Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan suatu rangkaian proses pemindahan darah dari


seseorang donor kepada resipien. Proses ini terkait dengan beberapa usaha untuk
memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis
darah atau komponennya agar bermanfaat bagi resipien.(3)
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk
sel darah merah.(5)
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan
modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien
dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen
darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain.(1)
Tujuan transfusi darah antara lain mengembalikan dan mempertahankan
volume yang normal peredaran darah, mengganti kekurangan komponen seluler
atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi
hemostasis, tindakan terapi khusus.(3)
Klien yang mendapatkan transfusi darah harus dimonitor secara ketat agar
tidak terjadi efek samping yang merugikan. Menurut penelitian dilaporkan bahwa
reaksi transfusi darah yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden,
dimana 55% berupa demam, 14% menggigil, 20% reaksi alergi terutama urtikaria,
6% hepatitis serum positif, 4% reaksi hemolitik dan 1% overload sirkulasi.(5)
Reaksi Transfusi darah yang paling berat adalah reaksi hemolitik yang
berhubungan dengan inkompatibilitas ABO, dimana antibodi yang didapat secara
alami dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing), sehingga
mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan terjadinya hemolisis intravascular.

Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada klien yang mengalami reaksi hemolisis
intravascular adalah demam, menggigil, kemerahan, nyeri pada punggung bagian
bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps pembuluh darah sampai henti jantung.(5)
DEFINISI
Transfusi darah merupakan proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran darah orang lainnya.(2)
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan
modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien
dan meningkatkan derajat kesehatan.(1)
MACAM-MACAM KOMPONEN DARAH(5)
Selular

Darah Utuh (whole blood)

Sel darah merah pekat (packed red blood cell):


-

Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood
cell leukocytes reduced)

Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)

Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell frozen, packed
red blood cell deglycerolized).

Trombosit konsentrat (concentrate platelets):


-

Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets concetrate leukocytes


reduced).

Granulosit feresis (granulocytes pheresis)

Non Selular

Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

Plasma donor tunggal (single donor plasma)

Kriopresipitat faktor anti hemofilia (cryoprecipitate AHF)

MACAM-MACAM DERIFAT PLASMA

Albumin

Imunoglobulin

Faktor VIII dan Faktor IX pekat

Rh Imunoglobulin

Plasma ekspander sintetik

INDIKASI TRANSFUSI
Oleh karena transfusi mempunyai resiko yang cukup besar, maka
pertimbangan resiko dan manfaat benar-benar harus dilakukan dengan cermat
sebelum memutuskan pemberian transfusi. Secara umum dari beberapa panduan
yang telah dipublikasikan, tidak direkomendasikan untuk melakukan transfusi
profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfusi adalah kadar hemoglobin
di bawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis. Walaupun
sebuah studi pada 838 pasien dengan penyakit kritis melaporkan bahwa tidak ada
perbedaan laju mortalitas-30 hari pada kelompok yang ditransfusi dengan batasan
kadar hemoglobin di bawah 10,0 g/dl dan 7,0 g/dl, namun penelitian lebih lanjut
dengan jumlah pasien lebih besar masih diperlukan.(5)
Kadar hemoglobin 8,0 g/dl adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang
dioperasi yang tidak memiliki faktor resiko iskemia, sementara untuk pasien
dengan resiko iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0 g/dl.
Namun, transfusi profilaksis tetap tidak dianjurkan.(5)
Pemberian transfusi untuk menambah kapasitas pengiriman oksigen, seperti
yang kerap dilakukan di unit perawatan intensif, tidak dianjurkan. Sebuah studi
pada pasien sepsis melaporkan bahwa transfusi tidak menyebabkan perubahan
kapasitas pengiriman oksigen 6 jam setelah transfusi.(5)
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda

jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka
batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.(1)
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.(1)
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih
tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik
berat).(1)
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI(5)
Darah lengkap (whole blood)
Indikasi: darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan
volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada perdarahan aktif
dengan kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah total.
Kontraindikasi: Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien anemia
kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah merah.

Sel darah merah pekat (packed red blood cell)


Indikasi: sel darah merah pekat ini digunakan untukk meningkatkan jumlah sel
darah merah pada pasien yang menunjukan gejala anemia, yang hanya
memerlukan massa sel darah merah pembawa oksigen saja misalnya pada pasien
dengan gagal ginjal atau anemia pada keganasan.
Kontraindikasi: Dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam jumlah
banyak dalam waktu singkat.

Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell
leucocytes reduced)
Indikasi: produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada
pasien yang sering mendapat/tergantung pada tranfusi darah dan pada mereka

yang sering mendapat reaksi tranfusi panas yang berulang dan reaksi alergi yang
disebabkan oleh protein plasma atau antibodi leukosit.
Kontraindikasi: Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya graft
versus host disease (GVHD), sehingga komponen darah yang dapat diandalkan
untuk mencegah hal itu ialah bila komponen darah tersebut diradiasi.

Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Indikasi: pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi
yang berat atau alergi yang berulang, dapat pula digunakan pada tranfusi neonatal
atau tranfusi intrauteri.
Kontarindikasi:

Hati-hati

terhadap

kontaminasi

bakteri

akibat

cara

pembuatannya yang terbuka, masih dapat menular hepatitis dan infeksi bakteri
lainnya. Karena masih mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable,
komponen ini tidak menjamin pencegahan terjadinya GVHD atau infeksi CMV
pasca transfusi.

Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen, packed
red blood cell deglycerolized)
Indikasi: dapat dipakai untuk menyimpan darah langka
Kontraindikasi: Risiko terjadinya kontaminasi bakteri dapat terjadi karena sistem
terbuka yang dipakai di mana dapat menularkan hepatitis namun tidak untuk
Citomegalo virus (CMV).

Trombosit pekat (concentrate platelets)


Indikasi: rombosit pekat ini diindikasikan pada kasus pardarahn karena
trombositopenia (trombosit <50.000/uL) atau trombositopati kongenital/didapat.
Juga diindikasikan pada mereka selama operasi atau prosedur invasif dengan
trombosit <50.000/uL.
Kontraindikasi: Transfusi trombosit biasanya tidak efektif pada apasien dengan
destruksi trombosit yang cepat seperti: ITP, TTP dan KID dan tranfusi biasanya
dilakukan

hanya

pada

adanya

perdarahan

yang aktif.

Pasien

dengan

trombositopenia yang disebabkan oleh sepsis atau hipersplenisme biasanya


refrakter terhadap tranfusi trombosit. Tranfusi berulang dari trombosit dapat
menyebabkan aloimunisasi terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi
refrakter yang ditandai tidak adanya peningkatan trombosit.

Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)


Indikasi: trombosit jenis ini dipergunakan untuk pencegahan terjadinya
alloimunisasi HLA terutama pada pasien yang harus menerima kemoterapi jangka
panjang.
Kontraindikasi: Meskipun

sediaan ini dapat meniadakan reaksi febris pada

pasien yang menaglami aloimunisasi terhadap HLA antigen, penggunaannya tidak


dapat mempercepat terjadinya pemulihan jumlah trombosit. Untuk mendapatkan
hasil yang baik sebaiknya dilakukan uji cocok serasi.

Granulosit feresis (granulocytes pheresis)


Indikasi: komponen ini dipakai untuk meningkatkan jumlah granulosit pada
pasien sepsis dengan leukopenia yang tidak menunjukan perbaikan dengan
pemberian antibiotik, dan pada pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan
hipoplasi.
Kontarindikasi:

Terapi

antibiotik

yang tepat

atau penggunaan

faktor

pertumbuhan hamatopoietik mungkin lebih efektif dibandingkan dengan tranfusi


granulosit. Resiko penularan terhadap CMV dapat terjadi demikian pula untuk
dapat terjadinya GVHD.

Plasma segar beku (fresh frozen plasma = FFP)


Indikasi: plasma segar beku dipakai untuk pasien dengan gangguan proses
pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat,
misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel antara lain: penyakit hati,
KID, TTP, dan dilusi koagulopati akibat tranfusi masif.
Kontraindikasi: Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan
ekspansi volume krena resiko penularan penyakit yang tinggi. Albumin, fraksi

protein plasma, koloid, atau kristaloid yang tidak menularkan penyakit merupakan
produk yang lebih aman untuk mempertahankan volum darah.

Kriopresipitat faktor anti hemofilik (cryoprecipitated AHF)


Indikasi: kriopresipitat digunakan pada pasien dengan kekuranagn F VIII
(Hemofilia A) bila F VIII pekat tidak tersedia, kekurangan F XIII, kekurangan
fibrinogen dan untuk pasien penyakit Von Willebrand.
Kontraindikasi: Kriopresipitat tidak diberikan pada pasien yang tidak defisiensi
faktor-faktor tersebut di atas.

Konsentrat faktor VIII (faktor VIII concentrate)


Indikasi: konsentrat F VIII diindikasikan untuk pengobatan atau pencegahan
perdarahan pada Hemofilia A dengan defisiensi F VIII sedang sampai berat atau
pasien dengan inhibitor F VIII titer rendah yang kadarnya tidak lebih dari 5-10
bathesda units/ml.
Kontraindikasi: Dosis tinggi pemberian konsentrat F VIII dengan kemurnian
menengah dapat meningkatkan fibrinogen secara bermakna. Direct antiglobulin
tes (DAT) atau hemolisis dapat terjadi karena adanya anti A atau anti B.

Konsentratfaktor IX (faktor IX concentrates)


Indikasi: konsentrat F IX ini digunakan untuk mengobati pasien dengan
defisiensi F IX yang dikenal sebagai Hemofilia B. Pasien dengan inhibitor dapat
diobati dengan kompleks konsentrat F IX, yang mengandung bypass aktivitas
inhibitor F VIII.
Kontaindikasi: Kompleks F IX sebaiknya diberikn dengan hati-hti pad pasien
yang mempunyai penyakit hati. Terdapat laporan terjadinya trombosis dan DIC
pada adanya defisiensi anti trombin khususnya pada pasien dengan penyakit hati.
Etiologi komplikasi ini mungkin berhubungan dengan penurunan bersihan hati,
mengakibatkan akumulasi faktor koagulasi tersebut. Konsentrat FIX koagulasi
tampaknya lebih kurang trombogenik dibandingkan dengan kompleks F IX.

Albumin dan fraksi protein plasma (albumin dan plasma protein fraction)
Indikasi: albumin ini digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi/resusitasi
misalnya pada pasien luka bakar,

pasien pada keadaan hipovolemia dan

hipoproteinemia misalnya pasien dengan syok, pada sindrom nefrotik atau untuk
meningkatkan protein plasma.
Kontraindikasi: Larutan albumin 25% tidak boleh diberikan pada pasien dengan
dehidrasi dan hanya dapat diencerkan dengan salin normal dan dekstrosa 5%.

Imunoglobulin (immune globulin)


Indikasi: preparat imunoglobulin dapat digunakan untuk profilaksis antibodi
secara psif pada orang yang rentan terhadapa penyakit-penyakit tertentu dan
sebagai terapi pengganti pada orang dengan imunodefisiensi primer (misalnya
Sindrom Wiskott Aldrich). IVIG dapat digunakan sebagai imonomodulator pada
pasien-pasien dengan kelainan autoimun misalnya ITP akut dan ITP kronik pada
anak-anak dan dewasa. Dapat pula digunakan untuk trombositopenia pada HIV,
pupura pasca tranfusi dan sindrom Guillan Barre. Juga untuk pengobatan infeksi
serta profilaksis GVHD pada pasien penerima cangkok sumsum tulang.
Kontraindikasi: Orang dengan riwayat defisiensi Ig A (dengan anti Ig A) atau
terjadinya reaksi anafilaksis berat terhadap plasma sebaiknya jangan diberikan
sediaan ini. Sediaan IM jangan diberikan secara IV karena mengandung agregat
immunoglobulin yang dapat mengaktifkan komplemen serta sistem kinin yang
dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
RESIKO TRANSFUSI(5)
Sebuah penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapkan
ditemukan pada 6,6% resipien, di mana sebagian besar (55%) berupa demam.
Gejala lain adalah menggigil tanpa demam sebanyak 14%, reaksi alergi (terutama
urtikaria) 20%, hepatitis serum positif 6%, reaksi hemolitik 4%, dan overload
sirkulasi 1%.
Demam

Peningkatan suhu dapat disebabkan oleh antibodi leukosit, antibodi


trombosit, atau senyawa pirogen. Untuk menghindarinya dapat dilakukan uji
cocok silang antara leukosit donor dengan serum resipien pada pasien yang
mendapat transfusi leukosit. Cara lain adalah dengan memberikan produk darah
yang mengandung sedikit leukosit, leukosit yang harus dibuang pada produk ini
minimal 90% dari jumlah leukosit. Transfusi juga dapat dilakukan dengan
memasangkan mikrofiltrasi yang mempunyai ukuran pori 40 mm. Dengan filter
berukuran tersebut jumlah leukosit dapat berkurang sampai 60%. Pemberian
prednison 50 mg atau lebih sehari atau 50 mg kortison oral setiap 6 jam selama 48
jam sebelum transfusi atau aspirin 1 g saat mulai menggigil atau 1 jam sebelum
transfusi, dilaporkan dapat mencegah demam akibat transfusi.
Reaksi Alergi
Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi alergi ringan
yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat
terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada
plasma resipien.
Reaksi Hemolitik
Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah setelah transfusi akibat
darah yang inkompatibel. Reaksi hemolitik juga dapat terjadi akibat transfusi
eritrosit yang rusak akibat paparan dekstrose 5%, injeksi air ke dalam sirkulasi,
transfusi darah yang lisis, transfusi darah dengan pemanasan berlebihan, transfusi
darah beku, transfusi darah yang terinfeksi, transfusi darah dengan tekanan tinggi.
Jika seseorang ditransfusi dengan darah atau janin memiliki struktur antigen
eritrosit yang berbeda dengan donor atau ibunya, maka dapat terbentuk antibodi
pada tubuh resipien darah atua janin tersebut. Reaksi antara antigen eritrosit dan
antibodi plasma, baik yang spesifik maupun nonspesifik, menyebabkan antibodi
merusak eritrosit. Destruksi eritrosit yang cepat akan melepaskan hemoglobin
bebas ke dalam plasma sehingga menyebabkan kerusakan ginjal, toksemia, dan
kematian.
9

Penularan Penyakit
Selain masalah reaksi antigen-antibodi, maka transfusi yang aman juga
harus memperhatikan kemungkinan penularan penyakit yang dapat menular
melalui darah, seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan virus lainnya. Bakteri
juga dapat mengkontaminasi eritrosit dan trombosit sehingga dapat menyebabkan
infeksi dn terjadinya sepsis setelahh transfusi.
Kontaminasi
Kontaminasi bakteri pada eritrosit paling sering disebabkan oleh Yersinia
entecolitica. Resiko terjadinya kontaminasi tersebut berhubungan langsung
dengan lamanya penyimpanan.
Resiko sepsis yang berhubungan dengan transfusi trombosit adalah 1 per
12.000. angka ini lebih besar pada transfusi menggunakan konsentrat trombosit
yang berasal dari beberapa donor dibandingkan dengan trombosit yang didapatkan
dengan aferesis dari donor tunggal. Bakteri yang mengkontaminasi trombosit
yang dapat menyebabkan kematian adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella
pneumoniae, Serratia marcescens, dan Staphylococcus epidermidis.
Cedera Paru Akut
Resiko transfusi yang lain adalah cedera paru akut yang berhubungan
dengan transfusi (transfusion-related acute lung injury, TRALI). Kondisi ini
adalah suatu diagnosis klinis berupa manifestasi hipoksemia akut dan edema
pulmoner bilateral yamg terjadi dalam 6 jam setalah transfusi. Manifestasi klinis
yang ditemui adalah dispnea, takipnea, demam, takikardi, hipo-/hipertensi,
leukopenia akut sementara. Beberapa mekanisme diperkirakan menjadi penyebab
terjadinya kondisi ini. Salah satunya adalah reaksi antara neutrofil resipien dengan
antibodi donor yang mempunyai HLA atau antigen neutrofil spesifik; akibatnya
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pada sirkulasi mikro di paru.
PENUTUP

10

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis


darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk
sel darah merah.(2)
Transfusi darah sering merupakan penyelamat jiwa, akan tetapi morbiditas
dan mortalitas setelah transfusi darah juga cukup tinggil. Karena itu transfusi
darah seyogyanya hanya diberikan apabila ada indikasi yang jelas.(4)
Penyulit yang mungkin timbul pada transfusi darah dapat berakibat fatal.
Dengan pemantauan yang ketat selama transfusi, penyulit yang timbul dapat
segera diketahui, dan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat dicegah
terjadinya hal-hal yang tidak diingini.(4)

11

Daftar pustaka
(1)

Anonim. BAB I Pendahuluan. http://buk.depkes.go.id/index.php. (Accessed:


2012, 5 Mey). 2003.

(2)

Dewi, Ratna Sari. Sistem Manajemen Transfusi Berbasis Kompetensi.


http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/UTS SIM.

(Accessed: 2012, 5 Mey).

2010.
(3)

H. Bambang Permono, Sutaryo, IDG Ugrasena, Endang.W, Maria Abdulsalam.


Buku Ajar: Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2005.

(4)

Raharadjo, Kunto. Transfusi Darah: Beberapa Segi Yang Penting Untuk


Klinikus. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/51_. (Accessed: 2012, 5
Mey). 1988.

(5)

Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Edisi:V. Jakarta:
InternaPublishing. 2009.

12

Anda mungkin juga menyukai