Anda di halaman 1dari 121

MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM (STUDI KASUS PT.

GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)

SKRIPSI

PAMELA H34076118

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


2011

RINGKASAN PAMELA. Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).
Permintaan tanaman hias yang sering berubah mengikuti tren menyebabkan persediaan tanaman hias cenderung menumpuk. Kondisi yang sama juga dialami oleh PT.Godongijo Asri (GIA). Sebagai gambaran penumpukan persediaan adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei 13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun. Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar, yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias tersebut.

Pengusahaan tanaman hias yang cenderung menumpuk dapat membuat dua rumusan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan, dan apakah ada metode persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias. Dengan demikian tujuan penelitian adalah (1) mempelajari manajemen persediaan tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, (2) mempelajari model persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, dan (3) menentukan pilihan model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persediaan ideal yang biasa digunakan pada perusahaan manufaktur. Model tersebut adalah model EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala, EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, probabilistik, peramalan permintaan dengan menggunakan metode dekomposisi, Material Requirement Planning (MRP), dan Just In Time (JIT). Berdasarkan hasil di lapangan, perencanaan persediaan GIA didasarkan pada target penjualan. Target penjualan disusun berdasarkan informasi data penjualan adenium selama tiga tahun sebelumnya dan informasi pada industri tanaman hias. Pengendalian persediaan adenium dilakukan dengan metode two bin system . Manajemen persediaan yang dilakukan terorganisir dengan baik, dan penumpukan persediaan adenium yang terjadi relatif masih dinilai wajar. Namun,

dari segi pengadministrasian persediaan, GIA relatif belum rapih dalam penyimpanan data ataupun pencatatan data mengenai persediaan. Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi , probabilistik, peramalan, MRP dan JIT, tidak ada satu pun model persediaan ideal yang cocok dilakukan dalam manajemen persediaan usaha tanaman hias. Model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan oleh GIA adalah model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi. Hal ini dikarenakan manajemen persediaan yang berjalan selama ini di perusahaan telah berjalan dengan menggunakan metode two bin system , dan kendala investasi dapat menyesuaikan biaya persediaan dengan anggaran belanja perusahaan, serta perhitungan EOQ akan membantu perusahaan dalam menentukan jumlah kuantitas pesanan ekonomis.

MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM (STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)

PAMELA H34076118

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul Skripsi Nama NIM

: Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT. Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat) : Pamela : H34076118

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus:

PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011 Pamela H34076118

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Aslan Situmorang dan Ibunda Asnidar Rajaguk-guk. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Muara Beres, Cibinong, Bogor pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 2 Cibinong, Bogor. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 3 Bogor, dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis diterima di Program Studi Diploma Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan diploma III tahun 2007 dan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat). Persediaan merupakan buffer antara permintaan dan penawaran. Manajemen persediaan perlu dilakukan untuk kelangsungan proses produksi, termasuk pada perusahaan agribisnis. Sejumlah model persediaan ideal telah ditemukan untuk membantu proses keputusan dalam manajemen persediaan. Skripsi ini membahas manajemen persediaan usaha adenium yang dilakukan oleh salah satu perusahaan agribisnis yaitu PT.Godongijo Asri. Selanjutnya persediaan usaha adenium dianalisis dengan sejumlah model persediaan ideal yang biasa diterapkan pada usaha manufaktur. Perbandingan hasil antara metode perusahaan dengan model ideal dapat membantu melihat kemungkinan pengendalian persediaan pada usaha adenium. Skripsi ini bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Namun demikian, penulis pun menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini.

Bogor, April 2011 Pamela

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril serta materil kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain sebagai berikut :
1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium

penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan proposal penelitian.
3. Eva Yolynda Aviny, SP, MM , dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen

penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Orangtua dan keluarga tercinta (Dian Febrina, Siska Situmorang, dan

Elizabeth Situmorang ) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 5. Karyawan PT.Godongijo Asri (Slamet, Nadeak, dan Susi) atas informasi dan data yang diberikan kepada penulis. 6. Kandola yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat dan doa. 7. Dian Fitri sebagai pembahas pada seminar penulis. 8. Teman-teman Agribisnis IPB (Lia Wijaya, Marsella Sembiring, Merry Sipayung, Wastin Midian, Hussein, dan masih banyak lainnya) atas motivasi yang diberikan kepada penulis. 9. Sekretariat Program Sarjaan Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, atas pelayanan yang diberikan.

Bogor, April 2011 Pamela

ii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... I PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan penelitian .................................................................... 1.4 Manfaat .................................................................................. 1.5 Ruang lingkup ........................................................................ TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Usaha Tanaman Hias ............................................................. 2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan ....... KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................... 3.1 Manajemen Persediaan ........................................................... 3.2 Fungsi Manajemen Persediaan ............................................... 3.3 Pengendalian Persediaan ........................................................ 3.3.1 Biaya dalam Persediaan ................................................ 3.3.2 Sistem Pengendalian Persediaan Ideal ......................... 3.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ........................... 3.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ................. 3.4 Jenis dan Kegunaan Persediaan .............................................. 3.5 Kerangka Pemikiran Operasional............................................ METODE PENELITIAN ........................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................... 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................. 4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan .......................................................... 4.3.2 Penentuan Biaya Persediaan ......................................... 4.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ........................... 4.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ................ GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................. 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ................................ 5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ....................................... 5.3 Organisasi Perusahaan .......................................................... 5.3.1 Deskripsi Kerja ............................................................ 5.3.2 Sistem Pemberian Upah, Insentif, dan Tunjangan ...... vii viii 1 1 4 6 6 6 7 7 9 12 12 15 17 18 20 20 21 22 24 26 26 26 27 27 28 28 44 51 51 53 53 54 57 iii

II

III

IV

5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9

Deskripsi Unit Bisnis ............................................................ Deskripsi Unit Bisnis Adenium ............................................ Deskripsi Unit Bisnis Tanaman Hias Non Adenium ............. Deskripsi Produk .................................................................... Deskripsi Pelanggan .............................................................. Deskripsi Kegiatan Pemasaran .............................................. 5.9.1 Produk ......................................................................... 5.9.2 Harga ........................................................................... 5.9.3 Tempat (Place) ............................................................ 5.9.4 Promosi (Promotion) ...................................................

57 58 59 60 62 62 62 63 65 65 66 66 68 69 71 72 74 75 75 78 83 83 85 86 88 89 90 91 93 94 96 97 99

VI

MANAJEMEN PERSEDIAAN TANAMAN HIAS ADENIUM .................................................................................. 6.1 Penjualan Adenium................................................................. 6.2 Perencanaan Produksi ........................................................... 6.3 Perencanaan Input Adenium .................................................. 6.4 Perencanaan Persediaan Adenium ......................................... 6.5 Pelaksanaan Pengadaan Input Adenium ................................ 6.6 Penyimpanan Persediaan Input Adenium .............................. 6.7 Pengendalian Persediaan Input Adenium ............................. 6.8 Identifikasi Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A Pada PT.Godongijo Asri......................................................... 6.9 Evaluasi terhadap Manajemen Persediaan yang Dilakukan GIA .......................................................................

VII ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN METODE IDEAL .......... 7.1 Model EOQ Klasik ................................................................ 7.2 Model EOQ dengan Kendala Investasi................................... 7.3 Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi........................................................ 7.4 Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi .................................................................. 7.5 Model Probabilistik ............................................................... 7.6 Model Peramalan.................................................................... 7.7 Model MRP............................................................................ 7.8 Model Just In Time (JIT)....................................................... VII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan............................................................................. 8.2 Saran....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................

iv

DAFTAR TABEL

Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008.............. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008.................................................................................. Rumusan Asumsi Model EOQ Klasik ....................................... Rumusan Asumsi Model EOQ dengan Kendala Investasi ....... Rumusan Asumsi Model Probabilistik ...................................... Rumusan Asumsi Model Peramalan Permintaan ...................... Peramalan dengan Metode Dekomposisi.................................... Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random ..................... Rumusan Asumsi Model MRP ...................................................

Halaman 2 3 32 33 39 40 42 42 48 48 50 60 67 76 77 78 78 79

10. Format MRP................................................................................ 11. Rumusan Asumsi MRP dan JIT.................................................. 12. Produk PT. Godongijo Asri Berdasarkan Unit Bisnis................. 13. Penjualan Adenium PT. Godongijo Asri Tahun 2005-2009....... 14. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Pesanan....................... 15. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009.......................................................................... 16. Biaya Penyimpanan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009.................................................................................. 17. Biaya Persediaan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009.................................................................................. 18. Penjualan Adenium, Perencanaan Bonggol , dan Realisasi Pengadaan Bonggol Adenium..................................................... 19. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ Klasik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.................................................. 20. Standar Deviasi Penjualan Adenium Grade A Tahun 2009........ 21. Biaya Unit Model EOQ Klasik dan Metode Perusahaan.............

83 84 85

22. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ Klasik dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.......................................... 23. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.................................................................................. 24. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.................................................................................. 25. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A dengan Model EOQ dengan Model Probabilistik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.......................................... 26. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A pada Model Peramalan dengan Metode EOQ Klasik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009.......................................... 91 90 88 86 85

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran dan Permintaan .......................................................................... Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu ........... Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan ............................. Klasifikasi Pengendalian Berdasarkan Jenis ............................. Kerangka Pemikiran Operasional................................................ Model EOQ.................................................................................. Asumsi Permintaan pada Model EOQ ..................................... Hirarki Model Probabilistik ....................................................... Hirarki Proses Perencanaan Produksi ........................................

Halaman 13 14 20 22 25 29 30 37 45 46 47 64 69 70 93

10. Bill of Materials untuk Meja (sebagai contoh) .......................... 11. Proses MRP ............................................................................... 12. Penetapan Harga Jual pada PT.Godongijo Asri.......................... 13. Proses Perencanaan Produksi Adenium PT.Godongijo Asri....... 14. Hirarki Keputusan Pengadaan Input Adenium PT.Godongijo Asri .................................................................... 16. Proses MRP pada Adenium.........................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. Struktur Organisasi PT.Godongijo Asri...................................... Daftar Harga Adenium Tahun 2009............................................ Suku Bunga Simpanan Bulanan Bank Indonesia Periode 2009.. Pengadaan Input Bonggol PT. Godongijo Asri Tahun 2009....... Perhitungan Biaya Opportunity Bonggol Adenium Grade A Tahun 2009.................................................................................. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi......................................................................... 7. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi......................................................................... 8. Peramalan Permintaan Adenium Grade A Tahun 2009..............

Halaman 99 100 101 102 103

104

105 106

viii

I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Manajemen persediaan atau disebut juga inventory control adalah kegiatan

yang berhubungan dengan perencanaan , pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan barang sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan dapat ditekan secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyediaan barang. Dengan demikian, usaha yang perlu dilakukan dalam manajemen persediaan secara garis besar dapat diperinci yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan produksi, membatasi nilai seluruh investasi, membatasi jenis dan jumlah barang, memanfaatkan seoptimal mungkin material yang ada. Manajemen persediaan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Suatu perusahaan yang memiliki persediaan yang lebih banyak daripada perusahaan lainnya relatif lebih terjamin proses produksinya. Namun, jumlah persediaan pun perlu dikelola, karena di sisi lain, jumlah persediaan yang semakin banyak, akan menimbulkan biaya persediaan yang semakin besar juga. Bila persediaan tidak dikontrol dengan baik, biaya persediaan dapat meningkat, dan selanjutnya dapat mengurangi kemampuan kompentensi perusahaan. Manajemen persediaan menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen persediaan pun perlu dilakukan oleh perusahaan agribisnis. Perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis relatif lebih tidak stabil persediaannya, dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan persediaan dalam perusahaan agribisnis relatif dipengaruhi oleh faktor musim, hama dan penyakit, dan jumlah permintaan yang relatif lebih tidak stabil daripada permintaan pada perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang agribisnis.

Salah satu sub sektor agribisnis yang berkembang adalah tanaman hias. Perkembangan tanaman hias di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 produksi tanaman hias di Indonesia meningkat sebesar sembilan persen pada tahun 2008 bila dibandingkan pada tahun 2007. Sejalan dengan peningkatan produksi, luas panen tanaman hias pun meningkat di tahun 2008, sebesar lima persen. Akan tetapi, nilai produktivitas tanaman hias menurun pada tahun 2008 sebesar tiga persen. Hal ini dikarenakan serangan organisme pengganggu tanaman dan penyakit tanaman meningkat di tahun 2008. Berdasarkan Tabel 1, neraca perdagangan tanaman hias di Indonesia pada tahun 2008 meningkat sekitar 84 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan permintaan dari pasar luar negeri terhadap tanaman hias produksi dalam negeri. Dengan demikian, peningkatan neraca perdagangan dapat menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh produsen tanaman hias di dalam negeri.

Tabel 1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008 Uraian 2007 2008* Perkembangan (%) 2 Produktivitas (Kg/M ) 11,0 10,7 ( 3,0) Produksi (Kg) 15.775.751,0 16.597.668,0 9,0 Luas Panen (M2) 1.427.534,0 1.556.012,0 5,0 Ekspor (US$) 6.899.222,0 9.690.804,0 40,6 Impor (US$) 2.019.309,0 732.898,0 (63,7) Neraca Perdagangan 4.879.913,0 8.957.906,0 84,0 (US$)
ket : * : angka ramalan Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2009,diolah)

Tanaman hias telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tanaman hias banyak dimanfaatkan untuk berbagai acara, seperti selamatan kelahiran, perkawinan, kematian, dan upacara keagamaan. Tanaman hias juga banyak dibutuhkan untuk memperindah lingkungan sekitar, termasuk dekorasi ruangan dan halaman rumah. Pemanfaatan tanaman hias telah berkembang menjadi sarana komunikasi personal untuk menyatakan rasa duka maupun suka kepada teman dan kerabat karib.

Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura (2007), rata-rata persentase tertinggi peningkatan produksi tanaman hias per tahun di Indonesia selama tahun 2001-2006 terjadi di Jawa Tengah, dengan tingkat sebesar 39,38 persen. Di urutan kedua dan ketiga yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur dengan tingkat sebesar 30,37 persen dan 27,93 persen. Dengan demikian Jawa Barat merupakan sentra produksi tanaman hias di Indonesia. Daerah pelaku usaha tanaman hias di Jawa Barat yaitu Kota Depok. Pengusahaan tanaman hias di Kota Depok pada tahun 2008 yaitu sebesar 400.000 meter persegi (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2, tanaman hias yang paling luas lahan panennya yaitu anggrek, yaitu sebesar 34 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias. Selain anggrek, tanaman hias lainnya yang juga memiliki luas pengusahaan yang relatif luas yaitu aglaonema, heliconia, adenium, euphorbia, dan phylodendron.

Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 Total Nama Tanaman Hias Anggrek Aglaonema Heliconia Adenium Euphorbia Phylodendron Tanaman Hias Lainnya Luas Panen Tanaman Hias (M2) 135.593 59.547 35.125 30.344 28.635 23.964 86.792 400.000 Persentase (%) 34 15 9 8 7 6 22 100

Sumber : Pemerintah Kota Depok (2009)

Pengusahaan tanaman hias memerlukan lahan yang luas. Hal tersebut dikarenakan semakin luas lahan pengusahaan tanaman hias, semakin banyak jenis tanaman hias yang dapat diusahakan. Usaha tanaman hias tergantung pada tren permintaan. Tren permintaan yang relatif sulit diprediksi membuat pengusaha tanaman hias menyediakan berbagai aneka jenis tanaman hias. Ketika tren suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan tanaman hias tersebut perlu ditingkatkan. Namun, ketika tren tanaman hias tersebut menurun, maka persediaan akan tanaman hias tersebut perlu dikelola, agar opportunity cost dari sumber daya lahan tidak meningkat, dan perusahaan dapat mengusahakan

tanaman hias lainnya yang sedang tren di masyarakat. Oleh karena itu, manajemen persediaan pada usaha tanaman hias perlu dilakukan. Salah satu perusahaan tanaman hias yang memiliki lahan yang luas di Depok, dan menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia adalah PT.Godongijo Asri (GIA). Wilayah pengusahaan adenium di GIA sebesar 1,5 Hekta are mencapai 50 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias adenium di Kota Depok (Lihat Tabel 2). Selain memiliki wilayah pengusahaan yang luas, GIA pun menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia, karena GIA melakukan rilis baru untuk tanaman hias adenium yang lebih cepat daripada pesaingnya, yaitu sebanyak dua kali dalam setahun. GIA sebagai suatu perusahaan yang memiliki lahan yang luas, dan menjadi pusat tren tanaman hias tentunya memiliki manajemen persediaan dalam mengelola persediaan tanaman hias yang diusahakannya.

1.2

Perumusan Masalah Bukti-bukti empiris mengenai persediaan tanaman hias masih terbatas.

Namun persediaan tanaman hias cenderung menumpuk . Hal tersebut dapat dilihat pada persediaan tanaman hias, baik pada luasan kecil maupun pada luasan besar. Luasan kecil misalnya yaitu show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor, Cibinong, sedangkan luasan besar misalnya GIA yang berukuran 2,5 Hekta are., pengusaha tanaman hias baik luasan lahan kecil maupun besar mengusahakan berbagai jenis tanaman hias. Sebuah Show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor mengusahakan tanaman hias sekitar 20 jenis tanaman. GIA sebagai perusahaan yang memiliki luasan besar, mengusahakan sekitar 150 jenis tanaman. Kecenderungan menumpuk ini, dimaksudkan untuk memenuhi permintaan tanaman hias yang mengikuti tren yang relatif sulit diprediksi. Pengusaha tanaman hias yang cenderung menumpuk, tentunya akan membawa dampak pada biaya persediaan yang besar. GIA sendiri memiliki persediaan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan cenderung menumpuk. Sebagai gambaran penumpukan persediaan adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade

A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei 13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun. Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar, yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias tersebut. Oleh karena itu dapat dirumuskan suatu pertanyaan, apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ? Jumlah persediaan yang semakin besar, pada akhirnya akan berdampak pada biaya persediaan yang semakin besar pula. Oleh karena itu, dapat dirumuskan suatu pertanyaan lainnya, yaitu adakah metode persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?

1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Mempelajari manajemen persediaan tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri. 2. Mengidentifikasi metode persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri. 3. Menentukan pilihan metode pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri.

1.4

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian adalah :

1. Bagi perusahaan adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan tanaman hias yang dilakukan selama ini. 2. Bagi penulis adalah mengetahui mengenai manajemen persediaan tanaman hias 3. Bagi pembaca adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan pada tanaman hias.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah manajemen persediaan dalam

bentuk perencanaan dan pengendalian persediaan tanaman hias, dengan mengambil contoh tanaman Adenium . Penelitian ini mempelajari mengenai manajemen persediaan input adenium berupa bonggol dan entres adenium secara keseluruhan, dan mengkaji biaya persediaan berupa bonggol adenium grade A.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Tanaman Hias Sebagian besar orang menganggap belanja tanaman hias bukanlah kebutuhan mendesak (Sunardi, 2007). Tanaman hias dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder, atau bahkan tersier mengingat sebagian komoditas tanaman hias memiliki harga jual yang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan juta, yang pemenuhannya setelah orang bisa memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan. Kebutuhan diluar kebutuhan pokok, adalah barang-barang yang memiliki sensitifitas yang tinggi. Suatu saat akan digemari dan harganya akan melambung karena permintaan menjadi banyak, disaat lain akan menurun tajam begitu permintaannya rendah Tanaman hias dapat dikatakan sebagai suatu mode, yang setiap saat akan berganti (Sintia,2006). Pergantian mode yang bisa berganti setiap saat ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Vinca Nusery (2009), mode sangat dipengaruhi oleh : (1) Promosi bintang terkenal, atau tokoh masyarakat, contohnya suatu saat ada seorang bintang film terkenal menyukai anggrek, maka dengan cepat jenis anggrek akan disukai oleh banyak orang, terutama mereka yang juga menyukai bintang film tersebut. Promosi yang dilakukan oleh bintang film atau tokoh masyarakat menentukan mode tanaman hias karena pada umumnya apa yang disukai oleh bintang film atau tokoh masyarakat akan lebih mudah disukai oleh masyarakat; (2) Musim, karena tanaman hias tertentu hanya bisa dinikmati dengan baik pada musim-musim tertentu saja, dan kondisnya tidak begitu baik pada musim yang lain; (3) Fluktuasi perekonomian global maupun kondisi perekonomian setiap individ, misalnya ada saat musim anak masuk sekolah, atau memasuki bulan puasa dan lebaran, atau tahun baru, biasanya tren tanaman hias menurun, dan akan naik lagi pada saat yang lain. Demikian pula perekonomian global. Pada saat bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi, maka tanaman hias adalah salah satu produk yang mendapat dampak sangat buruk. Banyak petani tanaman hias yang gulung tikar karena tidak ada pembeli; (4) Ketersediaan yang terbatas di suatu waktu, atau tanaman hias tidak bisa diproduksi massal pada waktu yang instant. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi

oleh lingkungan. Sehingga pada saat menjadi tren, harganya bisa melonjak tajam karena suplainya tidak bisa langsung tersedia secara massal. Selanjutnya, berdasarkan komunikasi lisan pada tahun 2007 dengan pemilik GIA, Chandra Gunawan, beliau memprediksikan tanaman hias yang dapat tercipta trennya, adalah tanaman yang mudah perawatannya, mudah ditransportasikan jarak jauh, mudah dihibridisasi atau disilangkan, dan dapat tumbuh diketinggian yang relatif berbeda. Tanaman yang mudah perawatannya, tentu akan disukai oleh konsumen tanaman hias, karena sebagian besar konsumen tanaman hias merupakan orang yang awam terhadap tanaman hias. Apabila konsumen , memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, mencoba untuk merawat di rumah, dan berikutnya tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik, maka tentu konsumen tersebut akan merasa suka, dan kemungkinan besar, pada masa berikutnya konsumen akan mencari jenis tersebut, atau varietas lainnya yang mungkin saja berharga lebih mahal dari varietas sebelumnya. Tanaman harus bisa ditransportasikan dari satu kota ke kota yang lain dengan mudah, tidak membutuhkan penanganan yang rumit, bisa ditumpuk sehingga efisien ruangan, dan sampai ditempat tujuan walaupun memakan waktu beberapa hari tetapi tanaman tetap dalam kondisi yang cukup prima untuk ditanam lagi. Tanaman yang tidak mudah ditransportasikan jarak jauh dengan mudah, akan perlu biaya tinggi dalam pemindahan antar kota, atau harus mendapat perlakuan yang sangat khusus (contohnya ruangan dengan suhu terkendali, media tertentu), hanya akan menjadi tren sesaat di kota tertentu saja, dan tidak akan menjadi tren yang meluas dan lama. Khususnya, daerah perkotaan di Indonesia sebagian besar merupakan dataran rendah, sehingga ciri khas tanaman hias yang mampu menjadi tren dan terjaga trennya adalah tanaman hias yang mampu hidup di daerah dataran rendah. Permintaan tanaman hias yang mengikuti trend permintaan yang bisa berubah setiap saat menyebabkan permintaan tanaman hias cenderung sulit untuk diprediksi. Bila permintaan suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan akan permintaan tanaman hias tersebut diperbanyak. Ketika permintaan tanaman hias tersebut menurun, sedangkan persediaannya terlanjur melimpah, maka menimbulkan suatu konsekuensi bahwa persediaan tanaman hias tersebut menumpuk. Oleh sebab itu permintaan tanaman hias yang cenderung sulit

diprediksi menyebabkan perusahaan dalam industri tanaman hias relatif sulit mengatur strategi terkait persediaan tanaman hias yang dijual.

