Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakterisasi khitin dan kitosan Limbah udang dan kepiting merupakan sumber khitin, kitosan dan karotenid yang sangat potensial. Khitin dapat diperoleh melalui proses demineralisasi dan deproteinasi limbah - limbah tersebut. Selanjutnya melalui proses deasetilasi, khitin diolah menjadi kitosan. Kulit kepiting merupakan limbah pengolahan yang besarnya mencapai 50 60 % berat kering, dengan kandungan khitin sebesar 30 % . Jika limbah ini dapat dimanfaatkan, maka selain dapat mengurangi masalah polusi perairan, juga akan memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan perikanan. Khitin dan kitosan merupakan polimer karbohidrat yang mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan tambahan fungsional pada makanan yang berfungsi untuk mempertahankan tekstur makanan dan sebagai emulsifier untuk makanan.

2.1.1 Khitin Khitin merupakan homopolimer dari -1,4 N-setil-D-glukosamin dan merupakan polimer ke dua terbanyak di alam setelah selulosa. Senyawa ini dapat ditemukan pada cangkang udang kepiting, Molusca, seranggga, Annelida, dan beberapa dinding sel jamur dan alga. Meskipun sumber khitin di alam bermacam-macam, namun sampai saat ini sumber utama yang praktis dieksplorasi adalah cangkang kepiting yang secara ekonomis potensial (Caner et al, 1998).

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Gambar 2.1. Struktur molekul kitin

Khitin memiliki bentuk yang padat dan bersifat tidak larut dalam air atau pelarut organik biasa. Namun khitin dapat dimodifikasi secara kimiawi menjadi turunan-turunannya yang mempunyai sifat-sifat khas dan kegunaannya sendiri. khitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, dan asam-asam organik, tetapi larut dalam dimetil asetamida dan lithium klorida. Selain itu, khitin juga mampu mengikat logam seperti Fe, Cu, Cd, dan Hg, serta mempunyai sifat adsorpsi. Khitin sulit dicerna oleh tubuh, dapat mengikat racun, kolesterol dan glukosa dalam tubuh (David, 2009).

2.1.2 Kitosan Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,510-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar khitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi kitosan menghasilkan yield 15-20 persen. Berat molekul khitosan juga bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi (Caner et al, 1998).

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Gambar 2.2. Struktur Molekul kitosan

Kitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan demineralisasi, yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisiko-kimia kitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat karena dapat meningkatkan ketahanan pada penguapan air. Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan (Martina, 2008).

Gambar 2.3. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya dinamakan kitosan atau khitin terdeasetilasi. Kitosan sendiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat deasetilasi beragam. Khitin adalah Nasetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan, karena kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein (Martina, 2008). Kitosan juga mempunyai sifat antibakteri yang baik, gugus fungsional amina (NH2) pada kitosan yang bermuatan positif sangat kuat, dapat menarik molekul asam amino bermuatan negatif (asam aspartat dan asam glutamat) pembentuk protein dalam mikroba. Gugus fungsional -NH2 juga memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat menarik mineral Mg2+ yang terdapat pada ribosom dan mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel mikroba dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi. Kedua hal tersebut menjadikan kitosan dapat mengakibatkan timbulnya kebocoran konstituen intraseluler, sehingga mikroba tersebut akan mati (David, 2009).

2.2

Pati

Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Bagi tanaman, pati merupakan cadangan makanan untuk masa pertumbuhan dan pertunasan yang terdapat pada biji, batang, dan pada bagian umbi tanaman. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60 %. Pati telah lama digunakan baik sebagai bahan makanan maupun non-food seperti perekat, dalam industri tekstil, polimer atau sebagai bahan tambahan dalam sediaan farmasi.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Penggunaan pati dalam bidang farmasi sebagai formula sediaan tablet, baik sebagai bahan pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat (Misnun, 2010). Pati adalah suatu polisakarida yang mengandung amilosa, suatu cabang polimer linier dan amilopektin, polimer dengan banyak cabang. Pati bila dipanaskan dalam air , akan terbentuk larutan koloid hingga berat molekulnya tidak dapat ditentukan secara teliti, meskipun demikian berat molekulnya sangat besar.

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan Bahan Pangan Biji gandum Beras Jagung Biji sorghum Kentang Ubi jalar Singkong
Sumber: Misnun, 2010.

Pati (% dalam basis kering) 67 89 57 72 75 90 90

2.2.2 Pati ubi Jalar ungu Ubi jalar termasuk dalam famili Cavalvuloceae. Varietas ubi jalar sangat beragam. Dua kelompok ubi jalar yang umum dibudidayakan adalah jenis ubi jalar yang memiliki daging ubi keras (padat), kering dan berwarna putih; dan jenis ubi jalar dengan daging umbi lunak, kadar air tinggi dan warnanya kuning oranye (Pina, 2009). Karbohidrat merupakan kandungan utama dari ubi jalar. Selain itu, ubi jalar juga mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan) dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa). Setiap 100 g ubi jalar ungu mengandung energi 123 kkal, protein 1,8 g, lemak 0,7 g, karbohidrat 27,9 g, kalsium 30 mg, fosfor 49 mg, zat besi 0,7 mg, vitamin A 7.700 SI, viotamin C 22 mg dan vitamin B1 o,09 mg. (Wahyu, 2010).

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Gambar 2.4. Pati ubi jalar ungu

Kandungan pati yang terdapat didalam pati ubi jalar berkisar antara 88.1 sampai 99.8% dan kandungan amilosa sekitar 8.5 sampai 37.4% (Misnun, 2010). Ukuran kedalaman granula diantara 2.1 sampai 30.7 m dan ukuran titik tengahnya dimulai dari 9.2 sampai 11.3 m.

Tabel 2.2. Kandungan amilosa pada berbagai jenis pati Jenis pati Beras Garut Jagung Kentang Ketan Sagu Tapioka
Sumber : Misnun (2010).

Kadar Amilosa (%) 28,5 33,49 28 46 7,7 26 29,8

Tabel 2.3. Analisa kuat tarik terhadap jenis sampel pati Jenis pati Beras Garut Jagung Kentang Ketan Sagu
Sumber : Misnun (2010).

Analisa kuat tarik (MPa) 4,9 6,3 4,2 20,918 2,224 3,3

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Martania, 2010) dapat dilihat pada tabel 2.3, menunjukkan bahwa hasil kuat tarik berbagai jenis pati, ternyata pati yang berbahan baku kentang memberikan kuat tarik tertinggi dibandingkan dengan pati jenis lain yaitu 20,918 MPa. Hal ini dapat terjadi karena pati kentang memilisi amilosa tertinggi dibandingkan dengan pati jenis lain yaitu 46%. Kekuatan tarik terkecil diberikan oleh pati yang berbahan baku ketan yaitu 2,224 MPA, disebabkan kandungan amilosa pada pati ketan paling kecil dibandingkan pati jenis lain yaitu 7,7%. Amilosa mempunyai struktur rantai yang linier dan amilopektin mempunyai struktur rantai bercabang. Kelinieran struktur molekul amilosa berpengaruh terhadap dispersi energi saat dilakukan uji tarik, dimana energi yang diteruskan pada rantai linier jauh lebih besar dibanding pada rantai bercabang. Jadi secara umum, plastik dengan penyusun pati yang mengandung amilosa tinggi, akan memiliki nilai kuat tarik yang tinggi pula.

2.3 Antosianin Antosianin merupakan pigmen pembawa warna merah keunguan pada buah-buahan, sayuran, dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang dapat melindungi sel dari ultraviolet.

2.3.1 Manfaat Antosianin Antosianin diketahui dapat mengobati berbagai penyakit berbahaya, seperti kanker, diabetes, dan serangan jantung. Pada ubi jalar yaitu pigmen yang terdapat pada ubi jalar ungu atau merah dapat berfungsi sebagai komponen pangan sehat dan paling lengkap. Pigmen antosianin pada ubi jalar lebih tinggi konsentrasinya dan lebih stabil bila dibandingkan dengan antosianin dari kubis dan jagung merah. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Balitbang Pertanian, menunjukkan antosianin bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat berfungsi sebagai antioksidan, antihipertensi, dan pencegah gangguan fungsi hati, jantung koroner, kanker, dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis. Antosianin juga mampu menghalangi laju

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

10

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara, dan bahan kimia lainnya.

2.3.2 Sumber Antosianin Antosianin mudah ditemukan pada sayuran dan buah-buahan berwarna merah keunguan. Contoh pangan kaya antosianin adalah blackberry, blueberry, cranberry, black raspberry, red raspberry, strawberry, plum, murbei, anggur, kismis, kubis merah, lobak merah, bawang merah, terong, ubi jalar merah atau ungu dan lain-lain. Antosianin dalam jumlah sangat sedikit juga ditemukan pada buah pisang, asparagus, kacang polong, buah pir, dan kentang (Pina, 2009).

Gambar 2.5. Ubi jalar ungu

Ubi jalar ungu atau biasa disebut juga ubi jepang (Ipomoea Batatas), memiliki manfaat yang sangat baik bagi kesehatan tubuh. Pigmen warna ungu pada ubi ungu bermanfaat sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi udara, racun, oksidasi dalam tubuh, dan menghambat penggumpalan sel-sel darah. Total kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat basah. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 g berat basah. Selain itu, pati yang berasal dari ubi ungu dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan pembuatan matriks film. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri 2,5 dan 3,2 kali lebih tinggi daripada beberapa varietas blueberry, selain itu juga baik untuk mendorong kelancaran peredaran darah (Wahyu, 2010).
Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi 114080014 114080015

11

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

2.4 Edible Film

Dalam 20 tahun terkahir, bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia atau yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena berbagai keunggulan plastik seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah. Namun ternyata, polimer plastik juga mempunyai berbagai kelemahan, yaitu sifatnya yang tidak tahan panas, mudah robek dan yang paling penting adalah dapat menyebabkan kontaminasi melalui transmisi monomernya ke bahan yang dikemas. Kelemahan lain dari plastik adalah sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara alami (non -biodegradable), sehingga menyebabkan beban bagi lingkungan khususnya pada negara-negara yang tidak melakukan daur ulang (recycling). Sampah plastik bekas pakai tidak akan hancur meskipun telah ditimbun berpuluh-puluh tahun, akibatnya penumpukan sampah plastik dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan hidup. Seiring dengan kesadaran manusia akan masalah ini, maka dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik, dan berasal dari bahanbahan terbarukan (renewable) dan ekonomis. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edible (edible packaging). Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung dimakan serta aman bagi lungkungan (Krochta,J.M. ,1992). Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film). Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obata-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994).

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

12

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Gambar 2.6. Edibel film

Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif dan atau untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992). Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlamba penurunan mutu, karena edible film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Keuntungan penggunaan edible film untuk kemasan bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena edibel film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumlapi dalam pembuatan edible film adalah antimikroba, antioksidan, dan pewarna. Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film, berupa protein atau polisakarida. Bahan dasar protein dapat berasal dari jagung, kedele, wheat gluten, kasein, kolagen , gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan. Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah selulosa dan turunannya, pati dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginate, karagenan, agar), gum (gum arab dan gun karaya), xanthan, kitosan dan lain-lain.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

13

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Lemak yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (beeswax, carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan asam laurat), serta emulsifier. Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan, yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen maupun CO2 dan lipid, serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, selain itu meningkatkan kesatuan struktural produk, sedangkan kekurangannya yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus untuk mengatur migrasi uap air dan bungkus dari protein biasanya dipengaruhi oleh perubahan pH. Kelebihan edible film dari lipid adalah dapat melindungi produk konfeksionary yang tidak boleh menyerap air selama penyimpanannya, sedangkan kekurangannya adalah penggunaannya dalam bentuk murni terbatas karena kurangnya integritas dan ketahanannya. Penggunaan edible film sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama pada sosis, yang pada zaman dahulu menggunakan usus hewan. Selain itu pelapisan buah-buahan dan sayuran dengan lilin juga sudah dilakukan sejak tahun 1800-an.

Gambar 2.7. Edibel film komersial

Aplikasi dari edible film untuk kemasan bahan pangan saat ini sudah semakin meningkat, seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Edible film dan biodegradable film banyak digunakan untuk pengemasan produk buah - buahan segar yaitu untuk mengendalikan laju

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

14

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

respirasi, akan tetapi produk-produk pangan lainnya juga sudah banyak menggunakan edible coating, seperti produk konfeksionari, daging dan ayam beku, sosis, produk hasil laut dan pangan semi basah.

2.4.1 Pengaruh konsentrasi plasticizer Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plasticizer seperti gliserol sering digunakan. Penambahan gliserol yang didispersikan membuat film lebih mudah di cetak. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaaan spesimen pati dengan gliserol sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hal ini disebabkan gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang akan melakukan interaksi hidrogen dan dapat meningkatkan sifat mekanik (Misnun, 2010).

Tabel 2.4. Pengaruh perbedaan konsentrasi kitosan dan gliserol


Ketebalan Variabel rasio IA (2gr&0.2ml/gr) IB Kitosan & gliserol (2gr&0,4ml/gr) IC (2gr&0,6ml/gr) ID (2gr&0,8ml/gr) 0,097 18,69 32,8 559,48 0,064 43,39 23.4 443,78 0,036 80,58 14.9 324.76 0,018 111,13 5,2 165,56 Konsentrasi edibel film (mm) kuat tarik (kgf/cm) Elongasi (%) Transmisi uap air (g/m/day)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Damat (2008), tabel 2.4. menunjukkan untuk analisis ketebalan edible film, diperoleh nilai rata-rata berkisar antara 0,018 mm sampai dengan 0,097 mm, ketebalan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi plasticizer gliserol dan komposisi kitosan.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

15

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Untuk kuat tarik, nilai kuat tarik menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Kuat mulur edible film meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gliserol dan komposisi khitosan yang digunakan. Untuk hasil analisis uji WVTR, diperoleh nilai terendah 165,56 g/m/24jam dan tertinggi 559,48 g/m/24jam. Laju transmisi uap air cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol dan komposisi kitosan. Sedangkan pada analisis uji laju transmisi oksigen, diperoleh nilai yang terendah sebesar 0,32 cc/m/24jam dan tertinggi sebesar 1,3 cc/m/24jam. Nilai laju transmisi oksigen yang didapat pada penelitian ini cenderung semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol dan komposisi kitosan. Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa peningkatan

konsentrasi gliserol dan komposisi kitosan dapat meningkatkan ketebalan, persentase kuat mulur, dan laju transmisi uap air edible film kitosan, namun dapat juga menurunkan nilai laju transmisi oksigen. Untuk uji kuat tarik, nilainya semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi gliserol, namun semakin meningkat dengan peningkatan komposisi kitosan.

2.4.2 Pelarut yang digunakan dalam pembuatan edible film Dalam pembuatan edible film, diperlukan dispersi atau pelarutan makromolekul kedalam suatu pelarut (seperti air, alkohol atau asam organik) untuk mendapatkan suatu larutan pembentuk film, yang dapat diaplikasikan secara langsung ke produk. Penguapan pelarut akan membentuk suatu lapisan pada permukaan produk (Machrani, 2009). Senyawa kimia yang bersifat asam, ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan beberapa pertimbangan antara lain: - Sifat asam dari senyawa dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat - Pada bertindak sebagai pengawet. pH rendah merupakan buffer yang dihasilkannya sehingga

mempermudah proses pengolahan. - Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan browning pada bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein minyak/lemak.
Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi 114080014 114080015

16

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

- Dapat menurunkan pH larutan sehingga dapat mengintensifkan rasarasa ain. Hal ini disebabkan pengaruh ion H+ atau ion H3O+ dari asam.

2.5

Antibakteri Makanan merupakan salah satu media terbaik bagi suatu

mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga makanan seringkali menjadi rusak karena terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Mikroorganisme mampu memecah komponen yang ada di dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana. Makanan yang dirusak oleh mikroorganisme itu akan mengalami perubahan, penguraian, nilai gizi serta nilai organoleptik. Kitosan cukup dikenal dengan sifat antibakterinya, karena kitosan dapat menghambat pertumbuhan bateri dengan persentase cukup besar (Intan hapsariyani, 2008). Kitosan memiliki gugus asam amino yaitu dalm bentuk asetil amino (HCOCH3) dan glukosamine (C6H9NH2), yang dapat berikatan dengan bagian makromolekul yang bermuatan negatif pada permukaan sel bakteri, sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat. Adanya gugus amino menjadikan kitosan bermuatan positif sangat kuat. Muatan tersebut menyebabkan kitosan dapat menarik molekul-molekul bermuatan negatif seperti minyak, lemak dan protein. Dinding sel kapang umumnya tersusun atas lapisan peptidoglikan dan lipopolisakarida, berarti komposisi dinding sel kapang terdiri atas lemak dan protein. Cara kerja antimikroba dalam menghambat pertumbuhan sel mikroba dapat dibedakan atas beberapa kelompok salah satunya dengan cara merusak dinding sel mikroba, dengan demikian mekanisme kerja kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan merusak dinding sel dengan cara berikatan dengan dinding sel sehingga menghambat pertumbuhannya (Matina Restuati, 2008).

2.6 Antioksidan Antioksidan atau peredam radikal bebas, adalah suatu senyawa yang dapat melindungi sistem biologis terhadap efek yang merusak dari suatu proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi berlebih. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif dan radikal bebas
Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi 114080014 114080015

17

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

dalam tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Pina, 2009). Perhatian terhadap radikal bebas dan antioksidan semakin meningkat, serta penemuan sumbersumber baru senyawa antioksidan yang potensial semakin diusahakan. Hal ini disebabkan radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan kerusakan. Radikal bebas merupakan molekul yang relatif stabil, memiliki elektron yang tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektron. Jika terbentuk dalam tubuh, akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang jumlahnya akan bertambah (Pina, 2009). Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti: enzim SOD (SuperOksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif, karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Pina, 2009).

2.6.1 Klasifikasi zat antioksidan Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam lima tipe antioksidan, yaitu: 1. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal ini

memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

18

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

sehingga terbentu senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol. 2. Oxygen scavengers , yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat), askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit.9 3. Secondary antioxidant, yaitu senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi prodak akhir yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat. 4. Antioxidative Enzim, yaitu enzim yang berperan mencegah terbantuknya

radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan kalalase. 5. Chelators sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi dan tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Senyawa yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat, asam amino, ethylene diamine tetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid. (Pina, 2009)

2.7 Kuat tarik (Tensile Strength) Karakteristik mekanis suatu bahan umumnya mengikuti garfik strainstress seperti gambar 2.8. Hukum Hooke tentang modulus elastisitas, diterapkan pada daerah linier elastis. Ketika muatan tekanan berlebihan, benda akan kembali kekeadaan aslinya, bila benda diregangkan hingga mendekati batas elastis, hanya sebagian yang akan kembali ke keadaan aslinya dan menjadi bentuk permanen.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

19

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Gambar 2.8. Pola karakteristik Mekanik

Secara umum parameter penting karakteristik mekanik yang diukur dan diamati dari sebuah film kemasan termasuk edible film adalah kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture srength), persen pemanjangan (elongation to break) dan elastisitas (elastic modulus/young modulus). Parameter-parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Karakteristik mekanik menunjukkan inikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukan film tersebut. Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film. Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plastisizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Penambahan plastisizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah (Lai et al., 1997). Menurut Nadarajah (2005), kuat tarik plastik kitosan adalah sekitar 84 MPa. Nilai kuat tarik untuk polimer low-density polyethylene maupun highdensity polyethylene, masing-masing sebesar 8,6 17,3 MPa dan 17,3 34,6 MPa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Caner et al. (1998), menyampaikan bahwa plastik kitosan yang dihasilkan dengan metode yang sama tetapi menggunakan pelarut yang berbeda, yaitu asam asetat, format, laktat, dan propionat, memiliki nilai kuat tarik antara 12 32 MPa. Nilai kuat tarik film yang terbuat dari pati, hasilnya berbeda tergantung jenis pati yang digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan
Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi 114080014 114080015

20

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

amilosa dan amilopektin untuk setiap jenis pati. Hal ini terjadi akibat amilosa mempunyai struktur rantai yang linier, dan amilopektin mempunyai struktur rantai bercabang. Kelinieran struktur molekul amilosa berpengaruh terhadap disperse energy saat dilakukan uji tarik, dimana energy yang diteruskan pada rantai linier jauh lebih besar dibanding pada rantai bercabang. Jadi secara umum, film dengan penyusun pati yang mengandung amilosa tinggi akan memiliki nilai kuat tarik yang tinggi pula (Arie Chyntia Martania, 2010). Selain itu, peningkatan kandungan bahan tambahan (Plasticizer) dapat menurunkan kuat tarik dan meningkatkan persentase pemanjangan (elongasi). Sifat sifat mekanik ini dapat berubah selama pemakaian plastik tersebut. Beberapa hal yang berpengaruh, antara lain adalah suhu dan kelembaban selama penyimpanan atau penggunaan plastik tersebut. Sebagai bahan kemasan makanan, film yang dibuat harus memiliki sifat mekanik yang memenuhi golongan moderate properties, yaitu memiliki nilai kuat tarik yang berkisar antara 10 100 MPa (Ani Purwanti,2010). Pada penelitian Permana (2009), edible film dengan karakteristik optimum diperoleh pada komposisi pati singkong 6%, kitosan 4%, dan gliserol 4% dengan karakterisasi ketebalan edible film rata-rata 0,028 mm, % swelling 9,83%, stress 0,2327 kN/mm2, strain 0,0541, dan modulus young sebesar 4,30595 kN/mm2, dan positif terhadap uji biodegradasi.

2.8 Spektrofotometer

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko
Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi 114080014 114080015

21

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

ataupun pembanding. Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 380 nm), daerah visible (380 700 nm), daerah inframerah (700 3000 nm).

Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu : a. Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 2200 nanometer (nm). b. Monokromator Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi). c. Cuvet Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible). d. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

22

Pengaruh rasio pati ubi ungu dengan kitosan terhadap Kualitas Edible Film sebagai bahan pengemas

Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.

Rahmatullah Eriskiansyah Andry Setiadi

114080014 114080015

23

Anda mungkin juga menyukai