong para pemain terbaik yang ada di negeri ini. Sebutlah nama Slamet Rahardjo, Ikranegara, Sujiwo Tedjo, Sitok Srengege yang tak perlu lagi disangsikan kemampuan seni perannya di depan kamera. Para pemain berkualitas itu pun disandingkan dengan sosok-sosok muda seperti Lukman Sardi, Ihsan Tarore, Giring Nidji, Joshua dan Zaskia Mecca. Dari semua pemeran tersebut rasanya patut diberikan penghargaan besar. Wabil khusus diberikan kepada Lukman Sardi. Putra dari Idris Sardi ini, seperti dalam film-film lainnya, selalu mampu

menyelami setiap karakter yang dimainkannya. Dan pada karakter Ahmad Dahlan dewasa, Lukman bermain dengan begitu paripurna. Sedangkan satu-satunya akting yang terasa mengganggu adalah Zaskia Mecca. Zaskia di film ini berperan sebagai Nyai Dahlan. Di film ini begitu terlihat jelas betapa istri dari Hanung Bramantyo ini tak bisa mengartikulasikan dialeg Jawa. Namun pada saat jumpa pers, Hanung berkata soal penampilan Zaskia. ''Dari pada harus dipaksakan lebih baik seperti itu saja,'' kata Hanung. Selain aspek akting maupun cerita, Hanung juga dibuat kerja ekstra untuk bisa menghadirkan kembali suasana akhir 1800-an di sekitar Yogyakarta. Bagaimana hasilnya? Seperti di film AyatAyat Cinta -- ketika itu Hanung mampu menduplikasi suasana Mesir dengan hanya mengambil setting lokasi shooting dari tanah air -- Hanung juga tetap piawai. Secara artistik, film ini patut diberikan penghargaan tinggi. Jadi bagi Anda, terutama kaum muda yang memang menjadi pasar terbesar dalam industri perfilman Indonesia masa sekarang, tak ada salahnya untuk melangkahkan kaki menikmati film Sang Pencerah ini di layar bioskop. Karena film ini tak hanya sekedar propaganda tentang organisasi Muhammadiyah. Tapi Hanung lebih ingin mengajak generasi muda zaman sekarang untuk bisa merefleksikan kembali dirinya; apa yang sudah kita perbuat bagi negeri ini!

Tulisan : Sang Pencerah

Ahmad Dahlan muda, diusianya yang baru 21 tahun sudah memiliki pemikiran dan pendirian pembaharuan untuk perbaikan dan kemajuan umat. Padahal masa itu adalah masa yang sulit. Masa di mana umat terkungkung dalam kebodohan dan kemiskinan, masa penjajahan kolonial Belanda yang menjajah dan menjarah negeri selama ratusan tahun. Bagaimana dengan kita? Di usia kita? Sepulang dari Mekah, beliau berpikir bagaimana membebaskan umat dari semua itu, terbebas dari kebodohan dan kemiskinan yang menjadi akar masalahnya. Bagaimana mungkin membiarkan umat berserakan kalau kita memberikan pemahaman agama yang salah? itu yang ada dibenaknya. Perhatikanlah ketika K.H Ahmad Dahlan mencoba mengubah arah Sholat dari sebelumnya ke barat menjadi ke sedikit condong ke arah barat laut secara ilmiah, dengan fakta dan data bukan dengan alasan yang tidak jelas atau dengan pemaksaan apalagi kekerasan (diilustrasikan dalam film Sang Pencerah). Karena persoalan inilah beliau dicap sebagai Kyai Kafir dengan alasan mengikuti cara-cara orang kafir. Jadi selama ini umat berkiblat ke barat ke arah Afrika bukan ke

Kabah di Mekkah. Apakah pada zaman itu tak ada umat Islam yang mengerti ilmu geografi ataukah terlalu mudah dibodohi oleh para penjajah? Sungguh ironi! Perhatikanlah ketika K.H Ahmad Dahlan mengatasi masalah konflik yang terjadi (diilustrasikan dalam film Sang Pencerah). Beliau menjalaninya dengan penuh keberanian dan kesabaran. Berani melantangkan kebenaran yang diyakininya tetapi sabar dalam memperjuangkannya. Sehingga keberanian dan kesabaran itu membuahkan hasil yang dapat dirasakan hingga saat ini. Perhatikanlah ketika pemuda-pemuda yang menjadi murid K.H Ahmad Dahlan dengan lantang berkata, Kami berada di depan Kyai! seraya mengutip sabda Nabi Muhammad S.A.W : Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana kedatangannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing. (diilustrasikan dalam film Sang Pencerah). Teringat ayat Al Qur-an surat Ash Shoff (61) ayat 14 : Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah? Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: Kamilah penolong-penolong agama Allah.., Begitu pula yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad S.A.W ribuan tahun yang silam. Perhatikanlah ketika K.H hendak mendirikan perkumpulan Muhammadiyah dengan menyebut ayat Al Qur-an Surat Ali Imron ayat 104 : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. Umat Islam dulu dan saat ini membutuhkan pencerahan dan penjelasan mengenai ajaran agama yang benar yang murni bersumber dari Al Qur-an dan Ash Sunnah. Umat membutuhkan perkumpulan dakwah yang konsisten sesuai dengan ayat di atas. Perhatikanlah cara K.H Ahmad Dahlan dan murid-muridnya dalam mengatasi masalah pendidikan umat (diilustrasikan dalam film Sang Pencerah). Mereka berkeliling kota untuk merazia anak-anak miskin dan terlantar, kemudian mengajak anak-anak itu untuk bersekolah. Tetapi sebelumnya anak-anak itu dimandikan terlebih dahulu, dipakaikan baju yang bagus, lalu diberi makan, setelah itu barulah diajak untuk belajar, dibekalkan ilmu dan diberikan alat-alat tulis kepada mereka. Begitulah tahapan dakwah dan pembinaan umat yang beliau jalani memberi makan umat sebelum didakwahi. Tidak serta merta hanya menyeru atau menyuruh, tetapi kongkrit implementasinya, terintegrasi mulai dari A sampai Z. Orang-orang miskin bukan hanya butuh pendidikan yang gratis dan berkualitas, tetapi juga makan yang cukup, pakaian yang layak, kesehatan yang memadai (air bersih untuk mandi), dan sarana lain yang menunjang. Beliau (K.H Ahmad Dahlan), berkata Hidup, hidupi Muhammadiyah, bukan mencari hidup dari Muhammadiyah. Jikalau warga Muhammadiyah memahami ini betapa dahsyatnya dampak yang ditimbulkan bagi Muhammadiyah dan pasti akan berimbas pada Umat Islam keseluruhan karena Muhammadiyah adalah salah satu elemen terpenting dari umat ini. Jika umat Islam memahami ini betapa dahsyatnya dampak yang ditimbulkan bagi Islam dan umat Islam. Karena kemashlahatan Islam adalah kemashlahatan umat, kemashlahatan umat Islam merupakan

kemashlahatan bagi peradaban umat manusia dan bagi seluruh alam, karena Islam bersifat universal, rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta alam.

Anda mungkin juga menyukai