2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan Manajemen manufaktur. Trend persediaan pada umumnya dilakukan pada industri permintaan relatif tidak mendominasi pada industri

manufaktur. Hakim (2008), Kuraesin (2006), Kurniawan (2007), dan Halomoan (2008) menganalisis manajemen persediaan pada industri manufaktur. Mereka membandingkan biaya persediaan yang dilakukan oleh perusahaan atau biaya persediaan menurut metode perusahaan, dengan biaya persediaan menurut metode ideal. Hakim (2008) dan Kuraesin (2006) sama-sama menganalisis manajemen persediaan dengan menggunakan metode peramalan, dan metode EOQ di perusahaan yang berbeda,. Terdapat persamaan dan perbedaan model peramalan yang mereka gunakan. Hakim (2008) menggunakan metode peramalan dengan model Trend, model peramalan bergerak rata-rata sederhana (simple moving average), model pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), model pemulusan eksponensial ganda Holt (Holt Double Exponensial Smoothing), model dekomposisi dan ARIMA. Kuraesin (2006) menggunakan metode peramalan dengan menggunakan model Trend, simple moving average, single exponential smoothing dan Expcted Oppurtunity Loss. Kuraesin (2006) menemukan bahwa model pemulusan eksponensial tunggal merupakan model terbaik dalam metode peramalan permintaan yang diteliti, sedangkan model dekomposisi merupakan model terbaik dalam metode peramalan yang ditemukan oleh Hakim (2008). Model dekomposisi menjadi yang terbaik menurut Hakim (2008), karena data yang dimiliki oleh Hakim terdapat pengaruh musiman, kecenderungan, dan keteracakan, sedangkan model eksponensial merupakan model yang terbaik menurut Kuraesin (2006), karena data yang dimiliki oleh Kuraesin tidak menunjukkan kecenderungan atau trend dari waktu ke waktu dan dapat diasumsikan bahwa permintaan akan relatif stabil. Hakim (2008) menganalisis manajemen persediaan pasokan belimbing segar pada PT.Sewu Segar Nusantara (SSN). Metode ideal yaitu metode peramalan yang dilakukan oleh Hakim (2008), bila dibandingkan dengan jumlah 9

pasokan yang diperoleh SSN (metode perusahaan atau MP), menghasilkan adanya suatu selisih, dimana metode ideal menyarankan biaya persediaan yang lebih tinggi sebesar 40 persen daripada biaya persediaan metode perusahaan, sehingga menurut metode ideal, perusahaan perlu menambah pasokannya untuk memenuhi potensi permintaan konsumen, atau menghindari kehilangan penjualan (stockout cost). Berbeda halnya dengan Hakim (2008) yang menemukan bahwa metode menyarankan jumlah yang lebih tinggi daripada metode perusahaan, Kuraesin (2006) menemukan sebaliknya pada persediaan kedelai pada CV. AS Jaya (AJ). Biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 39 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan. Dengan demikian bahwa terjadi penumpukan persediaan yang selama ini dilakukan AJ melalui metode perusahaan. Kurniawan (2008) dan Halomoan (2007) sama-sama menganalisis persediaan bahan baku dengan menggunakan metode MRP, teknik Lot for Lot (LFL), dan EOQ di perusahaan yang berbeda. Perbedaan dalam alat analisis di antara keduanya adalah Kurniawan (2008) menggunakan pula POQ, sedangkan Halomoan (2007) menggunakan PPB. Kurniawan (2008) merekomendasikan kepada perusahaan dengan menggunakan MRP teknik POQ, sedangkan Halomoan (2007) menyimpulkan MRP dengan teknik LFL sebagai teknik yang dapat menghasilkan biaya persediaan terendah. Kelemahan MRP dengan teknik LFL yang dianalisis oleh Halomoan (2007) sulit untuk diterapkan oleh perusahaan karena jumlah permintaan yang berfluktuasi sementara waktu tunggu bahan baku adalah relatif lama, sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi perubahan permintaan tersebut. Senada dengan Kuraesin (2006), Kurniawan (2008) dan Halomoan (2007) juga menemukan bahwa biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah daripada metode perusahaan. Kurniawan (2008) menemukan biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 43 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan, sedangkan Halomoan (2008) menemukan biaya persediaan menurut ideal lebih rendah sebesar 60 persen daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan. Senada dengan Kuraesin (2006), terjadi penumpukan persediaan juga pada perusahaan yang diteliti. 10

Namun, pada penelitian Halomoan (2008), bila metode ideal yang dijalankan, maka akan dihasilkan kerugian juga yaitu terjadi kehilangan penjualan atau stock out cost. Baik Kuraesin (2006), Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim (2008) sama-sama menemukan perbedaan biaya persediaan antara metode ideal dan metode perusahaan. Berdasarkan penelitian yang Kuraesin (2006), Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim (2008) lakukan terdapat dua tipe manajemen persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Hakim (2008) menemukan tipe manajemen yang pertama, yaitu dimana metode ideal menghasilkan biaya persediaan yang lebih tinggi sebesar 40 persen dibandingkan dengan biaya persediaan menurut metode perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa perusahaan kehilangan penjualan. Tipe kedua adalah tipe yang ditemukan oleh Kuraesin (2006), Halomoan (2007), dan Kurniawan (2008), yaitu dimana metode ideal menghasilkan biaya persediaan lebih rendah sebesar 39-60 persen. Hal tersebut memiliki dua kemungkinan , yaitu bahwa perusahaan menumpuk persediaan menurut Kuraesin (2006), dan Kurniawan (2008), dan perusahaan kehilangan penjualan menurut Halomoan (2008). Range perbedaan antara metode ideal dan metode perusahaan yang ditemukan pada industri manufaktur sebesar 39-60 persen mengindikasikan kecenderungan bahwa dalam manajemen persediaan manufaktur pun relatif sulit dilakukan menurut metode ideal.

11

III KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Manajemen Persediaan Setiap perusahaan, memerlukan berbagai jenis barang untuk keperluan proses produksinya. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal, barang ini diperoleh dari tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain. Selain itu, penggunaannya relatif tidak teratur, baik frekuensi, jumlah maupun jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan barang. Segala barang yang disimpan tersebut dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan, misalnya gudang penyimpanan barang (baik gudang tertutup maupun gudang terbuka), lapangan atau halaman disebut barang persediaan atau inventory (Indrajit, 2005). Alasan pokok penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen (2001) adalah untuk menghadapi ketidakpastian permintaan. Walaupun biaya unit persediaan, dan ataupun biaya pemesanan ulang, serta ataupun biaya penyimpanan persediaan relatif kecil, perusahaan tetap akan menyimpan persediaan karena adanya biaya-biaya kekurangan persediaan (stock out cost). Contoh biaya kekurangan persediaan adalah penjualan yang hilang (baik untuk saat ini maupun masa datang), biaya ekspedisi (meningkatnya biaya transportasi, jam kerja lembur, dan lain-lain), dan biaya-biaya kegiatan produksi yang terputus. Jika permintaan untuk bahan baku dan produk-produk lebih besar dari yang diharapkan, persediaan dapat memberikan solusi, yaitu dengan memampukan perusahaan untuk memenuhi tuntutan tanggal jatuh tempo pengiriman (untuk menjaga kepuasan pelanggan). Senada dengan Hansen dan Mowen (2001), Waters (1992) juga mengutarakan alasan pokok penyimpanan persediaan digunakan sebagai penyangga (buffer) antara penawaran dan permintaan. Waters (1992) mencontohkan suatu persediaan roti pada toko roti. Jika toko roti tersebut

mengetahui dengan tepat jumlah roti yang akan laku terjual, mereka (toko roti tersebut) tentunya akan memanggang roti sejumlah yang diperlukan, dan tentunya saja akan menghilangkan persediaan, dan memiliki keuntungan yaitu a) setiap konsumen akan mendapatkan roti yang segar, dan b) tidak akan ada roti yang basi dan terbuang. Namun dalam kenyataannya, bagaimanapun toko roti tidak tahu dengan pasti kapan konsumen akan meminta roti, jadi mereka menjaga persediaan untuk ketidakpastian tersebut. Ada faktor penting lainnya pada contoh ini. Jalan yang dinilai paling efisien dalam memproduksi roti adalah memanggang roti sebanyak-banyaknya dalam sekali waktu. Akan tetapi, sebagian besar konsumen hanya menginginkan dalam kuantitas yang kecil, jadi ada ketidaksesuaian antara tingkat permintaan dan penawaran. Persediaan berperan sebagai penyangga (buffer) antara penawaran dan permintaan secara sistematis dapat terlihat pada Gambar 1.

Penawaran Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu

Persediaan Berperan sebagai penyangga (buffer)

Permintaan Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu

Gambar 1. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran Dan Permintaan


Sumber : Waters (1992)

Alasan-alasan lain penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen adalah untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena adanya suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan pengiriman suku cadang yang terlambat, menghindari proses produksi yang tidak dapat diandalkan, untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon, untuk berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga input di masa yang akan datang. Persediaan perlu dikelola dengan baik, dengan tujuan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen secara cepat, menjaga kontinuitas produksi, untuk menjaga supaya biaya penyimpanan persediaan tidak besar-besaran, biaya pemesanan persediaan juga terkendali, sehingga mengakibatkan biaya menjadi

13

besar, untuk mempertahankan atau meningkatkan laba, dan dalam jangka panjang manajemen persediaan dapat mempengaruhi daya saing perusahaan. Tingkat persediaan dari suatu jenis barang dapat bervariasi sepanjang waktu, dengan sebuah pola tipikal yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tingkat persediaan bervariasi sepanjang waktu, mengikuti permintaan konsumen. Selain itu pula persediaan bervariasi sepanjang waktu dikarenakan barang (bahan baku maupun penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh, dan keterlambatan pemasok dalam pengiriman barang yang dipesan.

G F

Keterangan Gambar : A : Delivery Arrives B : Ordered Placed C : Delivery Arrives D : Order Placed E : Stock Out F : Delivery Arrives G : Order Placed H : Delivery Arrives Sumbu X: Waktu Sumbu Y : Tingkat Persediaan

Gambar 2. Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu


Sumber : Waters (1992)

14

Pada suatu titik A, pengantaran tiba dan meningkatkan tingkat stok. Kemudian permintaan terjadi, dan menurunkan tingkat persediaan. Sebuah pesanan untuk melengkapi, dilakukan di titik B, dan tiba di waktu C. Pola umum ini, akan berulang, dalam menjaga stok. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kenaikan permintaan yang tajam, ataupun keterlambatan pengantaran pesanan, yang berakibat pada kehabisan stok (stock out), seperti pada point E, dan kemudian dalam jangka pendek dapat direpresentatifkan melalui level stok yang negatif. Di lain waktu, permintaan tak terduga menjadi rendah, atau pengiriman pesanan yang cepat, yang akan berarti bahwa kedatangan pengiriman ketika tidak benar dibutuhkan (poin H). Menurut sejarah, banyak pandangan mengenai persediaan, mulai dari sebuah ukuran dari kesejahteraan yang akan dimaksimisasi, hingga ke suatu pemborosan sumberdaya yang mahal yang harus dieliminasi. Selama 94 tahun, ilmu pengendalian persediaan telah berkembang banyak pendekatan untuk mengerjakan persoalan-persoalan yang terkait dengan persediaan, seperti bagaimana perusahaan sebaiknya mengelola persediaannya. Dimulai dari metode kuantitas pesanan ekonomis (EOQ) direferensikan pertama kali oleh Harris pada tahun 1915, kemudian dilanjutkan oleh Willson pada tahun 1930, yang membantu memecahkan persoalan berapa banyak jumlah optimal barang yang harus dipesan (pesanan), dan kapan pemesanan dilakukan, hingga dewasa ini dikembangkan suatu konsep persediaan tepat waktu (JIT), yang memiliki tujuan mengeliminasi segala sumber-sumber yang tidak produktif seperti persediaan yang tidak perlu (Waters, 1992).

3.2

Fungsi Manajemen Persediaan Manajemen persediaan atau disebut juga pengendalian tingkat persediaan

merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan material (persediaan ) yang dikelola melalui fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian , sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi perusahaan, dan di lain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal. Dengan demikian, prinsip manajemen persediaan adalah penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan

15

dalam persediaan sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang seminimal mungkin (Indarjit, 2005). Perencanaan persediaan biasanya berbentuk keputusan-keputusan mengenai item (jenis persediaan) apa yang akan dipesan, berapa banyak yang akan dipesan atau kuantitas pesanan opimal, dan kapan dapat dilakukan pemesanan. Perencanaan persediaan dapat dibantu dengan menggunakan metodemetode persediaan. Metode-metode persediaan juga dapat digunakan untuk pengendalian persediaan, yaitu sebagai suatu acuan mengenai persediaan yang ideal dengan keadaan yang sebenarnya (faktual). Pengorganisasian persediaan contohnya adalah administrasi persediaan. Administrasi persediaan menjadi bagian yang sangat penting dalam manajemen persediaan. Tugas-tugas yang termasuk dalam administrasi persediaan ini antara lain membukukan keluar masuknya barang di setiap gudang, menjaga keakuratan persediaan dengan melakukan stock opname, menyimpan data-data pemasok serta harga setiap item yang dibeli, dan secara periodik membuat laporan ringkasan keluar masuknya barang untuk dijadikan informasi dalam pengambilan keputusan. Pelaksanaan dalam manajemen persediaan yaitu mengatur aliran persediaan agar dapat memenuhi untuk kegiatan produksi, dan memenuhi permintaan, sesuai dengan yang telah direncanakan. Contoh pelaksanaan dalam manajemen persediaan yaitu pemesanan persediaan terhadap pemasok sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditentukan, dan pemeliharaan persediaan. Fungsi pengendalian persediaan selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bagian 3.3. 3.3 Pengendalian Persediaan Alasan utama perusahaan menyimpan persediaan adalah untuk memenuhi permintaan konsumen yang relatif sulit diperkirakan. Permintaan dapat meningkat tajam dalam suatu waktu, dan dapat pula menurun tajam pula dalam suatu waktu. Permintaan yang relatif sulit diperkirakan dapat membuat suatu pilihan bagi perusahaan untuk menyimpan persediaan dalam jumlah yang sebesarbesarnya. Namun secara teoritik, apabila persediaan semakin menumpuk, maka akan semakin besar biaya pemeliharaan persediaan, persediaan pun akan cepat

16

rusak yang mengakibatkan biaya kerusakan barang, sehingga biaya persediaan pun akan meningkat. Dengan demikian biaya persediaan membuat suatu pilihan lain bagi perusahaan untuk membatasi jumlah persediaan. Persediaan berarti memiliki karakteristik apabila semakin diperbanyak maka akan memampukan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen, namun di sisi lain juga akan menimbulkan biaya persediaan semakin meningkat. Hal tersebut berarti bahwa pengendalian persediaan perlu dilakukan. Pengendalian persediaan secara umum dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengendalian persediaan barang yang permintaannya bebas, dan pengendalian persediaan barang yang permintaannya tidak bebas. Barang yang permintaannya bebas beda pengendalian persediaannya dengan barang yang permintaannya tidak bebas karena barang yang permintaannya bebas diturunkan langsung dari permintaan konsumen, sedangkan barang yang permintaannya bebas diturunkan dari perencanaan produksi. Contoh persediaan barang bebas yaitu persediaan barang jadi, misalkan persediaan kue bolu pada toko roti. Persediaan barang tidak bebas merupakan persediaan bahan baku, misalkan persediaan tepung terigu, telor, dan gula pada toko roti. Oleh karena itu, beda jenis persediaannya beda juga pengendalian persediaannya. Pengendalian persediaan secara teoritik memiliki sejumlah asumsi. Oleh karena itu, penggunaan pengendalian persediaan selain tergantung pada jenis barang (persediaan), juga tergantung pada kecocokan antara asumsi-asumsi yang dimiliki oleh model dalam pengendalian persediaan dengan kenyataan yang terjadi di perusahaan. Salah satu model pengendalian persediaan adalah Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) klasik. EOQ klasik menghitung jumlah pesanan, dan waktu pemesanan optimum. EOQ klasik memiliki asumsi yaitu permintaan dianggap konstan. Konstan yaitu bahwa jumlah permintaan sama sepanjang waktu. . Oleh karena itu, model EOQ klasik secara teoritik diduga tidak cocok digunakan untuk industri tanaman hias. Hal tersebut dikarenakan permintaan pada industri tanaman hias relatif tidak konstan.

17

3.3.1

Biaya dalam Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya persediaan adalah semua

pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan menurut terdiri dari biaya pembelian, biaya pengadaan, biaya simpan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya di atas. 1. Biaya Unit (UC) Biaya unit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya unit ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor yang penting ketika harga barang yang dibeli tergantung ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya persediaan, karena dianggap bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang dipesan. Pada penelitian ini, biaya unit juga tidak dihitung sebagai komponen untuk menentukan biaya total persediaan. Hal ini dikarenakan biaya unit adenium tidak berubah bila jumlah pesanan yang ditingkatkan. Namun, biaya unit digunakan untuk menghitung jumlah pemesanan optimal pada model EOQ dengan kendala investasi, dan model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi. Biaya unit digunakan untuk dihitung, karena pada kendala investasi persediaan, membatasi jumlah pemesanan. 2. Biaya Pemesanan Kembali (RC) Biaya pemesanan kembali adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, biaya telepon, dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

18

3. Biaya Penyimpanan (HC) Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan, biaya kerusakan dan penyusutan, biaya asuransi, dan biaya opportunity. Barang yang disimpan (persediaan) memerlukan pemeliharaan agar kualitas persediaan tetap terjaga. Misalnya biaya pemeliharaan gudang, biaya pemeliharaan tanaman hias. Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan, penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. Biaya opportunity yaitu biaya kesempatan yang dikorbankan untuk pengadaan bahan baku atau produk yang dapat menghasilkan keuntungan bila biaya tersebut diinvestasikan 3.3.2 Sistem Pengendalian Persediaan Ideal Sistem pengendalian persediaan terdiri dari dua bagian yaitu sistem persediaan permintaan bebas (independent demand inventory systems), dan sistem persediaan permintaan tak bebas (dependent demand inventory systems). Sistem persediaan permintaan bebas merupakan pendekatan pada model kuantitatif dan peramalan permintaan. Sistem persediaan permintaan tak bebas merupakan pendekatan dimana permintaan secara langsung ditentukan oleh perencanaan produksi. Sistem persediaan permintaan bebas terdiri dari dua cara penilaiannya yaitu kuantitas pesanan tetap dan periodic review systems. Klasifikasi sistem pengendalian persediaan dapat dilihat pada Gambar 3.

19

Sistem Pengendalian Persediaan (Inventory Control Systems)

Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas (Dependent Demand Systems)

Sistem Persediaan Permintaan Bebas (Independent Demand Systems)

Periodic Review Systems

Kuantitas Pesanan Tetap (Fixed Order Quantity Systems)

Gambar 3. Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan


Sumber : Waters (1992)

3.3.3

Sistem Persediaan Permintaan Bebas Sistem persediaan permintaan bebas berarti bahwa permintaan terhadap

satu jenis barang adalah bebas (tidak terikat) terhadap jenis barang lainnya. Pemintaan terhadap satu jenis barang dibangun oleh permintaan dari konsumen. Sistem persediaan permintaan bebas dapat dianalisis dengan enam model yaitu 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, dan 6) Peramalan permintaan. Pengendalian persediaan kemudian didasarkan pada model kuantitatif yang berhubungan dengan permintaan, biaya, dan variabel lainnya, untuk menemukan nilai optimal dalam memesan kuantitas, waktu pemesanan, dan lainlain. Sistem persediaan permintaan bebas dapat menggunakan baik kuantitas pesanan tetap (fixed order quantity systems) maupun periodic review systems. Kuantitas pesanan tetap menempatkan sebuah pesanan dari ukuran tetap pada saat persediaan yang tersedia berada pada level tertentu. Misalnya, suatu pabrik pemanas pusat, akan memesan 25.000 Liter (L) minyak ketika jumlah pada tank turun mencapai 2.500 L. Sistem seperti ini membutuhkan monitoring yang kontinu , permintaan yang relatif tidak teratur, dan jenis barang yang relatif mahal.

20

Periodic review systems mengukur pesanan berdasarkan jangka waktu yang tetap untuk menambah kembali persediaan. Contoh periodic review systems yaitu manajemen persediaan pada rak-rak di swalayan. Rak-rak di swalayan mungkin akan diisi setiap sore sejumlah barang yang terjual sepanjang siang. Sistem seperti ini lebih cocok untuk permintaan yang relatif teratur dan jenis barang yang relatif murah. 3.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas Pada sistem persediaan permintaan tidak bebas terdapat asumsi bahwa permintaan akan suatu jenis barang secara langsung berkaitan dengan permintaan jenis barang lainnya. Hal ini menjadi jelas, ketika permintaan terhadap material berkaitan dengan permintaan terhadap barang jadi. Misalnya suatu pabrik perakitan mobil membutuhkan pintu dan roda, keduanya berkaitan erat dengan permintaan akan mobil jadi. Sistem persediaan tak bebas pada umumnya menggunakan perencanaan produksi untuk peramalan permintaan terhadap masing-masing jenis barang dan kemudian memesan sejumlah unit yang kemudian dapat disebut permintaan. Metode-metode pada sistem ini, yaitu material requirement planning (MRP) , dan just-in-time (JIT). 3.4 Jenis, dan Kegunaan Persediaan Persediaan adalah sumber daya yang menunggu proses lebih lanjut, seperti sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan produksi pada industri manufaktur, sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun sumber daya yang akan digunakan untuk dikonsumsi pada sistem rumah tangga. Nasution (2008) membedakan persediaan dalam industri manufaktur, menurut jenisnya, yaitu : 1. Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan.

21

2. Bahan setengah jadi adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi. 3. Barang jadi adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran 4. Bahan-bahan pembantu adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan. Klasifikasi persediaan berdasarkan proses dapat dilihat pada Gambar 4.

