Fototropisme adalah gerakan dari tumbuhan yang menuju arah rangsangan cahaya dan
gerak ini biasanya terjadi pada pergerakan tumbuhan melalui pergerakan batang. Hal ini
dapat kita saksikan pada tanaman pot yang ditempatkan dekat jendela atau di bawah tuturan
dimana cahaya hanya datang dari satu pihak, maka terlihat ujung dari batang tersebut
membelok menuju ke cahaya atau ke arah datangnya cahaya (Dwijoseputro, 1980).
Selanjutnya Wilkins (1989) menyatakan bahwa sudah lama diketahui bahwa tumbuhan
mengarah pada arah datangnya cahaya. Reaksi ini merupakan perbedaan pertumbuhan dari
organ tumbuhan yang disinari. Reaksi pertumbuhan ini yang dikenal sebagai fototropisme
telah diteliti oleh Charles Darwin di tahun 1880. Ia menyatakan bahwa koleoptil dari
kecambah rumput Avena dan Phalaris sangat peka terhadap cahaya dan apabila ujung
koleoptil disinari sepihak maka akan membengkok ke arah sumber cahaya.
Wilkins (1989) menyatakan lagi bahwa cahaya merah, hijau dan kuning mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap fototropisme, tetapi cahaya biru menunjukkan pengaruh yang
nyata pada pembengkokan koleoptil. Pigmen yang berperan untuk mengabsorbsi energi
radiasi yang aktif dalam fototropisme belum dapat diidentifikasikan. Tetapi ada dua pigmen
karoten dan riboflavin diduga berfungsi sebagai pengabsorbsi cahaya. Hasil dari penelitian
Asomaning dan Galtso (1961) dalam Wilkins (1980) menyatakan bahwa pigmen flavin dan
karotinoid merupakan fotoreseptor diFototropisme yang mana didalam situasi fisik tertentu,
memiliki karakteristik yang cocok pada panjang gelombang 400-500 nm. Perbedaan
keduanya terjadi pada puncak penyerapan yang terbesar. Pada flavin terjadi di dekat panjang
gelombang 370 nm sedangkan karotenoid terjadi pada panjang gelombang 450 nm.
Selanjutnya ditambahkan pula oleh fitter dan Hay (1998) keterlibatan kedua pigmen tersebut
dipengaruhi oleh hormon IAA (Indole Acetyc Acid).
Respon fototropik bersifat adaptif, perbedaan diantara tanaman-tanaman yang
beradaptasi terhadap habitat yang berlawanan akan terjadi demikian juga halnya pada
perbedaan genotip pada pola susunan daun (Turesson, 1922 dalam Fitter dan Hay 1998).
Tanaman-tanaman dengan susunan daun yang menyebar (prostat) akan mempunyai koefisien
peredaman cahaya yang jauh lebih besar di dalam kanopi daripada yang berdaun tegak.
Perubahan di dalam pola cahaya di dalam ruangan berlangsung sangat pendek jika
dibandingkan respon nasti. Gerakan-garakan daun dan petiole yang dikendalikan oleh
perubahan turgor, terjadi hampir selalu terus-menerus dalam keadaan yang terkendali. Untuk
tanaman-tanaman yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya yang rendah, gerakannya
mengikuti matahari untuk memastikan iluminasi maksimum, untuk tanaman pada cahaya
yang kuat, secara normal menghindari reaksi untuk mengurangi beban panas pada daun dan
memungkinkan daun-daun di bawah kanopi untuk menerima cahaya. Bila matahari jauh dari
zenith gerakan semacam ini dapat mempengaruhi luas indeks daun secara nyata.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rawson, dkk (1987) tentang pengaruh cahaya dan
temperatur terhadap perkembangan kanopi dan produksi biji bunga matahari dikatakan bahwa
perkembangan kanopi dari pemunculan jumlah daun dan ukuran daun dari peningkatan
temperatur yaitu 0.02 daun/hari/oC. Dari hasil pengamatan yang didapat ditemukan
kecepatan pemunculan daun lebih cepat sebesar 40% pada temperatur 25-30oC dibandingkan
dengan temperatur 13-18oC pada radiasi di musim panas sedangkan pada perluasan daun
lebih panjang 40% pada temperatur 13-18oC dibandingkan pada temperatur 25-30oC.
AUKSIN