Anda di halaman 1dari 20

Bioremediasi

1. Kajian Umum Mengenai Bioremediasi


Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat
diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bio yang dimaksud adalah
organisme hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan
pemecahan atau degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih
sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut. Bioremediasi merupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses
biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan. Yang termasuk dalam
polutan antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa
organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi
mempunyai potensi menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan
paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses
pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti
karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996),
bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk
menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan
sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Jadi
bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang
berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme,
bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki
kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam
perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair ( misalnya
menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan
ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang dapat
melakukan remediasi disebut dengan tanaman hiperakumulator, contohnya adalah
sebagai berikut.

Proses fitoremediasi meliputi fitoakumulasi, rhizofiltrasi, fitostabilisasi,
rizodegradasi, fitodegradasi, dan fitovolatisasi.
1. Fitoekstraksi atau fitoakumulasi yaitu proses tumbuhan menarik zat
kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan.
2. Rhizofiltrasi yaitu proses adsorbs atau pengendapan zat-zat kontaminan
pada akar (menempel pada akar).
3. Fitostabilisasi yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar
yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut
menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan dibawa oleh aliran
air dalam media.
4. Rhizodegradasi atau fitostimulasi yaitu penguraian zat-zat kontaminan
dengan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan. Misalnya
ragi, fungi dan bakteri.
5. Fitodegradasi atau fitotransformasi yaitu proses yang dilakukan tumbuhan
untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang
kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul
yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tanaman itu
sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar
di sekitar perakaran dengan bantuan enzim berupa bahan kimia yang
mempercepat proses degradasi.
6. Fitovolatilisasi yaitu proses menarik dan transp.irasi zat-zat kontaminan
oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai
bahan yang tidak berbahaya lagi utnuk selanjutnya diuapkan ke atmosfer.

Tujuan dari bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida
dan air) atau dengan kata lain mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari
lingkungan. Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai
bidang, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Bidang Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah
tersebut menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam
lingkungan yakni telah membantu mengurangi pencemaran dari limbah
pabrik, misalnya pencemaran limbah oli di laut Alaska berhasil
diminimalisir dengan bantuan bakteri yang mampu mendegradasi oli
tersebut.
2. Bidang Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan
semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus
bergerak dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis
Bioremediation Products, Inc., di San Clemente, Calif.
3. Bidang Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya
ramah lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam
pengolahan limbah memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih,
sehingga bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang lebih baik.
4. Bidang Pendidikan
Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu
penelitian terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara
jelas. Pengetahuan ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia
pendidikan sains.

Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan
biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi
aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada proses ini
terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang
kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan
proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di
lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks
dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang
dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan
biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan
lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin,
selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir
metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan
mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan
aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik,
sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan
tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang
degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap
mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara
untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Jenis-jenis bioremediasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu bioremediasi yang
melibatkan mikroba dan bioremediasi berdasarkan lokasinya.
1. Bioremediasi yang melibatkan mikroba
Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba
dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a. Biostimulasi
Biostimulasi adalah suatu proses yang dilakukan melalui
penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme (misalnya nutrien dan oksigen) atau menstimulasi
kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi)
agar mikroorganisma tumbuh dan beraktivitas lebih baik. Nutrien
dan oksigen dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air
atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah
tersebut. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati.

b. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan atau introduksi satu jenis
atau lebih mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah
mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered
strains). Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan
kontaminan tertentu kemudian ditambahkan ke dalam air atau
tanah yang tercemar. Tetapi proses ini mempunyai hambatan yaitu
sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal, karena
mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi. Dalam beberapa hal, teknik
bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.

c. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan
manusia) dalam air atau tanah yang tercemar.

2. Bioremediasi berdasarkan lokasi
Bioremediasi berdasarkan lokasi dapat dilakukan secara in-situ dan ex-
situ.
a. Bioremediasi in-situ, yaitu proses pengelolaan limbah di lokasi
limbah itu berada dengan mengandalkan kemampuan
mikroorganisme yang telah ada di lingkungan tercemar untuk
mendegradasinya.
b. Bioremediasi ex-situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan
mengambil limbah di suatu lokasi lalu ditreatment di tempat lain,
setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Kemudian diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa
lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu
me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih
beragam.

Secara umum proses bioremidiasi memiliki beberapa kelebihan, namun
kelebihan tersebut selalu diimbangi dengan kelemahan walaupun sedikit. Berikut ini
merupakan perbandingan kelebihan dan kelemahan dalam bioremediasi.
> Kelebihan bioremediasi
* Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara
alamiah sudah ada dilingkungan.
* Bioremediasi tidak menggunakan atau menambahkan bahan kimia berbahaya
(ramah lingkungan).
* Tidak melakukan proses pengangkatan polutan.
* Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
* Dapat dilaksanakan di lokasi atau di luar lokasi.
* Menghapus resiko jangka panjang

> Kelemahan bioremediasi
* Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi.
* Membutuhkan pemantauan yang intensif
* Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
* Membutuhkan lokasi tertentu

2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediase
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a. Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya
aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga
proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang
cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun
kerikil kasar sehingga disp.ersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung
dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran
sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
b. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan
pada suhu 38
o
C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan
kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada
temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat
mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi
tempat dilaksanakannya bioremediasi.
c. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun
kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan
demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi
hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya
oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi
hidrokarbon minyak.
d. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi
biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan
fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih
cepat dan pertumbuhannya meningkat.
e. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah
interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah
satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses
transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energi
yang dihasilkan.

3. Jenis-Jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu
teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan
bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya
di lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant),
yaitu bahan yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan
atau didekomposisi, baik secara alamiah yang dilakukan oleh
dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia,
contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih
cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang
cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan
merkuri.

Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat
dibedakan menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya
(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil
penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang
sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida,
herbisida, plastik dan serat sintesis.

Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang
berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa
kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar
dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui
proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi
di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya. Berikut ini
merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam mendegradasi
polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon
alifatik dan aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari
proses destilasi bertingkat. Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di
alam, masing-masing fraksi minyak bumi akan menyebabkan pencemaran
yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam
minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan
kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak
bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang
sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
a. Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri
merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau
mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam
air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri
yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya
yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi
komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi
alkana normal.
b. Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan
komponen yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang
mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri pendegradasi
komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat
karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki
substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan
komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan
lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah
didegradasi.
Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi
minyak bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri
hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang dapat menguraikan komponen
minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan
menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh dari
bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter,
Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium,
Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas,
Bacillus. Beberapa contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi
minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete, Cunninghamella,
Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces,
Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis,
Trichoderma, Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas
aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces
viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau bioemulsi.
Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan
keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas
molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat
molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan
permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan
emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri.
Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui
beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa
cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya
ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu
a. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,
trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul
hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan,
ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
b. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan
bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair,
bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan
permukaan medium.

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.
Ada substrat (misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan
biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak
diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat
hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan
menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu,
senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu
dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga
melepaskannya ke dalam medium.
Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri
yaitu sebagai berikut.
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada
kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika
sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus
yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat
hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan
substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini
terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri
Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau
tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi
dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon
dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang
dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada
minyak bumi yaitu:
1. Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 1 x 1,5 5,0
mikrometer. Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang
motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat
pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu
bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai
terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan
sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak
memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau
positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2
dan CO sebagai sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum
digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri
Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat
kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Adapun
mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas
yaitu:
a. Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk
pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh
merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya
O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian
hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi
molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu
atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
b. Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara
aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon
aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E.
Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan
pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang
secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa
ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase
menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus
asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
2. Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang
tidak teratur 0,8 1,2 x 1 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan
batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 1
mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam
dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase
positif, temperatur optimum 25 30oC.

3. Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 1,6 mikrometer
dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase
stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora.
Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini
bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron
pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C,
dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif
dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk
menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga
mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa
menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen,
akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah
satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa
digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
4. Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal,
berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai
ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang 3-5 ?m. Merupakan bakteri gram
positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-
9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak
bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-
satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat
merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp.
yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus,
Bacillus laterospor.



Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga
dapat dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi
hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium.
Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur
Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa
hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan
hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim
lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH
yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil
metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya
dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba
sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium
glabrum, P. janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ),
Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi
hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom
P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki
mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol,
difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut
air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini
merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.

2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang
berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di
lingkungan merupakan masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat
di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan
keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara
maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-
logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb),
tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik. Bahan pencemar
berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui
makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba
memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai
donor atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan
interaksi mikroba terhadap logam antara lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada
permukaan sel serta membawanya ke dalam sel untuk berbagai
fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu
menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada
sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam
metabolisme energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang
bermuatan negatif dalam proses yang disebut biosorpsi.

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan
dengan cara detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan
bioakumulasi.
1. Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat
yang bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik.
Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan
memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
2. Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat
pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa
yang dapat larut dalam air.
3. Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam
berat dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas.
Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk
membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini
biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.
4. Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang
berhubungan dengan lintasan metabolism.

Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari
fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan.
Adapun contoh mikroba pendegradasi logam yaitu :
1. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah
Cr (VI) menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil
metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion,
sistein, dll.
2. Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan
hidrogen sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam
Cu.
3. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang
menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk
mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa
menghasilkan energi.
4. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam
melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai
sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan
bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain
berperan sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga
merupakan bahan penyusun selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh
bakteri ini adalah sebagai berikut.
5. Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan
pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan
senyawa sulfat. Secara umum reaksinya adalah:
6. Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga
dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel
Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam
dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga
terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil,
amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam
dinding sel dalam sitoplasma.
7. Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat
mengakumulasikan Pb dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus
arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur
mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

2.4 Teknik-teknik yang berperan dalam bioremediasi di lingkungan
terestrial dan akuatik
Polutan dapat tersebar dengan mudah di lingkungan terestrial dan
akuatik. Namun dengan bantuan beberapa mikroorganisme yang telah
dijelaskan di atas, polutan tersebut dapat diremediasi. Adapun teknik
yang berperan dalam bioremediasi di lingkungan terestrial dan akuatik
adalah sebagai berikut.
1. Teknik bioremediasi di lingkungan terestrial
Lingkungan terestrial atau tanah apabila tercemar oleh polutan
maka akan merusak lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk
hidup. Secara umum untuk menghilangkan polutan pada tanah
tersebut, ada beberapa teknik bioremediasi yang digunakan, yaitu :
a. Composting
Pada teknik ini, bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan
organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan
membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat
berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian.
Untuk mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P,
atau nutrient anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering
ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut
windrow. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang
besar atau luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari
bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara
mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi.
Kelembaban bahan campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan
terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat
mencapai 50-600C. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan
perombakan bahan oleh mikroba. Metode composting telah digunakan
misalnya untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada
skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini dapat
menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam
sedimen yang tercemar oleh bahan-bahan tersebut.
b. Biopile
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan.
Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang
dilakukan di permukaan tanah. Teknik ini juga disebut sebagai aerated
compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan terjadi secara
alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk
menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang
diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan
oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban.
Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip
dengan landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan
cara membolak-baliktanah dengan cara dibajak, sedangkan pada
biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada biopile ada dua
cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk
memasukkan oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang ke-dua
menggunakan blower untuk menginjeksikan udara ke dalam tanah.
Secara umum dilakukan pencampuran bahan terlebih dahulu,
kemudian diproses biopile dan hasil proses biopile dilakukan
revegetasi.

Urutan proses biopile adalah : (1) Diberi aerasi menggunakan pipa-
pipa, (2) Diberi mikroba pendegradasi bahan pencemar, (3) pH diatur
dengan pemberian kapur, (4) Diberi tambahan nutrien NPK, (5) Diberi
bulking agent untuk menggemburkan tanah (6) Diberi tanah
pencampur untuk menurunkan kandungan bahan pencemar (7) Dari
hasil uji dapat menurunkan TPH sampai dibawah 1% dalam waktu 1
bulan
c. Landfarming
Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau
landapplication. Cara ini merupakan salah satu teknik bioremediasi
yang dilakukan di permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi
aerob, dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Landfarming
merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan, dan
banyak digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi
lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya. Kondisi
lingkungan, kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan
pelaksanaan teknik landfarming. Untuk tanah tercemar, tanah
hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau
(loam) atau lanau kelempungan (loamy clay). Apabila diterapkan pada
tanah lempung dengan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit
dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras
apabila terkena air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan secara ex-
situ maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka
air (water table) maka landfarming dapat dilakukan secara in-situ.
pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan
rendah masih sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan
pencemar yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini
karena dilakukan secara terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah
10%.
Kemungkinan pelaksanaannya apabila tersedia lahan, alat berat
untuk menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang
mendukung. Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk
diterapkan teknik landfarming secara ex-situ. Kondisi lingkungan;
iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat
mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah
cepat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan
penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan, tanah menjadi terlalu
jenuh air, sehingga menghambat biodegradasi pencemar karena aerasi
terhambat.

Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali
limpahan air, pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan
pengolah untuk menampung tanah tercemar dan tempat pengolahan
landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama
berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya
pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali
resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay
yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang
lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density
Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara,
cuaca, air tanah dan sebagainya.
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil
dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu
dan bahan lain. Selanjutnya tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya
diatur. Penambahan nutrient juga disebut biostimulation. Pada jenis
tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk
gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan
porositas dan konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah
ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga
kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara
periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang
cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila diperlukan
pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi
cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat
ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk
NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji
dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming,
secara periodik dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan
pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu penyelesaian proses
landfarming.
Salah satu pencemaran yang dapat terjadi pada tanah adalah
pencemaran minyak bumi. Minyak yang merembes ke dalam tanah
dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen dan meracuni
mikroorganisme tanah sehingga mengakibatkan kematian
mikroorganisme tersebut. Tumpahan minyak di lingkungan dapat
mencemari tanah hingga ke daerah sub-surface dan lapisan aquifer air
tanah. Pengolahan limbah minyak bumi dapat dilakukan menggunakan
teknik bioremediasi eks-situ. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan harus
disiapkan agar mencegah terjadinya infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar
harus menggunakan lapisan tanah liat dan geomembran serta
dilengkapi sistem drainase. Limbah yang keluar dari tempat
bioremediasi harus ditampung untuk kemudian diolah sebagai limbah
cair. Tahapan bioremediasi minyak bumi pada tanah adalah sebagai
berikut.
1) Penyiapan lokasi
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan
permeabilitas K< 10-7 m/detik atau jenis lapisan sintetis lain yang
mempunyai karakteristik sama. Selanjutnya dilapisi dengan
geomembran dengan ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30 cm, dan
penutup sementara.
2) Tahap bioremediasi
Limbah minyak bumi yang diolah, maksimal mengandung minyak
20% berat. Kemudian dicampur dengan tanah bulking agent sampai
rata. Perbandingan antara materi pencampur (tanah dan bulking agent
lain) dengan limbah sludge maksimal 3:1. Agar terjaga
kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah diperkaya
nutrien untuk pertumbuhan bakteri. Mikroba atau bakteri perombak
minyak bumi dapat ditambahkan ke dalam air pencampur untuk
mempercepat proses dan untuk menjamin terjadinya penurunan TPH
(Total Petroleum Hydrocarbon). Penggunaan bakteri perombak
minyak bumi sebaiknya menggunakan bakteri lokal yang diisolasi dari
lokasi atau tempat lain di Indonesia. Penggunaan bakteri impor hanya
diizinkan apabila bakteri tersebut termasuk GMO (genetically
modified microorganism) dan harus mendapat persetujuan dari
Departemen Pertanian. Melakukan pengamatan terhadap penurunan
kandungan minyak atau dalam bentuk TPH untuk meyakinkan
terjadinya proses biodegradasi dapat dilakukan dengan pengukuran
terhadap pertumbuhan jumlah bakteri dalam tanah dan transformasi
nitrogen. Proses bioremediasi limbah sludge lebih baik dilakukan pada
kondisi aerob, sehingga perlu suplai oksigen. Kelembaban perlu dijaga
agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Pengolahan secara
bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar
minyak sebesar 70% dari total kandungan minyak sebelum proses
dalam waktu 4 bulan dan menurunkan kandungan petroleum
hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total kandungan C< 9
sebelum proses dalam waktu 4 bulan. Limbah padat sisa bioremediasi
dapat ditimbun ke dalam landfill dan atau dimanfaatkan. Landfilling
harus sesuai tata cara landfill yang diatur pemerintah.
2. Teknik bioremediasi di lingkungan akuatik
Lingkungan akuatik atau perairan apabila tercemar oleh polutan
juga akan merusak lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk
hidup. Oleh sebab itu, bioremediasi juga dilakukan di lingkungan
akuatik atau perairan. Namun bioremediasi yang dilakukan di perairan
cukup sulit karena terdapat beberapa faktor pembatas, antara lain :
* Jumlah bakteri (semakin lama waktu degradasi, maka semakin tinggi
total bakteri sampai batas tertentu sebelum terjadi fase kematian).
* Suhu air laut yang rendah.
* Kurangnya sumber nitrogen dan garam fosfat yang diperlukan
untuk pertumbuhan bakteri menyebabkan degradasi alami
yang dilakukan bakteri terjadi dalam waktu lama.
Pencemaran yang paling sering terjadi pada lingkungan akuatik
adalah di laut, dengan jenis polutannya minyak bumi. Limbah minyak
adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak,
pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan,
dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Pada umumnya,
pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan
(blow out) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan
minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut
dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia.
Diantara proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation),
menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi
(polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam
minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in
water emulsions), foto oksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi,
dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya
adalah secara in-situ burning, penyisihan secara mekanis,
bioremediasi, penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia
dispersan, dan washing oil.
a. In-situ burning, adalah pembakaran minyak pada permukaan laut,
sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan
laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang
terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk
mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun,
pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk
mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api
sering tidak terkontrol.
b. Penyisihan minyak, secara mekanis melalui dua tahap, yaitu
melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan
pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan
mekanis yang disebut skimmer.
c. Bioremediasi yaitu proses pendaur ulangan seluruh material
organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan
menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu, teknik
bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen, sehingga
mempercepat penurunan polutan. Adapun bioremediasi yang bisa
diterapkan pada tumpahan minyak yaitu :
* Nutrient Enrichment
Ketika minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan
mikroorganisme untuk mendegradasi petroleum dibatasi oleh kurang
mencukupinya nutrien. Penambahan nitrogen,fosfor, dan nutrien lain
dimaksudkan untuk mengatasi kurangnya nutrien dan
memungkinkanuntuk proses biodegradasi petroleum pada laju yang
optimal.
* Seeding with Naturally Occurring Microorganisms
Seeding (inokulasi) merupakan penambahan mikroorganisme pada
suatu lingkungan untuk menaikkan laju biodegradasi. Nutrien juga
selalu disertakan seed culture
* Seeding with Genetically Engineered Microorganisms (GEM)
Alasan dibuatnya organisme ini adalah kemungkinan dapat didesain
agar mampu mendegradasi fraksi petroleum lebih efektif daripada
spesies alami atau mampumendegradasi fraksi petroleum yang tidak
dapat didegradasi oleh spesies alami.
d. Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent)
dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini
berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga
mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan
minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada tiga jenis
sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk
gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis
(busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
e. Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak
menjadi tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan
kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
f. Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
Selain di laut, bioremediasi di lingkungan akuatik juga dapat
dilakukan di tempat tambak. Dalam hal ini digunakan campuran
bakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasi diantaranya Bacillus sp. dan
Saccharomyces sp., serta campuran dari Bacillus sp., Nitrosomonas sp.
dan Nirrosobacter sp. pada sistem budidaya udang sebagai agen
bioremediasi senyawa metabolit toksik arnonia dan nitrit di tambak
udang. Penggunaan bakteri nitirifikasi dan denitrifikasi untuk
berfungsi menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik
(amonia, nitrit dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi
ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa
nitrogen yang berasal dari pakan dan berupa dilepaskan berupa gas N2
1 N20 ke atmosfer. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi
amonia menjadi nitrit atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan
mereduksi nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida (N20) atau gas
nitrogen (N2). Pemberian bakteri nitrifkasi dan denitrifkasi sebagai
agen bioremediasi ke dalam tambak udang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan bakteri yang berperan dalam proses
remineralisasi unsur nitrogen dan membantu proses purifsi alarniah
(selfpurification) dalam siklus nitrogen.


2.5 Perkembangan Teknologi Bioremediasi
Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil
adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif
lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3
dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme
(khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan
umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi
ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba
indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan
mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan
penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Limbah cair dan air bawah tanah bisa tercemar melalui banyak cara tergantung pada materi
yang dibutuhkan oleh bioremediasi untuk pindahkan. Ada tiga teknologi bioremediasi air,
yaitu :
a. Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair)
Langkah-langkahnya air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa
menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring
menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut
sludge. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri
anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan
metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman.
Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge
menjadi partikel-partikel kecil. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan
sebagai lahan pertanian atau pupuk. Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut
Candidatus, Brocadia, Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi
ammonium pada suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin). Penting
sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air dialirkan ke sungai atau
laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi memberikan dampak negatif bagi
lingkungan,
b. Groudwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari
air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremediasi ex
situ (bagian atas permukaan tanah) dan bioremediasi in-situ (di dalam tanah).
a) Bioremediasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan
bioreactor. Dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm bakteri ini
mendegradasi polutan pupuk/nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
b) Bioremediasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan
oksigen dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
c. Turning wastes into energi
Pada waktu proses bioremediasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana.
Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar,
sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk. Contoh Bakteri anaerobik
Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan
besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana
bisa menghasilkan energi. Peluang tehnologi bioremediasi kedepan adalah pengembangan
green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan system one top solution
(close system) dan dengan pendekatan multiproses remediation technologies, artinya
pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada
kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan
dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement)
untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkonrol atau bahkan mengeliminasi B3 hasil
bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan. Dengan keseluruhan
rangkaian proses dari mulai limbah dikeluarkan, bioremediasi, phytoremediasi dan
pembentukan vegetasi adalah greening program yang merupakan bentuk pengelolaan limbah
B3 secara terpadu (integrated waste management). Biasanya greening program juga
merupakan salah satu bentuk aktifitas community development dari perusahaan-perusahan.
Untuk wilayah pesisir dan pantai greening program dapat berupa penanaman kembali bibit
mangrove dan vegetasi pantai lain ataupun program lain seperti artificial reef, fish shelter
ataupun reef transplantation. Bentuk disseminasi publik juga dapat dikemas dalam bentuk
pelatihan dan tranfer teknologi agar aplikasi bioremediasi kepada masyarakat sebagai share
holder (pola kemitraan), bersama-sama pemerintah dapat mengontrol kegiatan monitoring
dan evaluasi dari kegiatan bioremediasi dan rehabilitasi lahan.
Bioremediasi dapat berperan dalam pemulihan dampak negatif penambangan batu bara.
Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
1. Lubang tambang: Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa
atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa
direklamasi
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan jangka panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan
seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang
juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk
dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti
mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit
pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma
dan bronchitis kronis.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung
terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati
(2006) menunjukkan bahwa kandungan sulfat pada tanah bekas tambang batubara PT. Bukit
Asam di Sumatera Selatan mencapai 60.000 ppm, pH 2,8 dan kandungan logam-logam jauh
di atas ambang batas untuk air bersih. Kualitas lingkungan perairan yang demikian dapat
mengganggu kesehatan manusia dan kehidupan lainnya. Disamping itu, kondisi tanah yang
demikian degraded. Pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan
pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan
mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak
tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan,
1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010)
turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan
tersebut.
Batu-baru ini pakar bioremediasi Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menemukan
bahwa penggunaan teknologi Bioremesiasi telah terbukti sangat efektif untuk memulihkan
tanah tercemar crude oil (Edwan Kardena, 2010). Teknologi bioremediasi dengan
menggunakan mikroba sebagai pengurai bahan pencemar dari crude oil juga menjadi
teknologi paling murah disamping ketersedian mikroba yang sangat banyak ditemukan di
alam. Penggunaan bioremediasi sudah harus menjadi kewajiban bagi perusahaan minyak dan
gas di Indonesia sebagaimana telah diimplementasikan pertama sekali oleh perusahaan
minyak Chevron di Amerika Serikat. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Nomor 128/2003 yang sekarang menjadi payung hukum penggunaan
bioremediasi di Indonesia. KLH sangat ketat mengatur dan memantau setiap proyek
pemulihan lingkungan, termasuk dengan metode bioremediasi. Sebelum memberikan izin
kepada suatu perusahaan, perusahan tersebut terlebih dahulu harus mempresentasikan
rencana dan teknologi remediasinya.
Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan
lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi alamiah mineral sulfida
yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan. Untuk menganggulangi
air asam tambang ini biasanya menggunakan active dan passive treatment, yang masing-
masing memiliki metode-metode sendiri. Secara teknis, limbah minyak bumi bisa dibersihkan
menggunakan bakteri Bacillus sp. ICBB 7859. Sementara limbah merkuri bisa menggunakan
Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512. Sedangkan fenol menggunakan khamir Candida sp.
ICBB 1167 dan Pseudomonas sp. Dalam bidang pertanian, teknologi ini pernah di uji
cobakan di Lembang. Pada daerah persawahan yang tercemar oleh limbah pabrik tekstil yang
mengandung kadmium. Unsur beracun terberat kedua setelah merkuri. Setelah dibioremediasi
dalam hitungan minggu, persawahan pun kembali dapat ditanami padi.
Contoh penggunaan teknologi bioremediasi yang dilakukan baru-baru ini adalah
pembersihan lingkungan tercemar minyak bumi dengan penambahan nutrisi serta
pengendalian kelembaban dan pengharaan yang dapat menurunkan 80-90% total pencemar
minyak. Di lab mikrobiologi tanah dan lingkungan Fakultas Pertanian UGM telah ditemukan
empat isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu isolat GMY 1 (belum teridentifikasi),
isolat Paenibacillus GMD 1 yang mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik serta
Acetobacter calcoaticus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat mendegradasi alkana (C15-
C16).


Pertanyaan.
1. knapa harus jamur?
2. Efesien yg mana aerob atau anaerob
3. Insitu eksitu kapan?
4. Bioremediasi Pada air
5. Tantangan
6. Bakteri pada minyak.
7. Proses pemberian bakteri.
8. Tambahin lengkapnya.
9. Penjelasan tiap tipe bioremediasi.
10.

Anda mungkin juga menyukai