Proses Produksi Bahan Mentah Bahan Setengah Jadi Barang Jadi

Bahan Bahan Pembantu

Gambar 4. Klasifikasi Persediaan Berdasarkan Jenis


Sumber : Nasution (2008)

Persediaan juga dapat ditemui pada sistem non manufaktur seperti persediaan uang pada bank, persediaan obat-obatan di apotek, dan tanaman hias pada outlet atau showroom tanaman hias. Namun persediaan pada sistem non manufaktur tidak sama jenisnya dengan persediaan pada manufaktur. Hal tersebut dikarenakan pada sistem non manufaktur tidak ada proses produksi yang mengubah bahan mentah menjadi barang jadi. Secara umum, persediaan pada sistem non manufaktur terbagi menjadi dua yaitu persediaan barang jadi dan persediaan bahan pembantu. Persediaan barang jadi merupakan persediaan barang-barang yang siap untuk dijual ke konsumen. Contoh persediaan barang jadi yaitu tempat pensil dan kertas kado pada toko

22

hadiah. Tempat pensil dan kertas kado dapat dibeli secara langsung oleh konsumen. Persediaan bahan pembantu merupakan persediaan barang-barang yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran proses pengadaan pelayanan dari produsen kepada konsumen. Contoh persediaan bahan pembantu yaitu gunting dan selotip pada toko hadiah. Gunting dan selotip membantu proses pengemasan barang yang diminta sesuai dengan keinginan konsumen. Menurut Hansen dan Mowen (2001) timbulnya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem manufaktur maupun non manufaktur adalah merupakan akibat dari tiga kondisi sebagai berikut : 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive). Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang tersebut diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk mendatangkannya. 2. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (precautionary motive). Ketidakpastian yang dimaksud adalah adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan; waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk yang lain; waktu tunggu (lead time) yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya. 3. Keinginan mendatang. 4. Pada prinsipnya persediaan berfungsi mempermudah dan memperlancar jalannya operasi perusahaan manufaktur yang memungkinkan produk-produk yang dihasilkan pada tempat yang berbeda dengan bahan mentahnya. Persediaan berguna untuk meminimalkan resiko keterlambatan datangnya barang-barang dari pemasok, menyimpan bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga kontinuitas produksi terjamin, memberikan pelayanan pada pelanggan atau konsumen pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi. melakukan spekulasi (speculative motive) yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang di masa

23

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional Perusahaan tanaman hias cenderung menumpuk persediaan tanaman hias dalam jumlah yang relatif besar. Hal tersebut disebabkan permintaan tanaman hias yang mengikuti tren permintaan yang relatif sulit diprediksi. Pada satu sisi persediaan yang relatif besar dapat memampukan perusahaan dalam memenuhi permintaan. Namun demikian, persediaan yang relatif besar dapat menyebabkan biaya persediaan yang besar juga. Penganalisaan terhadap manajemen persediaan pada usaha tanaman hias, dapat dimulai dengan mempertanyakan apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan, dan adakah model yang dapat digunakan untuk memiminimisasi persediaan pada usaha tanaman hias. Penganalisaan terhadap manajemen persediaan pasa usaha tanaman hias dapat dilakukan dengan membandingkan antara model persediaan ideal, yang didalamnya terdiri dari sejumlah asumsi, dan model persediaan yang dilakukan oleh perusahaan tanaman hias, yaitu PT. Godongijo Asri. Persediaan yang akan dianalisis adalah persediaan input berupa bonggol adenium. Berdasarkan hasil perbandingan antara model ideal dan model perusahan, dapat dilihat kemungkinan penerapan pengendalian persediaan. Model persediaan ideal yang digunakan adalah model persediaan dari sistem persediaan permintaan bebas, dan sistem persediaan permintaan tidak bebas. Model persediaan dari sistem persediaan permintaan bebas yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi, probabilistik, dan peramalan permintaan. Model persediaan dari sistem persediaan permintaan tidak bebas yaitu material requirement planning, dan Just In Time. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

24

Usaha Tanaman Hias Cenderung Menumpuk


Penumpukan persediaan menyebabkan biaya yang relatif besar Permintaan tanaman hias yang mengikuti trend yang relatif sulit diprediksi

Apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ? Adakah model persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?

Model Persediaan Ideal

Model Persediaan Perusahaan Tanaman Hias, yaitu PT. Godongijo Asri dengan mengambil contoh bonggol pada tanaman hias adenium

Sistem Persediaan Permintaan Bebas EOQ Klasik EOQ dengan kendala investasi EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi Probabilistik Peramalan Permintaan Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas Material Requirement Planning Just In Time

Asumsi - Asumsi

Mempelajari Persediaan Tanaman Hias , khususnya Adenium Mengidentifikasi model-model persediaan yang tepat pada Adenium Menentukan pilihan metode persediaan Adenium yang paling mungkin diterapkan

Saran

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

25

IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Godongijo Asri (GIA) yang berlokasi di Jalan Cinangka Raya 60, Desa Serua, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa GIA merupakan perusahaan trendsetter tanaman hias Adenium, dan merupakan perusahaan agribisnis yang besar di Industri tanaman hias. Kegiatan Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2009 hingga Januari 2010. Selain itu tanaman hias yang akan dijadikan sampel adalah Adenium. Adenium dipilih karena merupakan unit bisnis tanaman hias utama, dan selain itu pula usaha adenium GIA terintegrasi dari kegiatan produksi tanaman graftingan Adenium, hingga pemasarannya.

4.2

Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder yang merupakan data penunjang bagi penelitian ini, diperoleh dari literatur yang relevan dengan permasalahan penelitian, baik yang berasal dari instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Pemerintah Kota Depok, situs-situs instansi yang terkait dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Selain itu, data sekunder dapat pula berasal dari laporan perusahaan, profil perusahaan, dan sebagainya. Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang akan diambil dari perusahaan berupa : 1. Profil Perusahaan 2. Sistem pengadaan dan pengendalian tanaman hias, khususnya adenium, meliputi manajemen dan kondisi persediaan tanaman hias di perusahaan, jenis dan asal tanaman hias, metode pengadaan tanaman hias, sistem pemesanan dan penyimpanan tanaman hias, serta kebijakan pengendalian persediaan tanaman hias yang dilakukan oleh perusahaan.

Sedangkan data kuantitatif dari perusahaan berupa : 1. Data bulanan penjualan adenium selama empat tahun terakhir. 2. Data produksi bulanan adenium selama setahun terakhir. 3. Data persediaan awal dan akhir adenium selama enam bulan terakhir. 4. Biaya pemesanan bahan baku yang terdiri dari biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan bahan baku dalam sekali pesan. Biaya tersebut terdiri dari biaya telepon, dan biaya administrasi 5. Biaya penyimpanan tanaman akibat adanya persediaan. Biaya tersebut terdiri dari biaya pemeliharaan adenium selama satu tahun.

4.3

Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif

dan kuantitatif. Pengolahan data secara kuantitatif diperlukan untuk menganalisis bagaimana manajemen persediaan tanaman hias selama ini dilakukan. Data kuantitatif tersebut diolah dengan menggunakan kalkulator dan perangkat lunak komputer yaitu program Microsoft Excell 2007 dan Minitab 15. Model persediaan perusahaan akan dibandingkan dengan model persediaan ideal. Model persediaan ideal yang akan digunakan yaitu (1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik; (2) EOQ dengan kendala investasi; (3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi; (4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi; (5) Probabilistik dengan service level model, karena produksi adenium merupakan suatu hal yang tetap, tidak musiman; (6) model peramalan permintaan dengan menggunakan metode dekomposisi, (7) Model Material Requirement Planning, dan (8) Just In Time. Model Material Requirement Planning (MRP), dan Just In Time (JIT), tidak dianalisis kuantitasnya, karena berdasarkan asumsi pada MRP dan JIT, karakteristik produk adenium, sulit untuk dilakukan. Hasil dari pengolahan data tersebut diintrepretasikan dan dideskripsikan ke dalam bentuk uraian deskriptif.

4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan Identifikasi awal ini meliputi identifikasi proses produksi dalam perusahaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam proses produksi. Selain itu 27

juga identifikasi manajemen persediaan bahan baku yang ada di perusahaan, meliputi jenis-jenis persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam pengendalian persediaan bahan baku, cara perusahaan mengatur persediaan, cara pembelian bahan baku ke pemasok, harga bahan baku, fasilitas penyimpanan bahan baku yang tersedia, dan cara pemeliharaan persediaan bahan baku.

4.3.2 Penentuan Biaya Persediaan Biaya persediaan yang dianalisis adalah biaya pemesanan kembali ditambah biaya penyimpanan bonggol adenium grade A. Biaya pemesanan kembali (RC) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku dari pemasok. Biaya ini berhubungan dengan pesanan, tetapi tidak bergantung dari besarnya pesanan. Biaya-biaya yang diperkirakan termasuk dalam biaya pemesanan adalah biaya telepon, biaya administrasi, dan biaya transportasi. Biaya pemesanan (RC) selama satu tahun dapat dihitung dengan cara mengalikan frekuensi pemesanan selama setahun dengan biaya pemesanan dalam satu kali pemesanan. Biaya penyimpanan bonggol adenium yang diperkirakan yaitu biaya opportunity , yang dihitung berdasarkan pada tingkat suku bunga bulanan Bank Indonesia (Lampiran 2). Biaya unit akan dihitung ketika akan mengetahui batas investasi persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Batas investasi persediaan yang dilakukan oleh perusahaan akan menjadi kendala investasi pada model EOQ dengan kendala investasi, dan EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi.

4.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas 1. Model EOQ Klasik Dalam mengembangkan kebijakan persediaan, terdapat dua pertanyaan pokok yang harus diperhatikan yaitu 1) Berapa banyak yang harus dipesan (atau diproduksi)?, dan 2) Kapan seharusnya pemesanan dilakukan (atau kapan perencanaan persediaan dilakukan)?. Model EOQ klasik merupakan landasan bagi ilmu pengetahuan mengenai pengendalian persediaan. Hal ini berarti analisis ini 28

merupakan yang pertama mendemonstrasikan bahwa suatu ukuran pemesanan yang optimal dapat dikalkulasikan untuk meminimalkan biaya yang terkait dengan persediaan. EOQ membangun sebuah model dari sistem persediaan dan mengkalkulasikan kuantitas pemesanan yang meminimalkan biaya total. Dengan demikian ini dapat menjawab pertanyaan berapa banyak yang harus dipesan? Perhitungan EOQ adalah yang paling penting dari pengendalian persediaan, dan tentu saja menjadi salah satu hasil yang paling penting yang mempengaruhi manajemen operasi. EOQ menghubungkan hubungan antara ukuran pemesanan, permintaan untuk jenis barang, dan biaya yang berhubungan. Kemudian melalui meminimalkan total biaya, sebuah ekspresi ditemukan untuk kuantitas pemesanan yang optimal. Model EOQ diperoleh dari menemukan titik temu antara garis biaya penyimpanan (holding cost) barang dengan garis biaya pemesanan (order cost) barang. Titik temu antara kedua garis tersebut akan menghasilkan suatu nilai kuantitas pesanan optimum, atau yang selanjutnya disebut EOQ. Seperti pada Gambar 6.

Biaya Total

Biaya

Biaya Penyimpanan

Biaya Pemesanan EOQ Kuantitas Pemesanan Gambar 6. Model EOQ Sumber : Nasution (2008)

Berdasarkan Gambar 6, biaya pemeliharaan barang semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah unit persediaan. Di sisi lain, biaya pemesanan barang per unit barang akan semakin menurun jika jumlah unit persediaan yang dipesan semakin meningkat. EOQ menganalisis jumlah pemesanan optimal, agar

29

biaya pemeliharaan menjadi tidak begitu besar, dan juga dapat memanfaatkan keutungan dari pemesanan yang ekonomis. Tujuan utama adalah membangun sebuah model dan menganalisis polanya. Sayangnya, pola yang terjadi seringlah komplikasi, jadi kita memulai dengan sebuah analisis dasar yang membuat sejumlah asumsi yang simpel. Hal terpenting dalam EOQ adalah permintaan diasumsikan diketahui secara pasti, kontinu, dan konstan sepanjang waktu, seperti pada Gambar 7.

Permintaan

Waktu

Gambar 7. Asumsi Permintaan pada Model EOQ


Sumber : Waters (1992)

Model EOQ ini membuat sejumlah asumsi lainnya, diantaranya (1) Permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu; (2) Satu jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal; (3) Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah; (4) Tidak boleh ada kekurangan persediaan; (5) Waktu tunggu nol (pengantaran barang dari supplier cepat); (6) Biaya pembelian (purchase price) dan biaya pemesanan kembali (reorder cost) tidak berubah-ubah dengan kuantitas yang dipesan ; (7) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan), sehingga semua barang yang dipesan tiba dan menjadi stok di waktu bersamaan dan dapat digunakan segera (immediately); (8) Masing-masing jenis barang persediaan adalah bebas (independent).

30

Asumsi EOQ seperti tidak realistis dan dapat membuat ragu akan validitas model. Semua model merupakan penyederhanaan dari realita. Tujuan utama adalah untuk memberikan hasil yang berguna daripada menggunakan representasi yang sebenarnya atau situasi aktual. Hasil dari suatu model mungkin belumlah optimal, tapi model merupakan pendekatan yang baik, tapi setidaknya memberikan pedoman yang berguna; Selanjutnya, EOQ adalah model dasar yang dapat diturunkan. Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu Pengendalian persediaan model EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan two bin system, baik dengan kendala investasi maupun tanpa kendala investasi, pengendalian persediaan model probabilistik, maupun model peramalan akan menghapus beberapa asumsi dan membangun model yang lebih komplek. Sejauh ini, asumsi yang dipakai adalah waktu tunggu adalah nol. Dalam arti bahwa begitu jenis barang dipesan, barang pun dapat dengan cepat tiba, dan tersedia. Dalam praktiknya, hal ini sebagian besar tidak pernah terjadi, dan sering ada penundaan atau tenggang waktu antara pemesanan dengan barang dapat tiba dan diterima menjadi persediaan. Waktu tunggu dari suatu jenis barang dapat bermacam-macam, dari beberapa menit, hingga beberapa tahun, dan pada umumnya waktu tunggu berkisar antara beberapa hari hingga beberapa minggu. Kuantitas pesanan optimal tetap tidak dirubah, tetapi waktu pada saat pesanan menjadi dibuat maju karena adanya waktu tunggu (LT). Meskipun, mudah untuk mengatakan pesan barang ketika waktu LT sebelum barang tersebut digunakan, model tersebut mungkin dapat menjadi tidak jelas. Jalan termudah adalah menjabarkan tingkat pemesanan kembali ke dalam bentuk reorder level. Kemudian ketika persediaan menurun hingga titik reorder level (ROL), itulah waktu yang tepat untuk memesan. Dengan demikian, rumusan asumsi dari model EOQ klasik seperti yang tertera pada Tabel 3.

31

Tabel 3. Rumusan Asumsi Model EOQ Klasik


Asumsi Permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu Satu jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran barang dari supplier cepat) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) Masing-masing jenis barang persediaan adalah bebas (independent) Keterangan : V : Iya, X : Tidak Sumber : Waters (1992, diolah) EOQ V V V V V V V

Bila D adalah permintaan per tahun, RC adalah biaya pemesanan kembali per pesanan, HC adalah biaya penyimpanan per unit per tahun, perhitungan Qo dan To : Qo =
2 xRCxD , dan To = Qo / D HC

Qo adalah

kuantitas pesanan ekonomis, dan To adalah waktu pesanan ekonomis maka rumus

Biaya-biaya yang siginfikan dalam penentuan kuantitas pemesanan ekonomis dengan model EOQ klasik adalah biaya pesanan selama setahun dan biaya penyimpanan selama setahun. Biaya pesanan selama setahun dihitung dan biaya penyimpanan selama setahun dihitung dengan rumus : Biaya pemesanan selama setahun = (RC x D) / Qo Biaya penyimpanan selama setahun = (HC x Qo) / 2 Biaya persediaan selama setahun yaitu biaya pesanan selama setahun ditambah biaya penyimpanan selama setahun. Frekuensi pesanan bahan baku dalam satu periode adalah = F = D / Qo. 2. Model EOQ dengan Kendala Investasi EOQ klasik berasumsi bahwa semua permintaan diketahui secara pasti, kontinu, dan konstan sepanjang waktu. Namun, pada kenyatannya, perusahaan memiliki keinginan juga untuk membatasi biaya pembelian persediaan yang dikeluarkan. EOQ dengan kendala investasi akan memberikan suatu solusi mengenai berapa pesanan kuantitas pesanan optimal menurut EOQ, dengan membatasi biaya persediaan sesuai dengan yang diinginkan. Rumusan asumsi model EOQ dengan kendala investasi dapat dilihat pada Tabel 4.

32

Tabel 4. Rumusan Asumsi Model EOQ dengan Kendala Investasi


Asumsi Permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu Banyak jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran barang dari supplier cepat) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) Masing-masing jenis barang persediaan adalah bebas (independent) Iya / Tidak V V V V V V V

Keterangan Sumber

: V : Iya, X : Tidak : Waters (1992, diolah)

Bila Qi adalah jumlah pesanan ekonomis menurut model EOQ dengan kendala investasi, Qo adalah jumlah pesanan ekonomis menurut model EOQ klasik, UL adalah batas investasi persediaan, UC adalah biaya unit, HC adalah biaya penyimpanan, dan TCo adalah biaya persediaan menurut model EOQ klasik, maka kuantitas pesanan ekonomis menurut model EOQ dengan kendala investasi dapat ditemukan seperti pada berikut : Q i = Qo x 2 x UL x HC UC x TCo Batas investasi persediaan yang akan dihitung adalah batas pembelian persediaan maksimal yang ditetapkan oleh perusahaan, terkait dengan anggaran belanja perusahaan. Penelitian ini menghitung nilai batas investasi persediaan dengan menghitung biaya pembelian grade A yang dilakukan oleh perusahaan selama tahun 2009. Biaya pembelian dihitung dengan mengalikan biaya unit persediaan dengan jumlah unit persediaan yang dibeli oleh perusahaan. Waktu pemesanan optimal menurut EOQ dengan kendala investasi = Ti = Qi / D. Biaya-biaya yang siginfikan dalam penentuan kuantitas pemesanan optimal dengan model EOQ klasik adalah biaya pesanan selama setahun dan biaya penyimpanan selama setahun. Biaya pesanan selama setahun dihitung dan biaya penyimpanan selama setahun dihitung dengan rumus : Biaya pemesanan per tahun = (RC x D) / Qi Biaya penyimpanan per tahun = (HC x Qi) / 2 Biaya persediaan selama setahun yaitu biaya pesanan selama setahun ditambah biaya penyimpanan selama setahun. Frekuensi pesanan bahan baku dalam satu periode adalah = F = D / Qi.

33

3.

Model EOQ dengan model Two Bin System Tanpa Kendala Investasi Model EOQ dengan model two bin system digunakan untuk memenuhi

persediaan yang dimana waktu pemenuhan persediaan terbatas. Asumsi yang digunakan oleh model EOQ dengan model two bin system, pada dasarnya sama dengan asumsi pada model EOQ klasik, hanya saja yang berbeda adalah pada model two bin system, pemenuhan persediaan relatif tidak instan. Dalam arti, bahwa pemenuhan persediaan tidak dapat cepat dilakukan. Teknis dalam model two bin system ini adalah persediaan suatu jenis barang dimasukkan ke dalam dua tempat (bin), Bin A dan Bin B. Bin B terdiri dari sejumlah barang yang sesuai dengan reorder level. Bin A dipergunakan terlebih dahulu, untuk mengisi permintaan konsumen. Kemudian Bin B digunakan ketika Bin A kosong persediaan. Pesanan persediaan dilakukan ketika Bin B mulai digunakan. Jumlah pesanan ekonomis (Qo) pada model EOQ dengan model two bin system tanpa kendala investasi dihitung dengan menggunakan rumus yang sama dengan model EOQ klasik.. Perbedaan antara model EOQ klasik dengan model EOQ dengan model Two Bin System Tanpa kendala investasi, yaitu pada model EOQ dengan model two bin system tanpa kendala perlu dicari reorder level untuk menentukan batasan persediaan minimum, sehingga pesanan dilakukan. Rumus untuk menentukan reorder level (ROL), yaitu : ROL = LT x D Dimana : LT = Waktu Tunggu D = Permintaan per waktu Dengan asumsi bahwa waktu tunggu yang terjadi di perusahaan lebih singkat daripada waktu pesanan ekonomis (To) menurut EOQ klasik. Biaya persediaan selama setahun menurut model EOQ dengan model two bin system tanpa kendala investasi dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya pesanan setahun dengan biaya penyimpanan persediaan selama setahun. Biaya pesanan dihitung dengan mengalikan frekuensi pesanan dengan biaya pesanan per pesanan. Biaya penyimpanan dihitung dengan mengalikan reorder level dengan biaya penyimpanan per unit per tahun.

34

4.

Model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, merupakan suatu

model yang memiliki konsep yang sama dengan EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi. Perbedaan antara model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi dengan model EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, yaitu pada model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi memasukkan kendala investasi dalam pembelian persediaan sesuai dengan yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga kuantitas pesanan ekonomis model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi memiliki nilai yang sama dengan nilai kuantitas pesanan ekonomis model EOQ dengan kendala investasi. Nilai ROL pada model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi akan sama dengan nilai ROL pada model EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi. Biaya persediaan selama setahun menurut model EOQ dengan model two bin system tanpa kendala investasi dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya pesanan setahun dengan biaya penyimpanan persediaan selama setahun. Biaya pesanan dihitung dengan mengalikan frekuensi pesanan dengan biaya pesanan per pesanan. Biaya penyimpanan dihitung dengan mengalikan reorder level dengan biaya penyimpanan per unit per tahun. 5. Model Probabilistik Model dari EOQ klasik sampai EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, didasarkan pada kepastian, dimana semua variabel persediaan memperoleh nilai yang tetap dan diketahui pasti perkembangannya. Pada model pengendalian persediaan model probabilistik ini akan diperkenalkan ketidakpastian dan membangun model dimana variabel tidak diketahui secara pasti tetapi mengikuti sejumlah distribusi kemungkinan (probability distribution). Menurut Waters (1992), ketidakpastian dalam persediaan, yaitu : 1. Permintaan. Permintaan keseluruhan (agregat demand) untuk suatu jenis barang sering datang dari sejumlah besar konsumen individu. Fluktuasi acak dalam angka dan ukuran dari pesanan-pesanan tersebut diterjemahkan kepada kedalam suatu variabel dan ketidakpastian keseluruhan permintaan.

