Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sampah merupakan masalah serius yang dihadapi negara berkembang atau negara
maju di dunia, termasuk Indonesia. Tercatat oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah
Nasional (SIPSN) di tahun 2021 volume sampah mencapai 23,027 ton, yang mana 15,5%
diantaranya adalah sampah plastik. Penggunaan plastik dalam kebutuhan hidup manusia yang
terus menyebabkan penumpukan sampah plastik yang tidak dapat dipungkiri. Ketergantungan
dengan barang-barang berbahan dasar plastik seperti kemasan makanan menjadi salah satu
penyebab penumpukan sampah plastik.
Menurut Herdigenarosa (2013), selain dapat mencemari lingkungan akibat bahan baku
yang digunakan, penggunaan plastik sebagai pengemas makanan berpotensi mengganggu
kesehatan karena adanya senyawa zat dari kemasan plastik yang berpindah ke makanan,
sehingga beresiko menimbulkan keracunan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu alternatif
pengganti kemasan plastik yang terbuat dari bahan alami dan mudah terurai, serta dapat
dikonsumsi atau kerap kali dikenal dengan edible film. Keuntungan edible film sebagai
pengemas makanan yaitu mempertahankan kualitas produk pangan, mudah terdegradasi
dalam tanah dan aman jika dikonsumsi.
Edible film merupakan bahan pengemas organik berbentuk lapisan tipis. Lapisan tipis
ini dapat dimakan sekaligus dengan makanan yang dikemasnya. Menurut Setiani (2013),
edible film bersifat ramah lingkungan karena bisa diurai kembali oleh mikroorganisme.
Penggunaan edible film dapat menghambat pembusukan makanan yang disebabkan mikroba
dan difusi oksigen serta uap air ke dalam bahan makanan sehingga keamanan tetap terjaga.
Material yang berpotensi untuk dijadikan lapisan edible film ini adalah pati, protein, pektin,
kitin, dan kitosan.
Menurut Santoso (2007), penggunaan senyawa hidrokoloid dan lipid berdampak pada
karakteristik edible film. Pembuatan edible film dengan bahan baku hidrokoloid seperti pati,
karagenan, pektin, protein dan lain sebagainya mempunyai karakteristik yang elastis dan
mudah menempel pada produk, penggunaan bahan baku tersebut menguntungkan. Senyawa
hidrokoloid yang sering digunakan pada pembuatan edible film adalah pati.
Pati sukun dipilih sebagai bahan utama karena kandungan patinya cukup tinggi.
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian telah merintis pengembangan sukun
sejak 2002. Sejak saat itu pula produksi sukun di Indonesia terus meningkat dari 62.432 ton
pada 2003 menjadi 66.994 pada 2004, dan pada tahun 2005 menjadi 73.637 ton. Melihat
kandungan amilosa dan amilopektin pati pada sukun sebesar 27,32 % dan 72,32%.
Penggunaan pati sukun sebagai bahan dasar pembuatan edible film didasarkan pada
kandungan nutrisi yang terdapat pada pati dan juga biayanya yang relatif murah dibandingkan
dengan bahan lain seperti liquid, kelimpahan bahan, serta dapat dimakan termoplastiknya
(Mali, 2005).
Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat
mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk
penggunaan sebagai bahan edible film karena dapat membentuk film yang cukup kuat.
Namun, edible film berbasis pati memiliki kelemahan, yaitu memiliki resistensi terhadap air
yang rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati
dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya (Garcia et al. 2011). Oleh karena itu,
untuk menghasilkan sifat-sifat edible film yang lebih baik, pati sukun dapat dijadikan bahan
dasar untuk edible film.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas peneliti tertarik untuk membuat dan
karakterisasi “Pemanfaatan Tepung Pati Sukun (Artocarpus Altilis) sebagai Bahan Baku
Edible Film”.

B. Identifikasi Masalah
1. Banyaknya penggunaan plastik sebagai pengemas makanan yang berpotensi mengganggu
kesehatan karena adanya senyawa zat dari kemasan plastik yang berpindah ke makanan,
sehingga beresiko menimbulkan keracunan.
2. Banyaknya produksi buah sukun di Indonesia sebagai bahan baku utama edible film atau
pengemas makanan ramah lingkungan.

C. Batasan Masalah
Agar penelitian dapat lebih terfokus, maka peneliti membatasi masalah pada komponen
utama untuk pembuatan edible film ini ialah pati sukun.

D. Rumusan Masalah
1. Apakah pati sukun dapat dijadikan sebagai bahan baku edible film?
2. Bagaimana karakteristik edible film berbahan baku pati sukun dalam perbandingan
tertentu?
3. Bagaimanakah perbedaan edible film berbahan dasar pati sukun dengan pati yang lain?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah pati sukun dapat dijadikan sebagai bahan baku edible film.
2. Untuk mengetahui karakteristik edible film berbahan baku pati sukun dalam perbandingan
tertentu.
3. Untuk mengetahui perbedaan edible film berbahan dasar pati sukun dengan pati yang lain.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti terhadap penelitian yang sifatnya eksperimen (uji coba).
2. Bagi Pembaca
Sebagai bahan literasi untuk menambah informasi atau wawasan pembaca.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pati Sukun
1. Pati
Pati adalah suatu karbohidrat yang berbentuk granul yang terdapat di dalam organ
tanaman. Pati merupakan senyawa terbanyak kedua yang dihasilkan oleh tanaman setelah
selulosa.
Sumber penghasil pati adalah biji-bijian serealia (jagung, gandum, sorgum, beras), umbi
(kentang), akar (singkong, ubi jalar, ganyong), bagian dalam dari batang tanaman sagu, dan
daging buah sukun. Di dalam proses pembuatannya, pati harus dipisahkan dari komponen-
komponen pengotor lain yang bercampur, yaitu serat, protein, gula dan garam-garam. Pati
memiliki beberapa ciri cirinya diantaranya:
1. Rasa tidak manis
2. Terdapat dalam biji, buah dan umbi-umbian dari tanaman
3. Berfungsi sebagai sumber energi di dalam tubuh
4. Memiliki bentuk dan ukuran granula yang berbeda-beda
5. Sukar atau tidak larut dalam air dingin
6. Dalam air panas dapat membentuk pasta dan gel
7. Dapat mengalami retrogradasi dan sineresis (Sembiring, 2011).

2. Tanaman Sukun (Artocarpus Artilis)


Tanaman sukun, Artocarpus altilis dibagi menjadi dua yaitu yang berbiji (dreadnut) dan
yang tanpa biji (breadfruit). Sukun termasuk tanaman tropis sejati, tumbuh paling baik pada
daratan rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik juga di daerah basah, juga bisa tumbuh
di daerah yang sangat kering asalkan terdapat air tanah yang cukup. Sukun bahkan juga bisa
tumbuh baik di pulau karang dan di pantai.
Buah sukun berbentuk bulat atau agak lonjong dengan diameter kurang lebih 25 cm.
Warna kulit buah hijau muda sampai kekuning-kuningan. Ketebalan kulit antara 1-2 mm.
Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak
krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang
spesifik. Tangkai buah sekitar 5 cm. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per buah
(Widowati, 2003).
Kandungan zat gizi pada buah sukun tergantung dari umur buah sukun atau tingkat
kematangan buah sukun. Kandungan gizi buah sukun muda berbeda dengan kandungan gizi
buah sukun yang sudah masak. Menurut Dameswary (2012), komposisi kimia buah sukun
yang muda dan tua atau masak dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi kimia dan zat gizi buah sukun per 100 gram buah
Unsur-unsur Sukun muda Sukun masak
Air (g) 87,1 69,1
Kalori (kal) 46 108
Protein (g) 2,0 1,3
Lemak (g) 0,7 0,3
Karbohidrat (g) 9,2 28,2
Kalsium (mg) 59 21
Fosfor (mg) 46 59
Besi (mg) - 0,4
Vitamin B1 0,12 0,12
(mg)
Vitamin B2 0,06 0,06
(mg)
Vitamin C (mg) 21 17
Abu (g) 1,0 0,9
Serat (g) 2,2 -
(Sumber : Dameswary, 2012)

B. Edible Film
1. Definisi Edible film
Menurut (Muljohardjo, 1987), pati sukun bisa dijadikan sebagai bahan pembentuk
edible film. Secara umum edible film didefinisikan sebagai lapisan tipis yang terbuat dari
bahan-bahan yang layak dimakan, yang dapat diaplikasikan sebagai pelapis lindung makanan
ataupun diletakkan diatas atau diantara komponen-komponen bahan pangan (Krochta, 1994).
Edible film merupakan salah satu alternatif bahan pengemas yang dikembangkan bari bahan-
bahan alami seperti pati, protein, pektin, khitin, dan khitosan. Edible film belakangan ini
berkembang sebagai pengganti bahan pengemas sintetis seperti polypropilene, polysterene,
polinylchoride, dan pektin yang banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi
lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat terdegradasi secara biologis, mahal dalam daur
ulang dan berpotensi sebagai bahan pencemar bahan pangan yang dikemas karena zat-zat
tertentu yang berpindah kedalam bahan pangan tersebut (Mc Hugh, 1994).

2. Keunggulan Edible film


Edible film menyediakan pengemasan altenatif tanpa biaya untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Meskipun edible film tidak ditujukan untuk mengganti secara total pengemas
sintetis, tapi edible film memiliki potensi untuk mengurangi pengemasan dan membatasi
perpindahan uap air, aroma, dan lemak antara komponen makanan. Potensi tersebut tidak
dimiliki oleh pengemas sintetis. Kelemahan pengemas sintetis seperti plastik, salah satunya
yaitu tidak dapat dirombak secara alami. Selain itu, kelemahan bahan plastik adalah dengan
pengemas plastik, transfer senyawa - senyawa dari pengemas seperti hasil samping dari
degradasi polimer, residu pelarut dari polimerisasi ke bahan pangan yang dikemas dapat
terjadi, sehinga menimbulkan reaksi toksikologi dan off flavor.
Pada beberapa penggunaan, edible film ditujukan sebagai pembawa bahan tambahan
makanan (seperti antioksidan, antimikrobia dan flavour) dan meningkatkan integritas mekanis
atau karakteristik penanganan bahan makanan (Krochta dan de Mulder Johnston, 1997).
Beberapa keuntungan edible film dibandingkan dengan pengemas sintetis yaitu dapat
dikonsumsi bersama produk yang dikemas, mengurangi pencemaran lingkungan, dapat
memperbaiki sifat-sifat organoleptik produk yang dikemas, dapat berfungsi sebagai suplemen
gizi dan agensia antimikrobia serta antioksidan (Gennadios dan Weller, 1990). Selain itu
edible film juga dapat menghambat migrasi kadar air, O2, CO2, aroma, lemak dan lain-lain
(Krochta dan de Mulder Johnston, 1997).

3. Komponen Edible film


Komponen-komponen edible film (biopolimer) dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
hidrokoloid, lemak dan campuran keduanya, yang termasuk dalam golongan hidrokoloid
diantaranya pati, protein, turunan selulosa, alginat, pektin, dan polisakarida lain. Termasuk
dalam lemak adalah lilin, asil gliserol, dan asam-asam lemak. Film campuran merupakan
gabungan antara komponen lipid dan hidrokoloid bersama-sama membentuk satu lapis film
(Krochta,1994). Edible film yang dibuat dari hidrokoloid memiliki komponen yang baik untuk
melindungi terhadap produk oksigen, karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat-sifat
mekanis yang mampu meningkatkan integritas struktural pada produk yang mudah retak
(Krochta dan de Murder Johnston,1997).
Film hidrokoloid umumnya bersifat gelasi dan kurang elastis. Oleh karena itu
penambahan plasticizer sangat diperlukan untuk meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi
resiko pecah, sobek, dan hancurnya film yang terbentuk. Kandungan amilosa pada pati sangat
menentukan kekuatan gel dan pembentukan film. Semakin tinggi kadar amilosa sumber pati
maka film yang terbentuk akan semakin baik (Krochta, 1994). Dengan kemampuan yang
dimilikinya maka edible film telah banyak digunakan untuk meningkatkan umur simpan buah-
buahan dan sayur - sayuran (Nisperos dan Baldwin, 1996).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan
eksperimen. Menurut Sugiyono (2018) data kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan positivistic (data konkrit), data penelitian berupa angka-angka yang akan diukur
menggunakan statistik sebagai alat uji penghitungan, berkaitan dengan masalah yang diteliti
untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Dasar digunakannya metode kuantitatif eksperimen
untuk meneliti sampel dengan menggunakan alat ukur atau instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan menguji suatu teori yang ada. Pada penelitian
ini peneliti hendak menganalisis karakteristik edible film yang berbahan baku pati sukun dan
pati jagung.

B. Variabel
Menurut Sugiyono (2007) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat nilai dari
orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk ditarik kesimpulannya. Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen variabel) dan variabel
terikat (dependent variabel). Berikut merupakan penjabaran daripada kedua variabel tersebut.
 Variabel Independen (Variabel Bebas)
Menurut Sugiyono (2016:39) variabel independen (variabel bebas) adalah variable yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen atau variabel bebas ialah
pati sukun dan gliserol.
 Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Menurut Sugiyono (2016:59) pengertian variable dependen (variabel terikat) adalah
Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Adapun
variabel terikat dalam penelitian ini ialah Edible Film. Dimana pada edible film tersebut
terdapat beberapa indikator penilaian yaitu ketebalan, elongasi, dan daya tahan air.
 Variabel Kontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah edible film berbahan dasar pati jagung
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAS Plus Permata Insani Islamic School
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2022 sampai dengan bulan
November 2022, Secara kegiatan ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Penelitian Waktu Tempat

1. Menentukan judul 26 Januari 2022 Rumah Peneliti

2. Penyusunan BAB I 9 Februari 2022 Rumah Peneliti

3. Penyusunan BAB II 17 Februari 2022 Rumah Peneliti

4. Penyusunan BAB III 3 Maret 2022 Rumah Peneliti

SMAS Plus
5. Uji coba penelitian November 2022
Permata Insani
SMAS Plus
6. Penyusunan BAB IV November 2022
Permata Insani

Memberikan kesimpulan dan saran SMAS Plus


7. November 2022
pada BAB V Permata Insani

D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Alat dan Bahan
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan
No Bahan Jumlah
.
1. Buah sukun g
2. gliserol mL
3. aquades mL
4. Pati jagung mL
Tabel 4.3 Alat yang digunakan

No Alat Jumlah
.
1. Panci 1
2. Saringan 1
3. Spatula karet 1
4. Gelas ukur 1
5. kaca datar 3
6. Sendok 1
7. Neraca analitik 1
8. Kompor 1
9. Centong 1
10. Gelas beker
11. Thermometer 1
12. Blender 1

2. Langkah-langkah
a. Pembuatan Pati Sukun
 Pisahkan daging buah sukun dengan kulit nya, lalu dicuci bersih,
 Potong kecil-kecil, keringkan dengan dijemur dengan sinar matahari
langsung,
 Jika sudah kering diblender lagi sampai halus, lalu diayak dengan saringan
b. Pembuatan Edible Film
Untuk sampel 1, 2, dan 3
 Pati sukun dilarutkan sebanyak 4 g dan pati jagung sebanyak 2 g ke dalam
100ml aquadest,
 Aduk dan panaskan hingga suhu 70℃ - 80℃ hingga mengental,
 Masukan gliserol sebanyak 2 ml (sampel 1), 3 ml (sampel 2), 4 ml (sampel
3) sambil terus diaduk dan dipanaskan selama 15 menit hingga larutan
tercampur rata dan menjadi gel,

Untuk sampel 4, 5, dan 6

 Pati sukun dilarutkan sebanyak 2 g (sampel 1), 2,5 g (sampel 2), dan 3 g
(sampel 3) dan dicampurkan dengan pati jagung sebanyak 2 g
 Larutkan ke dalam 100 mL akuades
 Aduk dan panaskan hingga suhu 70℃ - 80℃ hingga mengental,
 Proses pencetakan yang dimodifikasi (Rusli et al.,2017), larutan edible
film dituangkan dalam cetakan, kemudian dibiarkan hingga 2 jam pada
suhu ruang, selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan cara
didiamkan dalam suhu ruang selama 48 jam agar lembaran edible film
terbentuk dan mengering dengan sempurna, kemudian lepaskan edible film
dan diamkan selama 2 jam hingga mencapai suhu ruang.

Tabel 4.4 Rasio Perbandingan Sampel

Kode Sampel Pati Sukun Pati Jagung Gliserol


A 4g 2g 2 mL
B 4g 2g 3 mL
C 4g 2g 4 mL
D 2g 2g 3 mL
E 2,5 g 2g 3 mL
F 3g 2g 3 mL
G - 2g 3 mL

F. Tekhnik Pengumpulan Data

1. Observasi
Menurut Burhan (2007:115) observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu
dengan panca indra lainnya. Observasi yang digunakan adalah observasi
eksperimental. Yang mana pengamatan ini dihadapan pada situasi yang seragam,
dibuat variasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu, serta segala aksi dan
reaksi dicatat secara teliti.
2. Uji Eksperimen
Borg & Gall (1983), menyatakan bahwa penelitian eksperimen merupakan
penelitian yang paling dapat diandalkan keilmiahannya (paling valid), karena
dilakukan dengan pengontrolan secara ketat terhadap variabel-variabel
pengganggu di luar yang dieksperimenkan. Penelitian eksperimen ini juga
merupakan penelitian yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan cara
memberikan perlakuan tertentu terhadap objek penelitian untuk memicu keadaan
yang akan diteliti bagaimana akibatnya.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan (life histories), cerit a, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen
yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang berupa gambar, patung, film, dan
lain-lain.

G. Analisis Data
1. Uji Karakteristik
 Ketebalan
 Ketahanan terhadap air
Pengujian ini berdasarkan Ban, dkk (2005) termodifikas. Langkah pertama
dilakukan yaitu penimbangan edible film, lalu direndam dalam akuades
selama 60 menit. Selanjutnya, edible film dikeringkan pada temperatur ruang
sampai berat tetap dan dicatat massa yang tersisa. Persentase kelarutan
dihitung dengan rumus:
W −Wo
swelling= ×100 %
Wo
W = berat edible film basah
Wo = berat edible film kering
 Warna
 Tekstur
G. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Identifikasi Masalah

Observasi Langsung Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Perumusan dan Penyusunan


Pedoman Observasi

Uji Coba Pembuatan

Observasi

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Alur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Edible film adalah salah satu produk kemasan alternatif pengganti plastick yang ramah
lingkungan sehingga dapat mengurangi jumlah sampah plastik. Pembuatan edible film pada
penelitian ini menggunakan bahan utama yaitu pati sukun dan pati jagung serta bahan-bahan
pendukung lainnya yaitu gliserol. Bahan-bahan tersebut dapat memberikan karakter pada
edible film dan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari bahan-bahan utama edible film.
1. Sintesis Pati Sukun
Hal pertama yang dilakukan adalah proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pada pati
adalah pemecahan rantai polisakarida menjadi monomer-monomernya dengan
menggunakan air. Menurut Krochta (1994) proses gelatinasi pati sangat dipengaruhi oleh
kandungan amilosa dalam pati. Hal ini dikarenakan amilosa dapat mengelompokkan
molekul-molekul pati, yaitu melalui pembentukan ikatan hidrogen pada gugus hidroksil
intermolekuler antar rantai molekul amilosa. Adanya amilosa juga menjadikan struktur
bioplastik menjadi kuat dan kompak.
Proses hidrolisis pati sukun pada penelitian menggunakan pemanasan pada
temperatur 70-75℃ sekitar 30-45 menit ini agarproses hidrolisis tidak tidak berlangsung
sangat lama. Suhu juga mempengaruhi yang diperkuat oleh penelitian Coniwanti (2014)
menganggap bahwa suhu gelatinisasi sebagai suhu dimana transisi fase granula pati dari
keadaan yang teratur menjadi tidak teratur. Mekanisme pembentukan gel dimulai jika
larutan pati dipanaskan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pada sampel …
Edible film yang rapuh dapat diperbaiki dengan penambahan plasticizer. Plasticizer yang
digunakan adalah gliserol. Menurut Rodriguez (2006), gliserol baik dijadikan bahan
campuran dengan pati karena keduanya memiliki sifat yang sama yaitu yaitu mudah larut
dalam air. Plasticizer mampu mengurangi ikatan hidrogen dalam pati. Hal ini sesuai
dengan penelitian Agustin dan Karsono (2016) bahwa gliserol yang bertindak sebagai
plasticizer akan terletak diantara rantai biopolymer sehingga jarak kitosan dan pati akan
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai