Anda di halaman 1dari 54

Bagian kemoterapi obat

2.1
43. Antibiotik Beta-Lactam dan Penghambat
Sintesis Dinding Sel Lain
Konsep
Peniciline dan cephalosporins (Gambar 43-1) adalah antibiotik utama yang menghambat sintesis dinding
sel bakteri. Kedua unsur ini disebut beta-lactam karena cincin empat-anggota luar biasa yang biasanya
terdapat untuk semua anggotanya. Kedua kelas beta-lactam ini meliputi beberapa agen paling efektif,
yang banyak dipergunakan, dan dapat diterima untuk pengobatan infeksi mikroba. Vancomycin,
fosfomycin, dan bacitracin juga menghambat sintesis dinding sel tetapi berbagai alasan tidak sama
pentingnya seperti obat-obat beta-lactam. Toksitas selektif obat-obat yang dibahas dalam bab ini
terutama berhubungan dengan aksi khususnya pada sintesis strktur sel yang unik bagi mikroorganisme.
Lebih dari 60 antibiotik yang beraksi sebagai penghambat sintesis dinding sel sekarang sudah banyak
tersedia, dengan spektra aktivitas khusus yang memudahkannya dipakai untuk berbagai aplikasi klinis.
Munculnya resistansi mikroba menghadapi tantangan kontak untuk penggunaan obat-obat antimikroba.
Mekanisme yang mendasari resistansi mikroba untuk penghambat sintesis dinding sel meliputi produksi
enzim pengaktivasi-antibiotik, perubahan-perubahan pada struktur reseptor target, dan penurunan
permeabilitas selaput sel mikroba untuk antibiotik. Strategi yang dirancang untuk menghambat
resistansi mikroba meliputi penggunaan agen adjunctive yang dapat melindungi inaktivasi antibiotik,
penggunaan kombinasi antibiotik, pengenalan derivatif kimia baru dari antibiotik lama, dan usaha-usaha
untuk menghindarkan penggunaan yang tidak syah atau penyalahgunaan antibiotik.

Penicilin
A. Klasifikasi : Semua penicilin adalah turunan dari asam 6-aminopenicillin dan mengandung struktur
cincin beta-lactam yang esensil untuk aktivitas antibakteri. Subkelas penicilin memiliki unsur-unsur kimia
tambahan yang menunjukkan perbedaan dalam aktivitas antimikroba, kerentanan terhadap asam dan
hydrolysis enzim, dan biosdisposisi.
B. Farmakokinetik: Penicilin bervariasi dalam hal resistansinya kepada asam lambung dan sebab itu
bervariasi dalam bioavailabilitas oralnya. Mereka adalah senyawa polar dan tidak dimetabolisasi secara
ekstensif. Mereka biasanya diekskreasi tidak berubah dalam urin via filtrasi glomer dan sekresi tubular,
yang mana proses selanjutnya dihambat oleh probenecid. Ampicillin dan nafcillin sebagian diekskresi
pada empedu. Paruh-umur plasma penicilin bervariasi dari setengah jam sampai 1 jam. Procain dan
bentuk benthamine penicilin G diberikan secara intramuskular dan memiliki paruh-umur yang panjang
karena obat aktif dilepaskan dengan sangat lambat kedalam aliran darah. Sebagian besar penicilin
melintas rintangan blood-brain hanya bilamana meninges mengalami peradangan.
C. Mekanisme Aksi dan Resistansi. Antibiotik beta-lactam adalah obat-obat baktericida. Antibiotik ini
beraksi menghambat sintesis dinding sel dengan tahap-tahapan berikut (Gambar 43-2): (1) pengikatan
obat ke reseptor khusus (protein pengikat-penicilin, PBP) yang terletak dalam membran cytoplasmik;
(2)penghambatan enzim transpetidase yang beraksi untuk mengcross-link rantai linier peptidoglycan
yang membentuk bagian dinding sel; dan (3) aktivasi enzim autoklatik yang menyebabkan lesi pada
dinding sel bakteri.
Hydrolis enzimatik cincin beta-lactam menyebabkan hilangnya aktivitas antibakteri. Formasi beta-
lactamase (penicillinase) oleh sebagian staphylococci dan organisme-organisme gram-negative
selanjutnya merupakan mekanisme utama resistansi bakteri. Penghambat enzim bakteri ini (misalnya,
asam clavulanic, sulbactam, tazobactam) kadang kala dipergunakan bersama dengan peniciline untuk
mencegah inaktivasinya. Perubahan struktur pada PBP target adalah mekanisme lain resistansi dan
penyebab resistansi methicilin dalam staphylococci dan untuk resistansi kepada penicilin G pada
pneumococci. Pada sebagian gram-negative rod (misalnya, Pseudomona aeruginosa) mengubah struktur
porin pada membran luar bisa berpengaruh kepada resistansi dalam penghambatan akses penicilin ke
PBP.
D. Kegunaan Klinis
1. Spektrum sempit, agen penicillinase-susceptible: Peniciline G adalah prototip subkelas penicilin yang
memiliki spektrum aktivitas antibakteri terbatas dan rentan kepada beta-lactamases. Kegunaan klinis
meliputi terapi infeksi yang disebabkan oleh streptococci biasa, meningococci, gram-positive bacilli, dan
spirochetes. Banyak regangan pneumococci adalah resistan kepada peniciline. Sebagian besar regangan
Staphylococcus aureus dan sejumlah regangan penting lain dari N gonorrhoene adalah resistan via
produksi beta-lactamases. Meskipun tidak cocok lagi untuk pengobatan gonorrhea, penicilin G tetap
merupakan obat pilihan untuk sipilis. Aktivitas terhadap entercocci ditingkatkan oleh antibiotik
aminoglycoside. Penicilin V adalah obat oral yang dipakai terutama untuk infeksi oropharyngeal.
2. Spektrum sangat sempit, obat penicillinase-resistant. Sub-kelas peniciline ini meliputi methicillin
(prototip), nafcillin, dan oxacillin. Kegunaan pokoknya adalah pada pengobatan infeksi staphyloccocus
yang dikenal atau dicurigai. Methicillin-resistant staphylococci (MRSA) adalah resistan terhadap anggota
lain subkelompok ini dan bisa resistan terhadap obat antimikroba multipel.
3. Spektrum lebih luas, obat-obat penicllinase-susceptible:
a. Ampicillin dan amoxicillin. Obat-obat ini terdiri dari sub-gugus peniciline yang memiliki spektrum
aktivitas antibakteri yang lebih luas ketimbang penicilin G tetap tetap rentan kepada penicillinase.
Kegunaan klinisnya meliputi indikasi yang serupa dengan penicilin G dan juga infeksi karena enterococci,
Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Proterius mirabilis, Hamemophilus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis, walaupun regangan resistan terjadi. Bilamana dipakai bersama dengan penghambat
penicillinase (asam clavulanic, dsb), aktivitas antibakterinya naik. Pada infeksi enterococcal dan listerial,
ampicilline adalah synergistik dengan aminoglycosides.
b. Piperacillin dan ticarcillin. Obat-obat ini memiliki aktivitas terhadap gram-negative rods, termasuk
spesis pseudomonas, enterobacter, dan pada kasus tertentu spesis klebsiella. Sebagian besar obat
dalam sub-gugus ini memiliki aksi synergistik bilamana digunakan dengan aminoglycosides terhadap
organisme tersebut. Piperacillin dan ticarcillin rentan terhadap penicillinases dan sering dipakai bersama
dengan penghambat penicillinase untuk menaikkan aktivitasnya.
E. Toksitas
1. Alergi : Reaksi alergi meliputi urticaria, prutitus berat, demam, bengkak persendian, anemia
hemolytic, neprhtitis, dan anaphylaxys. Sekitar 5-10% orang dengan riwayat masa lalu reaksi penicilin
mempunyai reaksi alergi bilamana diberikan penicilin kembali. Methicillin menyebabkan nephritis lebih
sering daripada yang disebabkan peniciline lain, dan nafcillin dihubungkan dengan neuotropenia.
Determinan-determinan antigen meliputi produk degradasi peniciline seperti asam penicollic. Cross-
allergenicity lengkap antara peniciline yang berbeda bisa dianggap ada. Ampicilline sering menyebabkan
ruam kulit maculopapuler yang bisa saja bukan sebagai reaksi alergi.
2. Gangguan gastrointestinal : Nausea dan diare bisa terjadi dengan peniciline oral, khususnya dengan
ampicillin. Rangsangan gastrointestinal bisa disebabkan oleh iritasi langsung atau oleh pertumbuhan
organisme gram-positive atau yeast yang berlebihan. Ampicilline sudah terimplikasi pada colitis
pseudomenbrane.
3. Toksitas kation: Efek racun dari Na+ atau K+ bisa terjadi dengan dosis tinggi garam penicilline dipakai
pada pasien penderitas penyakit kardiovaskuler atau penyakit ginjal.

Cephalosporins
A. Klasifikasi : Cephalosporins adalah turunan dari asam 7-aminocephalosporanic dan mengandung
struktur cincin beta-lactam. Banyak anggota gugus ini dipakai dalam keperluan klinis. Mereka berbeda
dalam akltivitas antibakterinya dan diperuntukan sebagai obat generasi pertama, kedua, ketiga, atau
keempat menurut urutan pengenalannya dalam kegunaan klinis.
B. Farmakokinetik: Beberapa cephalosporins tersedia untuk keperluan oral, tetapi sebagian besar
diberikan secara parenteral. Cephalosporins dengan rantai-samping bisa mengalami metabolisme
hepatik, tetapi mekanisme eliminasi utamanya untuk obatdalam kelas ini adalah ekskresi ginjal via
sekresi tubular aktif. Cefoperazone dan cetriaxone terutama diekskresi dalam empedu. Sebagian besar
cephalosporins generasi pertama dan generasi kedua tidak masuk cairan cerebrospinal bilamana
meninges mengalami peradangan.
C. Mekanisme Aksi dan Resistansi. Cephalosporins mengikat PBP pada selaput sel bakteri guna
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme yang sama dengan yang terjadi pada
penicillin. Cephalosporins adalah baktericida terhadap organisme rentan.
Perbedaan struktur dari penicilline mengakibatkan cephalosporins kurang rentan kepada penicillinase
yang disebabkan oleh staphyloccoci, tetapi banyak bakteria resistan terhadap produksi beta-lactamase
lain yang dapat mengaktivasi cephalosporins. Resistansi juga dapat terjadi akibat dari penurunan
permeabilitas selaput kepada cephalosporins dan dari perubahan-perubahan PBP. Methicillin-resistant
staphylococci juga resisten kepada sebagian besar cephalosporins.
D. Kegunaan Klinis :
1. Obat generasi-pertama: Cefazolin (parenteral) dan cephalexin (oral) merupakan contoh sub-gugus ini.
Obat-obat ini aktip terhadap gram-positive cocci, termasuk staphylococci dan streptococci biasa. Banyak
regangan E coli dan K pneumoniare juga sensitif atau peka. Kegunaan klinis meliputi pengobatan infeksi
yang disebabkan oleh organisme-organisme ini dan prophylaxis bedah dalam kondisi pilihan lain. Obat-
obat ini memiliki aktivitas mnim al terhadap gram-negative cocci, enterococci, methicillin-resistant
staphylococci, dan sebagian besar gram-negative rod.
2. Obat generasi kedua: Obat dalam sub-gugus ini biasanya kurang aktivitasnya terhadap organisme
gram-positif ketimbang obat generasi pertama tetapi memiliki cakupan gram-negatip lanjut. Perbedaan
yang menyolok pada aktivitas terjadi dinatara obat-obat dalam sub-gugus ini. Contoh-contoh kegunaan
klinisnya meliputi infeksi yang disebabkan oleh bakteroides fragilis (cefotetan, cefoxitin), dan H.
Influenzae atau Moraxella catarrahlis (cefurroxime, cefaclor).
3. Obat generasi ketiga : Ciri khusus obat generasi ketiga meliputi peningkatan aktivitas terhadap
organisme gram negatip yang resistan terhadap obat beta lactam lain dan kemampuan untuk
menembus rintangan blood-brain (kecuali ceforperazone dan cefixime). Sebagian besar aktif terhadap
H. Influenza dan neisseria. Serratia marcescens, dan regangan penghasil beta-lactamase H. Influenza dan
neisseria. Obat-obat individual juga memiliki aktivitas terhadap pseudomonas (ceftazidime) dan B.
fragulis (ceftizoxime). Obat-obat dalam sub-gugus ini biasanya dipersiapkan untuk pengobatan infeksi
serius, misalnya, mengingitis bakteri. Centriaxone dan cefixime, obat pilihan untuk gonorrhea saat ini,
adalah pengecualian. Demikian juga, pada media otitis akut, satu suntikan ceftriaxone sama efektifnya
dengan 10 hari pengobatan berturut-turut dengan amoxicillin atau cefaclor.
4. Obat generasi keempat : Cepipime lebih rentan kepada beta-lactamase yang disebabkan oleh
organisme gram-negatif, termasuk enterobacter, haemophilus, dan neisseria. Cefipime menggabungkan
aktivitas gram-positif agen generasi pertama dengan spektrum gram negatip cephalosporins generasi
ketiga yang lebih luas.
E. Toksitas
1. Alergi : Cephalosporins menyebabkan sejumlah reaksi alergi dari rash (ruam) kulit ke kejutan
anaphylactis. Reaksi-reaksi lebih jarang terjadi dengan cephalosporins ketimbang dengan penicillins.
Hypersensitivitas-silang komplet antara cephalosporins yang berbeda harus dianggap ada. Reaktivitas
silang antara penicillin dan cephalosporins adalah tidak lengkap (5-10%), maka pasien penderita alergi-
penicillin kadang kala diobat dengan baik dengan cephalosporins. Namun, pasien dengan riwayat
anaphylaxis penicillins harus tidak diobati dengan cehalosporins.
2. Efek buruk lain: Cephalosporins bisa menimbulkan keluhan pada lokasi injeksi intramuskular dan
phlebitis setelah penatalaksanaan intravene. Mereka bisa meningkatkan nephrosisitis aminoglycosides
bilamana keduanya diberikkan bersama-sama. Obat yang mengandung gugus methylthotetrazole
menyebabkan hypoprothrombinemia dan bisa menimbulkan reaksi mirip-disulfiram dengan ethanol.
Moxalactam juga menurunkan fungsi platelet dan bisa menimbulkan pendarahan yang tajam.

Obat Beta-Lactam Lain
A. Aztreonam : Astreonam adalah monobactam yang resistant terhadap beta-lactamase yang
disebabkan oleh gram-negatove rod tertentu, termasuk klebsiella, pseudomonas, dan serratia. Obat ini
tidak punya aktivitas terhadap bakteri gram negatip atau anaerobes. Obat ini adalah penghambat
sintesis dinding sel, terutama mengikat PBP3, dan sinergik dengan aminoglycoside.
Aztreonam diberikan secara intraven dan dieliminasi via srekresi tubular. Paruh-hidupnya diperpanjang
dalam kegagalan ginjal. Efek buruk meliputi rangsangan gastrointestinal dengan kemungkinan
superinfeksi, vertigo dan sakit kepala, dan hepatotoksitas jarang. Walaupun ruam kulit bisa terjadi. Tidak
ada allgernitas silang dengan penicilline.
B. Imipenem dan meropenem : Obat-obat ini adalah carbapenem dengan kerentanan rendah kepada
beta-lactamase. Obat ini memiliki aktivitas luas terhadap gram positive cocci, gram negative rod, dan
anaerobes. Imipenem diberikan secara parental dan khususnya berguna untuk infeksi oleh organisme
yang resistan terhadap antibiotik lain.
Imipenem dengan cepat inaktivasi oleh dehydropeptidase ginjal I dan diberikan dengan kombinasi tetap
bersama cilastatin, penghambat enzim ini. Cilastatin meningkatkan paruh-umur plasma imipenem dan
menghambat formasi metabolite nephrototix secara potensial.
Efek buruk imipenem-cilastatin meliputi distres gastrointestinal, ruam kulit, dan level plasma sangat
tinggi, toksitas CNS. Ada allergenisitas-silang parsial dengan peniciline. Meropenem mirip dengan
imipenem kecuali tidak termetabolisasi oleh dehydropeptidases ginjal.
C. Penghambat beta-lactamase : asam claulanic, sulbactam, dan tazobactam dipakai dengan kombinasi
tetap dengan penicillin hydrolyzable tertentu. Mereka aktip sekali terhadap beta-lactamase plasmi-
encoded tertentu seperti yang disebabkan oleh gonococci, strepcocci, E. coli, dan H. influenza. Mereke
bukan merupakan penghambat yang baik untuk beta-lactamases kromose yang terbentuk oleh
enterobacter dan pseudomonas.


B. Gnrh analognya dengan reduksi dari gonadotropin terutama LH untuk mengurangi produksi dari
testosteron . ini dapat efektif dan pandai dengan durasi yang lama dan mempunyai depot persiapan
pada leuprolode atau GnRH yang antagonis similar. Analoginya digunakan pada prostat karsinoma .
Selama satu minggu terapi , sebuah androgen reseptor antagonis misalnya flutamide adalah
ditambahkan untuk mencegah pembedahan testosteron sintesisnya disebabkan dengan inisial aginistik
aksi dari GnRH agonist dalam beberapa minggu, Testosteron produksinya jatuh pada normal dan
dibawah normal.

C. 5 alpha reductase inhibitor-inhibitornya adalah testosteron dikonversikan pada dihydrotestosteron
(DHT) oleh enzim alpha reduktase, pada beberapa jaringan, kebanyakan sel prostat tercatat dan folikel
rambut tercatat, bergantung pada DHT lebih dari testosteron untuk stimulasi androgenik . Ezim ini
diinhibisikan dengan finasteride sebuah obat yang digunakan untuk mengobati prostat
jinakhiperplasiadan pada dosis rendah untuk mencegah kebotakan pada pria, karena obat tidak ikut
campur pada aksi dari testosteron , ini digunakan lebih dari antiandrogen untuk menyebabkan
impotensi, infertilitas dan kehilangan libido.

D. Dikombinasikan untuk kontrasepsi: kombinasi oral kontrasepsi menggunakan sebuah antiandrogenik
efek ketika mereka digunakan pada wanita dengan hirsitism yang dikarenkan penambahan produksi
pada androgenik steroid. Estrogen pada aksi kontrasepis pada hati ditambahkan dengan produksi pada
hormon sexual digabungkan dengan globulin (SHBG) yang mana untuk mengurangi konsentrasi
androgen pada darah.

E. inhibitor dari steroid sintesis: ketoconazole sebuah antijamur agen gonadal adrenal steroid sintesis.
Obat telah digunakan untuk mensupress adrenal steroid sintesis pada pasien dengan steroid responsive
metastatik tumor tumor.






2.2
44. CHLORAMPENICOL, TETRACYCLINES, MACROLIDES, CLINDAMYCIN, STREPTOGRAMINS DAN
LINEZOLID.

Semua obat yang dibahas dalam bab ini memiliki sifat yang sama dalam menghambat sintesis protein
pada mikroorganisme dengan jalan mengikatkan diri pada ribosom mereka dan mengacaukan fungsi
ribosom tersebut , chloramphenicol merupakan senyawa yang netral dan stabil dengan struktur , agen
ini larut alkohol namun sulit larut dalam air Chloramphenicol succinate digunakan untuk pemberian non
parenteral sangat larut dalam air, chloramphenicol succinate mengalami hidrolisis secara in vivo
melepaskan chloramphenicol bebas. Tetracycline merupakan suatu kelompok besar obat dengan
struktur dasar dan aktivitas yang serupa. Chlortetracycline yang dipisahkan dari streptomyces rimosus
ditemukan melalui dehalogenasi katalitik dari chlortetracycline, demeclocycline ditemukan melalui
demetilasi chlortetracycline. Tetracycline bebas merupakan senyawa amfoter dalam bentuk kristal
dengan daya larut rendah. Agen-agen ini tersedia dalam bentuk hydrocloride yang lebih mudah larut.
Larutan-larutan semacam ini bersifat asam dan cukup stabil , kecuali clhlortetracycline. Tetracyvline
menkhleasi ionion logam divalen dan dapat mengganggu absorbsi dan aktivitas agen-agen tersebut.
Glycylcycline merupakan glycylamiodo sintetis turunan dari minocycline . modifikasi ini menghasilkan
senyawa yang tidak terpengaruh oleh dua mekanisme terpenting dari resistensi tetracycline, yaitu
proteksi ribosom dan pengaliran keluar (efflux) yang aktif Dengan demikian glycylcycline aktif terhadap
tetracycline yang MIC nya (minimal inhibitory concentrasinya) bekisar diantara 0,25-0,5
miu/mL.Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu
cincin lactone(biasanya terdiri atas 14 atau 16 atom( dimana terkait gula-gula deoxy. Obat prototipenya,
erytromycin yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lactone 14 atom diambil dari
stretomyces erytheus. Claritromycin dan azithromycin merupakan turunan dari erytromycin , struktur
umum dari erythromycin ditunjukkan di atas dengan cincin macrolide dan gula-gula desosamine dan
clandisone, yang efektif terhadap organisme-organisme gram positif, resistensinya biasanya dikode oleh
plasmid. Terdapat tiga mekanisme yang telah dikenali:
1. penurunan permeabilitas membran sel atau pengaliran keluar yang aktif
2. produksi esterase yang menghidrolisis macrolide
3. modifikasi situs ikatan ribosom oleh mutasi kromosom atau oleh methylase .
Claritromycin diturunkan dari erytromycin dengan penambahan satu kelompok methyl, serta memiliki
stabilitas asam dan absorbsi oral yang lebih baik dibandingkan dengan erythromycin dan mempunyai
mekanisme kerja yang sama. Azithromycin merupakan senyawa dengan cincin lactone macrolide lactone
15 atom yang diturunkan dari erythromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke
dalam cincin lactone erhthromycin.Ketolide merupakan macrolide semisintetis dengan cincin 14 atom
yang berbeda dari erythromycin karena adanya suatu kelompok 3 keto yang menggantikan gula netral.
Clindamycin merupakan suatu turunan lincomycin dengan subsitusi chlorine , antibiotik yang dihasilkan
oleh streptomyces lincolnesis, sekalipun strukturnya berbeda lincomycin mirip dengan erythtomicin
dalam aktivitasnya.
Obat obat tersebut diatas merupakan penghambat sintesis protein dan bermacam-macam agen
antibacterial.

Penghambat sintetsis protein terutama :
1. sebagai agen garis kedua oleh karena munculnya resistensi
2. tetracycline adalah antibiotik spektrum lebar dengan aktivitas agent anaerob dan gram positif dan
negatif aerobik organisme.
3. chloramfenikol bukanlah suatu antibiotik garis pertama oleh karena ada potensi untuk menyebabkan
suatu anemia aplastik. Diindikasikan untuk infeksi radang selaput otak atau rickettsia.
4. Erytromycin, claritromycin dan azitromycin adalah satu-satunya antibiotik macrolide.


Tetracycline adalah bakteriostatik antimikroba dengan cakupan cukup luas terhadap aerobik dan
anaerobik gram positif dan negatif bakteri. Mikroorganisme yang bersifat resisten terhadap dindin sel
antimikroba aktif seperti Ricketsia, mycoplasma,chlamydia, legionella, plasmodium.

Mekanismenya menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat 30 s ribosom bakteri, mencegah
akses aminocyl trna ke lokasi akseptor (A) pada kompleks mrna-ribosome. Kebanyakan tetracycline
diserap tidak sempurn pada gi tract gi, rute eliminasi yang utama tetracycline adalah ginjal. Juga
terkonsentrasi di dalam hati dan dikeluarkan melalui empedu ke usus halus, dosis untuk orang dewasa
1-2 g/hr , anak-anak di atas 8 tahun 20-50 mg/kg dibagi dua atau empat dosis.

Penggunaan terapi
1. rickettsia: rocky mountain, spotted fever, briils disease, murine thypus, pox ricketsia,
2. mycoplasma:mycoplasma pneumonia
3. clmidia; lymphogranuloma venerum, pneumonia, bronkitis dan sinusitis
4. urethritis non spesifik, trakhoma dan psittakosis

chloramphenicol
mekanismenya
1. menghambat sintesis protein dengan mengikat subunit ribosomal 50 s pada peptidyltransferase
2. menghambat formasi peptide diantara peptidytransferase dan substrat asam amino.

dapat diberikan secara oral dalam dua format yaitu obat aktif dan prodrug non aktif
penggunaan terapi : meningitis bakterial dan penyakit tipus

Erythromycin, clarithromycin dan azithromycin,
Adalah bakteriostatik dan bakterisid pada konsentrasi tinggi, paling efektif terhadap: kokus gram positif
aerob dam bacilli, streptokokus pyogenik, streptokokus pneumonia, clostridium perfringens,
corunebakterium diphteriae, listeria monocytogenes.

Mekanismenya:menghambat sintesis protein dengan mengikat 50 sub unit ribosomal.
Menghambat langkah translokasi dimana molekul peptydil tRNA yang baru bergerak dari akseptor ke
peptidyl.

Erythroycin:
1. Diabsorbsi dari usus halus bagian atas
2. diinaktivasi oleh asam lambung sehingga obat berbentuk tablet enterik atau kapsul. Makanan dapat
meningkatkan asiditas gi dan dapat menunda absorsi
3. erythromycin dieksresi inaktive dari urin konsentrasinya pada hepar dan ekresi aktivitas pada
empedu.

Konsep: ini adalah termasuk antimicrobial obat yang selektif menghambat bakterial protein sintesis.
Mekanisme dari protein sintesis pada mikroorganisme tidak dapat diidentifikasikan pada sel mamalia.
Bakteri mempunyai 70 s ribosome, dimana mammalian sel mempunyai 80 s ribosome. Perbedaan obat
dalam ribosom subunit ini pada komposisi kimia dan fungsional yang spesifik dari komponen asam
nukleat dan protein. Pada perbedaan bentuk dari basis untuk selektiv toksisitas dari beberapa obat
terhadap mikroorganisme tanpa menyebabkan efek yang umum pada sintesis protein pada sel
mammalian. Chloramphenicol dan tetracycline sepanjang penggunaan inhibisi dari bakteri sintesisi
protein ditemukan,. Karena mereka mempunyai spektrum yang luas dari antibakterial aktivitas dan
disebutkan memiliki toksisitas yang rendah, dimana penggunaannya sangat berlebihan. Banyak onset
yang tinggi sangat mungkin untuk menghadapi spesies bakteri yang mana mempunyai resistensi dan
beberapa obat digunakan pada selektive agen. Erythromycin adalah sebuah macrolide antibiotik yang
mempunyai spektrum yang sempit tetapi dilanjutkan pada aktif sepanjang pathogen yang penting.
Azithromycin dan clarithromycin adalah semisintetik macrolode dengan beberapa properti khusus
dibandinkan dengan erythromycin. Beberapa obat baru yaitu (streptogramins, linezolid) mempunyai
aktivitas sepanjang gram positif tertentu yaitu bakteri yag mempunyai resistensi perkembangan pada
antibiotik yang tua.

Mekanisme aksi

1. Seluruh antibiotik yang tua dibahas bahwa bakteriostatik inhibisi dari protein sintesis terdapat pada
level ribosom. Penggabungannya adalah untuk chloramphenicol, macrolide dan tumbuh tumbuhan yang
memimpin pada (oral atau vaginal) dan sangat jarang pada bakteri superinfeksi dengan s aureus atau
Clostridium difficile.
2. struktural dari gigi: pada bayi ke tetracycline boleh memimpin pada enamel gigi dysplasia dan
irregularitis pada pertumbuhan tulang. Ketika dikontraindikasikan pada kehamilan itu boleh pada situasi
dimana manfaat dari tetracycline boleh keluar dari jenis-jenis kerugiannya. Pengobatan pada anak dapat
menyebabkan enamel dysplasia dan deformasi ketika gigi permanen muncul.
3. hepatik toksisitas adalah dosis dari tetracyclines terutama pada pasien dengan kehamilan atau pada
pasien dengan preexsisting dari penyakit hepar boleh diperbaiki pada hati fungsinya dan memimpin
pada nekosis hepatik
4. toksisitas ginjal: satu bentuk dari tubuler asidosis, fanconi sindrome sudah didistribusikan untuk
penggunaan dari kadaluwarsa tetracycline. Meskipun secara tidak langsung nephrotoxic, tetracyclines
boleh diekserbasi sebagai adanya renal disfungsi.
5. photosensitivitas : tetracycline terutama demeclocycline boleh disebabkan pmempertinggi sensitivitas
pada sinar ultraviolet.
6. toksisitas vestibular: dosisnya tergantung pada pusing yang dapat kembali dan vertigo boleh
direportasikan dengan doxycycline dan minocycline.

Macrolides:

A klasifikasi dan farmakokinetik : macrolide antibiotik (erythromycin , azithromycin dan clarithromycin)
adalah suatu roda yang luas yang merupakan struktur dengan gula yang diambil. Obat-obat mempunyai
biovaibilitas oral yang baik. Tetapi azithromycin bsorbsinya diganggu oleh makanan. Macrolide
didistribusikan pada banyak jaringan tetapi azithromycin absorbsinya sangat unik dan memiliki level
yang diterima pada jaringan pada fagosit yang dimungkinkan mempunyai lebih pada plasma. Eliminasi
dari erythromycin melalui ekresi biliari dan clarithromycin melalui hepar metabolisme dan sekresi
urinarius ekresi dari obat yang diambil, adalah sangat baik kecepatannya ( setengah hari 2-5 jam),
Azithromycin dieliminasikan dengan pendek selama 2-4 hari terutama pada urine sebagai obat yang
tidak berubah.

B Aktivitas antimicrobial : erythromycin mempunyai aktivitas pada banyak spesies dari campylobacter,
chlamydia, mycoplasma, legionella, gram positif kokus dan banyak gram negatif organisme yang
merupakan spektrum aktivitas dari azithromycin dan clarithromycin adalah sama tetapi termasuk
aktivitas yang baik terhadap chlamydia, m avium kompleks dan toksoplasma.
Sangat resistensi pada macrolodes di gram positif organisme termasuk produksi dari methylase yang
menambah sebuah grup methyl pada ribosom dari site yang tergabung. Resistensi dari enterobacteria
adalah hasil dari formasi dari obat esterase metabolisme. Resistensi yang menyebrang antara individual
macrolide yang sangat kompleks.

C penggunaan klinis: erythromycin adalah efektif untuk digunakan sebagai oat infeksi yang disebabkan
oleh Mycoplasma pneumoniae, corynebacterium, chlamydia trachomatis, legionella pneumophila.
Ureaplasma urealyticum dan bordetella pertussis. Obat-obat juga aktif terhadap gram positif cocci,
termasuk pneumococci dan beta lactamase yang memproduksi staphylococci tetapi bukan MRSA
strains.
Azithromycin mempunyai similar spektrum dari aktivitas tetapi itu lebih aktif terhadap h influenzae, M
catarrhalis dan neisseria. Karena itu merupakan waktu setengah terhadap dosis yang sendiri terhadap
azithromycin yang efektif pada pengobatan di infeksi urogenital karenna C trachomatis dan 4 hari
percobaan untuk pengboatan yang sangat efektif di komunitas yang terdapat pneumonia.
Clarithromycin yang didapatkan adalah untuk prophylaxis terhadap pengobatan dari M avium kompleks
dan sebagai komponen dari obat untuk regimens pada ulseraomycin diadministrasikan pada pasien
untuk helicobacter pylori.

D.toksisitas : pembalikan efek termasuk gastrointestinal iritasi yang biasa yaitu jumlah penyakit kulit dan
eosinophilia. Sebuah hipersensitivitas yang berdasarkan akut cholestatik hepatitis yang boleh terjadi
dengan erythromycin estolate. Hepatitis adalah sangat jarang pada anak-anak , tetapi itu dapat
ditambahkan sebagai kerugian yang terjadi dengan erithromycin estolate pada pasien yang hamil.
Erythromycin menghambat beberapa bentuk dari sitokrom hepatik p450 dan dapat menambah pada
level plasma dari anticoagulant, carbamazaphine, cisapride, digoxin dan theophyline. Aritmia kardiak
yang terjadi ketika erythromycin yang diadministrasikan pada pasien mengambil astemizole atau
terfenadine (2 antihistamic obat yang sudah digunakan secara luas di amerika) Obat yang sama
mengalami interaksi yang juga terjadi dengan clarithromycin. Cincin lactone mempunyai struktur yang
diedakan secara luas dari bentuk lain macrolide dan obat yang mengalami interaksi tidak biasa semenjak
azithromycin tidak menghambat hepatik sitokrom p450. kimia yang berhubungan.

Clindamycin
A. classifikasi dan farmakokinetik : lincosamida lincomycin dan clindamycin mencegah bakteri
mensintesis melalui sebuah mekanisme yang sama pada macrolida, melalui mereka yang bukan
strukturkimia berkaitan. Resistensi mekanisme yang termasuk methylation dari daerah yang
digabungkan dengan 50 s ribosomal subunit dan enzimatik inactivation. Resistensi silang antara
lincosamide dan macrolida adalah biasa. Jaringan yang baik mengalami penetrasi terjadi setelah
absorbsi oral. Lincosamide dieliminasi dengan bagian dari metabolisme dan dengan bagian duktus iliaris
dan ekresi renal.
B. Penggunaan klinik dan toksisitas: penggunaan utama dari clindamycin adalah pengoatan dari
beberapa infeksi terutama pada akteri anaerob tertentu yang disebut bakteroides. Clindamycin setelah
digunakan dalam membackup obat terhadap gram positif coccus dan sangat direkomendasikan untuk
prophylaxis dari endocarditis pada penyakit valvular pada pasien yang mana terdiri dari alrgi penicillin.
Obat-obat yang aktif terhadap pneumocystis carinii dan toxoplasma gondii. Toksisitasnya dari
clindamycin termasuk iritasi dari gastrointestinal, kulit luka-luka, neutropenia, hepatik disfungsi, dan
superinfeksi yang mungkin terdiri dari c difficile pseudomembranous colitis.

Streptoramins
Quinupristin dalfopristin adalah sebuah kombinasi dari 2 streptogramin yang disebut baktericidal yaitu
mempunyai durasi dari antibakterial aktivitas lebih lama dari setengah hidup dari 2 ikatan
(postantibiotik efek) antibakterial aktivitas termasuk penicillin resistant pneumococci methicillin
resistant (MRSA) dan vancomycin resistent staphylococci (VRSA) dan resisten enterococcus faecium.
Diadministrasikan secara intravena. Kombinasi dai produk boleh menyebabkan sakit kepala dan sebuah
arthralgia yalgia sindrome. Streptogramins ada yang sangat potent pada inhibitor dari cyp3a4 dan
bertambah di dalam plasma level dari banyak obat termasuk cisapride, cyclosporine, diazepam,
nonnucleoside terhadap transcriptase inhibitor (NNRTIs) dan warfarin.

Linezolide
Yang pertama dari kelas pertama dari antibiotik (oxazolidinones) linezolid adalah aktif terhadap banyak
obat yang reistent terhadap gram positif cocci, termasuk strain yang sangat resisten pada beta lactams
dan vancomycin misalnya vancomycin resistent enterococcus faecium) linezolid digabungkan pada
daerah yang unik pada 50 s ribosomal subunit yang mana itu tertentu untuk resistensi silang dengan
inhibitor sisntesis protein yang lain. Linezolide sangat baik pada keduanya yaitu oral dan parenteral
formasi.














2.3
45.AMINOGLYCOSIDA

Aminoglycosida adalah suatu golongan antibotik bakteriosida yang asalnya didapat dari berbagai sesies
streptomyces dan memiliki sifat sifat kimiawi antimikroba , farmakologi dan toksik yanhg karakteritik.
Golongan ini meliputi streptomycin, neomycin,kanamycin, amikacin,gentamicin, tobramycin, sisomicin,
netilmicin dan sebagainya.

Aminoglycosida digunakan secara luas terhadap bateri-bakteri gram negatif enterik khususnya dalam
bakteriemi dan sepsis, kombinasi dengan vancomycin atau penisilin untuk endokarditis dan untuk terapi
tbc. Streptomycin adalah aminoglycosida tertua dan paling banyak dipelajari. Gentamycin, tobramycin
dan amikacin adalah aminoglycoside yang paling luas dipakai saat ini. Neomycin dan kanamycin saat ini
dibatasi untuk penggunaan topikal atau oral dalam jumlah besar.

Sifat umum aminoglycosida adalah mempunyai cincin heksosa yaitu streptidine atau 2
deoxystreptamine dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan glikosidik. Agen-agen ini larut air,
stabil dalam larutan dan lebih aktif pada ph alkali dibandingkan pada ph asam, mekanisme kerja
streptomycin memiliki aktivitas yang sama merupakan penghambat protein ireversibel, mekanisme
resistensi memiliki 3 prinsip yaitu
; mikroorganisme memproduksi suatu enzm transferase atau enzim-enzim yang menyebabkan
inaktivitas aminoglcosida melalui adenililasi, asetilasi atau fosforilasi ini merupakan tipe resistensi utama
yang dihadapi , menghalangi masuknya aminoglycosida ke dalam sel, protein reseptor subunit ribosom
30s kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat dari mutasi, farmakokinetika aminoglycosida
diabsorbsi sangat uruk pada saluran gastrointestinal yang utuh, seuhan dosis oral dieksresikan dalam
feses setelah pemberian peroral, efek-efek yang tidak diinginkan semua aminoglycosida bersifat
ototoksk dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas cenderunng ditemukan saat terapi
dilanjutkan. Penggunan bersama dengan diuretik loop atau agen antimikroba nefrotoksik lain dapat
meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan, penggunaan klinis aminoglycosida
paling sering digunakan melawan bakteri enterik gram negatif khususnya ketika isolatnya resisten obat
dan ketika dicurigai sepsis.

Aminoglycosida prototipenya adalah gentamycin, neomycin, spectinomycin, amikacin, netilmicin,
streptomycin, tobramycin, kanamycin. Farmakokinetikana tidak diabsorbsi setelah pemberian oral
(harus diberikan im atau iv untuk efek sistemik, protein mempunyai penetrasi jaringan yang terbatasdan
bisa melintasi sawar darah otak, ekresi oleh filtrasi glomerular.

Mekanisme kerjanya adalah aminoglycosida adalah penghambat sintesa protein bakteri, di dalam sel
aminoglycosida mengikat subunit 30s ribosomal dan menghambat sintesa protein melalui 3 jalan
menghambat formasi inisiasi komplek menyebabkan salah baca kode pada template mrna, menghambat
transloksi
Penggunan klinisnya
1. infeksi serius yang disebabkan oleh gram aerob bakteri negatif (e. coli, enterobacter, klebsiella,
proteus, providensia, pseudomonas, serratia)
2. penggunaan dikombinasi dengan penisilin pada pengobatan pseudomonal, listeria dan enterococcal
3. sterptomisin digunakan pada penngoatan infeksi tuberkulosis, plague dan tularemia
4. netilmicin untuk pengobatan peradangan serius yang disebabkan oleh organisme yang resisten
terhadap aminoglycosida yang lain.
5. spectinomycyn adalah suatu obat untuk penngobatan gonorrhoe. i.m . sebagai dosis tunggal

toksisitas
1. ototoksisitas
merupakan kerusakan pendengaran dan vestibular yang irreversibel terutama pada dosis yang tidak
sewajarnya yang dimodifikasi kelainan fungsi tubuh berkenaan dengan ginjal, ototoksisitas yang
meningkat pada penggunaan loop diuretik.
2. nefrotoksik
nekrosis tubulus yang kebanyakan dikarenakan gentamicin dan tobramycin
3. blokade neuromuskuler
terjadi pada dosis tinggi yang mengakibatkan paralisis pernafasan biasanya reversibel dengan
penggunaan kalsium dan neostigmin
4. reaksi kulit


konsepnya

A mode dari antibakterial aksi adalah pada pengobatan dari mikrobial infeksi dengan antibiotik, dosis
yang multipel pada regimen secara tradisional sudah dibuat untuk menjaga serum konsentrasi diatas
MIC sepanjang kemungkinnan. Bagaimanapun secara efektif untuk beberapa antibiotik, termasuk
aminoglycosida hasilnya adalah dari konsentrasi yang bergantung pada aksi. Sebagai plasma level yang
ditambahkan iatas dari MIC, aminoglycosida membunuh pertambahan proporsi dari bakteri dan tidak
terdapat rate yang cepat. Antibiotik lain termasuk peniclin dan cephalosporin menyebabkan waktu yang
bergantung pada pembunuhan mikroorganisme dimana mereka terlahir secara in vivo efikasi yang
langsung berhubungan dengan waktu yang berelasi diatas MIC dan menjadi independent merupakan
konsentrasi sekali pada MIC yang sudah dicapai.
Aminoglycosida juga dapat mengeluarkan postantibiotik efek seperti aksi pembunuhan dilanjutkan
ketika level dari plasma yang dtentukan dibawah ukuran level tertentu, aminoglycosida mempunyai efek
yang baik ketika diadministrasikan sebagai doss yang luas dibandingkan diberi dengan multipel dosis
yang kecil. Toksisitasnya secara kontras pada efikasi antibakterial dari aminoglycosida tergantung
keduanya pada plasma kritikal konsentrasi dan pada waktu level yang dicapai. Waktu yang terdapat
diatas seperti waktu yang pendek dengan administrasi dari single dosis yang luas dari sebuah
aminoglycosida ketika terdiri dari tipe multiple yang kecil dan diberikan. Konsepnya terbentuk dari basis
sehari satu kali aminoglycosida mempunyai dosis protokolo yang mana lebih efektif dan kurang toksik
daripada tradisional regimen dosis.

C. klasifikasi: obat-obat ini pada suatu kelas dan strukturnya berelasi dengan gula amino yang didapat
dengan glycosidic. Perbedaan utama sepanjang obat individual yang terdapat pada aktivitas terhadap
organisme spesifik terutama pada gram batang negative.

D. pharmakokinetika: aminoglycosida adalah ikatan polar dan tidak diabsorbsi setelah oral administrasi.
Mereka harus diberi secara parenteral dari efek sistemik dan mempunyai limit jaringan penetrasi.
Glomerular filtrasi adalah mode utama dalam ekresi dan plasma lvel dari obat-obat adalah hasil yang
baik pada perubahan dari fungsi renal. Ekresi dari aminoglcosida adalah langsung proportionasi untuk
pembersihan dari kreatinin dan dosis yang diambil harus dapat dibuat pada insufisiensi renal dan untuk
menghindari toksisitas dari suatu akumulasi. Untuk memonitoring sebuah level plasma dari
aminoglycosid dapat berharga untuk penyimpanan dan efektif dosis yang mengalami seleksi dan
pengamilan. Untuk dosis tradisional regimens (2 atau 3 waktu sehari), mencapai puncak serum level
diukur kira-kira 30-60 menit setelah administrasi dan melalui level sebelum dosis selanjutnya.

E. Mekanisme aksi: aminoglycosida adalah bakteri yang menghambat sintesis protein. Penetrasinya
melalui sel bakeri terutama mempunyai bagian yang bergantung pada oksigen dan aktif transport,
mereka mempunyai aktivitas yang kecil terhadap anaerob. Aminoglycosida transportasinya dapat
diambil dari dinding sel inhibitor, yang mana menjadi basis dari antimicrobial sinergis. Di dalam sel
aminoglikosida menggabungkan 30s ribosomal subunit dan ikut campur dengan sintesis protein paling
lambat 3 jalan:

1. mereka memblok formasi dari inisiasi yang komplek
2. mereka menyebabkan kesalahan baca pada kode mRNA template
3. mereka menghambat translokasi

Aminoglikosida juga merupakan stuktur polysomal, menghasilkan pada monosome yang nonfungsional.

F. mekanisme dari resistensi pada mekanisme yang primer dari resistensi aminoglikosida pada plasmid
dimediasikan dengan formasi yang merupakan inaktivitas enzim. Beberapa enzim adalah suatu grup
transferase yang mengkatalisa acetylasi dari fungsi amine dan transfer phosphoryl atau adenylyl grup
pada oksigen atom dari hydroxyl grup pada aminoglycosida. Secara individual aminoglycosida
mempunyai perbedaan suspek pada beberapa enzym. Terutama netilmicin adalah sangat suspek pada
hanya beberapa enzim. Obat boleh sangat aktif terhadap beberapa strain pada organisme yang lain dari
aminoglikosida.

penggunaan klinis:
1. penggunaan primer : 3 aminoglikosida yaitu gentamicin, tobramycin, amikacin adalah sangat penting
terhadap obat pada pengobatan di infeksi yang serius yang menyebabkan gram negatif aerobik bakteria,
termasuk e. coli dan enterobakteria, klebsiella, proteus, pseudomonas dan jenis serratia. Pilihan obat
tergantung paa suspeknya. Antibakterial sinergis boleh terjadi ketika aminoglycosida digunakan pada
kombinasi dengan beta lactans antibiotik, misalnya termasuk kombinasi ang mereka gunakan pada
pengobatan yang serius pada pseudomonas dan enterokokus infeksi.
2. indikasi lainn
a. streptomycin: streptomycin digunakan pada pengobatan tuberculosis, plak dan tularemia. Karena
kerugian dari ototoxisity, streptomycin seharusnya digunakan ketika obat lain digunakan
b. neomycin: berpotensi untuk toksik, digunakan seara topical atau lokal pada traktus gastrointestinal
c. netilmicin: biasanya digunakan pada pengoatan yang serius pada infeksi disebabkan oleh resistensi
organisme dan aminoglykosida yang lain
d. spectinomycin: spectinomycin adalah aminocyclitol yang berelasi pada aminoglikosida itu adalah
sebuah obat yang harus diambil kembali, diadministrasikan secara intramuscular sebagai sebuah dosis
single pada pengobatan gonorrhea.

G. toksisitas

1. ototoksisitas: auditori atau kerusakan vestibular atau keduanya boleh terjadi dengan banyak
aminoglycosida dan boleh tidak kembali lagi. Pengobatan auditory adalah sangat mudah disukai dengan
amikacin, kanamycin, vestibular disfungsi dan pada plasma level terutama pada gentamicin dan
tobramicin. Ototoksisitas kerugiannya sebanding dengan pllasma level dan demikian terutama pada
dosis tinggi tidak dapat dimodifikasi dengan tepat pada disfungsi renalis. Ototoksisitas boleh
ditambahkan dengan diuretik putaran / loop sejak ototoksisitas dilaporkan sebagai pembukaan pada
janin . aminoglycosida sangat dikntraindikasikan pada kehamilan kecuali kalau secara potensial
manfaatnya didipertimbangkan untuk memperoleh kerugian yang lebih berat.
2. nephrotoksisitas: toksisitas renal biasanya diguakan untuk mengambil bentuk pada akut tubular
nekrosis. Ini adalah efek yang tidak cocok yang mana lebih sering terulang, adalah hal biasa pada pasien
yang lebih tuadan pada kondisi tertentu menerima amphoteicin B, cephalosporin atau vancomycin,
gentamicin dan tobramycin adalah merupakan nephrotoksik
3. neuromuscular blokade : lebih jarang , curare suka memblok yang terjadi pada dosis yang tinggi dari
aminoglikosida dan boleh menghasilkan pada respiratori paralisis. Hal tersebut biasanya sangat
reversibel dengan pengobatan calsium dan neostigmin tetapidukungan ventilasi boleh dibutuhkan.
Reaksi kulit: kulit yang allergi boleh terjadi pada pasien dan terkena dermatitis dan boleh terjadi pada
pemakaian personal dari obat. Neomycin adalah sebuah agen yang digunakan untuk menyebabkan efek
yang tidak diinginkan ini.






2.4
46 Sulfonamida, Trimethoprim, dan
Fluoroquinolones

Konsep
Sulfonamida dan trimethoprim merupakan contoh-contoh obat yang beraksi sebagai antimetabolite.
Karena memiliki struktur kimia yang dengan senyawa-senyawa yang terjadi secara alamih, sulfonamida
dan trimethoprim dapat mengganggu sintesa asam folik, yang kritis untuk berbagai mikroorganisme.
Sulfonamida (congener struktur asam aminobenzoic) menghambat synthase asam dihydropteroik,
langkah awal dalam sintesis asam folik. Trimethoprim (analogi asam dihydrofolik) menghambat
reductase dihydrofolate enzim, yang mengubah asam dihydrofolik ke bentuk aktif, asam tetrahydrofolik.
Gabungan sulfonamida dan trimethoprim menyebabkan blokade sintesa asam folik berangkai, yang
menimbulkan aksi bakterisida dan synergistik.
Perkembangan fluoroquinolone pada pertengahan 1980an menunjukan suatu kemajuan penting, karena
obat-obat ini mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas yang meliputi strain (keturunan) dari
patogen-patogen umum yang resistan terhadap antibiotik yang lebih tua. Fluoroquinolones mempunyai
bioavailabilitas oral yang baik dan sedikit menimbulkan efek samping karakteristik yang mendukung
penggunaannya secara luas selama dekade silam. Sayangnya, kemunculan strain resistan organisme-
organisme yang sebelumnya rentan (misalnya, staphylococci dan streptococci) mulai menurunkan nilai
klinis fluoroquinolones yang sebelumnya sudah dipakai selama beberapa dekade.


Obat-obat Antifolate
A. Klasifikasi dan Farmakokinetik:
1. Sulfonamida: Sulfonamida adalah senyawa asam lemah yang memiliki nuklei (inti) kimia yang mirip
asam p-aminobenzoic (PABA). Anggota gugus ini terutama berbeda dalam sifat-sifat farmakokinetik dan
kegunaan klinisnya. Ciri-ciri farmakokinetik meliputi resapan tissu sedang, metabolisme hepatis, dan
ekskresi (pengeluaran) obat intak dan metabolite acetylated dalam urin (air seni). Kelarutan (solubilitas)
bisa berkurang dalam urin asam, yang menyebabkan pengendapan obat dan metabolite-nya. Kareka
keterbatasan kelarutan, gabungan tiga sulfonamida terpisah (triple sulfa) sudah dipakai untuk mereduksi
atau mengurangi kemungkinan bahwa salah satu obat akan mengendap. Sulfonamida bisa
dikelompokkan sebagai sulfonamida aksi-pendek (misalnya, sulfisoxazole), aksi-sedang (misalnya,
sulfamethoxazole), dan aksi-panjang (misalnya, sulfadoxine). Sulfanomida mengikat protein-protein
plasma pada lokasi yang didiami bersama oleh bilirubin dan oleh obat-obat lain.
2. Trimethoprim : Obat ini secara struktur mirip dengan asam folic. Ia adalah suatu basa lemah dan
terperangkap dalam lingkungan asam, mencapai konsentrasi tinggi dalam asam prostatis dan asam
vaginal. (Perangkap congener, pyremethamine, digambarkan dalam Gambar 1-1). Sebagian besar
trimethoprim dikeluarkan tak berubah dalam urin. Paruh-hidup obat ini mirip dengan sulfamethoxazole
(10-12 jam).


B. Mekanisme aksi :
1. Sulfonamida : Sulfonamida adalah penghambat bakteriostatis sintesa asam folik. Seperti
antimetabolite PABA, sulfanomida adalah penghambat synthase dihydropteroate yang kompetitif
(Gambar 46-1). Mereka juga dapat beraksi sebagai substrat untuk enzim ini, yang menghasilkan sintesa
bentuk-bentuk nonfungsional asam folik. Toksitas selektif sulfonamida berasal dari ketidakmampuan sel-
sel mamalia untuk mensintesa asam folik; mereka harus menggunakan asam folik pra-bentuk
(preformed) yang terdapat dalam diet.
2. Trimethoprim: Trimethoprim adalah penghambat selektif reductase dihydrofolate bakteri yang
mencegah pembentukan bentuk tetrahydro aktip asam folik (Gambar 46-1). Reductase dihydrofolate
bakteri adalah empat sampai lima kali lebih sensitif kepada hambatan oleh trimethoprim ketimbang
enzim mamalia.
3. Trimethoprim plus sulfamethoxazole: Bilamana dua obat dipakai secara bersama-sama (kombinasi),
synergi antimikroba berasal dari blokade rangkaian sintesa folate (Gambar 46-1). Kombinasi obat adalah
bakterisida melawan organisme-organisme rentan.

C. Resistansi: Resistansi bakteri terhadap sulfonamida adalah umum dan bisa plasmid-mediated.
Resistansi bakter ini dapat berasal dari turunnya akumulasi intra-sel obat-obat, meningkatnya produksi
PABA oleh bakteri, atau turunya kepekaan synthase dihydropteroate kepada sulfoamida. Resistansi
klinis terhadap trimethoprim paling sering berasal dari produksi reductase dihydrofolate yang
mempunyai afinitas yang menurun terhadap obat.

D. Kegunaan Klinis :
1. Sulfonamida : Sulfonamida aktip terhadap organisme-organisme gram-positif dan gram-negatif,
chlamydia, dan nocardia. Anggota khusus gugus sulfonamida digunakan dengan rute berikut untuk
kondisi-kondisi yang terindikasi.
a. Infeksi saluran urin sederhana : oral (misalnya, triple sulfa, sulfisoxazole).
b. Infeksi okular : topikal (misalnya, sulfacetamida)
c. Infeksi bakar : topikal (misalnya, mafenida, silver sulfadiazine)
d. Ulcerative colitis, rheumatoid arthritis : oral (misalnya, sulfasalazine).
2. Trimethoprim dan sulfamethoxazole (TMP-SMZ): Kombinasi obat ini adalah obat yang dipakai
sekarang untuk infeksi saluran urin yang complicated dan untuk infeksi pernafasan dan infeksi-telinga
serta infeksi sinus karena H. Influenzae dan Moraxella catarrhalis. Pada pasien immuno-compromised,
TMP-SMZ dipakai untuk infeksi karena Aeromonas hydrophila dan merupakan obat pilihan untuk
pencegahan serta pengobatan pneumonia pneumocystis. TMP-SMZ adalah obat pendukung (backup
drug) untuk demam typhoid dan shigellosis dan sudah dipakai untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh staphylococci resistan-methicillin dan Listeria monocytogenes.



E. Toksitas Sulfanomida:
1. Hypersentivitas: Reaksi-reaksi alergi, termasuk ruam-ruam (rash) kulit dan demam, biasa terjadi.
Allergenisitas-silang antara sulfonamida harus diperhitungkan dan bisa juga terjadi dengan obat-obat
yang secara kimiawi berkaitan (misalnya, hypoglycemic oral, thiazide). Dermatitis exfoliatif, polyarteritis
nodosa, dan sindrom Stevens-Johnson sudah jarang terjadi.
2. Gastrointestinal: Nausea, muntah, dan diare biasanya terjadi. Dysfungsi hepatis ringan dapat terjadi,
tetapi hepatitis jarang.
3. Hematotoksitas: Meskipun efek-efek tersebut jarang, sulfonamida dapat menyebabkan
granulocytopenia, thrombocytopenia, dan anemia aplastis. Hemolysis akut bisa terjadi pada orang
penderita defisiensi dehydrogenase cose-6-phosphate.
4. Neprotoksitas: Sulfonamida bisa mengendap dalam urin pada pH asam, yang menyebabkan
crystalluria dan hematuria.
5. Interaksi obat : Persaingan dengan warfarin dan methotrexate untuk pengikatan protein plasma
secara transien meningkatkan level plasma obat-obat ini. Sulfonamida dapat menggantikan bilirumin
dari protein plasma, dengan risiko kernicterus pada neonata jika dipakai pada trisemester kehamilan
ketiga.

F. Toksitas trimethoprim: Trimethoprim dapat menyebabkan efek-efek buruk yang dapat diramalkan
dari suatu obat antifolate, termasuk anemia megaloblastik, leukopenia, dan granulocytopenia. Efek-efek
ini biasanya diperringan oleh asam folinik supplemen. Kombinasi trimethoprim-sulfamethoxazole bisa
menyebabkan efek buruk yang berhubungan dengan sulfonamida. Pasien penderita AIDS yang diberi
TMP-SMZ mempunyai insidensi efek buruk tinggi, termasuk demam, ruam-ruam (rashes), leukopenia,
dan diare.

Fluoroquinolones
A. Klasifikasi dan Farmakokinetik: Fluoroquinolone orisinil atau asli adalah norfloxacin; lainnya dalam
gugus ini meliputi ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, lomefloxacin, dan sparfloxacin. Semua obat
memiliki bioavailabilitas oral yang baik (antacida bisa mengganggu) dan menembus sebagian besar tissu
tubuh. Akan tetapi, norfloxacin tidak mencapai level plasma yang memadai untuk dipergunakan pada
sebagian besar infeksi sistemik. Eliminasi sebagian bear fluoroquinolones adalah melalui ginjal via
sekresi tubular aktif (yang dapat diblokir oleh probenecid). Reduksi dosis biasanya dibutuhkan dalam
dysfungsi ginjal. Moxifloxacin, sparfloxacin, dan trovafloxacin sebagian dieliminir oleh metabolisme
hepatis dan juga oleh ekskresi empedu. Paruh-hidup fluoroquinolones biasanya berkisar 3-8 jam, tetapi
obat-obat yang dieliminir oleh rute non-ginjal memiliki paruh-hidup berkisar 10 sampai 20 jam.

B. Mekanisme Aksi: Fluoroquinolone mengganggu sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (gyrase DNA) dan topoisomerasa IV. Mereka memblokir pengenduran DNA supercoil
yang dikatalisasi oleh gyrase DNA langkah yang dibutuhkan untuk transkripsi dan duplikasi normal.
Penghambatan topoisomerase IV oleh fluoroquinolone mengganggu pemisahan replikasi kromosom
DNA selama pembelajan sel. Fluoroquinolones biasanya bakterisidal melawan organisme rentan.

C. Resistansi: Resistansi fluoroquinolone terjadi selama pengobatan dengan frekuensi sekitar satu dalam
108 organisme, khususnya pada staphylococci, pseudomonas, dan serratia. Mekanisme resistansi
meliputi penurunan akumulasi intrasel (didalam sel) obat dan perubahan dalam kepekaan anzim target
via mutasi point dalam daerah pengikatan fluoroquinolone. Pada coliform, perubahan-perubahan pada
kepekaaan gyrase DNA adalah yang terpenting, sementara pada resistansi cocci gram-positif terutama
karena perubahan pada kepekaan topoisomerase IV.

D. Kegunaan klinis : Fluoroquinolone efektif dalam pengobatan infeksi sistim urogenital dan
gastrointestinal yang disebabkan oleh organisme-organisme gram-negatif, termasuk gonococci, E. Coli,
Klebsiella pneumoniae, Compylobacter jejuni, enterobacter, Pseudomonas laeruginosa, salmonella, dan
shigela. Mereka sudah banyak dipergunakan untuk infeksi sistim pernafasan, infeksi kulit, dan infeksi
tissu lunak, tetapi efektivitasnya sekarang variabel karena munculnya resistansi. Ciprofloxacin dan
ofloxacin adalah alternatif untuk cephalosporins generasi-ketiga pada gonorrhea, yang diberikan dalam
dosis oral tunggal. Ofloxacin akan mengikis organisme-organisme berikutnya seperti chlamydia, tetapi
masa pengobatan 7-hari dibutuhkan. Levofloxacin mempunyai aktivitas yang baik melawan organisme
yang berhubungan dengan pneumonia community-acquired, termasuk atipikal seperti Mycoplasma
pneumonioe. Sparlofoxacin telah meningkatkan aktivitas melawan organisme gram-positif, termasuk
pneumococci resistan-penisilin. Moxifloxacin dan trovafloxacin mempunyai spektrum aktivitas paling
luas, yang meliputi organisasi gram-positif dan gram-negatip dan bakteri anaerobik. Fluoroquinolone
juga sudah dipakai dalam keadaan carrier meningcoccal, dalam pengobatan tuberculosis, dan dalam
pengelolaan propylaktis pasien-pasien neutropenik.

E. Toksitas: Distres gastrointestinal adalah efek samping yang paling umum. Fluoroquinolones bisa
menyebabkan ruam-ruam kulit, sakit kepala, kepusingan (dizziness), insomania, tes fungsi liver
abnormal, fototoksitas, dan tendonitis. Superinfeksi karena C. albicans dan streptococci sudah terjadi.
Fluoroquinolones tidak direkomendasikan dipakai pada anak-anak atau saat kehamilan karena bisa
menyebabkan masalah-masalah cartilage pada hewan yang sedang berkembang. Fluoroquinolones bisa
menaikkan level plasma theophylline dan methulxanthine lain, yang menaikkan toksitasnya. Sparfloxacin
memperpanjang interval QT, dengan kemungkinan resiko arrhythmia jantung, dan obat dikaitkan
dengan insidensi fotosensitivitas tinggi. Trovafloxacin memiliki potensi hepatotoksis.

Daftar Obat
Obat-obat berikut merupakan anggota penting dari gugus atau kelompok obat yang dibahas dalam bab
ini. Prototipe harus dipelajari secara rinci; ciri-ciri penting dari variant utama harus jelas diketahui untuk
membedakan variant dari prototipe dan satu sama lain; agen signifikan lain dikenal dalam subkelas
khusus.


2.5
47. Obat Antimycobakteri

Konsep
Chemoterapi infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, M. leprae, dan M avium-
intracellulare dipersulit oleh banyak faktor, yang meliputi (1) informasi terbatas tentang mekanisme aksi
obat antimycobakteri; (2) perkembangan resistansi; (3) lokasi intrasel mycobakteria; dan (4) sifat kronis
penyakit mycobakteri, yang membutuhkan penggunaan obat dalam waktu lama (protracted drug) dan
berhubungan dengan toksitas obat. Chemoterapi infeksi mycobakteri hampir selalu melibatkan
penggunaan kombinasi obat untuk memperlambat munculnya resistansi dan meningkatkan efikasi
(kemanjuran) antimycobakteri. Obat-obat utama yang dipakai pada tuberculosis adalah isoniazid (INH),
rifampin, ethambutol, pyrazinamida, dan streptomycin. Aksi obat-obat ini pada M. tuberculosis adalah
bakterisidal atau bakteriostatis tergantung pada konsentrasi obat dan kerentanan (susceptibilitas)
strain. Supresi M. avium-intracellulare pada pasien immunocompromised juga membutuhkan
pengobatan multi-obat. Obat utama untuk leprosy adalah dapsone, yang biasanya diberikan bersama
dengan rifampin atau clofazimine (atau kedua-duanya). Subkelompok obat yang dipakai dalam kondisi-
kondisi ini ditunjukan dalam Gambar 47-1.

Obat untuk Tuberculosis
A. Isoniazid:
1. Mekanisme : Isoniazid (INH) adalah congener struktur pyridoxine. Mekanisme aksinya meliputi
penghambatan enzim yang dibutuhkan untuk sintesis asam myolic dan dinding sel-sel mycobakteri.
Resistansi dapat muncul dengan cepat jika obat dipakai sendirian. Resistansi tingkat-tinggi dikaitkan
dengan penghapusan (deletion) pada gen katG yang menyatakan kode catalase yang dipakai pada
bioaktivasi INH. Resistansi level-rendah terjadi lewat penghapusan (deletion) pada gen inhA yang
menyatakan kode untuk protein carrier acyl target.
2. Farmakokinetik: INH juga baik diserap secara oral dan menembus sel-sel beraksi pada mycobakteria
intrasel. Metabolisme INH liver adalah dengan acetylasi dan dalam kontrol genetik. Pasien bisa menjadi
inaktivator obat yang cepat atau lambat. Proporsi acetylator lebih tinggi diantara orang asal Asia
(termasuk Pribumi Amerika) ketimbang orang asal Eropa atau Afrika. Acelylator cepat membutuhkan
dosis yang lebih tinggi ketimbang acetylator lambat untuk efek-efek terapis yang setara.
3. Kegunaan Klinis: INH adalah obat penting yang dipakai pada tuberculosis dan merupakan komponen
regim kombinasi paling banyak diantara obat. Dalam pengelolaan prophylactic konvertor tes kulit dan
kontak dekat pasien dengan penyakit aktif, INH diberikan sebagai obat tunggal.
4. Toksitas dan interaksi: Efek-efek neurotoksis biasa dan meliputi neuritis periperal, kegelisahan
(restlessness), kedutan (kejang) otot, dan insomania. Efek-efek ini dapat diperringan (tanpa pemblokiran
efek antibakteria) dengan jalan penatalaksanaan (pemberian) pyridoxine. INH adalah hepatoksis dan
bisa menyebabkan tes fungsi liver abnormal, penyakit kuning (jaundice), dan hepatitis. Namun,
hepatoksitas jarang pada anak-anak, INH bisa menghambat metabolisme hepatik obat, misalnya,
phenytoin. Hemolysis telah terjadi pada pasien penderita defisiensi dehydrogenase glucose-6-
phosphate. Sindrom mirip-lupus juga sudah dilaporkan.

B. Rifampin :
1. Mekanisme : Rifampin turunan rifamycin adalah bakterisidal melawan M. Tuberculosis. Obat ini
menghambat polymerase RNA yang tergantung-DNA (dikenal sebagai gen rpo) dalam M. Tuberculosis
dan beberapa mikroorganisme lain. Resistansi via perubahan-perubahan pada kepekaan obat
polymerase muncul dengan cepat jikalau obat dipakai sendirian.
2. Farmakokinetik: Bilamana diberikan lewat oral, rifampin diserap dengan baik dan tersebar kedalam
sebagian besar tissu tubuh, termasuk CNS. Obat mengalami siklus (cycling) enterohepatik dan sebagian
termetabolisasi dalam liver (hati). Keduanya obat dan metabolite bebas (yang berwarna orange)
terutama terbuang kedalam kotoran (feces).
3. Kegunaan klinis : Pada tuberculosis, rifampin selalu dipakai bersama dengan obat-obat lain. Pada
leprosy, rifampin yang diberikan secara bulanan memperlambat munculnya resistansi terhadap
dapsone. Rifampin dapat dipakai sebagai obat tunggal pada prophylaxis melawan tuberculosis dalam diri
pasien yang tidak toleran-INH atau kontak dekat pasien dengan strain resistan-INH organisme.
Penggunaan lain rifampin meliputri keadaan carrier meningococcal dan straphylococcal.
4. Toksitas dan interaksi : Rifampin biasanya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan bisa merusak
reaksi antibody. Efek sampingnya meliputi ruam-ruam kulit, thrombocytopenia, nephriyis, dan dysfungsi
liver. Jika diberikan kurang dari dua kali seminggu, rifampin bisa menyebabkan munculnya sindrom
mirip-flu dan anemia. Rifampin dengan kuat mendorong enzim metabolisasi-obat liver dan menaikkan
laju eliminasi berbagai obat termasuk anticonvulsant, steroid kontraseptik, cyclosporine, ketoconazole,
methadone, dan warfarin.

C. Ethambutol :
1. Mekanisme : Ethambutol menghambat transferase arabinosyl (dikenal sebagai operon embCAB) yang
dijumpai dalam sintesa arabinogalactan, komponen dinding sel mycobakteria. Resistansi terjadi dengan
cepat via mutasi pada gen emb jikalau obat dipakai sendirian.
2. Farmakokinetik: Obat dengan baik terserap secara oral dan tersebar ke sebagian besar tissu, termasuk
CNS. Sebagian besar dieliminasi tak berubah dalam urin. Reduksi (pengurangan) dosis perlu pada gagal
ginjal.
3. Kegunaan Klinis : Pemakaian ethambutol hanya pada tuberculosis, dan selalu diberikan bersama
(dicampur) dengan obat lain.
4. Toksitas: Efek buruk yang paling umum adalah gangguan penglihatan tergantung-dosis, termasuk
aktivitas penglihatan turun, buta warna merah-hijau, neuritis optik, dan kemungkinan kerusakan retina
(akibat pemakaian lama dengan dosisi tinggi). Sebagian besar efek-efek ini hilang bilama obat
diberhentikan. Efek-efek neurotoksis lain meliputi sakit kepala, pusing, dan neuritis periperal.

D. Pyrazinamida :
1. Mekanisme : Mekanisme aksi pyrazinamida tidak diketahui; namun, aksi bakteriostatisnya tampaknya
membutuhkan konversi metabolik via pyrazinamidases (dikenal sebagai gen pncA) yang terdapat pada
M. tuberculosis. Mycobakteria resistan kekurangan enzim-enzim ini, dan resistansi berkembang dengan
cepat jikalau obat dipakai sendirian. Ada resistansi-silang minimal dengan obat-obat antimykobakteria
lain.
2. Farmakokinetik: Pyrazinamida baik terserap secara oral dan meresap kedalam sebagian besar tissu
tubuh, termasuk CNS. Obat ini sebagian dimetabolisasi ke asam pyrazinoic, dan molekul induk dan
metabolite-nya diekskresi dalam urin. Paruh-hidup plasma pyrazinamida naik dalam hepatis atau gagal
ginjal.
3. Kegunaan klinis : Pemakaian gabungan pyrazinamida dengan obat-obat antituberculosis lain
merupakan faktor penting dalam keberhasilan regim pengobatan short-course.
4. Toksitas : Sekitar 40 persen pasien mengalami nonguity polyarthralgia. Hyperuricemia biasa terjadi
tetapi biasanya asymptomatik. Efek-efek buruk lain meliputi myalgia, iritasi gastrointestinal, ruam
maculopapular, dysfungsi hepatik, porphyria, dan reaksi-reaksi fotosensitivitas.

E. Streptomycin : Aminoglycosida ini sekarang lebih sering dipakai daripada sebelumnya karena
prevalensi strain resistan-obat M. Tuberculosis yang berkembang. Streptomycin terutama dipakai pada
kombinasi obat untuk pengobatan penyakit tuberculosis pengancam-jiwa, termasuk meningitis,
penyebarluasan miliary, dan tuberculosis organ berat. Sifat-sifat farmakodinamis dan farmakokinetik
dari streptomycin mirip dengan sifat aminoglycosida lain (lihat Gambar 45).

F. Obat Alternatif: Obat-obat antimycobakteri lini-kedua dipakai pada kasus-kasus yang resistan
terhadap obat lini pertama; obat-obat lini disebut sebagai obat lini-kedua karena mereka tidak lebih
efektif, dan toksitasnya sering lebih serius ketimbang obat-obat lini pertama.
1. Amikacin diindikasikan untuk pengobatan suspected tuberculosis yang disebabkan oleh resistan
streptomycin atau strain mycobakteria resistan multi-obat. Untuk menghindari munculnya resistansi,
amikacin harus selalu dipakai bersama (dicampur) dengan regim obat lain.
2. Ciptofloxacin dan ofloxacin sering aktif melawan M. tuberculosis yang resistan terhadap obat lini-
pertama. Fluoroquinolones harus selalu dipakai dalam regim campuran dengan dua agen aktif lain atau
lebih.
3. Ethionamida adalah congener INH, tetapi resistansi-silang tidak terjadi. Kelemahan utama
ethionamida adalah iritasi berat gastrointestinal dan efek-efek buruk neurologis pada dosis yang
dibutuhkan untuk mencapai level plasma yang efektif.
4. Asam p-Aminosalicylic (PAS) jarang dipergunakan karena resistansi primer adalah lazim. Disamping
itu, toksitasnya meliputi iritasi gastrointestinal, ulkerasi peptik, reaksi-reaksi hypersensitivitas, dan efek-
efeknya pada ginjal, liver, dan fungsi thyroid.
5. Obat-obat lain terbatas dipakai karena toksitasnya meliputi capreomycin (ototoksitas, dysfungsi
ginjal) dan cycloserine (neuropathy periperal, dysfungsi CNS).

Obat Leprosy
A. Sulfones : Depsone (diaminodiphenylsulfone) tetap merupakan obat paling aktif melawan M. leprae.
Mekanisme aksi sulfones bisa meliputi penghambatan sintesis asam folic. Resistansi dapat berkembang,
khususnya jika dosis rendah diberikan. Depsone dapat diberikan secara oral, berhasil dengan baik
meresap dalam tissu, mengalami siklus enterohepatik, dan dieliminasi dalam urin, sebagian sebagai
metabolite acetylated. Efek-efek buruknya meliputi iritasi gastrointestinal, demam, ruam-ruam kulit,
dan methemoglinemia. Hemolysis bisa terjadi, khususnya pada pasien penderita defisiensi glucose-6-
phosphate.
Acedapsone adalah bentuk dapsone repositoris yang memberikan konsentrasi plasma penghambat
untuk beberapa bulan. Selain penggunaannya pada leprosy, depsone merupakan obat alternatif untuk
pengobatan pneumonia Pneumocystis carinii pada pasien AIDS.

B. Agen (Obat) lain: Obat-obat alternatif untuk leprosy meliputi rifampin (lihat diatas) dan clofazimine.
Clofazimine diberikan pada kasus resistansi dapsone atau intoleransi. Obat menyebabkan iritasi
gastrointestnal dan kulit pucat (discoloration) yang menonjol.



Obat untuk Infeksi Mycobakteri Atipikal
Infeksi karena mycobakteri atipikal (misalnya, M. Marinum, M. Avium-intracellulare, M. Ulcerans),
walaupun kadangkala asymtomatik, bisa diobati dengan obat-obat antimycobakteria yang diinginkan
(misalnya, ethambutal, rifampin) atau dengan antibiotik lain (misalnya, erythromycin, amikacin).
M. avium complex (MAC) adalah penyebab infeksi yang tersebar luas pada pasien AIDS. Sekarang ini,
clarithromycin atau azithromycin direkomendasikan untuk prophylaxis pad pasien penderita CD4 kurang
dari 50/jtL. Pengobatan infeksi mAC membutuhkan kombinasi obat, satu regim utama yang terdiri dari
azithromycin atau clarithromycin dengan enthambutol dan rifabutin, congener rifampin.

Daftar Obat
Obat-obat berikut adalah anggota penting gugus obat yang dibahas dalam bab ini. Prototype harus
dipelajari secara rinci; agen (obat) lain yang signifikan harus dikenali menurut subkelas khususnya.






2.6
48 AGEN ANTIFUNGAL
Konsep infeksi jamur sangat sulit untuk diobati secara khusus pasa immunocompromise atau
neutropenik pasien, pda kebanyakan jamur sangat resister pada konvensional antimikroba agen dan
hanya beberapa obat yang dihargai untuk pengobatan dari penyakit sistemik jamur. Amphotericin B dan
azoles (fluconazoles, itracozole, dan ketokonazole) adalah sangat berharga pada sistem infeksi dan
sangat beracub selektifnya pada jamur karena mereka berinteraksi dengan ergosterol adalah sterol yang
unik pada fungal sel manusia adalah kolesterol.
Obat untuk sistemik infeksi jamur
A. amphotericin B
1. klasifikasi dan farmakokinetik
amphotericin B adalah antibiotik polyene yang berelasi pada nistatin
2. Mekanisme aksi:aksi fungicidal dari amphotericin B karena efeknya pada permeabilitas dan transport
properti dari membran jamur.
3. Penggunaan klinik : amphotericin B adalah sistemik mikosis dan sering digunakan untuk inisial induksi
regimen prior untuk mengikuti pengobatan dengan azole.
4. Toksisitas
a. relasi infusi: pembalikan efek yang berelasi secara intravena, biasana termasuk demam, kejang otot,
muntah-muntah dan syok seperti jatuh pada tekanan darah.
b. Dosis yang limitasi: amphotericin B mengurangi filtrasi glomeular dan menyebabkan renal tubular
asidosis dengan magnesium dan potassium wasting
c. Neurotoksisitas: intratecal administrasi dari obat boleh menyebabkan kelelahan dan kerusakan syaraf
neurologi.

B. Flucytosine (5fluorocytosine 5 fc)
1. klasifikasi dan farmakokinetik 5 FC adalah pyrimidine antimetabolit yang sangat berelasi pada obat
antikanker 5 fluorouracil.
2. Mekanisme aksi: flucitosine diakumulasikan pada sel jamur dengan aksi dari membran permease dan
dikonversikan dengan Cytosine deaminase pada 5 FU inhibitornya thymidylate sintase
3. Penggunaan klinik: antifungal spektrum dari 5 Fc adalah sempit sangat limitasi pada pengobatan
kombinasi dengan amphotericin atau infeksi lain Crytococcus neofornes dan mungkin sistemik infeksi
candidal.
4. Toksisitas: pada level plasma menyebabkan sumsum tulang yang reversibel, depresi, dan fungsi liver.

C. Azole antifungal agen

1. klasifikasi dan farmakokinetik: azole digunakan untuk sistemik mukosa termasuk ketoconazole,
fluconazole, itraconazole dan voriconazole

2.mekanisme aksi azole turut campur dengan sel fungal membran permeabilitas dengan mencegah
sintesis dari ergosterol
3. Penggunaan klinik
a. ketokonazole
b.fluconazol
c. itraconazole
d.voriconazole

4.toksisitas: pembalikan efek dari azoles termasuk muntah-muntah, diare, ruan kulit dan kadang-kadang
hepatotoksik.

Sistemik obat untuk superficial infeksi jamur
a. griseofulvin
b. terbinafine
c. azoles


Obat topikal untuk superficial infeksi fungal disebabkan oleh candida albicans dan atophytes nystatin
adalah polyene antibiotik, topikal lain dari antifungal termasuk azole ikatan miconazole dan
clotricomazole dan monazole haloprogin , tolnaftate dan ondocylonik asam.



























2.7
49. antiviral kemoterapi dan profilaksis

Konsep: banyak pemggunaan dari agen antiviral mengatasi aksinya pada replikasi viral, keduanya pada
tahap dari asam nukleus mensintesis tahap dari protein akhir sintesis dan prosesnya. Kebanyakan obat
merupakan aktif terhadap virus herpes dan terhadap HIV adalah antimetabolit dengan strukturnya
similar pada natural ikatan yang terjadi agar turut campur dengan viral asam nukleat sintesis atau akhir
sintesis dari viral protein, antimetabolit harus dikonversi dengan bentuk aktif biasanya triphosphate
derivate.
Sebagai contoh zidovudine (AZT) yang memahami proses posfrilasi dari sel induk pada sel host (indung
kinase) yang membentuk nukleotida dianalogikan dengan apa yang mencegah DNA polimerase selektif
toksisitas karena DNA viral polimerase adalah lebih sensitif pada inhibisi dari beberapa metabolisme
yang merupakan mamalia polymerase. Acyclovir adalah lebih sensitif pada inhibisi dengan obat yang
membutuhkan phosphorilasi hanya melalui sel host enzim. Penambahan ini sangat selektif sebagai
bagian yang hasilnya untuk inisial fosporilasi dari acyclovir dengan viral thymidine kinase yang tidak ada
pada sel yang tidak terinfeksi.
Limitasi dari monoterapi pengobatan pada HIV adalah stimulus umum untuk mengkombinasi antiviral
kemoterapi.beberapa kombinasinya biasanya termasuk 2 nukleosida yang membalik transkriptase
inhibitor (NRTIs) termasuk inhibitor dari HIV protease (PI). Pada kebanyakan kombinasi regimen sebuah
nukleosida membalik transkriptase inhibitor dari HIV protease yang digunakabn pada tempat dari
protease inhibitor. Peninggian aktif antiretroviral terapi (HAART) termasuk kombinasi obat yang dapat
lambat dan membalik penambahan dari viral RNA yang mengisi pada normal progresi dari penyakit.
Pada banyak AIDS pasien, HAART lambat dan membalik keputusan pada CD4 sel dan mengurangi
insidensi dari oportunistik infeksi.

Obat antiherpes
A. Acyclovir (Acycloguanosine)
1. Mekanisme: sangat aktif terhadap HSV dan VZV virus.
2. Farmakokinetik: secara topikal, oral dan intravena.
3. Penggunaan klinik dan toksisitas : secara mukokutaneus dan genital herpes lesion dan untuk
profilaksis pada AIDS dan immunokompromised pasien.
4. Acyclovir termasuk famciclovir, penciclovir,valacyclovir.

B. Foscarnet
1. Mekanisme: Foscarnet adalah phosphonoformate derivative yang tidak membutuhkan phosphorilasi
untuk aktivitas antiviral
2. Farmakokinetik: secara intravena termasuk CNS.
3. penggunaan klinik dan toksisitas: untuk CMV ifeksi dan mempunyai aktivitas terhadap ganciclovir
resisten strain untuk virus, efeknya pada keseimbangan elektrolit dan CNS efek.

C Ganciclovir
D Cidofovir
E. obat antiherpes lain
Yaitu
1. Vidarabine
2. sorivudine
3. idoxuridine dan trifluridine
4. fomivirsen

anti HIV agen nukleoside yang membalik trankriptase inhibitor yaitu
A. zidovudine
B. Didanosine
C. Zalcitabine
D. Lamivudine
E. Stavudine
F. Abacavir

Anti HIV agen nonnukleosida yang membalik transkriptase inhibitornya
A. mekanisme : NNRTIs yang menggabungkan pada situs pembalikan transkriptase yang berbeda pada
situs penggabungan dari NRTIs .
B. Nevirapine: biasanya digunakan untuk alternative kombinasi regimen dan sangat efektif untuk
mencegah HIV vertikal transmisi single dosis.
C. Delavirdine: metabolisme dengan CYP3A4 dan CYP2D6.
D. Efavirenz: NNRTI ditunjukkan pada efektif HIV pengobatan kombinasi dengan 2 NRTIs.

Anti-HIV agen protease inhibitor
a. Indinavir
b. Ritonavir
c. Protease inhibitor yang lain
Yaitu : Saquinavir,Nelfinavir,amprenavir
d. Efek pada karbohidrat dan metabolisme lipid

Antiviral agen:
1. Amantadine dan rimantadine
2. Oseltamivir dan zanamivir
3. interferons
4. Ribavirin
5. Topikal antiviral obat termasuk idoxuridine, cytarabine dan trifluorothymidine.










2.8
50. Antimikrobial agen dan urinari antiseptik
Antimikrobial agen
A. Metronidazole
1. mekanisme: derivative aktivitas terhadap protozoa dan bakteria.
2. Farmakokinetk: efektive secara oral dan memasuki CSF level pada darah
3. penggunaan klinik: antibakterial agen metronidazole aktivitasnya pada bakterioides dan clostridia.
4. Toksisitas: gastrointestinal iritasi, sakit kepala dan kolorasi urine

B. Mupirocin
1. Mekanisme: Mupirocin fermentasi produk dari pseudomonas fluorescen
2. Farmakokinetik dan penggunaan klinik: topikal
3. Toksisitas: ruam kulit, eritema dan dermatitis kontak.

C. Polymyxins
1. mekanisme: polymixin adalah polipeptida yang baktericidalnya terhadap gram negatif bakteria.
2. penggunaan klinik: toksisitas, polymiksin dibatasi pada terapi topikal
3. Toksisitas: paresthesias, ataxia, hematuria, proteinuria, nitrogen tretensi.

Antiseptik urinaria
Urinaria antiseptik adalah obat oral yang sering dikeluarkan ke urine dan beraksi untuk mensupres
bakteriuria, kekurangan obat sistemik antibakterial efek tetapi sangat toksik, urinari antiseptik adalah
sering diadministrasikan dengan asam agen karena pH yang pendek dari inhibitor yang tidak bergantung
dari bakteria pertumbuhan pada urine.

A. Nitrofurantoin
B. Nalidixic acid
C. Methenamine

Disinfektan dan antiseptik
Walaupun term dari penggunaan sebuah disinfectan adalah ikatan yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dan lingkungan dimana antiseptik yang satu digunakan untuk mencegah pertumbuhan
bakteria yang tidak mempunyai selektive toksisitas , contohnya
a. Alkohol, aldehide dan asam: ethanol, isopropanol, formaldehide, asetik acid, salicil acid dan
undcylenik asam pada pengobatan dermatopite infeksi.
b. Halogen: iodine tincture, hypochlorous asam dengan chlorine, halazone, dan chlorine, sodium
hypoclorite
c. Agen oksidasi: Hidrogen peroksida, potassium permanganate.
d. Logam berat: Merkurisilver, thimerosal, merbromin, silver nitrate, silver sulfadiazine
E.Chlorinasi phenols: hexachlorphene, triclocarban, chlorhexidine, lindane

E. kationik permukaan: Benzalkonium chloride dan cetylpyridinium chloride
















2.9
51. Penggunaan klinik antimikrobial

Konsep:
A. garis besar dari antimikrobial terapy: hasilnya pada tes laboratorium dianalisa, dibuat mikrobiologik
diagnosis dari infeksi mikrobial, menentukan pengobatandan test, menseleksi obat optimal untuk obat.
B. Prinsip dari antimikrobial terapi

1. tes perkiraan : sesuai dengan MIC
2. konsentrasi obat pada darah
3. serum baktericidal titer
4. rute administrasi
5. memonitoring terapeutik response
6. kegagalan penggunaan klinik dan antimikrobial terapi

C. Faktor yang mempengaruhi penggunaan obat antimikrobial
1. Baktericidal termasuk bakteriostatik aksi
2.Eliminasi obat mekanisme
3.Kehamilan dan neonasi
4. Interaksi obat: interaksi termasuk nephrotoksisitas dan ototoksisitas yang diberikan dengan loop
diuretik, vancomycin atau cysplatin.

D. Antimikrobial kombinasi obat
1. situasi gawat darurat
2.Untuk menghambat resistensi
3.Infeksi yang tercampur
4. untuk menerima sinergis efek yaitu: sequential blokade, blokade dari inaktivasi obat enzim, memasuki
pengambilan obat.

E. Antimikrobial kemoprophylaxis
1. pada spesifik patogen
2.Tidak ada resistensi
3. prophylaktik obat untuk durasi limitasi
4. terapuetik konvensional dosis
5, prophylaxis



























3.0
52. Basis prinsipel dari antiparasitik kemoterapi

Rasional antiparasit yang terjadi pada kemoterapi alat-alatnya berbasis prinsipel pada toksisitas
selektive, yang mana mencegah biokemikal dan perbedaan fisiologik antara parasit dan sel host. Banyak
antiparasit agen pada enzim target adalah sangat unik pada parasit, obat lain dan obat yang berafek
selular fungsinyabiasanya pada kedua indung, dan sel parasit.

A. mekanisme termasuk enzim yang unik pada parasit: ditemukan pada sel host/inang
yaitu:
1. dihydropteroate sintase
2. Piruvat ferredoksin oxidoreduktase
3. bukleosida phosphotransferase
4. trypanothione reduktase.

B. mekanisme yang termasuk enzim pada parasit:
1. Purine phosphoribosyl transferase: Allopurinol
2. Ornithine decarboxylase: DFMO
3. Glycolytic enzim:salicylhydroxiamid acid, suramin

C. mekanisme yang termasuk fugsi yang biasa dipunyai pada sel indung parasit
1. Dihydrofolate reduktase: pyrimethamine
2. Thiamin transpoter: amprolium
3. Mithochondrial elektron transpoter: 4-hydroxyquinolone
4. Mikrotubula: terdiri dari cytoskeleton dan mitotik gelembung terdiri dari tubulin polimer.
5. Neurotransmission dan kontraksi otot: contoh obatnya levamisole, pyrantel pamoate, piperazine
(GABA), milbemycin, avermectin, praziquantel.




























3.1
53. OBAT ANTIPROTOZOAL

Konsep:
Obat untuk malaria:
Parasit dari malaria mempunyai kompleks kehidupan yang aksinya pada beberapa poin. Plasmodium
yang spesiesnya menginfeksi manusia yaitu (p falciparum, p malarae, p ovale, p vivax) yang disebarkan
melalui wanita pada tahap primer dari jaringan primer fasenya. Mereka dapat memasuki darah dan
parasit eritrosit (eritrosit fase). P falciparum dan p malariae hanya mempunyai satu siklus dari sel hati
yang mengalami invasi. Hal itu setelah multiplikasi yang disebut eritrosit, spesies yang lain yang
mempunyai dormant tahap hepatik yang mana disebut hypnozoites) yang sangat responsibel untuk
infeksi tertentu yang melepas setelah penyembuhan dari sel host untuk infeksi inisial.
Schizon pada hati segera adalah infeksi yang mana merupakan schizontisida darah membunuh bentuk
parasit ini hanya pada gamet di darah, obat juga menghancurkan exoerythrocytik pada hati skizon dapat
menyebabkan pelepasan demam malaria (sporontisida) mencegah sporogoni dan multiplikasi dari
nyamuk.

A. Chloroquine
B. Quinine
C. Mefloquine
D. Primaquine
E. Obat antifolat

Obat untuk Amebiasis
Jaringan amebicids (chloroquine, emetins, metronidazole) beraksi sebagai organisme pada usus dan hati
luminal amebicida (diloxanide furoate, iodoquinol,paramomycin) beraksi hanya pada lumen dari usus.
Pemilihan dari ketergantungan obat bergantung pada bentuk dari amebiasis untuk asymptomatik,
diloxanine furoate atau iodoquinol. Regimennya adalah chloroquine yang direkomendasikan pada abses
hati amebik yaitu obat-obatnya:
A. diloxanide furoate
B. emetines
C. iodoqiunol
D. metronidazol
E. paromomycin

Obat-obat untuk pneumocytosis dan toxoplasmosis
A. pentamidine
B. Trimethoprim sulfamethoxazole
C. Antifols (pyrimethamine dan sulfonamida)
D. Atovaquone
E. Agen leucovorin

Obat untuk trypanosomiasis:
A. pentamidine
B. melarsoprol
C. nifurtimox
D. suramin

Obat untuk leishmaniasis
Dari kutaneus dan mukokutaneus lesi dengan demam yaitu sodium stibogluconate. , penthamidine,
metronidazole, amphotericin B









3.2
54 OBAT ANTHELMINTIC

Konsep: Obat anthelmintik merupakan struktur kemikal pada mekanisme aksi dan propertisnya.
Kebanyakan ditemukan pada emphirik screening metoda, terhadap spesifik parasit dan beberapa
mencegah signifikant toksisitas pada sel host. Sebagai penambahan pada toksisitas langsung dari obat,
reaksi pada kematian dan parasit yang mati boleh menyebabkan toksisitas yang serius pada pasien,
dimana dibagi menjadi 3 grup pada basis tipe dari helminth primarily afeksinya pada (nematoda,
trematoda dan cestoda)

Obat yang beraksi terhadap nematoda
Secara medis sangat penting pada nematoda intestinal yang responsive pada terapi obat termasuk
enterobius vermicularis, trichuris trichiuria, ascaris lumbricoides, ancyclostoma, strongyloides stercoralis
diestimasi oleh infeksi intestinal nematoda.
Obatnya antara lain:
A. albendazole
B. diethylcarbamazine
C. ivermectin
D. mebendazole
E. piperazine
F. pyrantel pamoate
G. thiabendazole

Obat yang beraksi terhadap Trematoda
a. praziquantel
b. bithionol
c. metrifonate
d. oxamniquine

Obat yang beraksi terhadap cestoda
Yaitu niclosamide.
3.3
55. Kemoterapi kanker

Pengobatan dari kanker membutuhkan banyak tipe yang berbeda pada obat pada beberapa target yang
berbeda

Kanker sel pada roda kinetik
b. sel roda kinetik: populasi sel kanker kinetik dan kanker sel yang roda sangat penting determinanya
pada aksi dan penggunaan klinik dari obat antikanker. Banyak obat antikanker beraksi sangat spesifik
terutama pada sel tumor yang berjalan pada perputaran. Roda sel yang spesifik CCS dan lainnya (roda
sel ccs obat yang biasanya lebih aktif pada spesifik fase dari roda sel dan ccs obat yang secara faktanya
sangat efektif ketika proporsi sangat luas pada sel sel tumor yang mengalami proliferasi ketika
pertumbuhan dari fraksi sangat tinggi.
c. Hipotesa log-kill: cytotoxic obat eraksi dengan kinetik pemesanan yang pertam, diberi sebuah dosis
yang mebunuh sebuah proporsi yang konstan dari populasi sel yang lebih dari sel yang jumlah sel yang
konstan. Log-kill hipotesis ditujukan pada besarnya sel tumor dibunuh oleh obat anti kanker adalah
fungsi logaritmik. Banyaknya dosis yang sama dikurangi dengan banyaknya jumlah sel oleh 3 besarnya
pemesanan.
d. Resistensi pada obat antikanker: obatnya sangat resistensi dengan problem yang utama pada kanker
kemoterapi . mekanisme dari resistensi termasuk keterangan dibawah ini.

1. Penambahan perbaikan DNA: sebuah penambahan dari rating DNA yang diperbaiki pada sel tumor
dapat sangat bertanggung jawab untuk kelangsungan dan sangat penting pada kasus dari kebanyakan
alkilating agen dan cisplatin.
2. formasi dari agen yang terperangkap: kebanyakan sel tumor bertambah pada produksinya dari thiol
yang ditangkap oleh agen agen (glutathione) yang mana berinteraksi dengan obat antikanker yang
reactive untuk spesies dari elektrophilic. Mekanisme ini sangat resis ten terlihat dengan alkylating akting
bleomycin, cisplatin dan anthracyclines
3. perubahan pada target enzym
perubahan pada sensitivitas dari sebuah target enzym, dihydrofolate eduktase dan penamahan sintesis
dari enzim adalah mekanisme resistesi dari tumor sel pada methrotrexate.
4. pengurangan aktivasi dari obat awal adalah resistensi dari antimetabolite (mercaptopurine
thioguanine) dan pyrimidine antimetabolite (cytarabine, fluorouracil) dapat menghasilkan dari
pengurangan aktivitas pada sel tumor resistensi pada kebanyakan purine dan piyrimidine anti
metabolite
5. inaktivasi dari obat antikanker: penambahan aktivitas dari enzi dapat untu mengaktivasi obat
antikanker dan mekanisme dari sel tumor resistensi pada kenanyakan purine dan pyrimidine
antimetabolites.
6. pengurangan akumulasi obat: bentuk dari multi obat resistensi termasuk penambahan ekspresi dari
gen normal (MDRI gen) untuk sebuah permukaan sel glycoprotein (p-glycoprotein)transportasi molekul
ini termasuk pada pengeluaran akselerasi dari banyak obat antikanker pada resistensi sel.

Alkylating agen

Alkilating agen termasuk nitrogen mustard (chloramucil,cyclophosphamide, mechlorethamine),
nitrosurea (carmustine (BCNU),lomustine (CCNU) dan alkylsulfonates (busulfan) obat-obat lain yang
beraksi pada bagian dari alkilating agen termasuk cisplatin, dacarbazin procarbazine. Alkylating agen
adalah CCNS obat. Mereka membentuk reaktive dari molekuler spesies yang alkylating nucleophilik grup
pada DNA basis, secara partikular terdiri dari N-7 posisi dari guanine. Ini memimpin pada basis,
abnormal basis memperbaiki , dan DNA strand memutus rantai umur, sel tumor sangat resisten pada
obat yang terjadi melalui pertambahan dari perbaikan DNA, mengurangi permeabilitas obat , atau
produksi dari trapping agen seperti thiols.

A.Cyclophosphamide:
1. pharmakokinetik: sitokrom hepatik dari P450 bermediasi pada biotransformasi dari
cyclophosphamide yang dibutuhkan pada aktivitas antitumor. Satu dari pemecahan produk adalah
acrolein.
2. penggunaan klinik: penggunaan dari cyclophosphamide termasuk non-hodkin limfoma, payudara dan
ovarian kanker dan neuroblastoma.
3. Toksisitas: gastrointestinal adalah keadaan yang sangat berbahaya, myelosuppresion dan alopecia dan
pembalikan yang diinginkan efeknya. Hemorrhagik cistitis karena formasi dari acrolen boleh dikurangi
oleh hidrasi yang hebat dan dengan penggunaan dari mercaptoethanesulfonate (mesna).
Cyclophosphamide boleh juga menyebabkan kardiak disfungsi, toksisitas pulmonar dan sebuah sindrom
dari ketidaksesuaian sekresi ADH.

B. Mechloretamine:
1. Mechanisme dan farmakokinetik : mechloretamine secara spontan membagi badan pada reaktive
sitotoksik produk
2. Penggunaan klinik: mechloretamine adalah yang terbaik digunakan pada MOPP regimen untuk
penyakit hodgkin.
3. Toksisitas : penggunaan gastrointestinal yang berlebih, myelosupresi dan alopecia adalah biasa,
mechloretamine ditandai sebagai aksi yang penting

C. Carmustin (BCNU) dan lomustin (CCNU)
1. Farmakokinetik: BCNU dan CCNU adalah nitrourea dengan lipofilik yang tinggi dan berfasilitasi
pemasukkan dari CNS
2. penggunaan secara klinik: BCNU dan CCNU digunakan untuk menamah pengobatan pada tumor otak.
3. toksisitas: efek yang merugikan termasuk gastrointestinal yang berlebihan, melosupresi dan CNS
disfungsi.

D. Ciplatin dan Carboplatin
1. farmakokinetik: Cisplatin digunakan secara intravena, obat yang didistribusikan pada kebanyakan
jaringan dan dibersihkan tanpa perubahan oleh ginjal.
2. penggunaan klinik: Cisplatin biasanya digunakan sebagai komponen dari regimen untuk testicular
karsinoma untuk kanker dan bladder, paru-paru dan ovarium. Carboplatin mempunyai penggunaan yang
sama.
3. Toksisitas: Cisplatin menyebabkan gastrointestinal yang berlebihan dan toksisitas hematopoietin yang
ringan dan ini ada toksisitas syaraf (perifer neuritis dan kerusakan syaraf akustik) dan nephrotoksik.
Kerusakan renalis boleh dikurangi dengan penggunaan mannitol yang dipaksa dengan hydrasi.
Carboplatin adalah nephrotoksik yang kurang lebih dari cisplatin dan sangat kurang diskai sehingga
menyebabkan kehilangan rambut, tetapi hal tersebut mempunyai aksi myelosupresi aksi.

E.Procarbazin:
1. mekanisme: Procarbazin adalah merupakan agen yang reaktif yang membentuk hydrogen peroxide,
yang mana membangkitkan radikal bebas yang menyebabkan DNA strand.
2. farmakokinetik: procarbazine sangat aktif secara oral dan mempenetrasi pada kebanyakan jaringan
termasuk cairan cerebrospinal yang dieliminasi melalui metabolisme hepatik.
3. penggunaan klinik: penggunaan utama pada obat yang komponennya dari MOPP regimen untuk
penyakit Hodgkin
4. toksisitas: proarbazine adalah myelosupresi yang menyebabkan gastrointestinal iritasi, CNS disfungsi,
perifer neuropathy dan reaksi kulit. Procarbazine mencegah banyak enzim termasuk MAO dan itu yang
termasuk pada oat metabolisme hepatik. Disulfiram yang disukai reaksinya terjadi dengan ethanol
adalah obat yang leukemogenik.

F. agen alkylating yang lain: busulfan kadang-kadang digunakan pada penggunaan myelogenous
leukemia kronik. Yang menyebabkan insufisiensi adrenal, fibrosis pulmonary dan pigmentasi kulit.
Dacarbazin digunakan pada penyakit Hodgkin yang merupakan bagian dari regimen ABVD. Yang
menyebabkan alopecia, kruam pada kulit, gastrointestinal yang berlebihan, myelosupresi,
phototoksisitas dan sindrom seperti flu.

Antimetabolit-antimetabolit
Antimetabolit yang similr secara struktural pada ikatan endogen dan yang antagonist adalah asam folic
(methotrexate), purines (mercaptopurine,thioguanine) atau pyrimidine (fluorouracil, cytarabine),
antimetabolite antimetabolit adalah obat CCS yang secara primer pada fase S dari siklus sel. Mereka
mempunyai aksi pada DNA jalur sintetik. Pada penambahan sitoktoksik efek pada sel neoplastik.
Antimetabolitnya juga mempunyai aksi immunospresi. Kebanyakan penggunaan dari antimetabolit pada
penyakit neoplastik.

A.Methotrexate:
1. Mekanisme aksi dari resistensi: methotrexate adalah sebuah substrat untuk dan inhibisi dari
dihydrofolate reduktase. Aksi ini memimpin pada pengurangan sintesis dari thymidylate, yaitu purine
nucleotida, dan asam amino dan apa yang demikian tercampur dengan asam nukleat dan metabolisme
protein. Formasi dari derivat polyglutamate derivative adalah methotrexate yang muncul untuk menjadi
aksi cytotoxic yang sangat penting. Sel tumor sangat resisten pada mekanisme termasuk pengurangan
dari akumulasi obat, perubahan pada sensitivitas obat atau aktivitasnya dari dihydrofolate reductase
dan pengurangan dari formasi polyglutamat.
2. Farmakokinetik: Oral dan intravena administrasinya dari methotrexate menghasilkan jaringan pada
istribusinya kecuali pada CNS. Methotrrexate tidak dimetabolisasi, dan itu dibersihkan dan tidak
bergantung pada pembersihan fungsi renal. Hidrasi cukup memadai yang dibutuhkan untuk mencegah
crystallization pada tubula renalis.
3. penggunaan klinik: Methotrexate adalah efektif choriocarcinoma, akut leukemia, non hodgkin dan
kutaneus T sel lymphoma dan kanker payudara. Methotrexate digunakan juga pada rheumatoid arthritis
dan psoriasi
4. toksisitas: sebagai efek yanag biasa termasuk sumsum tulang supresi dan efek toksik pada kulit dan
gastrointestinal mucosa (mukositis). Efek toksik dari methrotexate adalah sel normal yang boleh
dikurangi dengan administrasi dari asam folinic (leucovorin). Strategi ini disebut penyelamatan
leucovorin. Penggunaan yang lama dari methotrexate memimpin pada hepar toksisitas dan pada
infiltrasi pulmonal dan fibrosisnya, salisilat, NSAIDs, sulfonamides, dan sulfonylureas mempertinggi
toksisitas dari methotrexate.

B. Mercaptopurine (6-MP) dan Thioguanine (6TG)
1. Mekanisme aksi dan resistensinya: Mercaptopurine dan Thioguanine adalah purine antimetabolit .
Keduanya adalah obat yang diaktivasi denan hypoxanthine-guanine. Phosphoribosyltransferase
(HGPRTase) pada nucleotida yang sitotoksik yang mencegah beberapa mekanisme dari enzim yang
memasuki purine metabolism. Resistensi sel tumor yang sudah dikurangi aktivitasya oleh (HGPRT ase,
atau mereka boleh menambah pada produksinya dari alkaline phosphatase yang mengaktivasi toksik
nukleotida.
2. Farmakokinetik: Mercaptopurine dan Thioguanine mempunyai boavaibilitas oral yang disebabkan
metabolisme lintas pertama dengan enzim hepatik. Metabolisme ini adalah 6- MP oleh xanthine
oksidase yang diinhibisi oleh allopuroinol.
3. Pengunaan klinik: purine antimetabolite digunakan terutama pada akut leukemia dan chronik
myelocytic leukemia.
4. Toksisitas: pada sumsum tulang supresi mencapai dosis limit tetapi disfungs dari hepatic juga terjadi
(Cholestasis, jaundice,nekrosis).

C. Cytarabine (Ara-C):
1. Mekanisme aksi dan resisteni: Cytarabine( Cytosine arabinoside) adalah pyrimidine antimetabolit.
Obat yang diaktivasi oleh kinase pada AraCTP, sebuah inhibitor dari DNA polimerase. Semua
antimetabolite, cytarabine adalah yang paling spesifik untuk S fase dari sel tumor. Resistensi pada
cytarabine dapat terjadi sebagai hasil dari pengurangan atau pengambilan conversinya pada AraCTP.
2. Pharmakokinetiks: Obat yang digunakab secara parenteral dan intravena yang pendek pemasukannya
bleh mencapai level yang lumayan dari cerebrospinal cairan. Ara-C ieliminasi via metabolisme hepatik.
3. penggunaan klinik: Cytarabine adalah yang penting pada regimen untuk pengobatan dari akut
leukemia.
4. Toksisitas: Ara-C menyebabkan gastrointestinal iritasi dan myelosupresi. Peninggian dosis memimpin
pada neurotoksisitas dari cerebral fungsi dan perifer neuritis.

D. Fluorouracil (5-Fu):
1. Mekanismenya: fluorouracil dibiotransformasi pada % fluoro 2 deoxyuridie 5 monophosphate (5-
Fdump) yang mana mencegah thymidylate sintesis dan memimpin pada kematian thymineless dari sel.
Tumor sel sangat resisten mekanismenya termasuk pengurangan aktivasi dari %fu , ditambahkan pada
thymidylate sintesis aktvitas dan mengurangi sensitivitas obat dari enzim ini.
2. farmakokinetik: ketika diberi secara intravena, fluorouracil secara lebar ddistribusikan termasuk pada
cairan cerebrospinal. Eliminasi dari metabolisme yang pertama.
3. Penggunaan klinik: fluorouracil digunakan pada kantun kemih, payudara dan usus besar, kepala, leher
yang biasa digunakan secara topical untuk keratose dan sel basal superfisial karsinoma.
4. Toksisitas: gastrointestinal yang berlebihan, myelosupresi dan alopecia adalah yang biasa.

Alkaloid Plant

Ynag paling penting pada CCS obat adalah Vinca alkaloids (vinblastine, vincristine), podophylotoksin
(etoposide, teniposide) dan taxanes (paclitaxel, dicetaxel).

A.vinblistine dan Vincristine
1. mekanismenya: Vinblistine dan vincristine adalah rancun gabungan yang mana mencegah pertemuan
dari tubulin dimer pada microtubula, memblok formasi dari mitotik spindle. Mereka beraksi secara
primer pada fase M dari kanker litik sel. Resistensi boleh terjadi dari penambahan pengeluaran dari oat
dari tumor sel melalui tranporter membran obat.
2. Farmakokinetik: keduanya obat boleh diberi secara parenteral, mereka mempenentrasi kebanyakan
jaringan kecuali cairan cerebrospinal. Keduanya telah dibersihkan secara utama melalui ekstresi biliar.
3. penggunaan klinik: Vincristine adalah componen dari MOPP dan COP kombinasi obat regimennya
digunakan pada akut leukemia, lympoma, wilms tumor dan choriocarcinoma. Vinblastin adalah
komponen dari ABVD regimen untuk penyakit Hodgkin dan digunakan untuk lymphoma yang lain,
neuroblastoma, testicular carsinoma dan kaposis sarcoma.
4. Toksisitas: Vinblastine menyebabkan myelosupresi yang serius tetapi mempunyai neurotoksik akssi
dan bolh menyebabkan areflexia, perifer neuritis dan paralytic ileus.

B. Etoposide dan teniposide
1. Mekanisme: Etoposide menambah degradasi dari DNA, yang sangat mungkin melalui VIA interaksi
dengan topoisomerase II yang juga mencegah mitokondria transport elektron. Obat yang kebanyakan
aktif pada s akhir dan dan G2 yang pertama muncul pada fase dari litik sel. Teniposide adalah sebuah
analog dengan pharmakologik karakteristik yang sama.
2. Farmakokinetik: etoposide yang diabsorbsi dengan baik setelah administrasi oral dan didistribusi pada
kebanyakan jaringan. Eliminasi dari etoposide terutama melalui ginjal, dan dosis sari reduksinya harus
dibuat pada pasien dengan perbaikan ginjal.
3. Penggunaan klinik: beberapa agen digunakan pada kombinasi dari obat dan regimen untuk terapi dari
paru-paru (sel kecil), prostat dan carcinoma testicular.
4. toksisitas: etoposide dan tenoposide adalah gastrointestinal iritan dan menyebabkan alopecia dan
sumsum tulang supresi.

D.Paclitaxel dan docetaxel
1. Mekanisme: Paclitaxel dan docetaxel adalah racun spindel dan yang beraksi dengan berbeda dari
vinca alkaloid yang mencegah microtuba pada pertemuan di monomer tubulin.
2. Farmakokinetik: Paclitaxel dan docetaxel diberikan secara intravena.
3. Penggunaan klinik: Taxane digunakan pada tingkat lebih tinggi dari kanker payudara dan kanker
ovarian.
4. Toksisitas: Paclitaxel digunakan menyebabkan neutropenia, thrombocytopenia dan insiden tertinggi
dari perifer neuropathy dan kemungkinan hipersensitivitas reaksi selama diinfus. Docetaxel
menyebabkan neurotoksisitas dan sumsum tulang depresi.

Antibiotik-antibiotik

Kategori dari antineoplastik obat dibuat untuk beberapa struktur yang tidak sama pada agen-agen,
termasuk doxorubicin, daunorubicin, bleomycin, dactinomycin, mitomycin dan mithramycin.

A.doxorubicin dan daunorubicin:
1. mekanisme-mekanisme: Anthracycline ini dapat berinteraksi antara pasangan basis yang mencegah
topoisomerase 2 dan menyebabkan radikal bebas. Mereka memblok sintesis dari RNA dan DNA yang
menyebabkan DNA strand. Membran yang mengalami disrupsi juga terjadi antracyclineine adalah CCNS
obat.

2.Farmakokinetik: Doxorubicin dan daunorubicin boleh diberikan secara intravena. Mereka
dimetabolisme di hati dan produksi-produksinya dieksresi pada kantung empedu dan urine (berwarna
merah bukan hematuria).
3. Penggunaan klinik: Doxorubicin adalah komponen dari ABVD regimen yang digunakan pada
pengobatan dari myelomas, sarcoma dan payudara, endometrium, paru-paru, dan ovarium juga kanker
thyroid, penggunaan utama dari daunorubicin adalah pada penggunaan dari akut leukemia yang
dibuktikan untuk penggunaan pada akut myelogenase leukemia.
4. leukemia: keduanya obat menyebabkan sumsum tulang supresi, gastrointestinal yang berlebihan dan
alopecia yang berat. Kebanyakan dari mereka adalah efek khusus yang merugikan dari cardiotoksisitas
yang mana termasuk inisial electrocardio grafik abnormalitas (dengan kemungkinan dari arrythmia) yang
dengan lambat berkembangnya kardiomyopathy dan gagal jantung kongestif. Dexarozane adalah radikal
bebas yang diburu boleh untuk melindungi terhadap toksisitas dari jantung . Formulasi liposomal dari
doxorubicin boleh sedikit sekali toksisitas cardionya.

C. Bleomcin
Blemycin adalah percampuran dari glycopeptida yang mengontrol radikal bebas yang mana bergabung
dengan DNA menyebabkan putusnya DNA dan menghambat sintesis DNA. Bleomycin adalah sebuah
obat CCS yang aktif pada fase G2 dari sel-sel tumor.

Farmakokinetik: Bleomycin juga digunakan secara parenteral dan diinaktivasikan secara parenteral dan
diinaktivasi dari amino peptidase tetapi kebanyakan pembersihan yang lengkap dari obat juga terjadi.

Penggunaan klinik: Bleomycin adalah komponen dari regimen obat untuk penyakit hodgkin dan kanker
testicular. Itu juga digunakan untuk pengobatan dari lymphoma dan untuk sel squamosa kanker.

Toksisitas: toksisitasnya dari bleomycin termasuk disfungsi pulmonar( Pneumonitis, fibrosis) yang mana
mengembangkan lambatnya dan limitnya dosis. Hipersensitivitas reaksi (panas dingin, anaphylaxis)
adalah hal yang biasa, banyaknya reaksi dari mukokutans (alopecia, blister, formasi dan hyperkeratosis).

C.dactinomycin
1. mekanisme dan farmakokinetik: Dactinomycin adalah CCNS obat yang menggabungkan double strand
DNA dan mencegah bergantungnya DNA pada sintesis RNA, Dactinomycin boleh diberikan secara
parenteral dan keduanya merupakan obat lengkap dan metabolit-metabolitnya dieksresikan melalui
kantung empedu.
2. penggunaan klinik : Dactinomycin digunakan pada melanoma dan tumor wilms.
3. Toksisitas : Obat ini mengunakan supresi dari sumsum tulang, reaksi kulit dan iritasi gastrointestinal.

D.Mitomycin
1. Mekanisme dan farmakokinetik:
Mitomycin adalah sebuah CCNS obat yang dimetabolisme dengan enzim-enzim hati untuk membentuk
alkylating agen yang berhubungan dengan link-link DNA. Mitomycin diberikan secara intravena dan
cepat melalui hepatik metabolisme.
2. Penggunaan klinik: mytomicin beraksi terhadap hypoxic sel-sel tumor dan digunakan untuk kombinasi
regimen pada adenocarcinoma pada cervix, lambung pankreas dan paru-paru.
3. toksisitas: Mitomycin menyebabkan myelosupresi yang berat dan tokssitas pada jantung, hati dan
paru-paru juga ginjal.

Hormonal dan antikanker:
A Glukokortikoid : Prednison adalah kebanyakan digunakan pada glukokortikoid pada kanker
kemoterapi, steroid mempunyai aplikasi pada regimen obat untuk akut dan khronik limfositik leukemia
pada penyakit hodgkin (MOPP regimen) dan limfoma lainnya. Toksisitas digambarkan pada bagian 39.
B. Hormon sex: Estrogen, progestin dan androgen digunakan pada banyak hormon yang bergantung
pada kanker untuk merubah keseimbangan hormon. Fluoxymesterone dan androgenik steroid, boleh
digunakan pada wanita dengan kanker payudara pada tingkat lanjut, estrogenik steroid (misalnya
diestillbestrol) adalah kadang-kadang digunakan pada pria dengan karsinoma prostat.
C. hormon antagonist gonad:
Tamoxifen adalah sebuah estrogen dengan reseptor bagian dari agonist, memblok penggabungan dari
estrogen pada reseptor dari estrogen sensitive kanker, sel pada jaringan payudara, obat-obat yang
digunakan pada reseptor positif kanker payudara dan boleh mempunyai efek yang preventif pada
wanita pada kerugian dari kanker payudara. Tamoxifen mempunyai aktivitas pada resistensi dari
progestin , endometrial carsinoma tetapi boleh menjadi estrogen aktif reseptor pada sel endometrial
untuk menyebabkan hyperplastik dan neoplasia. Toksisitasnya termasuk pusing, mual dan muntah-
muntah, panas tinggi , perdarahan pada vagina, hypercalcemia dan disfungsi dari ocular juga edema
perifer. Tamoxifen adalah estrogen reseptor antagonist terbaru yang digunakan pada tingkat lebih lanjut
dari kanker payudara. Flutamida adalah sebuah androgen reseptor antagonist yang digunakan pada
karsinoma prostat efek yang berlebihan termasuk gynecomastia, panas badan dan disfungsi hepatik.
D. Gonadotropin: Pelepasan hormon analognya dengan leuprolide, gosereli dan nafarelin adalah GnRh
agonist ketika diadministrasikan pada dosis hormon juga untuk menjaga stabilitas pada beberapa level.
Mereka mencegah pelepasan dari pituitari LH dan FSH. Mereka adalah agen yang efektif sebagai
diethyestrolbestrol pada carsinoma prostat dan menyebabkan beberapa efek lanjut, leucoprolide boleh
menyebabkan sakit tulang, gynecomastia, hematuria, impotence dan atrofi testicular.
E. Inhibisi aromatase: Anastrozole dan letrozole mencegah aromatase enzim yang mengkatalisa konversi
dari androstenedione (sebuah androgenik prekursor) pada esterone ( sebuah estrogenik hormon)
keduanya adalah obat yang digunakan pada kanker payudara pada tingkat lanjut. Toksisitas termasuk
mual, muntah, diare, panas dingin , sakit tulang dan punggung dyspnea dan perifer edema.

Bermacam-macam agen antikanker
A.Asparaginase adalah enzim yang menghabiskan serum asparaginase, itu digunakan pada pengobatan
dari sel T auxotrofik kanker (leukemia dan Lymphoma) yang membutuhkan eksogen asparaginase untuk
pertumbuhan. Asparaginase diberikan secara intravena dan boleh menyebabkan hipersensitivitas reaksi
yang berat akut pankreatitis dan perdarahan.
B. Mitoxantone: ini adalah ikatan antrasit yang mungkin beraksi melalui DNA basis alkilasi Mitoxantrone
digunakan sebagai kombinasi regimen untuk refrakter akut leukemia daripada kanker payudara.
Myelosupresi, efek gastrointestinal dan cardiak arrythmia adalah efek toksik dari obat.
C. interferon-Interferon: Interferon adalah glycoprotein dengan antineoplastik, immunosupresive dan
aksi antiviral, alpha interferon adalah sangat efektif terhadap banyak macam dari neoplasma termasuk
sel leukemia berambut pada tingkat awal dari myelogenous kronik leukemia dan sel T Lymphoma efek
toksik dari interferon termasuk myelosupresi dan disfungsi neurologik.
D. antibodi Monoclonal:
Rituximab adalah antibodi monoclonal pada permukaan protein berupa nonhodgkin sel lymphoma ini
dihadirkan dengan pengunaan dari konvensional obat antikanker (misalnya cycclophosphamide
termasuk vincristine prednisone) pada tingkat rendah dari lymphoma. Transzumab adalah sebuah
antibody monoclonal pada pmukaan protein pada kanker payudara yang lebih cepat proteinnya
toksisitas akut dari antibodi antibodi ini termasuk mual, muntah, panas dingin dan sakit kepala rituximab
digunakan berasosiasi dengn hipersensitivitas aksi dari myelosupresi, transzumab boleh menyebabkan
fungsi jantng, termasuk kegagalan fungsi jantung.

Strategi pada kemoterapi kaker
A.Prinsip dari terapi kombinasi: kemoterapi dengan antikanker kombinasi dari obat biasanya bertambah
ditandai dengan log kill (angka mati log) pada beberapa kasus sinergis efek yang diterima, kombinasinya
adalah sering sitoktoksik, pada populasi heteregenous dari sel-sel kanker dan boleh untuk mencegah
perkembangan dari clone yang resisten kombinasi dari obat menggunakan CCS dan CCNS obat boleh
mengalami sitotoksik membagi dan mengistirahatkan sel kanker, prinsip-prinsip yang terdapat sangat
penting untuk menyeleksi obat-obat yang sesuai untuk penggunaan pada terapi kombinasi.
1. Beberapa obat boleh aktif ketika digunakan sendiri terhadap kanker tertentu.
2. Obat-obat sehausnya mempunyai mekanisme aksi yang berbeda.
3. Resistensi silang antara obat-obat seharusnya minimal.
4. Obat-obat seharusnya mempunyai efek toksik.

B.Contohnya dari terapi kombinasi
1. Penyakit Hodgkin
a. MOPP regimen (Mechloretthamine, onclovin (vincristine) procarbazine dan prednisone. Regimen ini
sangat aktif dan tetap digunakan dalam tahap pengobatan. 3 dan 4 dari penyakit untuk beberapa tahun
dan ini ditempatkan untuk terapi inisial dengan ABVD inisial dengan ABVD regimen.
b. ABVD regimen, adriamycin (doxorubicin), bleomycin, vinblistine dan dacarbazine . ABVD regimen
adalah sama efektif dan muncul untuk lebih disukai daripada MOPP regimen yang menyebabkan
sterilitas dan leukemia ganas kedua. Jika neoplasma menjadi resisten MOPP regimen boleh
dialternasikan dengan ABVD regimen.
2. Penyakit nonhodgkins lympoma: COP regimen yang mana termasuk cyclophosphamide , oncovin
(vincristine) dan prednison biasanya digunakan dengan atau tanpa doxorubicin (COP-D)
3. Carcinoma testicular : PV regimen yang mana termasuk platinol (Cisplatin), Vinblastin dan bleomycin
adalah pengobatan orginal sebuah perkenalan dari regimen tertentu (PFB) yang mana vinblastin
dtempatkan dengan etoposide adalah sama efeknya dan dapat ditoleransi jadi hal tersebut dapat
diketahui.
4. Kanker payudara
Postoperative kemoterapi yang biasanya termasuk digunakan dari CMF regimen fluorouracil.
(Cyclophosphamide, methotrexate dan fluorouracil) dengan atau tanpa tamoxifen (atau toremifene)
ditambahkan pada beberapa regimen untuk reseptor positif kanker dan transzumab boleh termasuk jika
tumor-tumor lebih diekspresikan dengan protein.
Penambahan strategi untuk kemoterapi kanker
1.detak terapi
Termasuk pengobatan yang sebentar dengan dosis-dosis tinggi dari obat anti kanker dosisinya lebih
toksik dan digunakan dengan lanjut pada intensive pengobatan setiap 3-4 minggu mengikuti maximum
efek pada sel neoplastik dengan hematologik dan imunologik, penyembuhan antara waktu. Tipe ini
merupakan penggunaan yang sukses pada terapi dari leukemia akut testikular karsinoma dan tumor
wilms
2.penggunaan dan sinkronisasi: strategi dari penggunaan termasuk penggunaan inisial dari sebuah CCNS
obat untuk menerima angka mati dari yang penting yang mana hasilnya pada kebutuhan di sel divisi
yang sebelumnya adalah sel yang
istrahat pada G fase dari siklus sel dengan subsequent administrasi dari sebuah CCS obat yang aktif
terhadap sel yang dibagi. Maksimal sel yang dibunuh boleh diterima. Sebuah pendekatan termasuk
sinkronisasinya, satu contoh yang digunakan pada vinca alkaloid untuk menjaga sel kanker pada fase M.
Pengobatan yang penting dengan CCS lain pada cytarabine agen boleh dihasilkan pada efek
pembunuhan yang terbaik pada sel neoplastik populasi
3.Terapi penyelamatan: efek toksik pada oat antikanker kadang-kadang dapat diselamatkan pada
strategi. Sebagai sample peninggian dosis dari methotrexate boleh diberikan selama 36-48 jam dan
diterminasi sebelum toksisitas berat terjadi pada sel-sel dari tractus gastrointestinal dan sumsum tulang
leucovorin (dibentuk dari tetrahydrofolate) yang mana diakumulasikan dan dibaca lebih dengan normal
pada sel neoplastik yang kemudian diadministrasikan. Hasilnya diselamatkan pada sel normal sejak
pelepasan leucovorin dihydrofolate reduktase tahapnya pada asam folic mengalami sintesa
Mercaptoethanesulfonate ditangkap pada acrolin pelepasannya dari cyclophosphamide dan mengurangi
insiensi pada hemorrhagic cystitis. Dextarozane adalah radikal bebas yang menangkap dan menghalangi
proteksi terhadap toksisitas kardiak dari anthracyclines (doxorubicin).
F. garis besar dari antimikrobial terapy: hasilnya pada tes laboratorium dianalisa, dibuat mikrobiologik
diagnosis dari infeksi mikrobial, menentukan pengobatandan test, menseleksi obat optimal untuk obat.
G. Prinsip dari antimikrobial terapi
Parasit dari malaria mempunyai kompleks kehidupan yang aksinya pada beberapa poin. Plasmodium
yang spesiesnya menginfeksi manusia yaitu (p falciparum, p malarae, p ovale, p vivax) yang disebarkan
melalui wanita pada tahap primer dari jaringan primer fasenya. Mereka dapat memasuki darah dan
parasit eritrosit (eritrosit fase). P falciparum dan p malariae hanya mempunyai satu siklus dari sel hati
yang mengalami invasi. Hal itu setelah multiplikasi yang disebut eritrosit, spesies yang lain yang
mempunyai dormant tahap hepatik yang mana disebut hypnozoites) yang sangat responsibel untuk
infeksi tertentu yang melepas setelah penyembuhan dari sel host untuk infeksi inisial.
Schizon pada hati segera adalah infeksi yang mana merupakan schizontisida darah membunuh bentuk
parasit ini hanya pada gamet di darah, obat juga menghancurkan exoerythrocytik pada hati skizon dapat
menyebabkan pelepasan demam malaria (sporontisida) mencegah sporogoni dan multiplikasi dari
nyamuk.









3.4
56 Immunofarmakologi

Konsep
Immunofarmakologi meliputi obat-obat yang dapat mensupressi, memodulasi, atau merangsang fungsi-
fungsi imun. Juga mencakup antibody yang sudah dikembangkan untuk dipakai dalam gangguan-
gangguan imun. Obat yang tersedia ada dalam berbagai macam tipe kimia dan farmakologi (Gambar 56-
1). Bab ini juga membahas cara-cara dengan bagaimana obat mengaktifkan sistem imun dan
menyebabkan reaksi imunologi yang tidak diinginkan.

Mekanisme Imun
A. Tinjauan : sistem imun innate (bawaan lahir) menginisialisasi pertahanan melawan patogen dan nista
(insult) antigen. Sistem imum ini melibatkan aksi serempak komponen-komponen komplemen,
Iysozyme, makropage, dan neutrophil. Jikalau reaksi innate tidak cukup, reaksi imun adaptif dimobilisasi.
Ini berpuncak pada aktivasi limposit T, efektor imunitas bermediasi-sel; dan produksi antibody oleh
limposit aktif B, efektor imunitas humoral. Tipe sel yang terlibat dalam reaksi imun dapat diidentifikasi
dengan komponen permukaan sel khusus kluster diferensiasi (CD). Sebagai contoh, sel-sel helper T
mengandung kompleks protein CD4, sementara limposit T cytotoksis mengekspresikan kompleks protein
CD8. Kluster diferensiasi juga dapat dipakai untuk mencirikan tipe lain sel-sel hematopoietik, termasuk
precursor granulocyte, megakaryocyte, dan erythrocyte (Bab 33).

B. Pengenalan dan Pemrosesan Antigen : Langkah pengukuhan (inaugural) penting dalam reaksi imum
adaptif ini melibatkan sel-sel antigen-presenting (APCs). Sel-sel ini memproses antigen menjadi peptida-
peptida kecil yang dapat dikenali oleh reseptor sel T (TCR) pada sel-sel helper T (TH). Molekul-molekul
permukaan sel antigen-presenting terpenting adalah antigen kelas I dan II major histocompactibility
complex (MHC). Aktivasi sel-sel TH melibatkan molekul-molekul MHC kelas II dan membutuhkan
pengendapan molekul-molekul costimulatory dan adhesi khusus disamping aktivasi TCR.
C. Imunitas Bermediasi-Sel. Sel-sel TH aktif mensekresi interleukin-2 (IL-2), cytokine yang menyebabkan
penyebaran dan aktivasi dua subset sel-sel helper T, TH1 dan TH2 (Gambar 56-2). Sel-sel TH1 berperan
penting dalam imunitas bermediasi-sel dan reaksi hypersensitivitas lambat. Mereka menghasilkan
interferon-gamma (IFN-y), interkulin-2 ). Cytokine-cytokine ini(IL-2), dan beta-faktor nekrosis tumor
(TNF- mengaktifkan makrophage, limposit T cytotoksis (CTL), dan sel-sel natural killer (NK). CTL aktif
mengenal peptida olahan yang terikat kepada molekul-molekul MHC kelas I diatas permukaan sel-sel
yang terinfeksi virus atau sel-sel tumor. CTL mendorong kematian sel target via enzim lytik dan produksi
oksida nitrit dan oleh perangsangan lintasan (pathway) apoptosis pada sel-sel target. CTL juga berperan
penting dalam penyakit autoimun dengan bereaksi terhadap tissu normal, seperti synovium dalam
arthritis rheumatoid dan myelin dalam sclerosis multipel. Sel-sel NK membunuh sel-sel terinfeksi virus
dan sel-sel neoplastis. Mereka juga merupakan precursor utama sel-sel lymphokine-activated killer
(LAK), yang mana merupakan racun bagi sel-sel yang tidak mengekspresikan MHC.

D. Imunitas humoral. Sel-sel lymphoid B, yang mampu berbeda kedalam sel-sel pembentukan-antibody,
merupakan penyebab imunitas humoral. Reaksi humoral dipicu ketika limposit B mengikat antigen via
immunoglobulin permukaannya. Antigen diinternalisasi, diproses kedalam peptida, dan ditampilkan
pada permukaan sel yang mengikat molekul-molek MHC kelas II. Bilamana reseptor sel T pada sel-sel
TH2 diaktifkan oleh kompleks molekul-molekul MHC kelas II yang diikat ke peptida, mereka melepas
interleukin (IL-4, IL-5, IL-6). Cytokine-cytokine ini mempercepat penyebaran limposit B dan diferensiasi
kedalam sel-sel memori B dan sel-sel plasam sekresi-antibody (Gambar 56-2). Interaksi-interaksi
antigen-antibody menyebabkan pengen dapan virus, dan kerusakan bakteri oleh sel-sel phagocytic atau
lysis oleh sistem komplemen.
Penyebaran dan difrensiasi limposit B dan T dikendalikan dari interplay kompleks antara cytokine (Tabel
56-2) dan molekul-molekul endogen lain, termasuk amine, leukotriene, dan prostaglandin. Misalnya, IL-
10 dan IFN-y mengatur turunnya reaksi TH1 dan TH2.

E. Respon imun abnormal. Respons imun abnormal meliputi keadaan hypersensitivitas, keadaan
autoimunitas, dan keadaan immunodefisiensi. Hypersensitivitas segera biasanya bermediasi-antibody
dan meliputi anaphylaxis dan penyakit hemolytik bayi baru lahir; hypersentivitas terlambat, yang
berhubungan dengan kerusakan tissu ekstensif adalah bermediasi-sel (cell-mediated). Autoimunitas
muncul dari limposit self-reaktif yang bereaksi kepada satu molekul sendiri, atau self-antigen. Contoh-
contoh penyakit autoimun yang dapat ditangani dengan perlakuan obat meliputi arthritis rheumatoid
dan erythematosus lupus sistemik. Keadaan immundefisiensi biasanya didapat secara genetis (misalnya,
sindrom DiGeorge) atau hasil dari faktor-faktor ekstrinsik (misalnya, AIDS).

F. Lokasi Aksi Agen Immunosuppressant. Lokasi aksi agen immunosuppressant diperlihatkan dalam
Gambar 56-3. Agen yang beraksi pada tahap pengenalan antigen adalah antibody dan meliputi globulin
imum Rha(D), globulin antilymposit, dan CD3 muromonad. Penghambatan tahap penyebaran lymphoid
dari respons imun terjadi dengan sebagian besar immunosuppressant, , obat-obat cytotoksis,termasuk
antibiotik peptida, agen anti-TNF- penghambat enzim, dan glucocorticoid. Difrensiasi limphoid sebagian
dihambat oleh antibiotik peptida, dactinomycin, dan globulin antilymphocyte. Glucocorticoids juga
mengubah kerusakan tissu dari respons imun via sifat-sifat anti-peradagangannya.

Agen Immunosuppresif
A. Corticosteroid
1. Mekanisme aksi: Glucorticoids beraksi pada lolkasi sel-sel, yang mengakibatkan efek luas pada proses
peradagangan dan proses imum (lihat Bab 39). Pada level biokimia, aksinya pada ekspressi gen
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandins, leukotriene, cytokine, dan molekul-molekul
pensinyalir lain yang berpartisipasi dalam respons imun (misalnya, faktor aktivator platelet). Pada level
seluler, glucocorticoid menghambat penyebaran limposit T (imunitas sel supressif), dan pada tingkat
yang lebih ringan, memperlambat imunitas humoral. Pada dosis yang dipakai untuk immunosupresson,
glucocorticoids adalah cytotoksis kepada subset sel-sel T tertentu. Terapi yang berkelanjutan
menurunkan level IgG dengan peningkatan katabolisme kelas immunoglobulin ini.
2. Kegunaan klinis : Glucocorticoid dipakai sendiri atau dicampur dengan agen lain dalam berbagai
macam kondisi medis yang melibatkan reaksi imunologis yang tidak diinginkan (lihat Bab 39).
Kemampuan mereka untuk mendorong apoptosis pada sel-sel imun membuatnya berguna untuk
pengobatan berbagai tipe kanker (lihat Bab 55). Corticosteroid juga dipakai untuk mensupressi reaksi
imunologis pada pasien yang mengalami transplantasi organ.
3. Toksitas : Efek-efek buruk yang mampu diprediksi meliputi supresi adrenalin, penghambatan
pertumbuhan, wasting otot, osteoporosis, retensi garam, diabetogenesis, dan kemungkinan psikoses
(Bab 39).

B. Cyclosporine, Tacrolimus, dan Sirolimus:
1. Mekanisme aksi : Antibiotik peptida ini menggangu fungsi sel T dengan pengikatan ke
immunophyllins, protein cytoplasma kecil yang menjalankan peran kritis dalam respons sel T kepada
aktivasi TCR dan kepada cytokine. Cyclosporine mengikat kepada cyclophilin dan tacrolimus mengikat
kepada poritein pengikat-FK (FKBP), kedua kompleks yang mengikat calcineurin, fosfatase cytoplasma.
Calcineurin mengatur kemampuan faktor inti sel-sel T aktif (NF-AT) untuk mentranslokasikan nuklei (inti)
dan meningkatkan produksi cytokines. Cyclophilin dan tacrolimus sama-sama menghambat produksi
cytokines yang biasanga terjadi pada respons terhadap aktivasi TCR. Sirolimus juga mengikat FKBP, yang
menghambat respons sel-sel T kepada cytokine tanpa mempengaruhi produksi cytokine. Sirolimus juga
merupakan penghambat potent penyebaran sel B, produksi antibody, dan respons sel mononuklei
kepada faktor-faktor perangsang-koloni.
2. Kegunaan klinis dan farmakokinetik. Penggunaan immunosupressant-immunosupressant ini
merupakan faktor utama dalam keberhasilan transplantasi organ solid. Cyclosporine dipakai dalam
transplantasi organ solid dan pada sindrom graft-versus-host dalam transpalant sumsum tulang.
Tacrolimus dipakai pada liver dan resipen transpalan ginjal dan bisa efekttif sebagai terapi
penyembuhan pada pasien-pasien yang gagal terapi standar. Sirolimus dipakai sendiri atau bersama
dengan cyclosporine pada transplantasi ginjal dan jantung. Agen, khususnya cyclosporine, juga bisa
efektif dalam penyakit imun, yang meliputi arthritis rheumatoid, uvetis, psoriasis, asthma, dan diabetes
tipe 1.
Ketiga agen ini dapat dipergunakan secara oral. Namun, karena cyclosporine menghambat
bioavailabilitas eratis, level serum harus dimonitor. Obat mengalami metabolosme hepatik dengan
sistem cytokrome P450 dan mempunyai paruh-hidup yang panjang. Metabolismenya dipengaruhi oleh
sejumlah obat.
3. Toksitas : Cylosporine dan tacrolimus memiliki profile toksitas yang sama. Efek buruk yang paling
sering adalah disfungsi ginjal, hypertensi, dan neurotoksitas. Juga bisa menyebabkan hyperglycemia,
hyperlipidemia, dan cholelithiasis. Sirolimus lebih mungkin dari pada agen lain menyebabkan
hyperlipidemia dan toksitas sel hematopoetik.

C. Mycophenolate Mofetil:
1. Mekanisme aksi: Obat ini dengan cepat dikonversi kedalam asam mycophenolic, yang menghambat
inosine monophosphate dehydrogenase, enzim dalam lintasan (pathway) de novo sistesis purine. Aksi
ini mensupressi aktivasi limposit B dan T. Limposit khususnya rentan kepada penghambat lintasan de
novo karena mereka kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk lintasan alternatif sisa sintesis purine.
2. Kegunaan Klinis : Obat ini sudah berhasil digunakan sebagai agen (obat) tunggal pada transpalan
ginjal, liver, dan jantung. Pada transpalan ginjal, penggunaannya dengan cyclosporine dosis-rendah
mereduksi atau mengurangi nephrotoksitas dorongan-cyclosporine.
3. Toksitas : selain dari efek-efek gastrointestinalnya, obat ini tampaknya cukup aman.

D. Azathioprine :
1. Mekanisme aksi: Pro-obat (prodrug) ini ditransformasi ke mercaptopurine antimetabolik, yang dalam
konversi metabolik berikutnya menghambat enzim yang dijumpai pada metabolisme purine.
Azathioprine adalah cytotoksis pada fase awal penyebaran sel lymphoid dan mempunyai efek yang lebih
besar pada aktivitas sel T ketimbang sel B.
2. Kegunaan klinis : Azathioprine dipakai pada penyakit autoimun (misalnya, erythematosus lupus
sistemik, arthritis rheumatoid) dan untuk immunosupressi pada homograft ginjal. Obat ini punya efek
minimal pada penolakan graft tetap.
3. Toksitas : efek toksis utama adalah supressi sumsum tulang, tetapi iritasi gastrointestinal, ruam-ruam
kulit, dan dysfungsi liver juga terjadi. Penggunaan azathroprine berhubungan dengan insidensi kanker
yang meningkat. Metabolit aktif azathioprine, mercaptopurine, dimetabolisasi oleh oxidase xanthine,
dan efek toksis bisa naik oleh allopurinol yang diberikan untuk hyperuricema.

E. Cyclophosphamida
1. Mekanisme aksi : Pro-obat (prodrug) aktif secara oral ini ditansformasi oleh enzim liver ke agen
alkylator yang cytotoksis kepada penyebaran sel-sel limphoid. Obat ini mempunyai efek yang lebih besar
pada sel B ketimbang pada limposit R dan akan menghambat respons imum tetap. Selain daripada obat
cytotoksis yang juga mensupreesi penyebaran sel-sel limphoid dan kadangkala dipakai sebagai
immunosuppressant meliputi cytarabine, dactinomycin, methotrexate, dan vincristine (lihat Bab 55).
2. Kegunaan Klinis : Cyclophosphamida efektif pada penyakit autoimun (termasuk anemia hemolytic),
aplasia sel-sel merah induksi-antibody, transpalan sumsum tulang, dan kemungkinan prosedur
transpalan organ lain. Cyclophosphamida tidak mencegah reaksi graft-versus-host pada transplantasi
sumsum tulang.
3. Toksitas : Dosis besar obat ini (biasanya dibutuhkan untuk immunosupressi) menyebabkan
nancytopenia, distres gastrointestinal, cystitis pendarahan, dan alopecia. Cyclophosphamida (dan agen
alkylator lain) bisa menyebabkan sterilitas.

F. Immunosuppressant baru
1. Etanercept : Protein chimeric ini adalah bentuk rekombinan reseptor TNF , cytokine proinflammatory,
dan sebab itumanusia. Agen mengikat TNF- mengurangi formasi interleukin dan molekul-molekul
adhesi yang terdapat pada aktivasi leukocyte. Etanercept dipakai pada arthritis rheumatoid dan sedang
diselidiki pada penyakit-penyakit peradangan lain. Reaksi lokasi injeksi dan hypersensitivitas bisa terjadi.
2. Leflunomide: Obat ini menghambat dehydrogenase asam dihydroorotik, enzim yang terdapat dalam
sintesis ribonucleotide. Leflunomide menangkap limposit dalam fase G1 siklus sel. Leflunimide dipakai
dalam arthritis rheumatoid. Obat menyebabkan alopecia, ruam, dan diare.
3. Thalidomide: Obat sedatif ini, mempunyai efek teratogenik yang sangat buruk, dengan aksi
immunosupressant yang tampaknya disebabkan supressi produksi TNF. Thalidomide dipakai untuk
beberapa bentuk reaksi leprosy, untuk penyakit immunologi (misalnya, lupus sistemik), dan sebagai obat
anti-kanker. Juga efektif dalam pengobatan bisul (ulcer) aphthous dan syndrom wasting pada pasien
penderita AIDS.

Antibodi sebagai Immunosuppressant
A. Globulin Imun Limposit
1. Mekanisme aksi: Globulin imun limposit (LIG), juga dikenal sebagai antithymocyte globulin (ATG),
biasanya dibuat pada kuda dengan imunisasi melawan sel-sel thymus manusia. Globulin imum limposit
mengikat ke sel T yang terdapat pada pengenalan antigen dan mengawali kerusakannya melalui
komplemen serum. Globulin imun limposit secara selektif memblokir imunitas sel selain dari formasi
antibodi, yang memunculkan kemampuannya untuk mensupressi penolakan graft organ, proses
bermediasi-sel.
2. Kegunaan klinis: Globulin imum limposit dipakai sebelum transplantasi sumsum tulang untuk
mencegah reaksi graft-versus-host (GVH). Ini juga dipakai dalam kombinasi dengan obat-obat
cyclosporine atau cytotoksis (atau kedua-duanya) untuk pemeliharaan setelah transplantasi sumsum
tulang, jantung, dan ginjal. Globulin imun limposit mendorong terjadinya remission pada pasien
penderita anemia aplastis.
3. Toksitas : Karena imunitas serologi bisa tetap intact, injeksi globulin imun limposit bisa menyebabkan
reaksi hypersensitivitas, termasuk penyakit serum dan anaphylaxis. Rasa sakit dan erythema bisa terjadi
pada lokasi penyuntikan, dan lymphoma sudah diketahui sebagai komlikasi terakhir.

B. Globulin Imun Rho(D)
1. Mekanisme aksi: RhoGAM adalah preparat IgG yang mengandung antibodi yang melawan antigen
Rho(D) sel merah. Penatalaksanaan antibodi ke Rho(D)-negatif. Ibu negatif-Do pada waktu paparan
antigen (misalnya, waktu lahir Rho(D)-positif, anak Do-positif) memblokir respons imun primer kepada
sel-sel asing. Mekanismenya mungkin melibatkan immunosuppressor feedback.
2. Kegunaan klinis : Globulin imun Rho(D) dipakai untuk pencegahan penyakit Rh hemolytic anak baru
lahir. Pada wanita yang diobati dengan globulin imum Rho(D), antibodi ibu untuk sel-sel Rh-positif tidak
diproduksi pada kehamilan berikutnya, dan penyakit hemolytik anak baru lahir terhindar.

C. Antibodi monoklon: antibodi monoklon (Mabs) memiliki kelebihan spesifisitas tinggi potensial, karena
antibodi ini dapat dikembangkan untuk interaksi dengan molekul tunggal. Humanization antibodi
monoklon murine telah menekan kemungkinan formasi antibodi penetralisasi dan reaksi-reaksi imun.
Karakteristik Mabs yang ada sekarang diperlihatkan dalam Tabel 56-3.
1. Muromonab-CD3: MAb ini mengikat ke antigen CD3 pada permukaan thymocyte manusia dan sel T
yang dewasa. Ia memblokir aksi pembunuh sel T cytotoksis dan mungkin juga mengganggu fungsi-fungsi
sel T lain. Muromonad-CD3 dipakai untuk mengelola krisis penolakan homograft ginjal. Efek dosis-
pertama meliputi demam, chill, dyspnea, dan edema pulmonari. Reaksi hypersensitif bisa juga terjadi.
2. Daclizumab: Daclizumab adalah MAb yang sangat spesifik yang mengikat ke subunit alpha reseptor IL-
2 yang terekspressi diatas sel T dan mencegah aktivasi oleh IL-2. Meskipun agen ini memfasilitasi aksi
immunosuppressant lain pada transpalan ginjal, daclizumab tidak dipakai untuk episod penolakan akut.
Dibandingkan dengan cyclosporine, tacrolimus, atau cytotoksis, efek buruk daclizumad setara dengan
efek placebo.
3. Infliximad : MAb yang humanisasi ini memiliki mekanisme yang mirip dengan mekanisme . Infliximad
mendorongetanercept karena itu ditargetkan melawan TNF- remission pada penyakit Crohn resistant-
pengobatan, tetapi efikasi jangka panjang belum ditetapkan. Digabungkan dengan methotrexate,
infliximad meningkatkan simptom pada pasien dengan arthritis theumatoid. Juga efektif pada
pengobatan penyakit radang perut. Reaksi infus dan tingkat infeksi tinggi bisa terjadi.

Agen Immunomodulator
Agen yang beraksi sebagai stimulator respons imun mewakili bidang baru dalam immunofarmakologi
dengan potensi penggunaan terapis penting, termasuk pengobatan penyakit defisiensi imun, penyakit
infeksi kronis, dan kanker.
A. Aldesleukin : Aldesleukin adalah interleukin-2 (IL-2) rekombinan, lymphokine endogen yang
mempromosikan atau meningkatkan produksi sel-sel T cytotoksis dan mengaktifkan sel killer natural
(Tabel 56-2). Aldesleukin terindikasi untuk pengobatan carcinoma sel ginjal adjunctive. Agen ini sedang
diteliti untuk mengetahui kemungkinan efikasinya dalam pemulihan fungsi imum pada AIDS dan
gangguan defisiensi imun lain.

-2a menghambatB. Interferons : Interferon- penyebaran sel dan dipakai pada leukemia sel bulu,
leukemia myelogen kronis, melanoma ganas, sarkoma Kaposi, dan hepatitis B dan C. -1b mempunyai
beberapa efek menguntungkan pada relapsasiInterferon- sclerosis multipel. Interferon-y-1b
mempunyai aksi peningkatan-imum lebih besar daripada interferon lain dan tampaknya beraksi dengan
peningkatan sintesis TNF. Bentuk rekombinan dipakai untuk mengurangi insidensi dan parahnya infeksi
pada pasien penderita penyakit granulomatous kronis.

C. BCG (Bacille Calmette-Guerin): BCG dipakai di beberapa negara untuk imunisasi melawan tuberculosis
dan juga sebagai immunostimulant dalam pengobatan kanker superfisial kandung kemih. Efikasi atau
kemanjurannya bisa karena aktivasi macrophage-nya dan peningkatan respons imun yang dihasilkan.

D. Thymosin : Thymosin adalah hormon protein dari kelenjar thymus yang merangsang kematangan sel-
sel pra-T dan mempromosikan pembentukan sel T dari sel tangkai lymphoid biasa. Preparat
pengandung-thymosin sudah dipergunakan dalam sindrom DiGeorge (thymic aplasia), tetapi efikasinya
dalam keadaan defisiensi imun lain belum diketahui secara pasti.

Mekanisme Alergi Obat
Reaksi imunologi kepada obat dapat termasuk kedalam salah satu dari empat kategori reaksi
hypersensitivitas.
A. Reaksi Obat Tipe I (Segera): Bentuk alergi obat ini meliputi reaksi bermediasi-IgE ke sting dan pollen
hewan dan tanaman dan juga obat. Reaksi tersebut meliputi anaphylaxis, urticaria, dan angioedema.
Bilamana dikaitkan dengan protein carrier, molekul-molekul obat kecil dapat beraksi sebagai hapten dan
mengawali penyebaran sel B dan formasi atau pembentukan antibodi IgE. Antibodi-antibodi ini
mengikat ke reseptot Fc diatas sel-sel mast (tiang) tissu dan basophil darah. Pada paparan berikutnya,
obat antigenik meng-crosslink antibodi IgE diatas permukaan sel-sel mast dan basophil dan memicu
pelepasan pelepasan mediator respons vaskuler dan luka tissu, termasuk histamine, kinins,
prostaglandis, dan leukotrienes. Obat-obat yang biasanya menyebabkan reaksi tipe I meliputi penicillin
dan sulfonamida.

B. Alergi Obat Tipe II: Alergi tipe II melibatkan antibodi IgG atau IgM yang terikat ke sel-sel darah
sirkulasi. Pada paparan ulang ke antigen, lysis sel dependen-komplemen terjadi. Reaksi tipe II meliputi
sindrom autoimmun seperti anemia hemolytic dari methyldopa, erythematosus lupus sistemik dari
hydralazine atau procainamide, thrombocytopenic purpura dari quinidine, dan agranulocytosis dari
paparan ke berbagai macam obat.

C. Alergi Obat Tipe III : Hypersensitivitas tipe III adalah tipe kompleks reaksi alergi obat yang melibatkan
antibodi IgM atau IgG penetap-komplemen dan mungkin antibodi IgE. Sakit serum induksi obat dan
vasculitis adalah contoh-contoh reaksi tipe III. Sindrom Stevens-Johnson (dihubungkan dengan terapi
sulfonamida) juga bisa terjadi dari mekanisme tipe III.

D. Alergi Obat Tipe IV : Alergi Tipe IV adalah reaksi bermediasi-sel yang dapat terjadi dari aplikasi topikal
obat. Ini menyebabkan dermatitis kontak.

E. Modifikasi Alergi Obat: Obat yang mengubah (memodifikasi) respons terhadap obat lain atau toxin
bisa beraksi beberapa kali mekanisme imum. Misalnya, corticosteroid menghambat penyebaran sel
lymphoid dan mengurangi luka tissu dan edema. Namun, sebagian besar obat yang berguna pada reaksi
tipe I (misalnya, epinephrine, theophylline, dopamine) memblokir pelepasan mediatir dan beraksi
sebagai antagonist pisiologis mediator.

Daftar Obat
Obat-obar berikut adalah anggota penting gugus yang dibahas dalam bab ini. Prototipe harus dipelajari
secara rinci; ciri-ciri variant utamanya harus diketahui dengan jelas untuk membedakan variant dari
prototipe dan dari yang lainnya; agen signifikan lain harus dikenali menurut subkelas khususnya.



BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan secara retospektif dan dianalisis secara deskriptif

3.2. Bahan penelitian
Pada penelitian ini, data didapat umumnya atau sebagian besar dari buku pembelajaran khusus bertram
g. katzung farmakologi dasar dan klinik

3.2 Prosedur penelitian
Semua bahan dimaksudkan untuk memperjelas obat endokrin dan obat kemoterapi berdasarkan
1. mekanisme
2. fungsi
3. penggunaan klinik
4. reseptor site
5. toksisitas
6. daftar obat tercantum

3.3 Analisis hasil penelitian
Data akan dianalisis dengan membandingkan dengan kepustakaan yang ada









Bab IV
Hasil Penelitian dan pembahasan

IV. Hasil penelitian dan pembahasan
Hipothalamus dan glandula pituitari mensintesis bebrapa hormon yang mengatur glandula-glandula dan
jaringan di seluruh tubuh kelenjar pituitari terdiri dari lobus anterior (adenohipoisis) dan lobus posterior
(neurohipofisis). Sistem vena portal membawa hormon-hormon peptida kecil pengatur dari
hipothalamus ke pituitari anterior. Hormon-hormon lobus posterior disintesis ke dalam hipothalamus
dan ditranspor melalui serat-serat neurosekretorik dalam batang pituitari ke lobus posterior dan dari
tempat tersebut hormon dirilis ke dalam sirkulasi. Perlu diperhatikan bahwa setiap hormon mempunyai
target dan merupakan agen endokrin yaitu peptida-peptida.

Anatominya yang menonjol kelenjar tiroid merupakan satu dari kelenjar-kelenjar endokrin yang
dihubungkan dengan keadaan yang disebabkan oleh malfungsinya kelenjar tersebut merilis 2 jenis
hormon yang sangat berbeda, thyroxin dan triiodothyronine penting bagi pertumbuhan perkembangan
dan pengaturan metabolisme energi calsitonin. Jenis kedua dari hormon-hormon tiroid merupakan
hormon penting untuk pengaturan metabolisme kalsium, secara normal mensekresi hormon tiroid
dalam jumlah cukup triiodothyronine (T3) dan Tetraiodothyronine (T4 Thyroxine) Untuk
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan normal, suhu tubuh normal dan tingkat energi
normal, hormon tersebut iodine adalah bagian penting molekulnya.

Thyroid dan obat antithyroid
Thyroid mensekresi 2 jenis hormon
1Hormon med yodium thyroxine T4 dan Triidothyronine (T3)
2.suatu peptida (calcitonin)

Ovarium memiliki fungsi-fungsi gamet yang penting yng teintegrasi dengan aktivitas hormonalnya dalam
tubuh wanita gonad relatif tidak aktif selama masa pertumbuhan dan proses maturasi yang berlangsung
dengan cepat pada masa puber ovarium mulai berperanan pada fungsi siklus yang berlangsung selama
30 sampai 40 tahun yang disebut siklus menstruasi karena terjadi masa perdarahan teratur yang
merupakan manifestasi paling nyata ovarium berhenti merespon gonadotropin yang disekresi oleh
glandula pituitari anterior yang disekresi oleh glandula pituitari anterior yang menyebabkan berhentinya
siklus perdarahan yang disebut dengan menopause.
Mekanisme yang bertanggung jawab dimulai dengan fungsi ovarium pada saat puber diperkirakan
berasal dari mekanisme mental karena kelenjar gonad yang belum matang dapat dirangsang oleh
gonadotropin yang sudah ada dalam pituitari dan karena pituitari responsif terhadap hormon perilis
gonadotropin (GnRH) dari hipotalamus.
Islet of Langerhans (pankreas endokrin) paling tidak mengandung empat tipe sel-sel endokrine yang
berbeda, yang meliputi sel-sel A (alpha, penghasil-glucagon), B (beta, penghasil-insulin), D (delta,
penghasil somatostatin), dan F (FP, penghasil polypeptide pankreas). Dari semua sel-sel ini, sel B
(penghasil-insulin) adalah sel yang paling banyak.
Penyakit pankreas yang paling umum membutuhkan terapi farmakologi adalah diabetes mellitus, suatu
penyakit defisiensi produksi atau efek insulin. Diabetes ditangani dengan berbagai formulasi insulin dan
dengan empat tipe agen antidiabetik. (Gambar 41-1)
Glucagon, hormon yang mempengaruhi liver, sistem kardiovaskuler dan saluran gastrointestinal, dapat
dipakai untuk menangani hypoglycemia diabetik yang parah.

Insulin
E. Psioologi : Insulin disintesis sebagai prohormone, proinsulin, polypeptide rantai-tunggal 86-asam-
amino. Pembelahan proinsulin dan cross-linking menimbulkan molekul insulin 51-peptide dua-rantai dan
C-peptide residu 31-asam-amino. Proinsulin atau C-peptide tampaknya tidak memiliki aksi psiologis.
F. Efek: Insulin mempunyai efek yang sangat penting pada hampir setiap tissu tubuh. Reseptor insulin,
kinase tyrosine transmembran, fosforylates sendiri dan berbagai macam protein intrasel bila afktif oleh
hormon. Organ sasaran utama aksi insulin meliputi :
1. Liver : Insulin menambah timbunan glukosa sebagai glycogen dalam liver. Ini meliputi sisipan molekul-
molekul pengangkut glukosa GLUT 2 tambahan dalam dinding sel, naiknya sintesis kinase pyruvates
enzim, fosfofruktokinase, dan glukokinase, serta supressi beberapa enzim lain. Insulin juga mengurangi
katabolisme protein.
2. Otot : Insulin merangsang sintesis glycogen dan sintesis protein. Pengangkutan glukosa kedalam sel-
sel otot difasilitasi oleh sisipan molekul-molekul pengangkutan GLUT 4 kedalam dinding-dinding sel.
3. Tissu adipase: Insulin memfasilitasi timbunan (storage) triglyceride dengan aktivasi plasma lipoprotein
lipase, dengan peningkatan pengangkutan glukosa kedalam sel via pengangkut GLUT 4, dan dengan
pengurangan lipolysis intrasel.
G. Tipe Insulin yang Tersedia: Insulin manusia diproduksi dengan teknologi recombinant bakterial DNA.
Insulin porcine yang dimurnikan juga tersedia di AS. Karena molekul-molekul insulin memiliki paruh-
hidup (half-life) dalam beberapa detik sirkulasi, banyak preparat yang dipakai pada diabetes diformulasi
untuk melepas hormon secara lambat laun kedalam sirkulasi.

Kalsium dan fosfor adalah dua unsur pokok tulang. Kedua unsur ini penting dalam fungsi sel-sel lain
dalam tubuh, dan tulang dengan demikian beraks sebagai reservoir penyimpan (penimbun). Hormon
parathyroid (PTH) dan vitamin D merupakan unsur penting dalam pengatyuran homeostasis mineral
tulang. Calcitonon, glueoecrticoid, dan estrogen adalah regulator yang kurang penting. Agen-agen
eksogen yang dipakai dalam pengobatan gangguan mineral tulang (misalnya, osteoporosis, penyakit
Paget) meliputi bisphosphonates, fluoride, dan estrogen
ini adalah termasuk antimicrobial obat yang selektif menghambat bakterial protein sintesis. Mekanisme
dari protein sintesis pada mikroorganisme tidak dapat diidentifikasikan pada sel mamalia. Bakteri
mempunyai 70 s ribosome, dimana mammalian sel mempunyai 80 s ribosome. Perbedaan obat dalam
ribosom subunit ini pada komposisi kimia dan fungsional yang spesifik dari komponen asam nukleat dan
protein. Pada perbedaan bentuk dari basis untuk selektiv toksisitas dari beberapa obat terhadap
mikroorganisme tanpa menyebabkan efek yang umum pada sintesis protein pada sel mammalian.
Chloramphenicol dan tetracycline sepanjang penggunaan inhibisi dari bakteri sintesisi protein
ditemukan,. Karena mereka mempunyai spektrum yang luas dari antibakterial aktivitas dan disebutkan
memiliki toksisitas yang rendah, dimana penggunaannya sangat berlebihan. Banyak onset yang tinggi
sangat mungkin untuk menghadapi spesies bakteri yang mana mempunyai resistensi dan beberapa obat
digunakan pada selektive agen. Erythromycin adalah sebuah macrolide antibiotik yang mempunyai
spektrum yang sempit tetapi dilanjutkan pada aktif sepanjang pathogen yang penting. Azithromycin dan
clarithromycin adalah semisintetik macrolode dengan beberapa properti khusus dibandinkan dengan
erythromycin. Beberapa obat baru yaitu (streptogramins, linezolid) mempunyai aktivitas sepanjang gram
positif tertentu yaitu bakteri yang mempunyai resistensi perkembangan pada antibiotik yang tua.
A mode dari antibakterial aksi adalah pada pengobatan dari mikrobial infeksi dengan antibiotik, dosis
yang multipel pada regimen secara tradisional sudah dibuat untuk menjaga serum konsentrasi diatas
MIC sepanjang kemungkinnan. Bagaimanapun secara efektif untuk beberapa antibiotik, termasuk
aminoglycosida hasilnya adalah dari konsentrasi yang bergantung pada aksi. Sebagai plasma level yang
ditambahkan iatas dari MIC, aminoglycosida membunuh pertambahan proporsi dari bakteri dan tidak
terdapat rate yang cepat. Antibiotik lain termasuk peniclin dan cephalosporin menyebabkan waktu yang
bergantung pada pembunuhan mikroorganisme dimana mereka terlahir secara in vivo efikasi yang
langsung berhubungan dengan waktu yang berelasi diatas MIC dan menjadi independent merupakan
konsentrasi sekali pada MIC yang sudah dicapai.
Aminoglycosida juga dapat mengeluarkan postantibiotik efek seperti aksi pembunuhan dilanjutkan
ketika level dari plasma yang dtentukan dibawah ukuran level tertentu, aminoglycosida mempunyai efek
yang baik ketika diadministrasikan sebagai doss yang luas dibandingkan diberi dengan multipel dosis
yang kecil. Toksisitasnya secara kontras pada efikasi antibakterial dari aminoglycosida tergantung
keduanya pada plasma kritikal konsentrasi dan pada waktu level yang dicapai. Waktu yang terdapat
diatas seperti waktu yang pendek dengan administrasi dari single dosis yang luas dari sebuah
aminoglycosida ketika terdiri dari tipe multiple yang kecil dan diberikan. Konsepnya terbentuk dari basis
sehari satu kali aminoglycosida mempunyai dosis protokolo yang mana lebih efektif dan kurang toksik
daripada tradisional regimen dosis.
Sulfonamida dan trimethoprim merupakan contoh-contoh obat yang beraksi sebagai antimetabolite.
Karena memiliki struktur kimia yang dengan senyawa-senyawa yang terjadi secara alamih, sulfonamida
dan trimethoprim dapat mengganggu sintesa asam folik, yang kritis untuk berbagai mikroorganisme.
Sulfonamida (congener struktur asam aminobenzoic) menghambat synthase asam dihydropteroik,
langkah awal dalam sintesis asam folik. Trimethoprim (analogi asam dihydrofolik) menghambat
reductase dihydrofolate enzim, yang mengubah asam dihydrofolik ke bentuk aktif, asam tetrahydrofolik.
Gabungan sulfonamida dan trimethoprim menyebabkan blokade sintesa asam folik berangkai, yang
menimbulkan aksi bakterisida dan synergistik.
Immunofarmakologi meliputi obat-obat yang dapat mensupressi, memodulasi, atau merangsang fungsi-
fungsi imun. Juga mencakup antibody yang sudah dikembangkan untuk dipakai dalam gangguan-
gangguan imun. Obat yang tersedia ada dalam berbagai macam tipe kimia dan farmakologi (Gambar 56-
1). Bab ini juga membahas cara-cara dengan bagaimana obat mengaktifkan sistem imun dan
menyebabkan reaksi imunologi yang tidak diinginkan.
infeksi jamur sangat sulit untuk diobati secara khusus pasa immunocompromise atau neutropenik
pasien, pda kebanyakan jamur sangat resister pada konvensional antimikroba agen dan hanya beberapa
obat yang dihargai untuk pengobatan dari penyakit sistemik jamur. Amphotericin B dan azoles
(fluconazoles, itracozole, dan ketokonazole) adalah sangat berharga pada sistem infeksi dan sangat
beracub selektifnya pada jamur karena mereka berinteraksi dengan ergosterol adalah sterol yang unik
pada fungal sel manusia adalah kolesterol.
banyak pemggunaan dari agen antiviral mengatasi aksinya pada replikasi viral, keduanya pada tahap dari
asam nukleus mensintesis tahap dari protein akhir sintesis dan prosesnya. Kebanyakan obat merupakan
aktif terhadap virus herpes dan terhadap HIV adalah antimetabolit dengan strukturnya similar pada
natural ikatan yang terjadi agar turut campur dengan viral asam nukleat sintesis atau akhir sintesis dari
viral protein, antimetabolit harus dikonversi dengan bentuk aktif biasanya triphosphate derivate.
Sebagai contoh zidovudine (AZT) yang memahami proses posfrilasi dari sel induk pada sel host (indung
kinase) yang membentuk nukleotida dianalogikan dengan apa yang mencegah DNA polimerase selektif
toksisitas karena DNA viral polimerase adalah lebih sensitif pada inhibisi dari beberapa metabolisme
yang merupakan mamalia polymerase. Acyclovir adalah lebih sensitif pada inhibisi dengan obat yang
membutuhkan phosphorilasi hanya melalui sel host enzim. Penambahan ini sangat selektif sebagai
bagian yang hasilnya untuk inisial fosporilasi dari acyclovir dengan viral thymidine kinase yang tidak ada
pada sel yang tidak terinfeksi.
Limitasi dari monoterapi pengobatan pada HIV adalah stimulus umum untuk mengkombinasi antiviral
kemoterapi.beberapa kombinasinya biasanya termasuk 2 nukleosida yang membalik transkriptase
inhibitor (NRTIs) termasuk inhibitor dari HIV protease (PI). Pada kebanyakan kombinasi regimen sebuah
nukleosida membalik transkriptase inhibitor dari HIV protease yang digunakabn pada tempat dari
protease inhibitor. Peninggian aktif antiretroviral terapi (HAART) termasuk kombinasi obat yang dapat
lambat dan membalik penambahan dari viral RNA yang mengisi pada normal progresi dari penyakit.
Pada banyak AIDS pasien, HAART lambat dan membalik keputusan pada CD4 sel dan mengurangi
insidensi dari oportunistik infeksi.
Rasional antiparasit yang terjadi pada kemoterapi alat-alatnya berbasis prinsipel pada toksisitas
selektive, yang mana mencegah biokemikal dan perbedaan fisiologik antara parasit dan sel host. Banyak
antiparasit agen pada enzim target adalah sangat unik pada parasit, obat lain dan obat yang berafek
selular fungsinyabiasanya pada kedua indung, dan sel parasit.
Obat anthelmintik merupakan struktur kemikal pada mekanisme aksi dan propertisnya. Kebanyakan
ditemukan pada emphirik screening metoda, terhadap spesifik parasit dan beberapa mencegah
signifikant toksisitas pada sel host. Sebagai penambahan pada toksisitas langsung dari obat, reaksi pada
kematian dan parasit yang mati boleh menyebabkan toksisitas yang serius pada pasien, dimana dibagi
menjadi 3 grup pada basis tipe dari helminth primarily afeksinya pada (nematoda, trematoda dan
cestoda)






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
1. kelainan metabolisme obat pada obat endokrin dan obat kemoterapi disebabkan oleh beberapa
reseptor yang ekerja pada organ target tertentu
2. Obat-obat yang terdaftar pada obat kemoterapi dan obat hormonal endokrin dapat mengakibatkan
perubahan efek dan memiliki toksikologi yang tinggi dan dapat diaplikasikan secara klinis.

5.2 Saran
1. Kesadaran masyarakat untuk mendeteksi dini penyakit yang berkenaan dengan metabolisme obat
endokrin dan obat kemoterapi harus ditingkatkan dengan memberikan informasi pada masyarakat
bahwa dengan deteksi dini dapat menghemat iaya pengeluaran untuk peningkatan kualitas kehidupan.
2. Bila memungkinkan pemeriksaan terhadap kelainan yang berkenaan dengan obat kemoterapi dan
obat hormonal dilakukan pada semua penderitanya agar dapat ditentukan yang menyebabkan gejala-
gejala sakit akut.
3. Karena penelitian ini merupakan penelitian awal maka diharapkan dilakukan penelitian lanjutan
dengan jumlah kasus yang lebih banyak dan tehnik pengumpulan data yang lebih akurat sehingga dapat
menggambarkan gejala toksikologi yang sebenarnya dari obat-obat kemoterapi dan hormon endokrin.












DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, L. and Michael, L., 2002, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Appleton & Lange
Dipiro JT., Talbert RI., and Yee GC, 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6 th Ed.,
Appleton & Lange, Stamford
Herfindal, ET., Gourley, DR., 2000, Textbook of Therapeutics, Drug and Disease Management, 7th Ed.,
Lippincot & Williams, Philadelphia
Scwinghammer TL., 2002, Pharmacotherapy Casebook : A Patient Focused Approach, 5th Ed.,
McGraw-Hill Companies, New York

Anda mungkin juga menyukai