35

2. Biaya. Pada umumnya biaya meningkat secara kontinu dalam beberapa tahun. Ukuran dan waktu dari peningkatan tidak dapat diprediksi, sehingga biaya persediaan dimasa yang akan datang menjadi tidak pasti. 3. Waktu tunggu. Waktu tunggu terdiri dari beberapa bagian, termasuk masa persiapan, lokasi atau produksi jenis barang tersebut dari pemasok, pengemasan, dokumentasi, pengapalan, transportasi, pengecekan pada saat kedatangan, dan sebagainya. Begitu banyak aktivitas dalam rantai ini yang beberapa bervariasi pasti terjadi. Bila jenis barang tersebut harus dibuat dan dikapalkan secara internasional, ketidakpastian menjadi tinggi, tetapi bila dipasok dari pemasok lokal, ketidakpastian menjadi rendah. 4. Kuantitas pasokan. Meskipun pesanan dikirimkan sesuai dengan jumlah unit yang dipesan, namun ada kala jumlah yang dikirimkan berbeda dengan yang dipesan. Alasan jelas untuk ini adalah pengecekan kualitas dengan membatalkan beberapa unit yang telah dikirimkan, kehilangan atau kerusakan selama pengapalan, dan kesalahan-kesalahan lainnya. Sebaliknya, pemasok mungkin mengizinkan beberapa surplus atau ekses dan mengirimkan beberapa unit dari yang dipesan. Oleh karena adanya ketidakpastian, maka pada model probabilistik terdapat dua sistem yaitu pada sistem persediaan bebas terdapat dua sistem yaitu periodic review system dan kuantitas pesanan tetap. Baik sistem periodic review system dan kuantitas pesanan tetap sama-sama memiliki keunggulan masingmasing. Keuntungan utama dari periodic review system adalah hal ini sederhana dan mudah dikelola. Terdapat kegiatan ruitin untuk mengecek persediaan di waktu yang ditentukan, pemesanan dilakukan, pengiriman dilakukan, barang tiba dan diperiksa, dan sebagainya. Periodic review system khususnya bermanfaat untuk jenis persediaan yang murah dengan permintaan tinggi. Kegiatan rutin juga berarti tingkat persediaan diperiksa pada interval yang spesifik dan tidak harus dimonitor secara kontinu. Sistem kuantitas pesanan tetap membutuhkan persediaan dicek secara kontinu ketika persediaan telah mencapai reorder level. Keuntungan lainnya adalah kemudahan pemesanan untuk beberapa jenis persediaan dalam satu

36

kali pemesanan. Hal ini memberikan

pemesanan yang lebih banyak dan

memungkinkan perusahaan mendapatkan diskon dari pemasok. Sebaliknya, keuntungan utama dari sistem kuantitas pesanan tetap adalah memesan sejumlah persediaan dalam jumlah yang konstan. Pemasok juga dapat mengetahui berapa banyak yang akan dikirim dan administrasi dan transportasi dapat lebih diatur dalam kebutuhan yang spesifik ( misalnya dapat mengatur jadwal keberangkatan truk). Keuntungan lainnya adalah bahwa sistem dapat menyelenggarakan pesanan secara optimal untuk beberapa jenis persediaan yang memiliki karakter masing-masing. Dengan demikian, jenis persediaan dengan permintaan yang sedikit akan dipesan sesering dengan jenis persediaan dengan permintaan yang banyak. Sistem kuantitas pesanan tetap lebih fleksibel menyesuaikan frekuensi pemesanan terhadap permintaan. Keuntungan lainnya pada sistem kuantitas pesanan tetap yaitu sistem ini dapat memberikan persediaan yang lebih sedikit, karena pada kuantitas pesanan tetap terdapat pula persediaan pengaman yang dapat membantu mengatasi ketidakpastian dalam waktu tunggu. Hirarki model probabilistik, dapat dilihat pada Gambar 8.

Sistem Persediaan Permintaan Bebas (Independent Demand Systems)

Periodic Review Systems


Contohnya Metode EOQ, dan Probabilistik

Kuantitas Pesanan Tetap (Fixed Order Quantity Systems)

Salah satu contohnya Model Probabilistik

Contoh lainnya EOQ, Model

Model for Discrete Demand

Service Level Model

Gambar 8. Hirarki Model Probabilistik

37

Seperti yang terlihat pada Gambar 8, model dalam model probabilistik dengan sistem kuantitas pesanan tetap, secara garis besar terdiri dari dua model yaitu model untuk permintaan yang terpisah (biasanya untuk produk yang musiman, misalnya kue-kue yang identik dengan hari raya), dan model untuk permintaan yang kontinu (untuk produk yang diproduksi secara kontinu). Model untuk permintaan yang terpisah untuk selanjutnya disebut model for discrete demand, dan model untuk permintaan yang kontinu untuk selanjutnya disebut service level models. Model for discrete demand terdapat juga asumsi diijinkannya kekurangan persediaan, namun pada model for discrete demand, asumsi ketidakpastian terhadap permintaanlah yang menjadi sangat penting, waktu tunggu dianggap pasti. Namun pada service level models, kekurangan persediaan tidak diijinkan, karena pemintaan yang kontinu, namun ketidakpastian terhadap permintaan dan waktu tunggu menjadi asumsi lainnya yang membedakan dengan model for discrete demand. Ketidakpastian terhadap permintaan dan waktu tunggu, dapat digunakan bersama-sama pada service level model, dapat pula asumsi ketidakpastian permintaan digunakan, sedangkan waktu tunggu pasti, dan demikian pula sebaliknya, ketidakpastian waktu tunggu digunakan, sedangkan permintaan relatif pasti. Asumsi umum model probabilitik dapat dilihat pada Tabel 5.

38

Tabel 5. Rumusan Asumsi Model Probabilistik Asumsi


Permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu Satu jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan

Ya / Tidak
X (Permintaan diketahui tetapi tidak pasti)

V V V (kecuali discrete demand model with shortages) Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran X (Waktu tunggu diketahui, tetapi tidak barang dari supplier cepat)
pasti)

Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) X Masing-masing jenis barang persediaan adalah bebas V (independent)
Keterangan Sumber : V : Iya, X : Tidak : Waters (1992, diolah)

Oleh karena permintaan pada tanaman hias relatif tidak pasti permintannya, maka model probabilistik yang kemungkinan sesuai untuk industri tanaman hias adalah dengan service level models dengan asumsi permintaan tidak pasti, dan skala kepercayaan 95 persen. Rumus yang digunakan dalam model probabilistik dengan asumsi permintaan yang tidak pasti, yaitu : ROL = Waktu tunggu x demand + Safety Stock Safety Stock = Z x x (LT) Biaya persediaan yang dihitung adalah biaya persediaan dari safety stock yaitu dengan mengalikan jumlah safety stock dengan biaya penyimpanan per unit per tahun. 6. Model Peramalan Permintaan Permintaan pada masa yang akan datang merupakan masukan yang sangat penting bagi suatu model pengendalian persediaan. Faktor inilah yang akan membawa dampak yang sangat besar pula terhadap penanganan persediaan. Perusahaan akan membuat perencanaan yang menjadi efektif pada suatu saat di masa depan. Dengan demikian, management level membutuhkan informasi mengenai kecenderungan yang terjadi pada permintaan. Informasi mengenai permintaan harus diramalkan. Sayangnya, peramalan akan dapat menjadi hal yang sulit, dan meskipun di sisi lain menjadi hal yang penting, hasil dari peramalan

39

juga tidak selalu tepat atau terbatas. Terdapat sejumlah model peramalan, akan tetapi tidak ada satu pun yang terbaik diantara yang lainnya. Salah satu klasifikasi dari model peramalan yaitu judgemental. Model judgemental bertumpu pada pandangan subyektif, hal ini diilusitrasikan oleh wawasan personal, kesepakatan bersama, Sebagian besar peramalan kuantitatif disangkutkan pada time series (data berdasarkan urutan waktu), dimana permintaan diukur pada interval waktu yang regular. Kemudian permintaan akan dideskripsikan melalui sebuah pola dasar. Pola dasar tersebut dapat diproyeksikan terhadap masa depan, akan tetapi beberapa kesalahan atau error tetap tidak akan terhindarkan. Asumsi umum pada model peramalan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rumusan Asumsi Model Peramalan Permintaan


Asumsi Permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu Iya / Tidak X (Permintaan diperoleh dari peramalan sehinga sifatnya tidak pasti, namun pada simple avarage diasumsikan permintaan konstan) V V V V V V

Satu jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran barang dari supplier cepat) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) Masing-masing jenis barang persediaan adalah bebas (independent)

Ket : (v) ya, (x), tidak Sumber : Waters (1992, diolah)

Peramalan permintaan digunakan untuk memproyeksikan permintaan yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2009. Model peramalan yang digunakan adalah dekomposisi. Model tersebut digunakan karena adanya kecenderungan pola yang sama pada setiap tahunnya. Model dekomposisi mengidentifikasi tiga komponen pola dasar yang terdapat dalam suatu serial data, yaitu tren, musiman, dan siklus, dan menggunakannya untuk peramalan. Faktor tren yang mewakili perilaku dalam jangka panjang, dapat berupa garis lurus yang menaik, menurun, atau mendatar, atau dalam beberapa situasi tertentu dapat berupa garis eksponensial atau bentuk lain. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi berkala dengan panjang yang konstan, yang dapat disebabkan oleh faktor cuaca, musim liburan, dan lain-lain. Faktor siklus

40

mewakili

kemajuan

atau

kemunduran

yang

disebabkan

oleh

kondisi

perekonomian atau kondisi industri tertentu, misalnya resesi, normal, atau booming. Dekomposisi akan mempermudah peramalan dan membantu dalam memahami perilaku serial data yang digunakan. Model dekomposisi mengasumsikan bahwa suatu data terdiri atas pola dasar dan kesalahan, atau dalam bentuk matematikanya. Sebagai berikut : Xt = f (St, Tt, Ct, Rt) Di mana : St Tt Ct Rt = Komponen Musiman pada periode t = Komponen Tren pada periode t = Komponen Siklus pada periode t = Komponen Siklus pada periode t Hubungan fungsionalnya dapat berupa penjumlahan atau perkalian. Bentuk fungsional yang paling umum dipakai ialah bentuk perkalian, yaitu : Xt = S t x Tt x Ct x Rt Data permintaan yang digunakan adalah data permintaan dari tahun 2006 hingga 2008. Penjualan tahunan dibagi menjadi tiga periode. Periode I merupakan periode penjualan dari Januari hingga April. Periode II merupakan periode penjualan dari Mei hingga Agustus. Periode III merupakan periode penjualan dari September hingga Desember. Langkah-langkah dalam dekomposisi diuraikan sebagai berikut : 1. Tetapkan faktor musiman (S) Hitung rata-rata bergerak terpusat (centered moving avarage atau CMA) dari N periode. Secara matematis CMA dituliskan sebagai berikut : Ft+1= (Xt + Xt-1 +... +Xt+N+1 ) / N Di mana : Xt N Ft+1 = Data observasi periode t = Panjang serial waktu yang digunakan = Nilai prakiraan periode t+1

Pada penelitian ini, N = 3, karena masing-masing tahun dibagi ke dalam tiga periode. Maka CMA yang digunakan menjadi :

41

Ft = (Xt + Xt-1 +Xt+1 ) / 3 Nilai CMA yang diperoleh, menghilangkan faktor musiman dan sekaligus kerandoman, sehingga nilai CMA hanya terdiri dari tren dan siklus. Dengan menghitung rasio antara Xt terhadap CMAt (kolom 4, pada Tabel 7), dapat diperoleh faktor musiman dan faktor kerandoman. Faktor musiman dapat diperoleh dengan menghilangkan unsur random, yaitu dengan merata-ratakan semua nilai pada setiap musim yang sama (kolom 5, pada Tabel 7). Perata-rataan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain rata-rata sederhana (Tabel 8).

Tabel 7. Peramalan dengan Metode Dekomposisi


t 1 1 2 ... Sumber : Herjanto (2007) X =SxTxCxR 2 CMA = TxC 3 SxRx100 4 Sx100 5 T = a + bt 6 C x 100 7 F = SxTxC 8

Rasio antara data observasi X dengan CMA menghasilkan nilai fator musiman dan kerandoman (kolom 4, Tabel 9). Faktor musiman selanjutnya dapat dicari dengan memisahkannya dari faktor random dengan merata-ratakan semua nilai pada musim yang sama pada kolom 4 pada Tabel 9, seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 8. Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random


Tahun .... .... Rata-Rata Penyesuaian Sumber : Herjanto (2007) X/n X/n X/n Periode 1 2 3

42

2.

Tetapkan faktor tren Faktor tren dalam penelitian ini diasumsikan berbentuk linear, sehingga

faktor tren untuk setiap periode bisa dicari dengan menggunakan persamaan T = a+bt. Koefisien a dan b dapat diperoleh dengan serial data dengan menggunakan regresi linear sederhana. Regresi linear sederhana dirumuskan secara matematis sebagai berikut : a = Y-bX b= Dimana: N X Y a b 3. = J umlah observasi dalam sampel = Variabel Bebas = Variabel Tidak Bebas = Intercept fungsi pada aksis Y, bila X=0 = Kemiringan garis fungsi Tetapkan faktor siklus CMA menghapus pola musiman dan random, sehingga yang tersisa tren dan siklus. Faktor siklus dapat diperoleh dengan membagi nilai CMA dengan nilai tren untuk setiap data pengamatan, seperti pada kolom 7 pada Tabel 9. 4. Lakukan peramalan untuk periode waktu yang diinginkan Nilai peramalan F dapat dicari dengan mengalikan komponen-komponen S, T, dan C pada periode yang sama. Komponen R dalam hal ini diabaikan karena menurut definisi kesalahan atau kerandoman R tidak dapat diprediksi, faktor ini memberi manfaat langsung untuk prakiraan, sehingga hubungan untuk peramalan dilakukan sebagai F=SxTxC Setelah dilakukan peramalan permintaan, maka persediaan dihitung menurut model EOQ, sehingga pesanan kuantitas ekonomi dan waktu pemesanan optimum, serta biaya persediaan dihitung menurut model EOQ.

43

4.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas Sistem persediaan permintaan tidak bebas sangat luas penggunaannya. Sejak diperkenalkan pada tahun 1920an, sistem persediaan permintaan berkembang menjadi berharga dan fleksibel bagi manajemen. Meskipun demikian, dalam beberapa hal, khususnya pada sekumpulan proses produksi (batch production), sistem persediaan permintaan bebas tidak mampu bekerja dengan baik. Pada batch production, misalkan untuk membuat suatu meja, dibutuhkan satu papan atas(top), dan empat kaki (legs). Ketika persediaan bahan baku untuk satu papan telah jadi, dan telah dibuat menjadi papan atas standar untuk meja tersebut, namn proses pengerjaan untuk menjadi barang jadi, harus menunggu ketersediaan empat kaki meja standar untuk meja tersebut. Perusahaan harus menyeimbangkan kebutuhan bahan baku untuk top dan legs. Dengan demikian, permintaan akan bahan baku untuk top dan legs, menjadi tidak berdiri masingmasing, melainkan berhubungan dengan perencanaan produksi. Sehingga dengan demikian, dapat disimpulkan suatu kesimpulan mengenai pendekatan sistem persediaan permintaan bebas dan tidak bebas. Sistem persediaan permintaan bebas ditujukan untuk barang jadi, sedangkan sistem persediaan permintaan tidak bebas ditujukan untuk bahan baku dan barang dalam proses. Model pada sistem persediaan tidak bebas terdiri dari dua jenis yaitu Material Requirements Planning (MRP), dan Just In Time (JIT). 1. Material Requirement Planning (MRP) Perusahaan harus merencanakan produksi di masa datang. Perencanaan biasanya adalah suatu proses yang melibatkan sebuah hirarki keputusan seperti pada Gambar 9. Perencanaan dimulai dengan suatu peramalan jangka panjang (contohnya peramalan permintaan, peramalan harga )dari perusahaan dan memastikan bahwa kapasitas perusahaann tersedia untuk memeuhi permintaan melalui suatu perencanaan strategis. Kemudian seluruh kapasitas perusahaan dibagi-bagi untuk memproduksi produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan melalui perencanaan kapasitas. Perencanaan strategis dan peramalan jangka panjang dari agregat perusahaan menjadi landasan dai perencanaan kapasitas. Kemudian

44

perencanaan kapasitas akan memberikan masukan juga bagi perencanaan agregat. Perencanaan agregat tentunya harus dijabarkan melalui master schedule. Master schedule selanjutnya akan dijabarkan lagi kedalam perencanaan persyaratan material atau Material Requirement Planning (MRP), dan jadwal produksi jangka pendek.

Perencanaan Strategis

Peramalan Permintaan Jangka Panjang

Perencanaan Kapasitas

Perencanaan Agregat

Master Schedule

Material Requirement Planning (MRP) Gambar 9. Hirarki Proses Perencanaan Produksi


Sumber : Waters (1992)

Jadwal Produksi Jangka Pendek

MRP menggunakan sebuah master schedule untuk memberikan taksiran akurat permintaan untuk jenis persediaan yang diperlukan ole produksi. Tahapan pertama adalah menjabarkan master schedule dengan menggunakan bill of materials. Bill of materials adalah suatu daftar pesanan untuk semua kebutuhan 45

produksi yang dibutuhkan untuk membuat bagian dalam suatu produk akhir. Bill of materials ditunjukkan pada Gambar 10.

Meja

Level 0

Top (1)

Level 1

Legs (4)

Paku

Kayu (1)

Level 2

Kayu (4)

Paku

Papan Oak

Inset Pinus

Gambar 10. Bill of Materials untuk Meja (Sebagai contoh)


Sumber : Waters (1992)

Terdapat suatu pemisalan untuk menjelaskan proses MRP berdasarkan Gambar 10. Misalkan, the master schedule memerintahkan bahwa enam meja harus dibuat awal permulaan minggu Juni tanggal 20. Dapat disimpulkan melalui bill of materials, untuk membuat satu meja dibutuhkan satu top, dan empat leg, sehingga untuk membuat enam meja, dibutuhkan enam top, dan 24 legs. Dalam kenyataannya, beberapa bagian mungkin sudah tersedia sebagai persediaan (existing stock and work in progress), sehingga manajer perlu menggunakan master schedule dan bill of materials untuk menghitung kebutuhan bruto (gross requirements), dari persediaan bruto (gross stocks), sehingga dapat dibuat perincian untuk kebutuhan material bersih (net requirement of materials). Terdapat juga suat kemungkinan bahwa kebutuhan material bersih ada yang sudah dipesan dahulu sebelumnya (scheduled receipts), dan akan tiba untuk mencukupi kebutuhan material bersih (net requirement of materials), sehingga dilakukan

46

pemesanan terhadap persediaan yang masih kurang mencukupi untuk kebutuhan material bersih. Kemudian dengan menggunakan informasi pemesanan (Standard Order Information) juga, akhirnya diperoleh keputusan yang tepat untuk pemesanan yaitu waktu dan kuantitas pesanan (Time and Quantities Orders). Proses MRP dapat disimpulkan seperti pada Gambar 11.

Master Schedule Bill Materials

Gross Requirements of Materials

Existing Stock and Work In Progress

Net Requirements of Materials

Scheduled Receipts

Materials to Order

Standar Order Information Gambar 11. Proses MRP


Sumber : Waters (1992)

Time and Quantities of Orders

MRP ada keuntungan dan kelemahannya juga. Keuntungan MRP adalah dapat mengurangi tingkat persediaan (sebagai dampaknya yaitu memperoleh keuntungan atau savings di modal, ruang, pergudangan, dan lain-lain), perputaran persediaan menjadi tinggi, layanan terhadap konsumen meningkat karena lebih sedikit penundaan yang disebabkan oleh kekurangan persediaan, lebih handal dan cepat dalam waktu pengantaran jenis persediaan ke perusahaan. Sebagai kelemahan MRP yaitu MRP tidak bisa bekerja jika (1) tidak terdapat master schedule; (2) master schecule tidak akurat; (3) rencana yang dibuat sering berubah; (4) perencanaan yang dibuat tidak mampu untuk mengantisipasi

47

kemungkinan terjadinya masalah-masalah di yang akan datang. Asumsi yang digunakan oleh MRP adalah seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Rumusan Asumsi Model MRP Asumsi Permintaan diketahui dari perencanaan produksi, dan Demand mudah untuk dipastikan Banyak jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran barang dari supplier cepat) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) Masing-masing jenis barang persediaan adalah tergantung pada jumlah barang lain (dependent) Permintaan bahan baku spesifik dan telah ditentukan penggunaannya
Sumber : Waters (1992, diolah)

MRP V V V V V V V V

Format yang akan digunakan pada sistem MRP (Waters, 1992) seperti pada Tabel 10. Tabel 10. Format MRP Level 0 (untuk contoh ) Produk A Periode 1 2 Kebutuhan Kotor Persediaan di tangan Kebutuhan bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
Sumber : Waters (1992)

10

Langkah-langkah pengisian Tabel 10 yaitu sebagai berikut: 1.Menentukan kebutuhan kotor yang merupakan rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi. 2. Menghitung persediaan di tangan yaitu persediaan di awal yang ada untuk satu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan pada periode tersebut, maka besarnya persediaan di tangan pada suatu

48

periode adalah sebesar persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan pada periode tersebut, maka persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode tersebut ditambah persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode tersebut. 3. Menghitung kebutuhan bersih yati kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila persediaan di tangan suatu periode lebih besar daripada kebutuhan kotor, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Tetapi jika persediaan di tangan lebih kecil dari kebutuhan suatu periode maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut sebesar kebutuhan sebelumnya. 4. Menentukan rencana penerimaan pesanan yaitu besarnya bahan baku yang akan diterima pada periode tertentu berdasarkan pemesanan yang telah dilakukan sebelumnya. 5. Membuat rencana pelaksanaan pesanan yaitu besarnya pesanan yang direncanakan perusahaan pada suatu periode dengan harapan akan diterima perusahaan tepat pada saat dibutuhkan atau pada saat rencana penerimaan pesanan. Rencana pelaksanaan pesanan besarnya sama dengan penerimaan pesanan, hanya periode pelaksanaannya yang berbeda yaitu sebelum rencana penerimaan pesanan. 2. Just In Time (JIT) Sistem persediaan permintaan tidak bebas merumuskan permintaan masa pengendalian persediaan,bagaimana perencanaan persyaratan atau periode tersebut dikurangi persediaan di tangan periode

depan dari suatu master schedule. MRP membantu dalam membuat keputusan dalam kebutuhan persediaan (MRP) mengontrol persediaan yang dibutuhkan untuk mendukung produksi. MRP didasarkan pada sistem komputer yang terintegrasi untuk mengontrol semua aspek produksi dan persediaan. Selanjutnya terdapat model lain untuk sistem persediaan permintaan tidak bebas, yaitu Just In Time (JIT). JIT memandang bahwa persediaan adalah suatu sumber pemborosan. JIT bertujuan utama untuk menghilangkan persediaan yang terjadi pada proses 49

produksi. Dampaknya adalah, pada JIT persediaan harus benar-benar dihilangkan, atau setidaknya dibuat seminimal mungkin. JIT memiliki syarat mutlak yang membatasi penggunaannya. Syarat JIT adalah diantaranya (1) kondisi lingkungan yang stabil; (2) produk standar dengan sedikit varian; (3) Produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap; (4) otomatis, produksi menggunakan volume besar; (5) proses terpenuhi dengan sumber daya yang cukup; (6) peralatan produksi yang handal; (7) persediaan minimum; (8) waktu tunggu yang pendek; (9) pemasok yang handal; (10) kualitas persediaan yang konsisten; (11) tenaga kerja fleksibel; (12) Pelatihan dan penghargaan yang wajar dan adil bagi pekerja; (13) mampu mengatasi segala permasalahan. Selanjutnya, terdapat perbedaan tingkat persediaan antara sistem persediaan permintaan bebas, MRP, dan JIT. Sistem persediaan permintaan bebas mengijinkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran dengan memastikan bahwa persediaan cukup banyak untuk menangani permintaan yang diperkirakan. Dalam hal ini, bagaimanapun, sistem persediaan permintaan bebas menyediakan persediaan yang cukup banyak. MRP dengan menggunakan master schedule untuk menyesuaikan kesediaan persediaan sesuai dengan permintaan. Semakin dekat ketersediaan persediaan dengan permintaan, maka akan semakin sedikit persediaan yang dibutuhkan. Selanjutnya bila benar-benar ketersediaan persediaan tepat disesuaikan dengan permintaan, maka persediaan pun akan terhilangkan. Model yang bertujuan utama mengeliminasi persediaan tersebut itulah yang disebut JIT. Perbedaan asumsi MRP dengan JIT adalah seperti yang tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Rumusan Asumsi MRP dan JIT


Asumsi Permintaan diketahui dari perencanaan produksi, relatif tidak tetap Banyak jenis barang tunggal yang dihitung nilai pesanan optimal Semua biaya diketahui dengan pasti dan tidak berubah-ubah Tidak boleh ada kekurangan persediaan Waktu tunggu nol, dan dapat pula menjadi ada (pengantaran barang dari supplier cepat) Pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) Masing-masing jenis barang persediaan adalah tergantung pada jumlah barang lain (dependent), dan uang yang telah dibayarkan kepada supplier tidak bisa digantikan ke jenis barang lainnya dalam suatu waktu pemesanan.
Sumber : Waters (1992)

MRP V V V V V V V

JIT X (relatif tetap) V V V V V V

50

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Bapak Chandra Gunawan Hendarto merupakan perintis dari GIA. Chandra

sebelum memulai bisnis tanaman adenium merupakan seorang manager di perusahaan distributor swalayan terkemuka di Indonesia. Chandra pada tahun 1996-1997 memiliki tanah sekitar 500 meter persegi di daerah Sawangan. Pada tahun 1999, beliau membawa 50 buah adenium senilai US$ 1.000 ke Indonesia, tetapi hanya sepuluh yang bertahan hidup dengan baik, dan berhasil dijual. Meskipun hanya sepuluh yang terjual, namun hasil penjualan tersebut masih dapat menutupi kerugian akibat kematian 40 tanaman adenium lainnya, karena adenium yang dibeli seharga US$ 20 per tanaman, berhasil dijual dengan harga US $ 100 per tanaman. Kemudian Chandra melihat bahwa ada prospek yang cerah pada bisnis tanaman Adenium. Hal tersebut karena adenium memiliki keindahan pada bonggol, keanekaragaman jenis bunga, dan daun, mudah ditransportasikan jarak jauh, dan mudah perawatannya. Sekitar pada tahun 2000, beliau mulai menekuni bisnis adenium dengan mencari bibit tanaman. Beliau pergi ke Singapura, Thailand, hingga Taiwan. Kemudian beliau menemukan bahwa di Thailand harga adenium lebih murah bila dibandingkan dengan tempat lain, dan bunga-bunga adenium dari Thailand pun terkenal di mancanegara. Pertimbangan tersebut membuat Bapak Chandra rutin membeli adenium di sana. Selanjutnya, Bapak Chandra berniat untuk mendirikan suatu perusahaan yang berorientasi pada usaha tanaman hias, khususnya Adenium. Untuk mendukung usaha tersebut, Bapak Chandra membutuhkan luasan lahan yang lebih besar dari 500 meter persegi. Untuk itulah, beliau mengajak Bapak Suryo sebagai pemilik lahan disekitar usaha tanaman hiasnya untuk bergabung dan menjadi pemilik bersama-sama dengan dirinya. Bapak Chandra dan Bapak Suryo kemudian membentuk suatu perusahaan yang berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas bernama PT. Godongijo Asri pada tanggal 03 November 2003 berdasarkan akte pendirian dengan notaris Bapak Surya Hasan, S.H. Luasan lahan GIA sebesar 2,5 Hekta are dan berlokasi di Jalan

Cinangka Raya Km 10 No. 60 (Jalan Raya Ciputat ke arah Parung) Desa Serua, Sawangan, Depok 16517, Jawa Barat, Indonesia.. Bapak Chandra menjadi pemilik saham aktif dan Bapak Suryo sebagai pemegang saham pasif. Pemegang saham aktif berperan sebagai pemimpin teknis dan pengambil keputusan dalam setiap transaksi bisnis, sedangkan pemegang saham pasif bukan merupakan pemimpin teknis tetapi sebagai pemilik tanah . Nama Godongijo Asri berarti daun hijau yang asri. GIA adalah perusahaan yang bergerak di bidang tanaman hias adenium yang meliputi bidang usaha produksi, distribusi, dan pemasaran tanaman. GIA dalam menekuni dunia usaha bidang pengelolaan tanaman hias adenium selalu melakukannya dengan serius dan cermat dalam usaha menciptakan terobosan peluang pasar yang lebih menjanjikan. Hal ini terlihat dalam kurun waktu perkembangan usahanya saat ini GIA telah mampu mengkomersilkan lebih dari 200 jenis varietas tanaman adenium yang berbeda, dan akan selalu berinovasi untuk mengupayakan adanya pengeluaran jenis-jenis baru pada setiap tahunnya. Dengan demikian banyaknya keanekaragaman tanaman adenium yang dihasilkan maka diupayakan akan dapat menciptakan keunikan dan nuansa keanekaragaman pada bunga tanaman adenium yang dapat menciptakan potensi besar di dalam menangkap peluang untuk memikat minat dan daya beli terhadap para pelanggannya yang semakin besar. Salah satu upaya GIA dalam menciptakan kunci keberhasilan usahanya untuk selalu menjadi perusahaan yang terdepan di dalam melakukan produksi dan pemasaran adenium di Indonesia adalah dengan cara selalu menciptakan varietas yang beraneka ragam dan menampilkan jenis-jenis baru tanaman tersebut. Pada tahun 2007, perusahaan telah memiliki lima unit bisnis, yaitu adenium dan tanaman hias lainnya, botanical cafe, floriculture supplier, bookstore dan salon adenium. Akan tetapi pada tahun 2009, unit bisnis salon adenium meluas menjadi klinik tanaman, kemudian unit bisnis GIA pun menjadi bertambah dengan adanya pemancingan yang diberi nama Banyuijo, dan adanya pojok jujur, yaitu penjualan makanan dan minuman ringan yang pembayarannya dilakukan tanpa melalui kasir, konsumen memasukkan sejumlah uang sesuai dengan makanan dan minuman yang telah dibelinya kedalam kotak jujur.

52

Terdapat dua pemegang saham yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban dalam pendirian perusahaan. Pemegang saham tersebut yaitu Bapak Chandra sebagai pemegang saham aktif dan Bapak Suryo sebagai pemegang saham pasif. Pemegang saham aktif berperan sebagai pemimpin teknis dan pengambil keputusan dalam setiap transaksi bisnis, sedangkan pemegang saham pasif bukan merupakan pemimpin teknis tetapi sebagai pemilik tanah . GIA berkonsentrasi pada pengembangan bisnis adenium dimulai dari proses produksi hingga pemasaran. Pada tahun 2007, GIA hanya memiliki sebelas agen, dua sub agen, dan satu pra agen yang tersebar di kota-kota di Indonesia serta satu cabang yang terletak di Alam Sutra, Tangerang, namun pada saat ini (2009) jaringan distribusi GIA semakin bertambah, menjadi 12 agen, empat sub agen, dan tetap memiliki satu cabang yang terletak di Alam Sutra, Tangerang.

5.2

Visi dan Misi Perusahaan Visi dari GIA adalah menjadikan perusahaan sebagai tanaman hias yang

berperan penting dalam perkembangan usaha tanaman hias dan perbaikan lingkungan melalui penghijauan. Untuk mencapai visinya tersebut, Godongijo memiliki empat misi perusahaan secara umum, yaitu : 1. Menyediakan tanaman hias berkualitas, bervariasi, dan terjangkau 2. Menjual tanaman hias dengan konsep yang berbeda 3. Memberikan pengetahuan mengenai tanaman hias kepada konsumen 4. Menjangkau konsumen di luar Kota Depok. Selain visi dan misi GIA juga memiliki tujuan dalam menjalankan usahanya, yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk maupun pelayanan untuk dapat bersaing dengan perusahaan tanaman hias lain dalam industri tanaman hias.

5.3.

Organisasi Perusahaan Struktur organisasi perusahaan GIA adalah struktur lini dan staf dimana

pada organisasi ini pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal dan sepenuhnya dari pimpinan tertinggi kepada unit di bawahnya. Struktur organisasi ini merupakan kombinasi yang diambilkan dari keuntungan keuntungan adanya pengawasan secara langsung dan spesifikasi dalam perusahaan. 53

Struktur organisasi GIA dipimpin oleh seorang direktur yaitu Bapak Chandra, yang sekaligus pemimpin perusahaan. Direktur dibantu oleh manajer operasional (produksi, pemasaran, dan sumberdaya manusia), sekretaris direktur, dan manajer akuntansi dan keuangan. Tugas manajer juga dibantu oleh supervisor yang membawahi langsung staf. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Karyawan GIA terdiri dari karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap berjumlah 59 orang, sedangkan karyawan tidak tetap jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Karyawan tidak tetap dibutuhkan sebagai sales jika perusahaan mengikuti pameran. Tingkat pendidikan yang dimiliki karyawan, mulai dari SD, SMP, sampai lulusan SMU. Mereka pada umumnya ditempatkan dibagian produksi, penjualan, hingga pramusaji cafe dan restoran. Staf, supervisor, dan manajer memiliki tingkat pendidikan D3 hingga S2.

5.3.1

Deskripsi Kerja Deskripsi kerja (Job Description) sangat dibutuhkan dalam suatu

perusahaan, terutama perusahaan yang memiliki skala cukup besar dengan sistem manajemen yang baik.). Deskripsi kerja pada GIA dibagi menurut jabatan dengan fungsi dan tugas masing-masing karyawan. 1. Direktur Fungsi: merencanakan, mengkoordinasi, dan mengawasi kegiatan perusahaan. Tugas: a. Mengatur, b. mengawasi, mengendalikan, dan mengkoordinir kegiatan perusahaan agar dapat berjalan dengan lancar. Memberikan otoritas terhadap setiap pengeluaran yang ditetapkan oleh perusahaan, serta hal lainnya seperti yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perusahaan. c. Mengadakan rapat kerja secara berkala untuk mengetahui tingkat perkembangan perusahaan dan pembahasan program-program pelaksanaannya. d. Mengadakan rapat pertanggungjawaban secara berkala kepada share holder atas pencapaian hasil kegiatan melalui laporan keuangan perusahaan.

54

e. Mengadakan perjanjian-perjanjian dengan pihak ekstern yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan. 2. Sekretaris Direktur Fungsi: Melaksanakan kesekretariatan, pencatatan, dan penyimpanan data-data. Tugas: a. Melaksanakan pembuatan surat-surat atau korespondensi b. keluar. c. Mengatur keperluan perjanjian dengan pihak intern maupun ekstern. d. Membuat notulen rapat yang diadakan Direktur. Menerima surat-surat masuk untuk Direktur, dan mengirim surat-surat

3. Manajer Divisi Operasional Fungsi: memimpin, melaksanakan, mengkoordinir, dan mengawasi kegiatan divisi operasional (produksi, pemasaran,dan sumber daya manusia) sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tugas: a. Membantu Direktur dalam memutuskan sistem operasional perusahaan yang akan ditetapkan. b. Menyusun strategi dan kebijakan perusahaan dalam lingkup tugas utama yang meliputi perencanaan, organisasi, pelaksanaan, sistem pengawasan dan audit, analisis dan penerapan sistem atas kegiatan dalam bagian produksi dan nursery, penelitian dan pengembangan, pembelian dan pengadaan, maintenance, pemancingan ikan, restoran dan cafe perusahaan, dan administrasi operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c. Melaksanakan dan mengusahakan penyempurnaan kegiatan dalam bagian produksi dan nursery, penelitian dan pengembangan, pembelian dan pengadaan, maintenance, pemancingan ikan, restoran dan cafe, dan administrasi operasional perusahaan, secara optimal dan maksimal melalui pelatihan dan melakukan perbaikan secara berkesinambungan terhadap sistem operasional untuk mencapai hasil yang optimal.

55

d. Menerima dan membuat laporan atas tindak perbaikan dan keseluruhan hasil pelaksanaan audit divisi operasional yang dilakukan secara berkala untuk dapat mencapai perbaikan berkesinambungan yang efektif dan optimal. e. Menjaga kondisi mesin, peralatan, dan perlengkapan perusahaan selalu dalam keadaan siap pakai dan Mengkoordinir pemakaian bahan yang tepat dan efisien. f. Memberikan penjelasan dan pengarahan pada bawahannya mengenai strategi dan kebijakan pemasaran dan penjualan perusahaan. g. Mengatur dan mengkoordinir serta mengawasi kegiatan bawahannya. h. Melakukan negoisasi dan menandatangani perjanjian kontrak penjualan sebatas wewenang yang telah diberikan oleh Direktur. i. Menentukan harga jual dan discount penjualan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. j. Merencanakan dan mengawasi tugas kegiatan gudang dan logistik serta penjualan barang, baik impor maupun lokal. k. Membantu Direktur dalam merumuskan sistem HRD dan GA. l. Menyusun strategy and policy perusahaan dalam lingkup tugas utama yang meliputi pengawasan, audit sumberdaya manusia, analisis dan penetapan sistem HRD dan GA perusahaan. 4. Manajer Divisi Akuntansi dan Keuangan Fungsi: Merencanakan, mengkoordinir dan mengawasi penyelenggaraan sistem akuntansi dan keuangan yang telah dilakukan dan diimplementasikan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tugas: a. Mengawasi dan membimbing pelaksanaan fungsi-fungsi akuntansi perusahaan. b. Memeriksa laporan keuangan untuk keperluan intern dan laporan rugi laba perusahaan. c. Memeriksa laporan keuangan fiskal yang dibuat oleh perpajakan. d. Membuat anggaran yang meliputi kegiatannya.

56

5.3.2

Sistem Pemberian Upah, Insentif dan Tunjangan Sistem pemberian upah, insentif, dan tunjangan dilaksanakan berdasarkan

punish and reward. 1. Upah Kerja Sistem pemberian upah pada setiap karyawan GIA berbeda-beda. Hal tersebut didasarkan pada jabatan, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan yang dilakukan. 2. Insentif Insentif adalah bonus yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Insentif yang diterima pada setiap bagian dan setiap karyawan berbeda-beda. Insentif pada bagian produksi dihitung berdasarkan jumlah produksi dikurangi jumlah tanaman yang mati. Insentif pada bagian showroom dan cafe berdasarkan penjualan yang berhasil dilakukan oleh karyawan. Keterlambatan lebih dari jam masuk kerja yaitu jam 9.00 WIB akan mengurangi insentif 10 persen, sedangkan jika tidak masuk kerja atau terlambat lebih dari satu jam akan dianggap tidak masuk dan mengurangi insentif 20 persen. 3. Tunjangan dan Fasilitas Tunjangan yang diberikan kepada karyawan yaitu, pemberian uang kesehatan; dalam satu tahun karyawan mendapat uang kesehatan sebesar satu bulan gaji. Karyawan bagian produksi mendapatkan mess, makan tiga kali sehari, sedangkan untuk karyawan lainnya mendapatkan makan siang dan kopi setiap pagi.

5.4

Deskripsi Unit Bisnis GIA memiliki tujuh unit bisnis yang satu sama lainnya saling mendukung.

Unit bisnis tersebut yaitu unit bisnis adenium dan tanaman hias lainnya, botanical cafe, floriculture supplier, bookstore, klinik tanaman, banyuijo, dan pojok jujur. Unit bisnis adenium dan tanaman hias lainnya merupakan unit bisnis tanaman hias dataran rendah. Unit bisnis botanical caf merupakan unit bisnis yang menyediakan menu makanan Thailand dan Indonesia. Unit bisnis floriculture

57

supplier merupakan unit bisnis yang menyediakan kebutuhan konsumen GIA akan peralatan dan bahan-bahan dalam berkebun. Bookstore merupakan unit bisnis yang menyediakan buku-buku pertanian. Klinik tanaman merupakan unit bisnis yang menyediakan layanan jasa untuk mempercantik tanaman adenium, ataupun untuk mempercantik tanaman hias lainnya. Banyuijo merupakan unit bisnis yang menyediakan pemancingan ikan bagi konsumen GIA yang akan menambah nilai kepuasan bagi konsumen GIA. Pondok jujur merupakan unit bisnis aneka makanan dan minuman ringan yang pembayarannya dilakukan tanpa melalui kasir. Konsumen membayarkan makanan dan minuman ringan yang dibelinya dengan menaruh sejumlah uang sesuai harga barang yang dibelinya kedalam sebuah kotak. Ketujuh unit bisnis tersebut dibentuk untuk memperluas pasar GIA, dan juga menambah pelayanan bagi para konsumen yang datang ke perusahaan.

5.5

Deskripsi Unit Bisnis Adenium Adenium merupakan tanaman hias yang diproduksi GIA, selain

philodendron, dan Bromelia. Adenium menjadi tanaman yang paling banyak diproduksi, daripada Philodendron, dan Bromelia. Hal ini dikarenakan, produksi Adenium telah dimulai dari sejak berdirinya perusahaan, sedangkan philodendron, baru diproduksi pada tahun 2007, sedangkan Bromelia baru diproduksi pada tahun 2009. GIA melakukan new release pada unit bisnis adenium, setiap enam bulan sekali, yaitu pada Februari dan Agustus. New release yang dilakukan GIA berjumlah 5-10 varietas adenium setiap tahun. Total keseluruhan varietas adenium yang dijual GIA berjumlah 58, yang terdiri dari 50 varietas lama, dan 8 varietas baru dari new release. Masing-masing varietas terdiri dari kelas A hingga kelas E. Input adenium yang dibutuhkan, yaitu batang bawah (bonggol), batang atas (entres), media tanam, air, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan peralatan. Pengadaan input adenium berdasarkan pada perencanaan produksi adenium. Perencanaan produksi dibuat oleh pemilik GIA, bersama dengan manajer operasional. Landasan perencanaan produksi yang digunakan adalah data penjualan tiga tahun sebelumnya, dan data persediaan adenium. Data penjualan tiga tahun sebelumnya dijadikan sebagai dasar dari peramalan penjualan tahun

58

berikutnya. Metode peramalan penjualan tahun berikutnya ditetapkan dengan metode subyektif oleh pemilik GIA. Selain menjual tanaman hias yang diproduksinya, GIA juga menjual tanaman hias yang dihasilkan oleh nursery lainnya melalui perjanjian kerjasama secara konsinyasi, antara lain Aglaonema, Croton, Plumeria, Palem, dan tanaman buah-buahan baik jenis impor maupun lokal.

5.6

Deskripsi Unit Bisnis Tanaman Hias Non Adenium GIA selain menjual tanaman hias adenium, juga menjual tanaman hias non

adenium. Tanaman hias non adenium ini terdiri dari tanaman hias lansekap, tanaman hias tropis, dan tanaman buah. Tanaman hias non adenium, sebagian besar diperoleh secara konsinyasi dengan nursery lainnya, sedangkan tanaman hias non adenium yang diproduksi adalah philodendron. Pemasok tanaman hias adenium konsinyasi antara lain Suska Nursery, Annisa Nursery, dan Nggonkulo Nursery. Pengadaan tanaman hias konsinyasi tidak dibuatkan target penjualan dan selanjutnya akan dibuatkan rencana produksi per tahunnya seperti pada adenium. Tanaman hias konsinyasi dipesan oleh bagian marketing sesuai dengan rak-rak display yang kosong di showroom tanaman. Rak-rak display pada tanaman hias non adenium, diatur berdasarkan nursery pemasoknya. Tanaman konsinyasi yang dipesan oleh bagian marketing, untuk kemudian di tindak lanjuti oleh bagian keuangan. Bagian keuangan selanjutnya yang akan memesan tanaman kepada nursery pemasok. Tanaman hias yang telah tiba di GIA, kemudian akan diperiksa kualitasnya. Apabila tanaman konsinyasi, dirasa oleh quality control dari bagian produksi, maka tanaman akan dimasukkan ke dalam mistroom, untuk menyegarkan kembali tanaman, dan mempercantik penampilan tanaman. Setelah dirasa baik untuk ditampilkan di showroom, tanaman akan dimasukkan kembali ke showroom. Kemudian tanaman akan diberi label Godongijo nursery yang berisi kan informasi jenis tanaman dan harga tanaman.

59

Tanaman hias konsinyasi selanjutnya dipelihara di showroom. Kegiatan pemeliharaan tanaman hias konsinyasi ini meliputi penyiraman rutin, pemupukan, prunning, sanitasi, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman.

5.7

Deskripsi Produk Produk merupakan keluaran yang dihasilkan oleh sebuah proses

pengolahan, baik secara alami, manual maupun mekanik (menggunakan teknologi modern). Produk memiliki karateristik dan sifat yang saling membedakan antara produk yang satu dan lainnya. Begitu pula dengan produk yang terdapat di GIA. Perusahaan GIA memiliki beberapa produk berdasarkan unit bisnis yang ada. Setiap unit bisnis memiliki produk yang berbeda-beda, namun satu sama lain saling berhubungan. Produk setiap unit bisnis tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 . Produk PT. Godongijo Asri Berdasarkan Unit Bisnis No. Unit Bisnis Jenis Produk Tempat
1. Adenium dan 1. Adenium 2.Tanaman Adenium 3. Tanaman Buah 2. 3. Botanical Cafe Floriculture Supplier (FS) 4. 5. 4. Tanaman Lanskap 1. Makanan 2. Minuman 1. Obat-obatan 2. Pupuk & Vitamin 3. Saprotan 1. Buku tanaman hias 2. Buku anak-anak 1. Jasa Prunning 2. Jasa Grafting 3. Jasa penggantian media 6. 7. Banyuijo Pojok Jujur dan perapihan akar Pemancingan Ikan Aneka cemilan Showroom D Showroom B Cafe Cafe FS FS FS Ruang baca Ruang baca Klinik Tanaman Klinik Tanaman Klinik Tanaman Pemancingan Ikan Ruang Baca Hias Non Showroom A Showroom C dan D Tanaman Lainnya

Bookstore Klinik Tanaman

Ketika customer datang berkunjung ke nursery, tentu mereka ingin mendapatkan manfaat tambahan selain dari hanya membeli tanaman hias. Manfaat

60

tambahan tersebut dapat dijadikan bisnis pelengkap. Untuk itu, botanical cafe, book store, adenium saloon, and floriculture supplies berdiri. Botanical cafe merupakan konsep cafe yang menawarkan pemandangan alam secara langsung. Botanical cafe di GIA menyediakan Authentic Thai Food sebagai main menu. Selain itu, ada pula menu masakan Indonesia, special menu for kids, dan aneka minuman yang menyegarkan dan menyehatkan. Pengetahuan mengenai pemeliharaan tanaman hias, baik untuk kelas pemula, maupun yang sudah berpengalaman, hingga kunci sukses beragribisnis dapat diperoleh konsumen melalui buku-buku yang tersedia di book store yang terdapat di GIA. Selain itu, GIA juga menyediakan floriculture supplies yang menyediakan sarana produksi pertanian. Tak hanya itu pula, GIA juga menyediakan jasa adenium saloon, untuk memberikan manfaat tambahan bagi pecinta adenium, agar adenium tampil semakin cantik. Sebagian besar tanaman hias yang berada di perusahaan GIA merupakan tanaman yang hidup di dataran rendah. Tanaman hias yang merupakan hasil produksi GIA sendiri adalah adenium. Adenium yang dihasilkan dibagi ke dalam lima kategori kelas (grade), yaitu: A, adenium berdiameter 3-5 cm B, adenium berdiameter 5-10 cm C, adenium berdiameter 10-15 cm D, adenium berdiameter 15-20 cm E, atau Bonsai, adenium berdiameter > 20 cm Semua produk tanaman hias yang dijual GIA memiliki merek Godongijo Nursery (GIN). Merek Godongijo Nursery tertera pada label setiap tanaman. Pengemasan yang dilakukan untuk tanaman hias yaitu dengan menggunakan kantong plastik ataupun kardus terbuka untuk konsumen yang datang langsung dan bertempat tinggal di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (jarak dekat). Bagi konsumen yang datang langsung atau melalui pesanan, dan bertempat tinggal di luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (jarak jauh), pengemasan menggunakan kardus tertutup.

