Anda di halaman 1dari 12

I.

Fotomorfogenisis, fotoreseptor sinar biru (kriptokrom, fototropin, zeasantin), dan fotoreseptor sinar merah (fitokrom), jam biologis, ritme sirkadian dan fototropisme. Sejak cahaya merupakan satu faktor yang lebih signifikan dalam lingkungan alami, tidak seharusnya menjadi sebuah keterkejutan bahwa respon tumbuhan terhadap cahaya, disebut fotomorfogenesis, merupakan tema sentral pada perkembangan tumbuhan. Ketika telah diketahui bahwa pottensial perkembangan semua organisme ditentukan oleh gennya, kesadaran bahwa potensial pada tumbuhan sebagian besar ditentukan oleh cahaya. Efek pencahayaan pada perkembangan tumbuhan secara konvensional telah dipilih sebagai topik yang berbeda dari morfogenesis normal, tetapi perbedaan ini lebih sesuai dibandingkan dengan kenyataan. Memang, signifikansi fotomorfogenesis yang sesungguhnya dirangkumkan oleh H. Mohr dan W. Shropshire ketika mereka menulis Perkembangan normal pada tumbuhan tingkat tinggi adalah fotomorfogenesis (Mohr and Sshropshire, 1983). Sumber : http://studibiologi.16mb.com/arsip-kuliah/fisiologi-

tumbuhan/fotomorfogenesis-respon-terhadap-cahaya/ I.1. Fotoreseptor sinar biru Kriptokrom

UV A panjang gel antara 320-400 nm. Kriptokrom antara 320-500 nm, diduga berupa flavoprotein (melekat antara protein dan riboflavin), diduga bersatu dgn prot sitokrom pada membram plsma. Puncak kerjanya di daerah biru-ungu 450 nm. Fototropin

Fototropin berhubungan dengan membran plasma dan sebagian bertanggung jawab untuk fototropisme.

Zeasantin

I.2. Fotoreseptor sinar merah (fitokrom) Fitokrom, paling kuat menyerap cahaya merah dan merah jauh. Ada juga fitokrom penyerap cahaya biru. Penemuan sitokrom dari hasil pengamatan 1920, bahwa perbandingan lamanya masa penyinaran dan masa gelap mengendalikan pembungaan pada tumbuhan tertentu. C tk tumbuhan hari pendek (membutuhkan waktu malam yang lebih panjang untuk berbunga), akan terhambat bila dalam waktu malammnya diseling ada cahaya dalam waktu singkat. Yang paling efektf adalah cahaya merah jauh yang menghambat pembungaan tumbuhan hari pendek. Cahaya merah memacu perkecambahan biji-bijian, tetapi cahaya merah jauh dan biru menghambat. Cahaya merah jauh panjang gelombangnya lebih panjang dr cahaya merah 700-800nm (diatas 760 tdk terlihat oleh mataatau infra merah dekat). Pigmen cahaya merah disebut Pr (666nm) , pigmen cahaya biru dapat diubah oleh cahaya merah menjadi Pfr (730 nm)yang dapat menyerap cahaya merah jauh (warna hijau zaitun). Dan pigmen biru bias dihasilkan oleh Pfr. Fitokrom merupakan homodiner dr dua polipeptid identik, dgn Bm 120 kDa Polipeptid tadi masin2 mempunyai gugus prostetik disebut kromofor yang menempel pada atom belerang pada residu sisteinnya. Kromofor ad tetrapirol rantai terbuka,tersebut serupa dgn [pigmen pikobulin utk fotosintesis ganging merah dan sianobakteri Perubahan cis-trans g mengubah Pr menjadi Pfr Sumber : http://eshaflora.com/index.php? option=com_content&task=view&id=93&Itemid=1 I.3. Jam biologis

Tumbuhan juga memiliki sistem jam biologis. Mirip dengan manusia, circadian clock pada tumbuhan mengatur pola aktivitas-aktivitas harian seperti pengaturan hormon (3), photoperiodism (4) dan regulasi zat nutrisi (5). Circadian rhythm pada tanaman berhubungan dengan pengaruh dari hormon auxin. Dengan kata lain, pada saat-saat tertentu, tanaman menjadi lebih responsif terhadap auxin yang berpengaruh pada pertumbuhan batang ke atas menjauh dari tanah dan menuju cahaya. Pengaruh circadian clock ini terlihat pada hampir semua tahap dalam proses signalling auxin, mulai dari pembentukan hormon sampai dengan pertumbuhan batang (3). Photoperiodism dan jam biologis berhubungan sangat erat dalam perannya menentukan/memperkirakan panjang hari (1,4). Pada penelitian yang dilakukan di University of Tsukuba dan Akita Perfectural College of Agriculture di Jepang, dijelaskan bahwa transcript dengan nama PnC401 yang diperoleh dari induksi periode gelap pada tanaman Pharbitis nil cv Violet diregulasi oleh phytochrome dan circadian clock (6). Sebuah team internasional yang melakukan penelitian di New York University telah berhasil mengidentifikasikan bahwa master gene pengontrol jam biologis sensitif terhadap keadaan zat nutrisi pada Arabidopsis. Jejaringan hub CCA1 yang mengontrol jam biologis pada tanaman diketahui telah meregulasi gengen dalam proses asimilasi nitrogen yang merupakan zat nutrisi penting dan berhubungan dengan ekspresi gen (5). Sumber : http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2008/12/tumbuhan-mengenalwaktu/ I.4. Ritme sirkadian dan fototropisme Fototropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan cahaya. Gerak bagian tumbuhan yang menuju ke arah cahaya disebut fototropisme positif. Misalnya gerak ujung batang tumbuhan membelok ke arah datangnya cahaya.

Telaah mengenai mekanisme fototropisme di mulai oleh percobaan yang dilakukan oleh Charles Darwin dan putranya Francis. Percobaan dilakukan dengan menghilangkan ujung pucuk batang, dan didapatkan hasil bahwa fototropisme tidak terjadi disebabkan hilangnya pucuk tersebut. Begitu pula ketika ujung pucuk di lapisi bahan yang tidak dapat ditembus cahaya. Namun, fototropisme tetap terjadi ketika seluruh bagian tumbuhan dikuburkan ke dalam pasir hitam halus dan hanya ujung pucuk yang berada di luar, yang menyebabkan membeloknya batang. Dari percobaan ini dijelaskan bahwa, rangsangan (cahaya) terdeteksi pada suatu tempat (ujung pucuk) dan responnya (pelengkungan) dilaksanakan di tempat lain (daerah perpanjangan). Mekanisme fototropisme dijelaskan dari percobaan yang dilakukan oleh Boysen dan Jensen dan disempurnakan dengan penemuan auksin oleh F.W. Went. Auksin memiliki peran penting dalam pembelokan batang ke arah cahaya. Auksin merupakan kordinato kimiawi yang berperan dalam pertambahan sel dan pertumbuhan. Auksin berada pada ujung pucuk, sehingga ketika cahaya berada di atas tumbuhan, akan terjadi distribusi auksin dari pucuk ke daerah pemanjangan secara vertikal. Namun ketika cahaya diberikan dari salah satu sisi batang, menyebabkan distribusi auksin secara lateral (asimetrik) dari sisi yang mendapatkan cahaya ke sisi yang gelap. Bagian tanaman yang tidak disinari mendapatkan konsentrasi auksin yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan sisi batang yang pada daerah gelap akan mengalami pertumbuhan sel lebih cepat, sehingga batang seperti berbelok ke arah datangnya cahaya. Bagian tanaman yang tidak disinari mendapatkan konsentrasi auksin yang lebih tinggi. Diperkirakan distribusi auksin yang asimetrik, disebabkan oleh gabungan tiga mekanisme yang berbeda, yaitu: a. b. Terjadinya perusakan auksin oleh cahaya (photodestruction) pada Meningkatnya sintesis auksin pada bagian koleoptil yang gelap

bagian koleoptil yang terkena cahaya.

c. d.

Adanya angkutan auksin secara lateral dari bagian yang terkena Cahaya yang paling efektif dalam merangsang fototropisme adalah

cahaya menuju ke bagian yang gelap. cahaya gelombang pendek, sedangkan cahaya merah tidak efektif. Di duga respon fototropis ini ada kaitannya dengan karoten dan riboflavin, karena kombinasi penyerapan spectrum oleh karoten dan riboflavin mirip dengan pola kerja spektrum terhadap fototropisme. Sumber : http://swastikasari.blogspot.com/p/karya-ilmiah.html Respon langsung terhadap cahaya atau kegelapan yang penting, tetapi di samping itu, jam biologis telah berevolusi untuk proses waktu biologis. "Sirkadian" ritme (dari 'circa'-tentang,' hari dies'-a) adalah hasil yang terbaikditandai dari jam biologis, yang kali peristiwa yang terjadi sekali per hari. Bahkan dalam waktu tidak adanya isyarat lingkungan, irama sirkadian bertahan dengan periode hampir 24 jam. Jam sirkadian mengatur banyak aspek metabolisme, fisiologi dan perilaku. Mekanisme dari jam sirkadian telah sulit untuk menentukan, sampai identifikasi mutan ritme sirkadian dan gen serumpun mereka di Drosophila, Neurospora dan sekarang dalam organisme lain. Studi molekuler dan genetik menunjukkan bahwa periode 24-jam muncul dari sistem loop umpan balik yang saling berhubungan yang mengontrol transkripsi dari sejumlah kecil "gen jam". Umpan balik negatif, bersama dengan penundaan, pada prinsipnya cukup untuk menghasilkan osilasi; jam sirkadian nyata lebih kompleks, dan itu tetap menjadi tantangan untuk memahami kompleksitas ini. Ritme sirkadian lahiriahnya sangat mirip dalam semua spesies, tetapi gen yang membentuk mekanisme jam yang sangat berbeda (membandingkan hewan, tumbuhan, jamur dan cyanobacteria). Jam mungkin berevolusi beberapa kali untuk melakukan fungsi yang sangat mirip, sehingga mereka adalah contoh dari "evolusi konvergen". Pada tumbuhan, jam sirkadian mengatur sekitar 5% dari genom (> 1000 gen dalam Arabidopsis). Fungsi ritmis gen ini banyak proses kontrol, termasuk

daun dan gerakan kelopak, pembukaan dan penutupan pori-pori stomatal, pembuangan wewangian bunga dan aktivitas metabolis, terutama yang berkaitan dengan fotosintesis. Jam sirkadian juga mempengaruhi siklus musiman yang tergantung pada hari-panjang, termasuk regulasi berbunga.Sistem photoperiodic muncul tergantung pada jam sirkadian untuk mengukur durasi siang atau malam, sehingga pemantauan berlalunya musim. Arabidopsis thaliana, spesies model untuk genetika tanaman, pameran irama sirkadian terlihat dalam gerakan daun dan irama kurang jelas dalam ekspresi banyak gen, khususnya klorofil a / b gen binding protein (gen CAB). Gen reporter bercahaya, luciferase, telah digunakan untuk memvisualisasikan regulasi ekspresi gen sirkadian, menciptakan ritme cahaya pada tanaman transgenik. Ritme ini dapat dipantau secara bibit tunggal dengan pencitraan cahaya rendah video, yang telah memungkinkan identifikasi mutan ritme sirkadian di Arabidopsis. Sumber : http://me-elpp.blogspot.com/2011/12/fisiologi-tanaman-jam-

biologi-dan.html II. Gravitropisme, thigmotropisme, serta respon tumbuhan terhadap kekeringan, banjir, cekaman garam, cekaman panas, dan cekaman dingin. II.1. Gravitropisme Gravitropisme adalah gerak pertumbuhan ke arah atau menjauhi tarikan gravitasi bumi, di mana gerak ke arah gravitasi bumi disebut gravitropisme positif, sedangkan gerakan pertumbuhan menjauhi gravitasi bumi disebut gravitropisme negatif. Akar biasanya bersifat gravitropik positif. Akar primer umumnya lebih tegak dibandingkan dengan akar sekunder yang kadang tumbuh membentuk sudut hampir mendatar. Akar tersier dan akar tingkat berikutnya tidak bersifat gravitropik sama sekali dan tumbuh dengan arah tak beraturan. Jadi sistem perakaran saat tumbuh berdampingan dapat menjelajahi tanah lebih luas dibandingkan bila semua akar tumbuh lurus ke bawah. Salah satu hormon yang berperan dalam mekanisme gravitropisme adalah hormon

auksin, yang berfungsi untuk pemanjangan sel akar, di mana distribusi auksin pada sel akar diatur oleh gen-gen tertentu pada tumbuhan. Batang dan tangkai bunga biasanya bersifat gravitropil negatif, namun responsnya sangat beragam. Batang utama atau batang pohon bisanya tumbuh 180o dari pusat gravitasi bumi, sedangkan cabang, tangkai daun, rimpang, dan stolon biasanya lebih mendatar. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Gravitropisme II.2. Thigmotropisme Tigmotropisme adalah pergerakan pertumbuhan sel tanaman yang dirangsang oleh sentuhan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "thigma" yang berarti "sentuhan". Contoh dari tigmotropisme adalah pertumbuhan tanaman sulur seperti anggur dan tanaman yang pertumbuhannya merambat dan memiliki sulur yang membelit bagian penopangnya. Sulur tanaman akan tumbuh lurus hingga menyentuh sesuatu. Adanya kontak sulur tersebut merangsang sulur untuk tumbuh melilit, karena terjadi perbedaan kecepatan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan sel-sel yang terkena sentuhan akan memproduksi auksin sehingga pertumbuhannya menjadi lebih cepat hingga membengkok dan melilit sumber sentuhan. Contoh lainnya adalah sentuhan angin kencang pada tebing bukit membuat pohon-pohon yang tumbuh di sekitarnya memiliki batang yang lebih pendek dan gemuk apabila dibandingakan dengan pohon yang sama pada daerah yang terlindungi dari angin kencang. Respon perkembangan tumbuhan terhadap gangguan mekanis ini biasa disebut tigmomorfogenesis dan umumnya disebabkan peningkatan produksi etilen. Gas etilen ini merupakan hormon yang dibentuk sebagai respon terhadap rangsangan sentuhan yang hebat. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tropisme II.3. Respon tumbuhan terhadap kekeringan, banjir, cekaman garam, cekaman panas, dan cekaman dingin

Terhadap Cekaman Kekeringan

Pada hari-hari yang cerah, panas, dan kering, tumbuhan mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air), karena transpirasi lebih besar dari absorpsi air. Respon tumbuhan terhadap cekaman kekeringan:
Menutup stomata untuk mengurangi transpirasi

Menggulungkan daunnya Menurunkan laju fotosintesis


Memperdalam pertumbuhan akar ke bawah Mengkonservasi air, mengurangi penguapan Memperlihatkan durinya untuk menakut-nakuti herbivora

Terhadap Cekaman Banjir

Pada tanah yang terendam, akar tidak bisa berespirasi karena kekurangan oksigen pada rongga udara tanah. Respon tumbuhan terhadap cekaman banjir: Menyembulkan akar-akar udara
Menghasilkan buluh udara pada sel korteks akar sebagai alat

pemasukan oksigen Terhadap Cekaman Garam


Kelebihan garam dapur (NaCL) ataupun garam lainnya di dalam

tanah

menyebabkan:

Potensial air dalam larutan tanah menurun, sehingga akar-akar kehilangan air, walaupun tanah penuh dengan air. Konsentrasi natrium ataupun ion garam lainnya yang tinggi adalah toksik bagi tumbuhan Respon tumbuhan terhadap cekaman garam

Memproduksi linarut berupa senyawa organik yang dapat menjaga potensial air sel lebih negatif dari pada larutan tanah Tumbuhan halofit (halophyles), yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam, membuat kelenjar yang dapat memompakan garam keluar melewati epidermis daun. Terhadap Cekaman Panas \Kelebihan panas akan mengubah sifat dan metabolisme enzim sehingga merusak dan sering kali mematikan tumbuhan

Respon tumbuhan terhadap cekaman panas


Menutup stomata untuk mengkonservasi air Mensintesis protein pengejut panas (heat-shock protein) yang

mengikat protein lainnya untuk membantu mengurangi denaturasi Terhadap Cekaman Dingin Temperatur yang dingin menyebabkan membran biologis kehilangan fluiditasnya karena lipidanya terikat kedalam bentuk kristal, sehingga transportasi zat dan fungsi protein membran terganggu Respon tumbuhan terhadap cekaman dingin Menambah asam lemak tidak jenuh pada membran lipidnya yang dapat menghalangi pembentukan kristal, sehingga fluiditasnya dipertahankan Terhadap Cekaman Pembekuan (Freezing) Pembekuan menyebabkan terbentuknya es di dalam dinding sel dan ruang antar sel hampir semua tumbuhan, serta menurunkan potensial air ekstra selluler, sehingga menyebabkan plasmolisis Respon tumbuhan terhadap pembekuan

Sebelum menghadapi musim salju, sel akan meningkatkan level sitoplasmanya dengan linarut spesifik, semisal gula, yang toleransinya lebih baik pada konsentrasi tinggi dan membantu mengurangi kehilangan air dari sel selama temperatur dingin di luar sel tersebut. Summber : http://mahasiswatani.blogspot.com/2012/09/respon-dan-pertahanantumbuhan-respon.html III. Pertahanan fisik dan pertahanan kimia dari tumbuhan terhadap

herbivora Pertahanan tumbuhan terhadap herbivora dapat berupa :


Pertahanan fisik misalnya duri Pertahanan kimia, misalnya produksi senyawa toksik yang Pertahan biologis, misalnya mendatangkan hewan predator

tidak disukai Sumber : http://mahasiswatani.blogspot.com/2012/09/respon-dan-pertahanantumbuhan-respon.html IV. Mekanisme pertahanan berupa pengenalan gen ke gen, respon

hipersensitif dan resistensi secara sistematik terhadap patogen


Pengenalan gen ke gen

Tumbuhan umumnya resisten terhadap patogen, karena tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengenal patogen dan menyusun pertahanan terhadap patogen tersebut. Resistensi spesifik terhadap penyakit tumbuhan, berdasar pada pengenalan gen ke gen.

Pengenalan gen-ke-gen bergantung pada pasangan yang cocok antara allel genetik tumbuhan inang dengan allel patogen. Resistensi terjadi apabila tumbuhan dengan allel resisten dominan (R) mengenal patogen yang mempunyai allel avirulen komplementer

Respon hipersensitif

Tumbuhan yang tidak mempunyai resistensi genetik akan berespon terhadap patogen virulen dengan menyusun suatu serangan kimia lokal, sedangkan tumbuhan yang berdasar pada pasangan R-Avr akan berespon terhadap patogen avirulen dengan membentuk pertahanan berupa respon hipersensitif. Resistensi secara sistemik

Resistensi hipersensitif bersifat lokal dan spesifik. Merupakan respon pertahanan berdasar pengenalan gen-ke-gen (R-Avr) antara tumbuhan inang dan patogen. Resistensi secara sistemik bersifat non spesifik dan memberikan pertahanan terhadap bermacam-macam patogen untuk jangka waktu beberapa hari. Salah satu bentuk modifikasi asam salisilat adalah asetil salisilat, merupakan satu bahan aktif dari aspirin yang dapat diperoleh dari serpihan kulit kayu willow (Salix) Tumbuhan mempunyai dua garis pertahanan terhadap patogen :

Garis pertahanan pertama, yaitu perlindungan fisik tumbuhan berupa epidermis dan periderm, namun masih bisa dipenetrasi oleh virus, bakteria, spora, dan hifa jamur melalui luka atau melalui stomata Garis pertahanan kedua, yaitu serangan kimia yang membunuh patogen dan mencegah penyebarannya dari tempat infeksi. Sistem pertahanan kedua ini ditingkatkan melalui kemampuan yang diwariskan pada tumbuhan untuk mengenal patogen tersebut.

Sumber

http://mahasiswatani.blogspot.com/2012/09/respon-dan-

pertahanan-tumbuhan-respon.html

Anda mungkin juga menyukai