LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan
Yang dibimbing oleh Drs.Sarwono M.Pd
Oleh :
Offering C/ Kelompok 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hanifa Fitria R.
Herlizza Basyarotun A.
Kiki Elita S.
Mayang Puspa Rena
Sasty Alvionita
Shinta Kumalasari
(130341614781)
(130341614782)
(130341614850)
(130341614833)
(130341614828)
(130341614836)
A. TOPIK
B. TANGGAL
C. TUJUAN
1. Memahami bahwa tidak semua biji dapat langsung tumbuh apabila dikecambahkan.
2. Menduga kondisi dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik luar maupun dalam.
3. Dormansi dapat dipecahkan dengan beberapa perlakuan
D. DATA PENGAMATAN
1. Biji Selada
a. Biji selada ( direndam dalam air )
Nama
biji
Selada
Hari ke
Jumlah biji
1
2
3
4
5
6
7
29
37
37
39
39
40
40
Ulangan kedua
Nama biji
Selada
Hari ke
1
2
3
4
5
6
7
Jumlah biji
13
15
20
23
26
29
33
Ulangan ketiga
Nama biji
Selada
Hari ke
1
2
3
4
Jumlah biji
20
21
23
23
5
6
7
28
29
33
Hari ke
Jumlah biji
1
2
3
0
44
50
Ulangan kedua
Nama
biji
Selada
Hari ke
Jumlah biji
1
2
3
0
45
50
Hari ke
Jumlah biji
1
2
3
4
5
6
7
1
4
9
12
20
35
50
Ulangan kedua
Nama
biji
Selada
Hari ke
Jumlah biji
1
2
3
4
5
6
7
4
18
23
24
32
43
48
2. Biji Padi
a. Biji Padi ( direndam aquades )
N1
Tanggal
Tumbuh
N2
N3
Tidak
Tidak
Tidak
Busuk Tumbuh
Busuk Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Busuk
8
Oktober
2014
11
39
12
38
15
35
15
Oktober
2014
24
26
22
28
27
23
22
Oktober
2014
34
16
36
14
32
18
29
48
46
45
Oktober
2014
8 Oktober 2014
13
25 %
15 Oktober 2014
24
48 %
22 Oktober 2014
34
68 %
29 Oktober 2014
46
92 %
Tumbuh
N2
N3
Tidak
Tidak
Tidak
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
8
Oktober
2014
15
Oktober
2014
22
Oktober
2014
29
Oktober
2014
3. Umbi Kentang
a. Umbi Kentang dan Aquades
Kentang ke
Keterangan
Jumlah Tunas
Minggu ke 2
Tunas Kecil
Tunas kecil
Tunas Kecil
Tunas Kecil
Tunas Kecil
Kentang ke
Jumlah Tunas
Keterangan
Minggu ke 4
1
Tunas besar
Tunas Besar
Tunas besar
Tunas sedang
Tunas sedang
Jumlah Tunas
Minggu ke 2
Keterangan
Kentang ke
Jumlah Tunas
Minggu ke 4
Keterangan
Jumlah Tunas
Minggu ke 2
Keterangan
Tunas Kecil
Tunas Besar
Tunas Kecil
Tunas Kecil
Tunas Kecil
Kentang ke
Jumlah Tunas
Minggu ke 4
Keterangan
Tunas Kecil
Tunas Besar
Tunas Kecil
Tunas Kecil
Tunas Kecil
E. PEMBAHASAN
1. Biji Selada
Pada percobaan pertama yaitu pengaruh perendaman biji selada (lactuca sativa. L)
dalam aquades terhadap perkecambahan. Pada hari 1 ulangan pertama biji selada yang
mampu berkecambah ada 29, pada ulangan kedua 13. Pada hari 2 ulangan pertama biji
selada yang mampu berkecambah ada 37, ulangan kedua 15. Pada hari 3 ulangan
pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 37, ulangan kedua 20. Pada hari 4
ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 39, ulangan kedua 23. Pada
hari 5 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 39, pada ulangan
kedua 26. Pada hari 6 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 40,
ulangan kedua 29. Pada hari 7 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah
ada 40, ulangan kedua 33. Pada hari pertama hingga 7 mengalami peningkatan jumlah
biji selada yang mengalami perkecambahan, hal ini disebabkan kerena aquades memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. melunakkan kulit biji, embrio dan endosperm mengembang sehingga kulit biji
robek
2. memfasilitasi masuknya O2 kedalam biji, air imbibisi pada dinding sel sehingga
sel jadi permeabel terhadap gas. Gas masuk secara difusi sehingga suplai O 2 pada
sel hidup meningkat dan pernafasan aktif
3. mengencerkan protoplasma, aktivasi macam-macam fungsinya
4. alat transport larutan makanan dari endosperm/kotiledon ketitik tumbuh di
embryonic axis : untuk membentuk protoplasma baru.
Berdasarkan analisis terdapat korelasi positif antara air yang cukup dan
perkecambahan biji , dimana tidak adanya air memicu dormansi (menghambat
perkecambahan). Normalnya, biji yang matang mengalami desikasi (kekurangan air) dari
yang asalnya 80-90 % menjadi hanya 5%. Desikasi ini diinisiasi oleh hormon asam
absisat. Biji yang kekurangan air ini akan terus dorman sampai terdapat faktor-faktor
yang memicu perkecambahan. Faktor yang memicu perkecambahan salah satunya
adalah air yang cukup untuk
(Hopkins, 2008).
Proses rehidrasi jaringan dinamakan imbibisi. Tekanan imbibisi oleh biji yang
berkecambah mengakibatkan kulit biji pecah, sehingga embrio (radikula) bisa keluar.
Imbibisi diikuti oleh aktivasi metabolisme biji beberapa menit setelah air masuk
(Hopkins, 2008). Jadi, adanya air dapat membuat radikula dapat keluar menembus kulit
biji dan mengaktifkan metabolisme sehingga embrio dapat tumbuh. Tidak adanya air
menyebabkan biji terus mengalami desikasi dan akan tetap mengalami dormansi.
Pada percobaan kedua yaitu pengaruh berbagai zat kimia terhadap perkecambahan
biji selada (Letuca sativa. L). Perlakuan pertama adalah menggunakan 2,4 Dinitropenol,
pada hari 1 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 1, pada ulangan
kedua 4. Pada hari 2 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 4,
ulangan kedua 18. Pada hari 3 ulangan pertama biji selada yang mampu berkecambah
ada 9, ulangan kedua 23. Pada hari 4 ulangan pertama biji selada yang mampu
berkecambah ada 12, ulangan kedua 24. Pada hari 5 ulangan pertama biji selada yang
mampu berkecambah ada 20, pada ulangan kedua 32. Pada hari 6 ulangan pertama biji
selada yang mampu berkecambah ada 35, ulangan kedua 43. Pada hari 7 ulangan
pertama biji selada yang mampu berkecambah ada 50, ulangan kedua 48. Pada hari
pertama hingga 7 mengalami peningkatan jumlah biji selada yang mengalami
perkecambahan. Hal ini dikarenakan penambahan 2,4 Dinitrophenol merupakan salah
satu hormon auksin sintetik yang berfungsi merangsang pertmubuhan akar ( Cistopher,
1992 ). 2,4 2,4- dinitrophenol ( 2,4- DNP ) adalah auksin sintetis, seperti halnya 2,4dinitrofenol (2,4-D) sering digunakan secara meluas sebagai herbisida tumbuhan. Pada
Monocotyledoneae, misalnya : jagung dan rumput lainnya dapat dengan cepat men
ginaktifkan auksin sintetik ini, tetapi pada Dicotyledoneae tidak terjadi, bahkan
tanamannya mati karena terlalu banyak dosis hormonalnya. Menyemprot beberapa
tumbuhan serialia ataupun padang rumput dengan 2,4-D, akan mengeliminir gulma
berdaun lebar seperti dandelion. Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada
kisaran konsentrasi tertentu; yaitu antara : 10-8 M sampai 10-4 M. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi; auksin akan menghambat perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi
produksi etilen, yaitu suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada
perpanjangan sel (George, L.W. 1995).
pertumbuhan
yang
tepat.
Dormansi
bisa
diakibatkan
karena
dikatakan sebagai suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak dapat terjadi walaupun
kondisi lingkungan mendukung terjadinya perkecambahan (Dartius, 1991).
Dormansi dapat terjadi dalam banyak tipe dan bentuk. Banyak biji dorman untuk
suatu periode tertentu setelah keluar dari buah. Contoh lain dari dormansi adalah
gugurnya daun untuk menghindari terjadinya bahaya waktu udara berubah menjadi
dingin ataupun kemarau. Tanaman bagian atas banyak yang mati selama periode musim
dingin atau kekeringan (Filter & Hay, 1991).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahan,
sehingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan melangsungkan proses tersebut.
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan
siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai
untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Teknik
skarifikasi, biasa digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan dalam mengatasi dormansi embrio (Heddy, 1990).
Dalam Lakitan ( 2007 ) dormansi biji dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk
dormansinyai, yaitu :
a. Dormansi akibat kulit biji impermeabel terhadap air (H2O)
b. Dormansi disebabkan embrio belum masak
c. Biji membutuhkan pemasakan sempuna, sehingga setelah panen dormansi terjadi
d.
e.
f.
g.
h.
padi yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 2 ( N2 ), 12 biji padi tumbuh dan 38 biji padi
yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 3 ( N3 ), 15 biji padi tumbuh dan 35 biji padi yang
tidak tumbuh. Sehingga didapatkan rata-rata biji yang tumbuh pada minggu pertama adalah
13 biji dengan presentase 26 % dari keseluruhan biji yang direndam. Pada minggu kedua ( 15
Oktober 2014 ) perendaman diperoleh hasil pada pengulangan 1 ( N1 ), 24 biji padi yang
tumbuh dan 26 biji padi yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 2 ( N2 ), 22 biji padi tumbuh
dan 28 biji padi yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 3 ( N3 ), 27 biji padi tumbuh dan 23
biji padi yang tidak tumbuh. Sehingga didapatkan rata-rata biji yang tumbuh pada minggu
kedua adalah 24 biji dengan presentase 48 % dari keseluruhan biji yang direndam. Pada
minggu ketiga ( 22 Oktober 2014 ) perendaman diperoleh hasil pada pengulangan 1 ( N1 ),
34 biji padi yang tumbuh dan 16 biji padi yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 2 ( N2 ), 36
biji padi tumbuh dan 14 biji padi yang tidak tumbuh. Pada pengulangan 3 ( N3 ), 32 biji padi
tumbuh dan 18 biji padi yang tidak tumbuh. Sehingga didapatkan rata-rata biji yang tumbuh
pada minggu ketiga adalah 34 biji dengan presentase 68 % dari keseluruhan biji yang
direndam. Pada minggu keempat ( 29 Oktober 2014 ) perendaman diperoleh hasil pada
pengulangan 1 ( N1 ), 48 biji padi yang tumbuh dan 2 biji padi busuk. Pada pengulangan 2
( N2 ), 46 biji padi tumbuh dan 4 biji padi yang busuk. Pada pengulangan 3 ( N3 ), 45 biji
padi tumbuh dan 5 biji padi yang busuk. Sehingga didapatkan rata-rata biji yang tumbuh pada
minggu keempat adalah 46 biji dengan presentase 92 % dari keseluruhan biji yang direndam.
Pada perlakuan kedua, biji padi yang sudah direndam selama 1 jam kemudian dimasukkan ke
dalam cawan petri dengan tanpa perendaman lagi. Hasilnya diperoleh, tidak ada biji padi
yang tumbuh atau berkecambah.
Dalam percobaan pada biji padi yang direndam dengan air dapat tumbuh hingga 92
%. Hal ini membuktikan bahwa dormansi pada biji padi dapat dipatahkan oleh perlakuan
perendaman dengan aquades. Hal ini sesuai dengan Sutopo ( 1988 ), bahwa faktorfaktor
yang meyebabkan hilangnya dorminasi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain: karena temperatur, hilangnya
kemampuan untuk menghasilkan zat zat penghambat perkecambahan, dan imbibisi yang
terjadi pada biji saat direndam. Selain itu terdapat biji padi yang membusuk saat direndam hal
ini disebabkan karena terlalu banyaknya air yang diserap oleh biji. Sedangkan pada biji padi
yang tidak direndam tidak terjadi pertumbuhan atau perkecambahan dari biji padi, hal ini
karena tidak ada faktor yang mematahkan dormansi seperti yang disebutkan dalam Sutopo
(1988) faktorfaktor yang meyebabkan hilangnya dorminasi pada benih sangat bervariasi
tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain: karena
temperatur, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zatzat penghambat perkecambahan,
dan imbibisi yang terjadi pada biji saat direndam.
Sedangkan tujuan dari penyimpanan ditempat gelap adalah untuk mempercepat proses
perkecambahan dari biji. Sehingga hubungan antara dormansi dengan penyimpanan yaitu
dormansi pada beberapa spesies dapat menghilang apabila disimpan dalam kondisi suhu dan
kelembaban lingkungan yang terkendali. Tempat yang gelap umumnya memiliki tingkat
kelembapan yang tinggi. Ahli fisiologi benih paham benar akan metode-metode terbaik yang
digunakan untuk mematahkan dormansi pada benih yaitu dengan jalan menyimpan pada suhu
lembab ( Jumin, 2002 ).
Dalam perkecambahan biji padi ini memerlukan waktu yang cukup lama. Karena
struktur dari biji padi yang keras. Biji yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh
rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit
benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih. Respirasi yang
tertukar, karena adanya membrane atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras,
sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya
proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Kulit biji yang keras dan
kedap menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas kedalam bij, yang
menyebabkan impermeabilitas kulit biji terhadap air. Kulit biji yang cukup kuat akan
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh
dengan segera. Pada tanama, dormansi sering dijumpai pada benih padi (Salisbury, 1995).
3. Umbi Kentang
Dormansi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme
yang terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau oleh
faktor dari dalam tumbuhan
1990). Sedangkan
satu dari lima makanan pokok dunia sebagai sumber karbohidrat. Kelima makanan pokok
tersebut adalah beras, gandum, kentang, sorgum, dan jagung. Disamping beras sebagai
bahan pangan utama, kentang merupakan komoditas pangan yang penting di Indonesia
dan dibutuhkan sepanjang tahun.
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang
memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Tanaman ini
berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes Amerika Utara. Daerah yang
cocok untuk budi daya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian
1.000-1.300 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata
harian 18-21oC, serta kelembaban udara 80-90 persen (Gklinis, 2009 Dalam Ratnasari,
2010).
Perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut 5 buah umbi kentang dimasukkan
ke dalam kantung plastik kemudian diberi aquades, 5 umbi kentang lainnya diberi larutan
2% thiourea dan larutan 1% NAA. Umbi umbi kentang direndam dalam larutan tersebut
selama 2 jam dan kemudian dikeluarkan dari kantung plastik di anginkan baru setelah itu
dibungkus rapat menggunakan kertas. Pengamatan dilakukan setiap 2 seminggu sekali
selama 4 minggu.
Perlakuan pertama adalah umbi kentang direndam dalam aquades, kemudian
dibungkus dengan kertas, pengamatan pertama dilakukan saat minggu kedua dan
pengamatan kedua saat minggu ke 4. Pada pengamatan pertama kentang 1 menunjukkan
pertumbuhan 2 tunas kecil, sedangkan pada pengamatan kedua tunas bertambah menjadi
4 dan ukurannya bertambah besar. Pada pengamatan pertama kentang ke 2 jumlah
tunasnya 3 dan ukuran tunas kecil, sedangkan pada pengamatan kedua diamati ada 4
tunas dengan ukuran yang lebih besar. Pada pengamatan pertama kentang ke 3 muncul 3
tunas dengan ukuran yang kecil, kemudian setelah diamati pertumbuhan tunas pada
pengamatan kedua ukurannya lebih besar dan jumlah tunas sebanyak 5. Pada pengamatan
pertama kentang ke 4 tunas muncul sebanyak 2 dengan ukuran yang relatif kecil,
kemudian pada pengamatan kedua jumlah tunas menjadi 4 dengan ukuran tunas yang
tidak besar dan tidak kecil (sedang). Sedangkan pada pengamatan pertama kentang ke 5
jumlah tunas hanya 1 dengan ukuran yang kecil, pengamatan kedua menunjukkan
perubahan jumlah tunas menjadi 3 dengan ukuran sedang. Dari hasil pengamatan
menunjukkan
bahwa
umbi
kentang
mengalami
pertumbuhan,
ditandai
dengan
bertambahnya jumlah tunas dan ukuran tunas yang bertambah lebih besar.
Perlakuan merendam biji di dalam air yaitu mengkondisikan daerah di luar biji
potensial airnya tinggi, sedangkan potensial air di dalam biji sendiri rendah. Maka akan
terjadi perpindahan osmosis dari potensial air tinggi ke potensial rendah. Perpindahan ini
akan mengakibatkan lapisan kulit biji yang bersifat keras akan lembek, sehingga yang
semula biji tidak bisa berkecambah akibat terhalang lapisan kulit biji yang keras akan bisa
melakukan fase differensiasi dan fase tumbuh (Campbell, 2002).
Perkecambahan biji tergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air
yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang
dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada
embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan
mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon, dan nutriennutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh (Campbell, 2002). Dari
teori tersebut dapat diketahui bahwa masuknya air akibat dari perendaman umbi kentang
dalam aquades menyebabkan rusaknya kulit biji sehingga memicu perubahan metabolik,
hal ini menyebabkan pertumbuhan pada embrio yang ditandai dengan munculnya tunas.
Pelakuan kedua dengan merendam umbi kentang didalam larutan thiourea 2%,
seperti pada perlakuan pertama setelah umbi kentang direndam kemudian umbi kentang
dibungkus menggunakan kertas. Pengamatan pertama dilakukan pada minggu ke 2 dan
pengamatan kedua dilakukan pada minggu ke 4. Pada pengamatan pertama umbi kentang
ke 1 menunjukkan tidak munculnya tunas, dan pada pengamatan kedua tunas juga masih
belum tumbuh. Pengataman pertama umbi kentang ke 2 belum ada tunas yang tumbuh,
sedangkan pada pengamatan kedua tunas umbi kentang mulai tumbuh 1 tunas kecil. Pada
pengamatan
pengataman kedua umbi kentang menunjukkan ada pertumbuhan 1 tunas yang kecil.
Pengamatan pertama umbi kentang ke 4 menunjukkan belum ada pertumbuhan umbi
kentang yang ditandai tidak munculnya tunas, pada pengamatan kedua juga masih belum
ada pertumbuhan karena masih belum tumbuh tunas. Sedangkan pada pengamatan
pertama umbi kentang ke 5 muncul 3 tunas dengan ukuran yang kecil dan pada
pengamatan kedua menunjukkan bahwa tidak ada pertambahan jumlah tunas tapi ada
perubahan ukuran tunas umbi kentang menjadi lebih besar.
inhibitor mitosis dalam biji karena mitosis tidak menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan sel. Dari pernyataan tersebut meskipun thiourea menyebabkan
perkecambahan
tetapi
thiourea
juga
menghambat
proses
mitosis
sehingga
kentang yang tidak tumbuh dan pertumbuhan pada umbi yang tidak terlihat nyata
seperti tidak bertambahnya jumlah tunas dan ukuran tunas. Kami memperkirakan hal
ini disebabkan karena bebapa hal :
a. Umbi kentang yang digunakan belum memenuhi kematangan yang sesuai, hal ini
bisa dilihat dengan ukuran umbi kentang yang relatif masih kecil.
b. Berat benih dalam hal ini merujuk pada pernyataan Sutopo (2002) yang
menyatakan bahwa Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan
dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat
permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen
c. Adanya zat penghambat (inhibitor) Menurut Kuswanto (1996), penghambat
perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun
di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
d. Suhu saat perkecambahan yang kurang optimal. Menurut Sutopo (2002) Suhu
optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan
benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran
suhu antara 26.5 sd 35C
e. Oksigen, Menurut Sutopo (200) Saat berlangsungnya perkecambahan, proses
respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan
pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai
akan menghambat proses perkecambahan benih. Pada perkecambahan karena
pada waktu mematahkan dormansi umbi kentang dibungkus dengan kertas
sehingga kemungkinan pertumbuhan tunas umbi kentang menjadi terhambat.
f. Cahaya, menurut Kamil (1979) Adapun besar pengaruh cahanya terhadap
perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya
penyinaran
g. Medium, Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik
yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari
organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002).
F. KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN
Anna
Online
Dahlia, Betty Lukiaty, Leily T. Kusumaputri. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
FMIPA : Universitas Negeri Malang. Malang
Dartius. 1991. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. USU-Press. Medan.
Dewi, Intan Ratna. 2008. Peranan Dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.
Bandung : Universitas Padjajaran
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Filter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press.
Yogyakarta.
George, L.W. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Holtikultura. Penebar Swadaya. Jakarta
Haber, Alan H. & Luippold, Helen J. 1960. Effects Of Gibberellin, Kinetin, Thiourea, And
Photomorphogenic Radiation On Mitotic Activity In Dormant Lettuce Seed. (Online)
Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pmc/Articles/Pmc405991/Pdf/Plntphys004730074.Pdf Diakses Pada 10 November 2014
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.
Hopkins, William. 2008. Introduction to Plant Physiology Fourth Edition. London
Jumin, Hasan Basri. 2002. Dasar-Dasar Agronomi. Edisi Revisi. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Kamil. 1979. Teknologi Benih 1. Padang : Angkasa Raya
Kuswanto H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi Produksi Dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta :
Andi
Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lambers, H; Chapin III S. F. And Pons L.T.2008. Plant Physiology Ecology 2rd Edition.
2008 Springer Science and Business Media, LLC. Shanmugavalli, M; Renganayaki,
PR; Menka, C. Seed Dormancy and Germination Improvement Treatment in Fodder
Sorghum. An open access journal published by ICRISAT. Seed Germination and
Dormancy
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud.
Jakarta.
Ratnasari, Tuti. 2010. Kajian Pembelahan Umbi Benih Dan Perendaman Dalam Giberelin
Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kentang (Universitas Sebelas Maret (Solanum
Tuberosum L.). Solo : Universitas Sebelas Maret
Salisbury.1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3. Bandung : ITB.