5.8

Deskripsi Pelanggan

61

Pelanggan GIA dibedakan menjadi agen, sub agen, dan pelanggan umum. Agen, dan sub agen merupakan suatu bentuk kerjasama penjualan tanaman adenium bagi kepentingan GIA. Sub agen merupakan suatu agen yang lebih kecil daripada agen dan berada di bawah garis koordinasi dengan agen tersebut. Pelanggan umum merupakan pelanggan yang tidak memiliki keterikatan bentuk kerjasama penjualan tanaman adenium bagi kepentingan GIA. GIA memiliki 12 agen, empat sub agen, yang tersebar di Jakarta, Depok, Bali, Surabaya, Kediri, Semarang, Purwokerto, Manado, Pontianak, Yogyakarta, Batam, dan Mojokerto. Pelanggan umum GIA berdomisili di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan ada pula yang berdomisili di luar negeri. Sebagian besar pelanggan umum GIA berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

5.9

Deskripsi Kegiatan Pemasaran Perusahaan tentunya menentukan terlebih dahulu segmentasi pasar

(segmentation), target pasar (targetting), dan pemosisian produk (positioning) dalam kegiatan pemasaran. Segmentasi pasar GIA adalah tanaman hias dataran rendah. Target pasar adalah masyarakat pecinta tanaman hias yang bermukim di dataran rendah dan GIA memposisikan produk mereka sebagai produk yang dapat memuaskan konsumen dengan adenium sebagai icon yang melekat pada GIA. Setelah perusahan mampu menentukan segmentation, targetting dan positioning (STP), perusahaan dapat mencapai STP dalam bauran pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).

5.9.1

Produk Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk

diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan dan memenuhi kebutuhan. GIA mengkhususkan perdagangannya pada tanaman hias dataran rendah, walaupun ada beberapa koleksi tanaman yang dijual merupakan tanaman buah-buahan. Tanaman hias dataran rendah yang dijual oleh

62

GIA memiliki nilai komersial yang tinggi. Adenium merupakan core business GIA. Adenium memiliki nilai komersial yang tinggi karena memiliki karakter yang mudah dirawat, mudah ditransportasikan jarak jauh, tidak mudah mati, bunga beraneka ragam, dan mudah disilangkan. Selain karakter tersebut, adenium juga memiliki karakter unggulan lain, yaitu keindahan tanaman ini, tak hanya terlihat pada cantiknya bunga, namun juga pada keindahan bonggol dan tajuk yang dapat dibentuk oleh pecinta tanaman. Adenium sebagai core business merupakan bibit yang telah berusia minimal enam bulan dengan diameter bonggol minimal tiga centimeter (cm) dan telah digrafting dengan bunga adenium hibridisasi. Adenium dikelaskan atas ukuran diameter bonggolnya yaitu kelas A ( 3-5 cm ), kelas B ( 5-10 cm ), kelas C (10-15 cm ), kelas D ( 15-20 cm ), dan Bonsai ( >20 cm ). GIA merupakan yang pertama kali menetapkan pengkelasan adenium secara jelas. Selain itu adenium yang dikeluarkan oleh perusahaan selalu dirilis setiap enam bulan sekali. Hal ini membuat trend adenium tetap eksis di dunia industri tanaman hias.

5.9.2

Harga Penetapan harga jual adenium berdasarkan penjumlahan Harga Pokok

Produksi (HPP) dengan Under Expend dan Expected Net Margin. Skematik penetapan harga jual ini lebih banyak bermain di Under Expend yaitu nilai seni yang dimiliki oleh adenium tersebut. Skematik penetapan harga jual dapat dilihat pada Gambar 12.

63

Harga Jual Adenium


= HPP + Under Expend + Expected Net Margin

Harga Pokok Produksi (HPP)


= Biaya Bahan + OHP+ TK langsung

Under Expend = Biaya Operasional +


Asumsi

Expected Net Margin


Besarnya sekitar 20 persen

Gambar 12 . Penetapan Harga Jual pada PT Godongijo Asri Harga jual yang berlaku di agen-agen GIA pada umumnya sama dengan harga jual yang berlaku di cabang maupun di showroom GIA. Harga jual adenium yang ditawarkan memang relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan adenium nursery lainnya (pesaing). Namun hal tersebut berbanding lurus dengan kualitas tanaman, pelayanan, dan jenis tanaman yang dijual mengikuti trend, sehingga harga yang relatif mahal masih dapat diterima oleh konsumen dengan baik. Harga produk adenium, dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain adenium, perusahaan juga menentukan sendiri harga produk cafe, dan tarif jasa klinik. Harga produk tanaman hias non adenium, sprotan dan buku tidak dapat ditentukan sendiri oleh perusahaan. Harga jual tanaman hias yang merupakan tanaman konsinyasi, ditentukan oleh nursery pemasok. Tanaman hias lainnya misalkan Euphorbia mili yang dibeli putus oleh GIA, ditentukan berdasarkan harga jual umum yang berlaku di pasar. Kemudian, produk saprotan dan buku juga dijual berdasarkan harga yang berlaku di pasar.

64

5.9.3 Tempat GIA mempunyai unit pemasaran berbentuk showroom yang juga satu areal dengan kantor pusat yaitu di Jalan Cinangka Raya 60, Desa Serua, Sawangan, Depok, dan cabang, yang terletak di Perumahan Alam Sutera, Tangerang. Selain itu, perusahaan juga dibantu oleh agen yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Showroom dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas demi kenyamanan konsumen. Terdapat areal parkir yang luas, book store yang didesain untuk tempat bersantai dan bermain anak-anak, klinik tanaman, botanical cafe, kolam pemancingan, floriculture supplies yang menyediakan sarana produksi pertanian (saprotan), kemudahan transaksi melalui credit atau debit card. Sesuai tagline GIA yaitu Not Just a Nursery, but Its Experience, GIA ingin benar-benar menciptakan suasana yang lebih dari sekedar nursery.

5.9.4 Promosi GIA memiliki brand image yang kuat di kalangan masyarakat pecinta tanaman hias, khususnya adenium. Kegiatan-kegiatan promosi yang dilakukan tentunya tak semata-mata hanya untuk kepentingan perusahaan sendiri, tetapi juga bertujuan untuk dapat mengedukasi konsumen. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan yaitu pameran tanaman hias di kota-kota besar, baik dalam maupun luar negeri, memberikan poster mengenai pemeliharaan adenium bagi konsumen, program diskon, program edutainment bagi pelajar sekolah Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar, program kupon undian yang berhadiah utama kendaraan roda empat, program promosi melalui media cetak seperti peluncuran buku Membuat Adenium Tampil Cantik, program promosi melalui media elektronik seperti kesediaan GIA ketika diminta untuk dijadikan lokasi shooting suatu acara di suatu stasiun Televisi, dan melalui media website, yaitu www.Godongijo.com.

65

VI MANAJEMEN PERSEDIAAN TANAMAN HIAS ADENIUM


Persediaan dipengaruhi oleh permintaan. Tingkat persediaan yang berubah-ubah dipengaruhi oleh permintaan. Hal tersebut juga berlaku pada industri tanaman hias. Oleh karena itu pada bab enam ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai permintaan konsumen pada tanaman hias, dengan mengambil studi kasus adenium, atau penjualan adenium. Setelah pembahasan mengenai penjualann pada usaha adenium, pembahasan selanjutnya yaitu perencanaan produksi. Hal ini dikarenakan perencanaan produksi akan didasarkan pada proyeksi permintaan. Kemudian pembahasan selanjutnya adalah mengenai manajemen persediaan pada usaha tanaman hias adenium.

6.1

Penjualan Adenium Penjualan adenium cenderung membentuk pola yang sama. Penjualan

pada caturwulan pertama di awal tahun lebih tinggi dibandingkan dengan caturwulan kedua. Kemudian permintaan akan kembali meningkat pada caturwulan ketiga. Hal ini disebabkan oleh hari libur nasional sebagian besar berada pada caturwulan pertama dan caturwulan ketiga. Selain itu pula, pada caturwulan pertama dan ketiga kegiatan pameran banyak dilakukan. Hari libur nasional, dan kegiatan pameran membantu untuk meningkatkan penjualan, karena konsumen memiliki lebih banyak waktu untuk membeli tanaman hias, dan juga perusahaan dapat lebih dekat dengan konsumen melalui kegiatan pameran tanaman hias. Data Penjualan Adenium per periode dari tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Penjualan Adenium PT. Godongijo Asri Tahun 2006-2009 Tahun Caturwulan Kelas A B C D 2006 I 4.945 2.221 137 224 II 3.458 2.017 114 227 III 4.554 2.439 141 206 2007 I 4.307 1.854 117 190 II 3.025 1.702 98 191 III 3.786 2.021 123 206 2008 I 3.197 1.854 20 27 II 2.680 1.389 6 24 III 3.786 1.478 8 27 2009 I 2.705 689 4 12 II 1.680 458 3 19 III 2.567 718 2 6 Jumlah 2006-2009 40.690 18.840 773 1.359
Sumber : GIA (2010)

E 205 173 200 198 173 200 37 22 20 20 11 2 1.261

Penjualan tanaman hias adenium paling tinggi berada pada kelas A, dengan tingkat penjualan sebesar 65 persen dari penjualan adenium, dan paling rendah berada pada kelas C, dengan tingkat penjualan sebesar dua persen. Penjualan adenium paling tinggi berada di kelas A karena dibandingkan dengan kelas lainnya, kelas A merupakan kelas yang berukuran paling kecil, dan harga yang murah. Kelas C menjadi kelas yang paling rendah dalam penjualan adenium, karena sebagian konsumen melihat bahwa ukuran kelas C dinilai tanggung. Tanggung dalam arti, masih kurang dalam memberikan kecantikan bonggolnya, dan juga relatif sulit untuk dijual kembali. Secara umum, penjualan adenium menurun dari tahun 2006 hingga 2009, dengan rata-rata penurunan sebesar 24,30 persen per tahunnya. Penurunan terjadi karena munculnya beberapa jenis tanaman hias baru, sehingga tren permintaan adenium cenderung menurun. Selain itu pula sejak tahun 2007 berdiri pula perusahaan pesaing sejenis, dengan modal yang relatif sama, berjarak dekat dengan perusahaan, dan bergerak pula dalam industri yang sama dengan perusahaan, yaitu penjualan tanaman hias adenium.

6.2

Perencanaan Produksi 67

Proses produksi adenium pada GIA dimulai dari pengadaan input yaitu batang bawah (bonggol), batang atas (entres), media tanam, air, pupuk, obatobatan, tenaga kerja, dan peralatan. Pengadaan input adenium dimulai dari perencanaan produksi adenium. Pengadaan input adenium yang relatif membutuhkan perhatian yang besar adalah pengadaan bonggol dan entres . Hal ini dikarenakan ketersediaan input media tanam, air, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan peralatan relatif mudah didapatkan. Selain itu, kualitas bonggol dan entres merupakan hal yang menjadi keunggulan GIA dalam menyediakan adenium yang cantik, sehingga membutuhkan konsentrasi yang lebih banyak dalam pengadaan input adenium berupa bonggol dan entres. Perencanaan produksi dimulai dari penyusunan target penjualan tahunan adenium. Penyusunan target penjualan tahunan adenium ditetapkan oleh direktur GIA. Direktur GIA menetapkan target penjualan berdasarkan informasi data penjualan adenium selama tiga tahun sebelumnya dan informasi atau isu pada industri tanaman hias . Informasi atau isu pada industri tanaman hias dapat ditelusuri melalui media cetak atau media elektronik. Contoh informasi atau isu pada industri tananaman hias yang digunakan oleh direktur dalam menenetapkan target penjualan yaitu informasi mengenai tanaman hias apa yang akan di blow up oleh media cetak maupun elektronik, yang diperkirakan akan mempengaruhi penjualan tanaman hias, khususnya adenium. Sistimatika perencanaan produksi seperti pada Gambar 13.

Data Penjualan Adenium Tiga Tahun

Informasi atau Isu pada Industri Tanaman Hias

Target Penjualan Tahunan Adenium 68

Perencanaan Produksi Adenium Gambar 13. Proses Perencanaan Produksi Adenium PT.Godongijo Asri Target penjualan tahunan adenium disusun bulan Agustus, menargetkan penjualan untuk Januari hingga Desember, pada tahun berikutnya. Perencanaan produksi tahunan adenium disusun pada bulan September, yang berlaku untuk perencanaan produksi bulan Oktober hingga September tahun berikutnya. Kegiatan produksi bulan Oktober merupakan kegiatan produksi yang mengacu pada target penjualan bulan Januari berikutnya. Hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan dari kegiatan produksi berupa penyambungan (grafting) hingga siap berbunga yaitu sekitar tiga sampai empat bulan.

6.3

Perencanaan Input Adenium Perencanaan input adenium, berdasarkan pihak pelaksana, terbagi menjadi

dua, yaitu perencanaan input berupa entres of next release (entres yang akan dipersiapkan untuk rilis baru), dan perencanaan input selain dari entres of next release (misalnya bonggol, entres dari adenium yang dirilis , media tanam, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan peralatan). Entres of next release merupakan entres adenium varietas terbaru yang akan dirilis atau diproduksi oleh GIA. Perencanaan input entres of next release dilakukan oleh direktur, sedangkan perencanaan input selain entres of next release, dilakukan oleh manajer operasional, seperti pada Gambar 14.

Perencanaan Produksi Adenium Perencanaan Input dan Persediaan Adenium 69

Perencanaan Input dan Persediaan selain entres of next release (manajer operasional)

-Perencanaan Input dan persediaan berupa entres


of next release (direktur)

Entres yang dirilis

Bonggol

Media tanam, pupuk, obatobatan, tenaga kerja, peralatan

Pengadaan Input berupa Entres of next release (Direktur)

Dikelola sendiri

Supervisor produksi memesan kepada manajer keuangan

Realisasi Produksi Adenium Gambar 14. Hirarki Keputusan Pengadaan Input Adenium PT.Godongijo Asri

Input berupa entres of next release menjadi salah satu inovasi dalam bisnis tanaman hias, khususnya adenium. Tanaman hias terkait dengan fashion, sehingga semakin aneka ragam warna dan corak bunga, akan semakin membuat banyak pilihan bagi konsumen dalam memilih dan membeli bunga yang disukai. Entres of next release langsung ditangani oleh direktur, karena pengadaan input entres of next release akan sangat menentukan penjualan dan image perusahaan dalam industri tanaman hias.

6.4

Perencanaan Persediaan Adenium Perencanaan persediaan adenium terbagi menjadi perencanaan persediaan

entres of next release , dan perencanaan persediaan selain entres of next release .

70

Perencanaan persediaan adenium diturunkan dari perencanaan produksi (Lihat kembali Gambar 14). Persediaan entres of next release direncanakan langsung oleh pemilik GIA. Entres of next release diperoleh dari entres entres baru yang dikeluarkan oleh nursery di Thailand. Secara berlangganan, perusahaan memperoleh informasi mengenai entres terbaru dari Thailand, melalui email. Penawaran dari nursery di Thailand, selanjutnya akan diputuskan melalui diskusi antara pemilik dengan manajer keuangan dan manajer operasional. Kemudian, pemilik GIA akan membeli entres next release langsung ke Thailand, dan membawanya ke Indonesia. GIA juga telah mengembangkan riset sendiri untuk menciptakan adenium, untuk semakin mengembangkan nama GIA dalam industri tanaman hias. Namun, hasil riset GIA masih dinilai kurang lengkap, bila tidak didampingi dengan munculnya entres baru dari Thailand. Hal tersebut dikarenakan image adenium sebagai tanaman impor, sehingga perusahaan tetap saja melakukan pembelian entres ke Thailand untuk rilis berikutnya. Informasi mengenai jumlah entres of next release dikatakan cukup persediaannya untuk dirilis tidak dapat diketahui pasti. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses informasi. Persediaan adenium selain entres of next release direncanakan oleh bagian produksi, sesuai dengan perencanaan produksi adenium. Selanjutnya, input selain entres of next release dibagi kedalam dua kelompok, yaitu input yang selanjutnya akan dipesan ke bagian keuangan, dan input yang dikelola oleh bagian produksi. Input yang dipesan ke bagian keuangan adalah bonggol, media tanam, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan peralatan, melalui purchasing order. Selanjutnya, bagian keuangan memberikan persetujuan akan sejumlah input yang dibutuhkan oleh bagian produksi. Input yang dikelola oleh bagian produksi adalah entres yang dirilis. Entres yang dirilis, persediaannya telah tersedia di kebun produksi, sehingga tidak memerlukan persetujuan bagian keuangan untuk pengadaannya. Pemesanan bonggol, media tanam, pupuk dan obat-obatan oleh supervisor produksi kepada manajer keuangan didasarkan pada reorder level. Nilai reorder level pemesanan persediaan bonggol pada masing-masing varietas adenium tidak dapat diketahui informasinya secara pasti. Namun pada umumnya, varietas

71

adenium yang lebih tinggi nilai penjualannya, reorder level nya juga lebih tinggi daripada varietas adenium yang lebih rendah nilai penjualannya.

6.5

Pelaksanaan Pengadaan Input Adenium GIA menggunakan bonggol adenium jenis obesum. Bonggol tersebut

diperoleh dari pasar lokal. Bonggol bawah melalui pasar lokal banyak diperoleh melalui sistem kemitraan dengan beberapa nursery atau petani bonggol yang tersebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur diantaranya Hara Nursery, dan nursery milik Haji Turbi . Pesanan terhadap kebutuhan bonggol untuk diproduksi per bulan ditentukan oleh target penjualan dikurangi dengan persediaan adenium yang ada. Pemesanan dilakukan oleh bagian produksi, untuk kemudian disetujui oleh bagian keuangan. Bagian keuangan selanjutnya memproses pemesanan bonggol kepada pemasok bonggol untuk mencukupi kebutuhan produksi. Pada umumnya, jangka waktu pemesanan dari bagian keuangan hingga bonggol sampai ke GIA berkisar seminggu untuk kelas A dan B, satu bulan untuk kelas C, D, dan E. GIA memperoleh entres sebagian besar berasal dari impor dan kemudian diperbanyak oleh perusahaan. Entres yang diperoleh melalui impor biasanya merupakan entres jenis atau varietas baru yang belum ada di Indonesia. GIA biasanya mengimpor dari Thailand. Pengiriman impor entres biasanya menggunakan pesawat, karena entres harus langsung digunakan pada saat sampai ke perusahaan. GIA menggunakan sebagian entres pada bonggol adenium yang siap dijual dan sebagian lagi digunakan sebagai entres indukan adenium (mother plant). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan terhadap entres impor dan menjaga ketersediaan entres saat diperlukan. Proses pemesanan entries dimulai dari surat elektronik yang biasa dikirimkan nursery-nursery yang ada di Thailand dan Taiwan dengan GIA. Terkait dengan program new release yang dilakukan perusahaan sebanyak dua kali dalam setahun, maka perusahaan senantiasa mencari bunga-bunga yang baru, agar bisnis adenium tetap terpelihara. Perencanaan produksi akan tanamantanaman baru, sudah dipersiapkan kurang lebih delapan bulan sebelum bunga itu 72

akan di pasarkan. GIA senantiasa memperhatikan informasi pasar mengenai bunga-bunga adenium yang terbaru. Bila sudah mendapatkan informasi mengenai bunga adenium yang baru tersebut, GIA akan menghubungi kembali nursery tersebut, dan menanyakan jumlah entres yang telah tersedia. Bila jumlah yang diminta oleh GIA sudah terpenuhi, maka perwakilan GIA akan datang menuju nursery pemasok tersebut, untuk dibawa ke Indonesia, dengan menggunakan pesawat. GIA sendiri yang mengambil entres, dan membawa sendiri entres tersebut ke kebun produksi. Selain entres impor, GIA juga memproduksi tanaman hias hasil riset dan pengembangan GIA, yang mulai dirintis tahun 2007. Entres hasil riset dan pengembangan GIA baru mulai dirilis pada tahun 2009. Dengan adanya entres hasil riset dan pengembangan sendiri, GIA merasa lebih percaya diri untuk kedepannya dalam mengelola adenium, dan juga dapat menghemat biaya dan ketergantungan akan produk-produk impor. Media tanam berfungsi sebagai tempat pertumbuhan tanaman, penopang tanaman agar dapat tumbuh dengan baik serta penyedia air dan unsur hara. Pasokan media tanam GIA diperoleh dari kegiatan outsourcing yang dilakukan dengan PD. Arang Sekam, Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Pupuk yang biasa digunakan oleh GIA adalah pupuk lengkap yang berjenis slow release. GIA biasanya menggunakan pupuk slow release Growmore, Hyponex, Dekastar, Gandasil, dan Megamp. Pembelian pupuk dilakukan dalam skala yang besar, demi menjaga ketersediaan pupuk. Pembelian dilakukan dengan cara berlangganan dan bermitra pada agen obat-obatan dan pupuk tanaman hias, seperti PD Reksa, Prima Flora, Virgo dan beberapa agen dan toko pupuk serta obat-obatan lainnya. Obat-obatan yang biasa digunakan oleh GIA terdiri atas fungisida, bakterisida dan insektisida. Obat-obatan yang digunakan oleh perusahaan antara lain: Demiter, Sidazinon, Pegasus, Bactosin, dan Dithane M-45. Pemasok obatobatan yang dimiliki GIA antara lain: PT. Bintang Timur, PT. Petrokimia Kayaku, PT Penshibao Indonesia dan beberapa agen obat-obatan lainnya di Jakarta. Tenaga kerja yang berada pada divisi produksi berjumlah 30 orang termasuk supervisor lapang, supervisor maintenance dan breeding. Karyawan

73

bekerja berdasarkan keterampilan khusus yang dimilikinya, seperti grafting dan maintenence. Karyawan bagian produksi, biasanya didapatkan dengan word to mouth dengan memanfaatkan kekeluargaan. Pengadaan peralatan sebagian besar diperoleh dari PT. Ace Hardware, dan Toko Bangunan Wijaya Kusuma. PT. Ace Hardware menyediakan peralatan pertanian, sedangkan Toko Bangunan Wijaya Kusuma menyediakan bahan-bahan untuk membangun fasilitas perusahaan seperti greenhouse.

6.6

Penyimpanan Persediaan Input Adenium Setelah kegiatan perencanaan input, pengadaan input, kegiatan selanjutnya

dalam manajemen persediaan adalah pemeliharaan persediaan input dan persediaan output siap jual. Penyimpanan persediaan input dalam tanaman adenium, yaitu berupa bonggol siap grafting yang terdapat dalam suatu lahan dalam kebun produksi, entres dalam kebun indukan yang terdapat dalam kebun produksi, media tanam, pupuk, obat-obatan, dan peralatan yang tersimpan dalam gudang produksi. Bonggol ketika masuk ke kebun produksi, akan disimpan di dalam ruangan terbuka, yang ditudungi oleh paranet. Selanjutnya akan diperiksa oleh bagian produksi, untuk melihat penampilan masing-masing bonggol yang masuk. Kemudian selanjutnya adenium yang masuk, akan dipotong bagian atasnya, untuk kegiatan produksi yaitu penyambungan. Entres yang sudah masuk ke kebun produksi, selanjutnya akan disambungkan ke tanaman indukan. Lamanya entres jenis baru yang berada di indukan sekitar 6-8 bulan, baru kemudian, entres jenis baru tersebut, siap untuk dipasarkan. Setelah disimpan, bonggol dan entres selanjutnya dilakukan kegiatan penyambungan atau grafting.

6.7

Pengendalian Persediaan Input Adenium Pengendalian input adenium dibagi menjadi dua yaitu pengendalian

persediaan bonggol, dan entres. Pengendalian persediaan bonggol dilakukan dengan dua cara, yaitu membatasi pengeluaran terkait dengan pembelian bonggol 74

adenium ( membatasi investasi persediaan), dan juga dilakukan dengan model two bin system. Input adenium berupa entres relatif tidak membutuhkan perhatian yang besar. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak persediaan entres baik dalam segi jumlah kuantitas maupun jumlah jenis, maka akan semakin baik bagi perusahaan dalam mengembangkan inovasi. Pengendalian berupa pembatasan pengeluaran terkait dengan pembelian input berupa bonggol adenium dapat dilakukan oleh manajer keuangan dengan persetujuan dari direktur. Manajer keuangan berhak untuk mengurangi permintaan input yang diajukan oleh supervisor produksi. Manajer keuangan mengurangi permintaan input karena penjualan yang terjadi tidak sesuai dengan target penjualan. Selain itu pula, orientasi pembelian tanaman hias yang sedang tren , sehingga perusahaan juga harus mengikuti tren , untuk memenuhi permintaan konsumen. Pengendalian persediaan bonggol dengan model two bin system, yang dimana tingkat persediaan dijaga pada tingkat maksimal tertentu, yang dilihat dalam kurun waktu yang sama, dengan bin yang pertama dapat dikatakan terdapat pada show room. Show room selalu diisi penuh sesuai kapasitas showroom. Kemudian bin ke dua adalah kebun produksi. Stok kebun produksi akan selalu memenuhi show room. Oleh karena itu, apabila stok produksi mulai berkurang dari batas maksimal persediaan yang ditetapkan, pesanan akan dilakukan. Batas maksimal persediaan yang ditetapkan oleh GIA, tidak dapat diketahui, karena keterbatasan informasi yang diperoleh. 6.8 Identifikasi Biaya Persediaan Bonggol Adenium Grade A pada PT.Godongijo Asri Bonggol merupakan bahan baku utama dalam usaha tanaman hias adenium, sehingga pengendalian terhadap bonggol adenium perlu dilakukan, agar bonggol adenium selalu tersedia dengan biaya minimum. Pemesanan bonggol kepada pemasok yang lebih tinggi daripada penjualan adenium dapat menimbulkan persediaan pada usaha adenium. Oleh karena itu, pengendalian persediaan pada usaha adenium dapat dilakukan dengan cara mengendalikan persediaan bonggol adenium.

75

Biaya persediaan bonggol mencakup biaya pemesanan kembali (RC) dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan kembali bonggol merupakan biaya yang terjadi karena melakukan pemesanan yang merupakan hasil perkalian antara biaya pemesanan kembali per pesanan dengan frekuensi pemesanan. Biaya penyimpanan dihitung berdasarkan biaya opportunity dengan menggunakan tingkat suku bunga Bank Indonesia seperti pada Lampiran 3. Biaya persediaan adenium yang akan dianalisis adalah persediaan bonggol adenium grade A. Bonggol A dipilih karena seluruh bonggol grade A diperoleh dengan cara pemesanan kepada pemasok. Sebagian persediaan dari populasi grade B,C,D, dan E merupakan akibat dari penumpukan persediaan grade A. Bonggol grade A apabila dirawat dalam waktu bertahun-tahun dapat mengakibatkan pertumbuhan bonggol, sehingga grade A dapat menjadi grade B, C, D, atau E. Selain berasal dari penumpukan grade A, persediaan bonggol pada grade B, C, D dan E juga ada yang berasal dari pemesanan kepada pemasok. Biaya pemesanan kembali bonggol grade A per pesanan dapat diketahui dengan cara membagi biaya pemesanan kembali bonggol per pesanan dengan jumlah grade adenium. Berdasarkan Tabel 15, biaya pemesanan kembali grade A per pesanan yaitu sebesar Rp 31.200,-. Perincian biaya pesanan kembali per pesanan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Pesanan PT. Godongijo Asri
Jenis Biaya Biaya Telepon (Rp) Biaya Administrasi (Rp) Biaya Transportasi Rata-Rata (Rp/1x angkutan) Total Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Pesanan (Rp) 5.000 1.000 150.000 156.000 Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Kelas Per Pesanan (Rp) 1.000 200 30.000 31.200

Berdasarkan Tabel 14 biaya pemesanan kembali bonggol terbesar yaitu biaya transportasi, sebesar 96 persen. Biaya transportasi cukup mahal karena pemasok bonggol GIA merupakan nursery atau petani bonggol yang tersebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Biaya pemesanan kembali per kelas per pesanan diasumsikan sama pada masing-masing kelas. Hal tersebut

76

dikarenakan bobot kepentingan akan pengadaan input bonggol masing-masing kelas dianggap sama. Pemesanan kembali bonggol yang dilakukan oleh GIA relatif tidak menentu. Hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan bonggol dari pemasok dan informasi harga, dan kebutuhan produksi. Frekuensi pemesanan kembali yang dilakukan selama tahun 2009 yaitu sebanyak tiga kali dengan rata-rata kuantitas pesanan sebesar 340 pot bonggol adenium grade A seperti pada Lampiran 4. Biaya pemesanan kembali bonggol grade A yaitu sebesar Rp 31.200,- dan frekuensi pemesanan sebanyak tiga kali. Dengan demikian biaya pemesanan kembali bonggol grade A yaitu Rp 93.600,-. Perincian biaya pemesanan kembali bonggol grade A dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Uraian Jumlah Biaya Pemesanan Kembali Grade A 31.200 Per Pesanan (Rp) Frekuensi Selama Tahun 2009 (Kali) 3 Biaya Pemesanan Kembali Bonggol 93.600 Grade A Tahun 2009 (Rp) Biaya penyimpanan bonggol adenium grade A yang terdapat pada GIA adalah biaya opportunity. Biaya opportunity diperoleh dari perkalian antara nilai total pembelian bonggol adenium grade A dengan tingkat suku bunga pada bulan yang sama, kemudian dibagi dengan jumlah pot pembelian bonggol (Lampiran 5). Biaya opportunity bonggol grade A yaitu sebesar Rp 628,- per pot per bulan. Biaya penyimpanan dihitung berdasarkan besarnya tingkat pengadaan persediaan rata-rata yang ada di GIA yaitu dihitung berdasarkan rata-rata volume pembelian bonggol adenium yang terjadi selama tahun 2009, kemudian dikalikan dengan biaya opportunity bonggol grade A. Biaya penyimpanan bonggol grade A selama tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.281.120,-. Perincian biaya penyimpanan bonggol grade A dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya Penyimpanan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009 77

Uraian Rata-Rata Volume Pembelian Bonggol Grade A (Pot) Biaya opportunity bonggol grade A (Rp/Pot/bulan) Biaya opportunity bonggol grade A Per Tahun (Rp/Pot/Tahun) Biaya Penyimpanan bonggol grade A Per Tahun

Jumlah 340 628 7.536 1.281.120

Biaya persediaan bonggol grade A merupakan penjumlahan antara biaya pemesanan kembali bonggol grade A dengan biaya penyimpanan bonggol grade A. Biaya pemesanan kembali bonggol grade A GIA pada tahun 2009 sebesar Rp 93.600,- dan biaya penyimpanan bonggol grade A sebesar Rp 213.500,-. Dengan demikian, biaya persediaan bonggol grade A GIA pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.374.720,- (Tabel 17). Tabel 17. Biaya Persediaan Bonggol Grade A PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Biaya Pemesanan Kembali 93.600 Biaya Penyimpanan 1.281.120 Biaya Persediaan 1.374.720 6.9 Evaluasi Terhadap Manajemen Persediaan yang dilakukan GIA Evaluasi terhadap manajemen persediaan yang dilakukan GIA , yang dibahas pada bab enam ini berkaitan dengan evaluasi terhadap kegiatan manajemen persediaan adenium yang dilakukan GIA, yaitu perencanaan input, pengadaan input, pemeliharaan persediaan, pengendalian persediaan, dan pencatatan administrasi mengenai persediaan. Perencanaan input adenium yang akan dianalisis adalah input bonggol. Hal ini dikarenakan bonggol merupakan input utama adenium, selain entres. Entres tidak dapat dianalisis lebih lanjut perencanaan dan pengadaannya dalam jumlah kuantitas, karena keterbatasan data. Perencanaan bonggol adenium berlandaskan perencanaan produksi adenium, perencanaan produksi berlandaskan pada target penjualan. Sebagai salah 78

satu bahan evaluasi terhadap proses manajemen persediaan yang terjadi selama satu tahun, dapat dilihat pada penjualan adenium dengan target penjualan. Target penjualan tidak dapat diperoleh karena keterbatasan akses informasi. Namun demikian, informasi mengenai perencanaan bonggol dapat diketahui. Perencanaan bonggol dapat dijadikan suatu bayangan mengenai target penjualan. Kegiatan perencanaan tidaklah selalu sama dengan kegiatan realisasi. Hal tersebut juga terjadi pada perencanaan bonggol adenium. Data penjualan adenium, perencanaan input bonggol, realisasi pengadaan input bonggol dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Penjualan Adenium, Perencanaan Bonggol , dan Realisasi Pengadaan Bonggol Adenium
Ket Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt A Pj 785 569 599 752 355 215 195 915 730 520 Pr 0 250 750 0 0 0 0 700 0 0 Re 0 50 282 0 0 0 0 689 0 0 Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) B Nov 614 0 0 Des 703 0 0 Jum 6952 1700 1021 - 76 40

79

Pj 330 71 177 111 23 40 52 343 307 Pr 0 0 0 0 0 0 0 300 0 Re 0 0 0 0 0 0 0 215 0 Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) C Pj 3 1 0 0 0 0 0 3 0 Pr 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Re 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) D Pj 1 9 0 2 1 7 1 10 1 Pr 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Re 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) E Pj 10 5 5 0 0 5 0 6 0 Pr 0 0 3 0 0 0 0 0 0 Re 0 0 1 0 0 0 0 0 0 Selisih Perencanaan Bonggol dengan Penjualan Adenium terhadap Penjualan Adenium (%) Selisih Perencanaan Bonggol dengan Realisasi terhadap Perencanaan Bonggol (%) Ket : Pj : Penjualan adenium Pr : Perencanaan pembelian bonggol Re : Realisasi pembelian bonggol

94 0 0

150 0 0

167 0 0

1865 300 215 -84 28 9 0 0 -100 0 37 0 0 -100 0 33 3 1 -99 66

0 0 0

1 0 0

1 0 0

1 0 0

3 0 0

1 0 0

0 0 0

1 0 0

1 0 0

Berdasarkan Tabel 18, jumlah bonggol yang direncanakan untuk dipesan selalu berada di bawah nilai penjualan (lihat kembali pada Tabel 13). Hal ini dikarenakan sisa bonggol yang cukup banyak pada tahun akhir tahun 2008, yaitu sebesar 13.547 bonggol A, 2.739 bonggol B, 551 bonggol C, 551 kelas D, dan 143 bonggol E. Sisa bonggol pada akhir tahun 2008 besar dikarenakan pemesanan bonggol di tahun-tahun sebelumnya tinggi, sedangkan penjualan adenium cenderung menurun tiap tahunnya. Oleh karena itu terjadi penumpukan persediaan adenium. Nilai negatif pada perencanaan bonggol dengan penjualan adenium terhadap penjualan adenium menunjukkan bahwa adanya pemakaian stok lama yang digunakan dalam penjualan. Nilai persentase merupakan persentase banyaknya penjualan yang didukung oleh stok lama. Dengan demikian sebanyak 76 persen dari penjualan kelas A, didukung oleh stok lama, 84 persen dari penjualan kelas B didukung oleh stok lama, 100 persen dari penjualan kelas C dan D didukung oleh stok lama, dan 99 persen dari penjualan kelas E didukung oleh stok lama. Nilai persentase yang besar, menunjukkan bahwa memang dalam perencanaan input pada tahun 2009, GIA mengandalkan sebagian besar penjualan dengan menggunakan stok lamanya. Stok bonggol lama dapat digunakan untuk 80

menghasilkan varietas adenium lainnya yang sedang tren . Karena proses produksi untuk menghasilkan varietas adenium lainnya yang sedang tren dengan entres yang sedang tren . Nilai persentase negatif yang cukup besar pada selisih perencanaan bonggol dengan penjualan adenium terhadap penjualan adenium mengidentifikasikan kemungkinan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan lebih kecil dari metode EOQ. Karena dalam metode EOQ, pemesanan kuantitas optimumnya melandaskan pada keseluruhan jumlah permintaan, tanpa menghitung jumlah persediaan yang ada sebelumnya. Perencanaan dan pengadaan input memiliki selisih 40 persen untuk kelas A, 28 persen untuk kelas B, 0 persen untuk kelas C dan kelas D, serta 66 persen untuk kelas E. Hal tersebut mengindikasikan bahwa target penjualan yang ditetapkan perusahaan sebelumnya lebih tinggi daripada pencapaian penjualan. Terdapat pekerjaan yang sia-sia yang dilakukan oleh supervisor produksi. Supervisor produksi telah merencanakan sejumlah bonggol yang dibutuhkan, namun jumlah bonggol yang diminta, dapat ditolak atau dikurangi oleh bagian keuangan. Sebaiknya manajer keuangan saja yang merencanakan pengadaan input. Supervisor produksi hanya menyediakan data stock opname saja kepada manajer keuangan. Jumlah persediaan menjadi penting sebagai informasi dalam manajemen persediaan. Jumlah persediaan tanaman dicatat keluar masuknya baik dari dan kedalam kebun produksi maupun dari dan kedalam showroom. Pencatatan atau kegiatan administrasi adenium dinilai masih kurang rapih. Hal tersebut dikarenakan belum adanya karyawan yang bekerja penuh pada administrasi keluar masuk barang dari dan ke kebun produksi. Data-data keluar masuk barang dari dan ke kebun produksi, ataupun kematian adenium tidak diinput setiap hari ke dalam komputer perusahaan, sehingga informasi mengenai persediaan setiap hari di kebun produksi relatif tidak ada, sedangkan di sisi lain informasi mengenai persediaan setiap hari di kebun produksi dapat membantu keputusan manajemen dalam kegiatan usaha adenium. dengan menggunakan proses penyambungan atau grafting, dengan mengganti entres lama

81

Kegiatan pemeliharaan, dinilai cukup baik, pemeliharaan di show room juga dilakukan oleh bagian produksi, dan karyawan show room juga bertanggungjawab akan pemeliharaan adenium. Selain itu pula, terdapat punishment pengurangan bonus kepada karyawan, karena kerusakan tanaman. Oleh karena itu, karyawan lebih bertanggungjawab kepada tanaman. Kegiatan pengendalian persediaan perusahaan dari sisi pengendalian perencanaan yaitu dilakukan oleh bagian keuangan, dinilai sudah cukup baik. Hal tersebut dikarenakan bagian keuangan yang tahu jumlah penjualan tanaman hias keseluruhan perusahaan, dan bagian keuangan juga tahu jumlah stok keseluruhan tanaman hias, tak hanya adenium. Selain itu, kegiatan pengendalian berupa stock opname sebulan sekali juga dinilai wajar, karena sifat adenium yang tahan lama. Pengembangan penjualan adenium melalui paket-paket wisata ataupun melalui harga diskon juga dinilai baik. Hal tersebut, selain dapat mengurangi kecenderungan persediaan yang menumpuk, pendapatan perusahaan pun akan tetap terjaga. Secara umum, persediaan adenium yang cenderung menumpuk dinilai masih wajar. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan GIA yang menjadi tren setter adenium dari tahun 2003, dan mampu menambah unit bisnis yang dijalankan GIA hingga saat ini.

82

VII ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN MODEL IDEAL


7.1 Model EOQ Klasik Model ideal yang pertama adalah EOQ Klasik. Model EOQ Klasik memiliki persamaan rumus yang mengkombinasikan antara biaya pesanan dan biaya penyimpanan sehingga di dapatkan kuantitas pesanan optimal.

Tabel 19. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A dengan Model EOQ Klasik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Variabel Notasi Nilai Waktu Pemesanan (Hari) (0) 13 Frekuensi (Kali) (1) 29 Jumlah Pesanan (Pot/Pesanan) (2) 240 Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) (3) 31.200 Biaya Penyimpanan (Rp/Pot/Tahun) (4) 7.536 Biaya Total Pesanan (5) = (1) x (3) 904.800 Biaya Total Penyimpanan (6) = (2)x(4)x(0,5) 904.320 Biaya Total Persediaan (7) = (5) + (6) 1.809.120 Berdasarkan Tabel 19, biaya total persediaan bonggol adenium grade A menurut EOQ klasik adalah sebesar Rp 1.809.120,-. Biaya total persediaan adenium menurut EOQ lebih besar bila dibandingkan dengan metode perusahaan (lihat kembali pada Tabel 18). Model EOQ kurang tepat dilakukan dalam manajemen persediaan usaha tanaman hias. Selain dikarenakan biaya persediaan menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan metode perusahaan, juga dikarenakan beberapa hal sebagai berikut. 1. Model EOQ mengasumsikan bahwa permintaan diketahui secara pasti, kontinu dan konstan sepanjang waktu. Pada usaha tanaman hias permintaan tidak konstan. Hal tersebut ditunjukkan pada nilai standar deviasi (STDEV) penjualan atau permintaan adenium pada Tabel 20. Nilai STDEV sebesar 225 secara keseluruhan pada penjualan adenium menunjukkan bahwa penjualan adenium tidak konstan, yang berarti dapat terjadi peningkatan maupun penurunan penjualan setiap bulannya sebanyak 225 pot. Apabila diterapkan, maka dikuatirkan pemesanan ekonomis menurut EOQ tidak mampu untuk mengantisipasi kenaikan penjualan, ataupun sebaliknya, justru 83

akan membuat persediaan perusahaan semakin meningkat, apabila terjadi penurunan penjualan.

Tabel 20. Standar Deviasi Penjualan Adenium grade A Tahun 2009 Keterangan Jumlah Januari 785 Februari 569 Maret 599 April 752 Mei 355 Juni 215 Juli 195 Agustus 915 September 730 Oktober 520 November 614 Desember 703 Standar Deviasi 225 2. Asumsi pemenuhan kembali persediaan seketika itu juga (instan) pada EOQ juga menjadi penyebab mengapa model EOQ tidak cocok digunakan pada usaha tanaman hias. Hal tersebut dikarenakan, pada usaha tanaman hias adenium terdapat waktu produksi yang lama. Waktu produksi dari benih adenium menjadi adenium kelas A membutuhkan waktu sekitar delapan bulan. Kemudian, waktu yang dibutuhkan dari adenium yang telah selesai disambung hingga siap jual juga lama sekitar empat bulan . Berdasarkan Tabel 19 menurut hasil perhitungan model EOQ klasik, pesanan bonggol dilakukan setiap 13 hari sekali dengan jumlah pesanan sebanyak 240 pot adenium grade A. Pesanan sejumlah itu relatif sulit diperoleh dalam waktu yang relatif singkat tersebut. Hal tersebut dikarenakan pada usaha tanaman hias adenium membutuhkan waktu produksi yang lama.

7.2

Model EOQ dengan Kendala Investasi

84

Kendala investasi yang dihitung adalah biaya pembelian bonggol adenium. Metode EOQ dengan kendala investasi menggabungkan nilai pembelian bonggol adenium yang dilakukan oleh GIA dihitung menurut perhitungan EOQ Klasik.

Tabel 21. Biaya Unit Model EOQ Klasik dan Metode Perusahaan Keterangan Unit Pembelian Harga Unit Biaya Unit EOQ Klasik 240 7.500 1.800.000 Perusahaan 340 7.500 2.550.000 Berdasarkan Tabel 21, biaya unit menurut metode perusahaan lebih besar dibandingkan dengan biaya unit menurut EOQ klasik. Model EOQ dengan kendala investasi, akan menghitung biaya persediaan bila menggunakan jumlah pesanan menurut metode perusahaan.

Tabel 22. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A dengan Model EOQ dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Variabel Notasi Nilai Waktu Pemesanan (Hari) (0) 18 Frekuensi (Kali) (1) 20 Jumlah Pesanan (Pot/Pesanan) (2) 340 Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) (3) 31.200 Biaya Penyimpanan (Rp/Pot/Tahun) (4) 7.536 Biaya Total Pesanan (5) = (1) x (3) 624.000 Biaya Total Penyimpanan (6) = (2)x(4)x(0,5) 1.281.120 Biaya Total Persediaan (7) = (5) + (6) 1.905.120 . Biaya total persediaan menurut metode EOQ dengan kendala investasi,

berdasarkan Tabel 22 yaitu sebesar Rp 1.905.120,-. Nilai tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan model EOQ klasik. Hal tersebut berarti penambahan jumlah pesanan tidak mengakibatkan biaya total persediaan semakin mengecil. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah pesanan, biaya penyimpanan semakin meningkat. Biaya total persediaan menurut model EOQ dengan kendala investasi bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan biaya total persediaan menurut merode perusahaan (Lihat Tabel 17). Hal tersebut dikarenakan perusahaan menggunakan

85

metode pengendalian two bin system, yang jumlah pesanannya tidak didasarkan oleh pesanan kuantitas ekonomis, namun berdasarkan target penjualan dikurangi jumlah persediaan yang ada. Model EOQ dengan kendala investasi relatif memiliki kesulitan dalam hal penetapan jumlah investasi maksimal dalam persediaan. Selain itu pula model EOQ dengan kendala investasi persediaan tidak dapat dilakukan karena pada model EOQ dengan kendala investasi persediaan terdapat asumsi bahwa permintaan konstan, dan pemenuhan kembali persediaan secara instan dapat dilakukan, yang tidak dapat dipenuhi pada industri tanaman hias. 7.3 Model EOQ dengan metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi Model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi persediaan maupun dengan kendala investasi persediaan merupakan metode pengendalian persediaan yang menggunakan reorder level (ROL) sebagai acuan dari pemesanan kembali persediaan. Berbeda dengan model EOQ klasik dan model EOQ dengan kendala investasi, yang dimana pada model EOQ klasik dan model EOQ dengan kendala investasi, model EOQ dengan metode Two Bin System baik dengan kendala ataupun tanpa kendala, tidak menggunakan sistem periodik seperti pada metode EOQ klasik, dan metode EOQ dengan kendala investasi. Bonggol A memiliki waktu tunggu sekitar satu minggu atau tujuh hari, sedangkan waktu pesanan ekonomis menurut model EOQ masih lebih lama dari satu minggu. Oleh karena itu ROL diperoleh dari mengalikan waktu tunggu dengan permintaan. Permintaan per tahun yaitu sebesar 6952 pot adenium grade A, atau 579 pot per bulan. Waktu tunggu yaitu selama satu minggu atau 0,25 bulan. Dengan demikian ROL pada model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi yaitu sebesar 145 pot. Tabel 23. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Variabel Notasi Nilai

86

ROL Frekuensi (Kali) Persediaan Rata-Rata (Pot/Bulan) Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) Biaya Penyimpanan (Rp/Pot/Tahun) Biaya Total Pesanan Biaya Total Penyimpanan Biaya Total Persediaan

(0) (1) (2) (3) (4) (5) = (1) x (3) (6) = (2)x(4) (7) = (5) + (6)

145 27 194 31.200 7.536 842.400 1.462.000 2.304.400

Perhitungan frekuensi dan persediaan rata-rata bonggol adenium kelas A dengan model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi seperti pada Tabel 23, biaya total persediaan bonggol adenium grade A yaitu sebesar Rp 2.304.400,-. Biaya pada model ini lebih tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan (Lihat Tabel 17). Hal tersebut dikarenakan pada model ini, persediaan dipesan dengan asumsi bahwa persediaan awal tahun 2009 bernilai nol, sedangkan nilai persediaan pada awal tahun 2009 pada metode perusahaan tidak bernilai nol. Model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala tidak cocok dilakukan pada usaha tanaman hias, khususnya adenium. Model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi persediaan tidak dapat dilakukan asumsi bahwa permintaan konstan, dan pemenuhan kembali persediaan secara instan dapat dilakukan, yang tidak dapat dipenuhi pada industri tanaman hias. Selain itu pula, nilai ROL yang dihasilkan berdasarkan Tabel 23 dapat memungkinkan perusahaan kehilangan penjualan. Nilai ROL bonggol adenium grade A yaitu sebesar 145 pot, sedangkan jumlah varietas adenium yang dirilis yaitu sebanyak 50 jenis. Bila digunakan dengan metode rata-rata, maka ROL masing-masing varietas yaitu sebanyak tiga bonggol. Hal tersebut akan memungkinkan perusahaan kehilangan penjualan, yang dikarenakan minimnya jumlah ROL yang dihasilkan. 7.4 Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi Model EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi merupakan metode pengendalian persediaan yang dirancang dengan menggunakan kombinasi

87

dari metode EOQ two bin system tanpa kendala investasi dan metode EOQ dengan kendala investasi. Persediaan dikendalikan dengan reoder level, dan juga dengan kendala investasi persediaan yang dijalankan oleh perusahaan.

Tabel 24. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A dengan Model EOQ dengan Metode Two Bin System dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Variabel Notasi Nilai ROL (0) 145 Frekuensi (Kali) (1) 21 Persediaan Rata-Rata (Pot/Bulan) (2) 216 Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) (3) 31.200 Biaya Penyimpanan (Rp/Pot/Tahun) (4) 7.536 Biaya Total Pesanan (5) = (1) x (3) 655.200 Biaya Total Penyimpanan (6) = (2)x(4) 1.628.000 Biaya Total Persediaan (7) = (5) + (6) 2.283.200 Perhitungan frekuensi dan persediaan rata-rata bonggol adenium kelas A pada model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi seperti pada Tabel 24, biaya total persediaan bonggol adenium grade A yaitu sebesar Rp 2.283.200,-. Biaya persediaan pada model ini lebih rendah bila dibandingkan dengan biaya persediaan pada model EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala. Hal ini disebabkan pada model ini pembelian pesanan menjadi lebih jarang atau lebih sedikit. Biaya pada model ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan (Lihat Tabel 19). Hal tersebut dikarenakan pada model ini, persediaan dipesan dengan asumsi bahwa persediaan awal tahun 2009 bernilai nol, sedangkan nilai persediaan pada awal tahun 2009 pada metode perusahaan tidak bernilai nol. Senada dengan EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi dapat memungkinkan perusahaan kehilangan penjualan. Nilai ROL bonggol adenium grade A yaitu sebesar 145 pot, sedangkan jumlah varietas adenium yang dirilis yaitu sebanyak 50 jenis. Bila digunakan dengan metode rata-rata, maka ROL masing-masing varietas yaitu sebanyak tiga bonggol. Hal tersebut akan

88

memungkinkan perusahaan kehilangan penjualan, yang dikarenakan minimnya jumlah ROL yang dihasilkan. 7.5 Model Probabilistik Model probabilistik menghitung ketidakpastian permintaan yang terjadi pada usaha tanaman hias. Berdasarkan Tabel 25, biaya total persediaan adenium menurut probabilistik menjadi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan keempat metode sebelumnya, yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, dan EOQ dengan metode two bin system dengan kendala maupun tanpa kendala investasi. Hal ini dikarenakan pada metode probabilistik persediaan ditekan serendah mungkin pada suatu tingkat pengaman atau safety stock. Tanaman tidak akan dipesan lagi hingga jumlah persediaan tanaman mencapai reorder level yang berada sedikit di atas safety stock. Dengan demikian, biaya persediaan dapat ditekan dengan rendah. Selain itu pula, probabilistik juga menghitung ketidakpastian yang terdapat pada usaha tanaman hias, sehingga batas waktu pemesanan tidak ditentukan oleh waktu pemesanan optimal, namun ditentukan oleh tingkat (kuantitas) persediaan.

Tabel 25. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A dengan Model Probabilistik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Keterangan Notasi Jumlah Waktu Tunggu (Bulan) 0,25 Permintaan Per Bulan (Pot) 579,00 STDEV Permintaan Per Bulan (Pot) 225,00 Safety Stock (Pot) (1) 185,00 ROL (Pot) 330,00 Jumlah Pesanan 69,00 Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun/Unit) (2) 7.536,00 Biaya Total Persediaan (3)=(1)x(2) 1.394.000,00 Namun probabilistik juga memiliki kelemahan apabila digunakan dalam mengendalikan persediaan tanaman hias. Metode probabilistik mengasumsikan tidak boleh ada kekurangan persediaan. Namun nilai pada metode probabilistik yang dihasilkan seperti pada Tabel 25 dapat mengindikasikan perusahaan dapat 89

mengalami kekurangan persediaan dalam memenuhi demand atau permintaan. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah pesanan yang sebesar 69 pot , dan menyimpan safety stock 185 pot, sedangkan di sisi lain STDEV permintaan per bulan mencapai 225 unit.

7.6

Model Peramalan Menurut model peramalan permintaan dengan menggunakan analisis time

series dengan metode dekomposisi, jumlah permintaan pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 8.164 pot adenium kelas A. Biaya total persediaan adenium 2009 dihitung menurut EOQ klasik. Perhitungan peramalan penjualan adenium grade A pada tahun 2009 menurut analisis time series dengan metode dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran 8. Biaya persediaan adenium menurut model peramalan yaitu sebesar Rp 1.978.100,- seperti pada Tabel 26.

Tabel 26. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium grade A Pada Model Peramalan dengan Menggunakan Metode EOQ Klasik pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009 Variabel Notasi Nilai Waktu Pemesanan (Hari) (0) 13 Frekuensi (Kali) (1) 32 Jumlah Pesanan (Pot/Pesanan) (2) 260 Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) (3) 31.200 Biaya Penyimpanan (Rp/Pot/Tahun) (4) 7.536 Biaya Total Pesanan (5) = (1) x (3) 998.400 Biaya Total Penyimpanan (6) = (2)x(4)x(0,5) 979.700 Biaya Total Persediaan (7) = (5) + (6) 1.978.100 Metode peramalan memiliki kelemahan, yaitu nilai proyeksi permintaan akan semakin menurun mengikuti trend. Padahal image perusahaan sebagai trend setter adenium, tidak menginginkan adanya permintaan yang kosong untuk adenium. Oleh karena itu, metode peramalan juga mempunyai kelemahan, karena

90

metode peramalan hanya melihat kecenderungan dari nilai penjualan. Bila semakin turun, maka peramalan juga akan diproyeksikan menurun, bahkan hingga mencapai nilai negatif. Proyeksi peramalan yang negatif akan menyulitkan perusahaan dalam penentuan target penjualan. 7.7 Model Material Requirement Planning (MRP) Model Material Requirement Planning (MRP) tidak bisa dilakukan pada manajemen persediaan adenium terkait dengan persediaan bahan baku adenium. Hal tersebut dikarenakan asumsi yang pada MRP yaitu kebutuhan bahan baku spesifik dan telah ditentukan penggunaannya tidak terpenuhi. Kebutuhan bahan baku pada tanaman hias tidak spesifik, dan tidak dapat ditentukan penggunaannya. MRP dimulai dari kegiatan penyusunan master schedule. Master schedule diperoleh dari perencanaan produksi. Perusahaan menyusun perencanaan produksi tahunan yang mengacu pada target penjualan tahunan adenium. Misal master schedule yang akan dibahas adalah master schedule untuk kelas A. Selanjutnya master schedule tahunan tersebut, yang hanya akan dibahas adalah master schedule untuk suatu bulan tertentu, dan untuk varietas tertentu. Sebagai contoh master schedule untuk bulan April, untuk kelas A, varietas Eye of The Storm, dan Teamo. Misalkan menurut master schedule, produksi kelas A, Eye of The Storm, bulan April, akan diproduksi Eye of The Storm kelas A sebanyak 50 unit, dan Teamo sebanyak 100. Bill of materials adenium yaitu untuk memproduksi satu adenium dibutuhkan satu bonggol adenium. Oleh karena itu dibutuhkan adenium sebanyak 150 bonggol pada bulan April, sebagai Gross Requirements of materials. Kemudian existing stock and work in progress, dapat diasumsikan nol, karena tidak ada diasumsikan kegiatan produksi pada bulanbulan sebelumnya telah terpenuhi dengan baik sesuai dengan rencana produksi, maka nilai gross requirements of materials akan sama dengan nilai net requirements of materials, yaitu senilai 150 bonggol. Selanjutnya pada penghitungan materials to order akan ditemukan kendala, yaitu mengenai jumlah sebenarnya yang akan dipesan. Hal ini dikarenakan 150 bonggol adenium yang dibutuhkan untuk memenuhi adenium

91

sebenarnya dapat dipenuhi dari bonggol adenium dari varietas lama yang tidak laku terjual, atau yang sudah tidak dirilis lagi. Sehingga materials to order dapat menjadi nol, padahal net requirements of materials sama sebesar 150 bonggol. Sebenarnya nilai existing stock and work in progress tidak dapat diketahui dengan pasti. Karena stock bonggol adenium kelas A yang sudah tidak dirilis lagi, misalkan peterpan dan serena, yang masing-masing berjumlah 100, dapat digunakan untuk dirilis lagi menjadi varietas baru, misal eye of the storm dan teamo, tanpa perlu dispesifikasikan, dan ditujukan penggunaannya. Oleh karena bonggol, bersifat dapat digunakan untuk varietas manapun tanpa ada spesifikasinya, maka perhitungan existing stock and work in progress menjadi sulit ditentukan, dan dengan demikian net requirements of materials dan materials to order menjadi sulit juga untuk ditentukan. Proses MRP pada adenium dapat dilihat pada Gambar 15.
Master Schedule Kelas A (100 Teamo, 50 eye of the storm)

Gross Requirements of Materials (150 bonggol adenium)

Bill Materials 1 bonggol, 1 adenium

Existing Stock and Work In Progresss (sulit ditentukan)

Net Requirements of Materials (sulit ditentukan)

Scheduled Receipts

Materials to Order (sulit ditentukan)

Standar Order Information

Time and Quantities of Orders

Gambar 15. Proses MRP pada Adenium

7.8

Model Just In Time (JIT)

92

Manajemen persediaan adenium tidak dapat dilakukan secara Just In Time. Hal tersebut disebabkan oleh syarat JIT yang tidak dapat terpenuhi yaitu (1) kondisi lingkungan yang stabil; (2) produk standar dengan sedikit varian; (3) Produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap; (4) otomatis, produksi menggunakan volume besar; (6) persediaan minimum; (7) waktu tunggu yang pendek; (8) pemasok yang handal; dan (9) kualitas persediaan yang konsisten. Kondisi lingkungan tidak stabil yaitu musim,curah hujan, intensitas angin, dan kelembaban yang terjadi pada usaha tanaman hias menyebabkan produk tidak standar, produksi tidak kontinu, sulit untuk produksi pada tingkat yang tetap, apalagi dalam volume yang besar, waktu tunggu yang lama, sulit mendapatkan pemasok yang handal, dan kualitas persediaan yang tidak konsisten. Sementara itu, di sisi permintaan yang tidak sulit diprediksi, maka persediaan minimum juga akan sulit dicapai. Selain itu pula, JIT membutuhkan biaya investasi yang besar, tidak efisien untuk keberlangsungan hidup perusahaan.

93

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1

Kesimpulan Perencanaan persediaan GIA didasarkan pada target penjualan. Target

penjualan disusun berdasarkan informasi data penjualan adenium selama tiga tahun sebelumnya dan informasi pada industri tanaman hias. Pengendalian persediaan adenium dilakukan dengan metode two bin system . Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal yaitu EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi , probabilistik, peramalan, MRP dan JIT, tidak ada satu pun model persediaan ideal yang cocok dilakukan dalam manajemen persediaan usaha tanaman hias. Hal tersebut dikarenakan karakteristik permintaan adenium yang tidak konstan, dan karakteristik produksi adenium. Berdasarkan biaya persediaan pada model ideal, model probabilistik merupakan model yang paling kecil. Namun model probabilistik memiliki kelemahan apabila digunakan dalam mengendalikan persediaan tanaman hias. Model probabilistik mengasumsikan tidak boleh ada kekurangan persediaan. Namun nilai safety stock pada model probabilistik dapat mengindikasikan perusahaan permintaan. Model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan oleh GIA adalah model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi. Hal ini dikarenakan manajemen persediaan yang berjalan selama ini di perusahaan telah berjalan dengan menggunakan metode two bin system , dan kendala investasi dapat menyesuaikan biaya persediaan dengan anggaran belanja perusahaan, serta perhitungan EOQ akan membantu perusahaan dalam menentukan jumlah kuantitas pesanan ekonomis. dapat mengalami kekurangan persediaan dalam memenuhi

9.2

Saran Manajemen persediaan yang dilakukan terorganisir dengan baik, dan

penumpukan persediaan adenium yang terjadi relatif masih wajar. Oleh karena itu disarankan agar GIA mempertahankan manajemen persediaan yang telah dilakukan selama ini. Namun demikian, manajemen persediaan akan lebih baik jika dilakukan perbaikan sistem administrasi. Perbaikan administrasi persediaan tanaman hias dapat dilakukan dengan menempatkan karyawan khusus yang mencatat segala informasi mengenai keluar masuk barang harian.

95

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Statistik Hortikultura Tahun 2006. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Gambaran Kinerja Makro Hortikultura 2008.http://www.hortikultura.deptan,go.id/berita/beritateraru/gambarankin erjamakrohortikultura2008.html. (Mei,2009) Gaspersz, V. 1998. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hakim, A. 2008. Manajemen Persediaan Pasokan Belimbing Segar Berdasarkan Peramalan Time Series pada PT. Sewu Segar Nusantara. [Skripsi]. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor Halomoan, D.J. 2007. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Di PT. Nippon Indosari Corpindo.[Skripsi]. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Hansen, D.R, dan M.M.Mowen. 2001. Manajemen Biaya. Salemba Empat. Jakarta. Herjanto, E. Indrajit, E.R. 2007. 2005. Manajemen Operasi. Grasindo. Grasindo. Jakarta Jakarta

Manajemen Persediaan,

Kuraesin, D. 2006. Analisis Manajemen Persediaan Kedelai pada Perusahaan Perdagangan Kedelai CV.AS Jaya, Sumedang. [Skripsi]. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor Kurniawan, W. 2008. Analisis Pengendalian Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. [Skripsi]. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor Nasution, A.H. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu. Yogyakarta

97

Pemerintah Kota Depok. 2009. Potensi Tanaman Hias Kota Depok. http://www.depok,go.id/potensitanamanhiaskotadepok.html. (Mei,2009) -----------------------------------..Tabel Produktivitas Tanaman Hias 2008.. http://www.depok,go.id/profil/tabelproduktivitastanamanhias.html. (Mei,2009) Sintia, M, dan I.P Kencana. 2006. Serial Rumah Usaha Adenium di Rumah. Grasindo. Jakarta Sunardi, dan Maloedyn Sitanggang. 2007. Budidaya & Bisnis Adenium. Agromedia Pustaka. Jakarta Vinca Nursery. 2009. Mengenal Ragam dan Trend Tanaman Hias 2008. www.vincanursery.co.id. (Mei, 2009) Waters, CDJ. 1992. Inventory Control and Management. John Wiley & Sons Ltd. New York, USA.

98

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT.Godongijo Asri

Direktur
Sekretaris Direktur

Manajer Operasional

Manajer Akuntansi dan Keuangan

Supervisor Pengemba ngan Pasar dan Distribusi

Supervisor Penjualan dalam lingkungan GIA

Supervisor Produksi dan R&D

Supervisor Keuangan

Cost Accounting

Supervisor Pembelian

Karyawan Cabang, Hubungan dengan AgenAgen, Supir, dan Karyawan Pameran

Karyawan penjualan pada unit bisnis yang berada di dalam wilayah GIA

Karyawan Produksi, Breeder, Karyawan Perawatan tanaman di Show room

Kasir 1 , dan Kasir 2

Karyawan Akuntansi Biaya, dan Karyawan


Penghitung

Karyawan Pembelian

Persediaan

99

Lampiran 2. Daftar Harga Adenium Tahun 2009


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Varietas Eye of The Storm Seduction Windmollen Shangrilla Apsara Pepito Bertha Aldabra The Peach Axes Inspiro Qyu-Qyu Helio Teamo Doxon Blanca Ozora Xion Chiara Cellona Ciello Ye-Lo Salmona Omizo Shiba Chimera Mauro Mozza Axella Superba Zahra Zenzia Dottie Ortiz Benito Bonzi Thorra Ayala Elexa Celta Orleta Casia Arashi Aqsa Melba Bombi Allegra Tenzo Casano Aimo A (Rp) 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 50.000 50.000 50.000 60.000 60.000 60.000 B (Rp) 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 80.000 80.000 80.000 100.000 100.000 100.000 C (Rp) 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 140.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 170.000 170.000 170.000 200.000 200.000 200.000 D (Rp) 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 380.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 450.000 450.000 450.000 500.000 500.000 500.000 E (Rp) >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >380.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >400.000 >450.000 >450.000 >450.000 >500.000 >500.000 >500.000

100

Lampiran 3. Suku Bunga Simpanan Bulanan Bank Indonesia Periode 2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Suku Bunga Bulanan Rata-rata (%)
Sumber : www.bi.go.id

Suku Bunga Rata-rata (%) 8,00 7,94 7.95 7,98 8,25 8,59 9,03 9,27 9,53 10,69 11,20 10,93 9,10

101

Lampiran 4. Pengadaan Input Bonggol PT. Godongijo Asri Tahun 2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-Rata Per Pesanan Grade A (Pot) 0 50 282 0 0 0 0 689 0 0 0 0 1.021 340 Grade B (Pot) 0 0 0 0 0 0 0 215 0 0 0 0 215 215 Grade C (Pot) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Grade D (Pot) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Grade E (Pot) 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1

102

Lampiran 5. Perhitungan Biaya Opprtunity Bonggol Adenium Grade A Tahun 2009


Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Pembelian (Pot) 0,0 50,0 282,0 0,0 0,0 0,0 0,0 689,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Biaya Unit (Rp) 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 7.500,0 Nilai (Rp) 0, 0 375.000, 0 2.115.000, 0 0, 0 0,0 0,0 0,0 5.167.500, 0 0,0 0,0 0,0 0,0 Suku Bunga (%) 8,0 7,9 7,9 7,9 8,3 8,6 9,0 9,3 9,5 10,7 11,2 10,9 Biaya Opportunity (Rp/Bulan) 0,0 29.625,0 167.085,0 0,0 0,0 0,0 0,0 480.578,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Biaya Opportunity (Rp/Pot/Bulan) 0,0 593,0 593,0 0,0 0,0 0,0 0,0 698,0 0,0 0,0 0,0 0,0 628,0

103

Lampiran 6. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa kendala investasi
Bulan Penjualan Jumlah Pesanan 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240 / Frekuensi 4 2 3 3 1 1 1 4 4 1 3 0 27 Jumlah Pesanan 960 480 720 720 240 240 240 960 960 240 720 0 Jumlah Persediaan 175 86 207 175 60 85 130 175 405 125 711 4 194

Januari 785 Februari 569 Maret 599 April 752 Mei 355 Juni 215 Juli 195 Agustus 915 September 730 Oktober 520 November 614 Desember 703 Jumlah Frekuensi Jumlah Persediaan Rata-Rata / Bulan

104

Lampiran 7. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model EOQ Dengan Metode Two Bin System Dengan Kendala Investasi
Bulan Penjualan Jumlah Pesanan 340 340 340 340 340 340 340 340 340 340 340 340 / Frekuensi 3 1 3 2 1 0 1 2 3 1 2 2 21 Jumlah Pesanan 1.020 340 1.020 680 340 0 340 680 1020 340 680 680 Jumlah Persediaan 235 6 421 349 334 119 264 29 319 139 205 182 216

Januari 785 Februari 569 Maret 599 April 752 Mei 355 Juni 215 Juli 195 Agustus 915 September 730 Oktober 520 November 614 Desember 703 Jumlah Frekuensi Jumlah Persediaan Rata-Rata / Bulan

105

Lampiran 8. Peramalan Permintaan Adenium Grade A Tahun 2009


Sx10 0 104.0 4,319.0 4,106.3 3,962.0 3,706.0 3,336.0 3,221.0 3,221.0 80.1 110.9 108.7 81.6 113.5 99.3 83.2 81.0 115.0 104.0 81.0 115.0 104.0 81.0 115.0 104.0 81.0 115.0

Tahun 2006

Caturwulan I II III

t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

X=SxTxCxR 4,945.0 3,458.0 4,554.0 4,307.0 3,025.0 3,786.0 3,197.0 2,680.0 3,786.0

CMA

SxRx100

T=a+bt 4,429.0 4,259.0 4,089.0 3,919.0 3,749.0 3,579.0 3,409.0 3,239.0 3,069.0 2,899.0 2,729.0 2,559.0

Cx100

F=SXTXC 4,606.2

101.4 100.4 101.1 98.9 93.2 94.5 99.4 100.0 100.0 100.0 100.0

3,449.8 4,497.9 3,919.0 2,976.0 3,661.3 3,204.5 2,597.4 3,375.9 3,015.0 2,210.5 2,942.9

2007

I II III

2008

I II III

2009

I II III

Regression Analysis: Y versus X


The regression equation is Y = 4599 - 170 X Predictor Constant X S = 622.571 Coef 4599.1 -170.08 SE Coef 452.3 80.37 T 10.17 -2.12 P 0.000 0.072

R-Sq = 39.0%

R-Sq(adj) = 30.3%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 7 8 SS 1735700 2713164 4448864 MS 1735700 387595 F 4.48 P 0.072

106

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai