PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Kota Surakarta mempunyai luas wilayah 44,4 km2 dengan jumlah penduduk mencapai
503.421 jiwa. Kota Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan dan 51 kelurahan. Kondisi sanitasi
di Surakarta dinilai belum memenuhi standar kesehatan dan masih memprihatinkan. Berikut
merupakan persentase dari kondisi sanitasi masyarakat Surakarta adalah 58%
memiliki
tangki septik, 16% memakai MCK dan 12% tidak memiliki sanitasi yang memadai, ini
merupakan pemakaian sistem on site. Sisanya sekitar 14% memakai sistem off site. Produksi
air limbah di Surakarta sbagian besar adalah dari limbah domestik yaitu sebanyak 89% dan
sisanya sebanyak 11% dari limbah industri dan rumah sakit. Pengertian air limbah sendiri
adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung bahan beracun
dan berbahaya.
Kota Surakarta mempunyai 2 sistem pengelolaan limbah dosmetik, yaitu : Off Site
System merupakan sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan suatu jaringan
perpiaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya
diolah. Air limbah di dalam sistem off site ini berasal dari air limbah rumah tangga, kemudian
sebagai media penyalurnya memakai sistem jaringan perpiaan yang disalurkan ke IPAL,
IPAL melakukan sistem pengolahan kemudian disalurkan ke sungai dan saluran air sebagai
tujuan akhir. Di surakarta memakai sistem ini sekitar 14 % dan On Site System merupakan
sistem pengolahan air limbah setempat yang sebagai media pengolah setempatnya seperti
septik tank, cubluk, jamban dan pit latrin, kemudian pengurasan dan pengangkutan dilakukan
oleh truk tinja setelah itu di olah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) kemudian
disalurkan ke sungai dan saluran air . Penggunaan sistem on site merupakan yang lebih
banyak dipakai di masyarakat dengan presentase sebesar 86 %.
II.
1999 Tanggal : 26 Juni 1998 tentang : SOT PDAM Kodya Dati II Surakarta.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor : 3 Tahun 1999
Tanggal 27 Mei 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair.
Golongan Pelanggan.
Keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor : 10/DPRD/VI/2004 tentang Persetujuan
Perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Mengolah air limbah domestik atau industri, agar air tersebut dapat digunakan kembali
BAB II
GAMBARAN UMUM
I.
Gambaran Umum
Dempo dan Malabar akan dialirkan dan ditampung pada sump pump yang berlokasi dekat
dengan Sungai Kalianyar.
BAB III
SISTEM PENGOLAHAN IPAL MOJOSONGO
I.
Diagram Alir
Sistem pengaliran limbah di IPAL Mojosongo berasal dari limbah rumah tangga lalu
disalurkan ke pipa lateral dan pipa sekunder setelah dari pipa lateral dan pipa sekunder masuk
ke pompa, setelah itu masuk ke bak pengendap awal kemudian diolah, masuk ke bak aerasi I
kemudian ke bak aerasi II dan bak aerasi III, setelah diolah di bak aerasi I,II dan III kemudian
masuk ke bak sedimentasi. Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke lokasi
IPAL lebih tinggi dari daerah pelayanan. Hasil pengolahan dari IPAL Mojosonggo dialirkan
ke kali Anyar dan Bermuara ke Sungai Bengawan Solo dengan pengaliran secara gravitasi.
Proses akhir ini membuktikan bahwa proses pengolahan akhir sudah dinyatakan baku mutu
air bagus. Sistem IPAL Mojosongo digunakan sistem kombinasi aerasi dan facultative untuk
mengolah air limbah rumah tangga, dengan BOD 200-400 mg/lt menjadi air olahan dengan
BOD (Biological Oxygen Demand) 20 mg/lt.
dan Mojosongo non Perumnas akan ditampung terlebih dahulu di bak penampung dan
dipompa ke pengolahan. Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke IPAL lebih
tinggi dari daerah pelayanan.
2.
sampah dan plastik agar tidak masuk ke pengolahan limbah. Sebelum masuk ke pengolahan
air limbah akan dipompa menuju bak pengendap awal (pada sump pump yang dilengkapi 3
buah pompa submersible dengan debit 20 lt/dt.
3.
BOD masih tinggi yaitu 116 mg/lt, di sini air limbah bisa diukur debitnya melalui V notch,
biasanya pada bak pengendap awal ini air limbah akan dipisahkan, pasir akan mengendap dan
plastik maupun busa akan tertahan pada penyekat yang kemudian akan diambil secara manual
dan dibuang ketempat sampah. Sedangkan pasir yang ikut terbawa aliran akan mengendap.
Lumpur yang menendap pada bak pengendap awal perlu dikuras secara manual dan
lumpurnya ditampung di bak pengering lumpur.
4.
aerated facultatif lagoon I, pada bak ini aerator dihidupkan untuk menambah oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik. Air limbah yang masuk
pada bak aerasi I perlu dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu untuk dapat
mengembangbiakkan mikroorganisme dan untuk percepatan perlu dilakukan seeding dengan
cara memasukkan lumpur aktif dari tangki septik ke dalam bak aerasi.
Dengan ukuran kolam sebagai berikut :
Panjang : 36,60 m
Lebar : 21,00 m
Kedalaman : 3,50 m
harus dihidupkan untuk menambah oksigen. Kebutuhan penambahan oksigen pada lagoon I
dan II sebanyak 26 kg oksigen perjam, kemudian lumpur yang mengendap di dua lagoon
tersebut diproses dengan cara memompa lumpur tersebut ke bak pengering (sludge drying
bed). Untuk itu perlu dilakukan pengurasan secara periodik, untuk pengurasan lumpur
disediakan pompa lumpur dilengkapi dengan pontoon serta pipa fleksibel untuk hisap maupun
tekan. Adapun pompa lumpur kapasitasnya 8 liter/dt. Dengan ukuran kolam sebagai berikut :
Panjang : 41,50 m
Lebar : 18,00 m
Kedalaman : 3,50 m
6.
limbah yang telah diaerasi pada bak aerasi I dan II sebagian besar partikel-partikelnya akan
mengendap di dalam bak sedimentasi ini, dari bak ini air limbah sudah bisa di buang ke badan
air penerima, dan kadar BOD sudah mulai turun. Dengan ukuran kolam sebagai berikut :
Panjang : 55,50 m
Lebar : 46,50 m
Kedalaman : 2,00 m
BAB IV
KELAYAKAN BAKU MUTU LIMBAH PADA IPAL MOJOSONGO
I.
Jumlah unsur pencemar yang diperbolehkan keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang ke lingkungan.
IPAL Mojosongo sendiri berada di Kota Surakarta Jawa Tengah, jadi untuk standar
baku mutu limbah mengacu pada Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004. Untuk standar-standar
baku mutu limbah yang tertera di Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004 sendiri diantaranya :
1.
Fisika
1) Suhu Kadar maksimalnya - (satuan C)
2) TSS Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)
2. Kimia
1) pH Kadar maksimalnya 6.0-9.0
2) DO Kadar maksimalnya - (satuan mg/l)
3) DHL Kadar maksimalnya - (satuan 5/cm)
4) BOD5 Kadar maksimalnya 50 (satuan mg/l)
5) COD Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)
Berikut merupakan karakteristik air limbah domestik diantaranya :
1.
Karakteristik Fisika
Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan bau, suhu, warna, dan zat padat
tersuspensi. Sifat fisik ini diantaranya dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui
secara lebih pasti maka digunakan analisis laboratorium.
a.
Suhu
Air limbah pada umumnya mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada suhu udara
setempat. Suhu air limbah merupakan parameter penting, sebab efeknya dapat mengganggu
dan meninggalkan reaksi kimia kehidupan akuatik. Limbah yang mempunyai temperatur
panas akan mengganggu biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus
merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis.
Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat
oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.
Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang melayanglayang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang
mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan air
karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari
masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat
berlangsung.
2.
a.
Karakteristik Kimia
pH (puissance d`Hydrogen Scale)
pH adalah ukuran yang menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan untuk
Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan
arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang
menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu,
semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta
konsentrasi total maupun relatifnya.
Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air
untuk menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam air. Pengukuran
yang dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk menghantarkan arus listrik
yang dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan indikator, dimana semakin besar nilai daya
hantar listrik yang ditunjukkan pada konduktivitimeter berarti semakin besar kemampuan
kation dan anion yang terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus listrik. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang terkandung dalam air.
d. BOD (Biologycal Oxygen Demand)
Pemeriksaan BOD dalam air limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organik
dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah
bakteri. BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan
(mengoksidasikan) semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air
menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan
organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organik ini terjadi secara alami, aktifnya
bakteri-bakteri menguraikan bahan- bahan organik bersamaan dengan habis pula terkonsumsi
oksigen.
Penetapan angka BOD5 adalah rangkaian penetapan kadar oksigen terlarut antara
sampel pada hari kelima setelah inkubasi pada suhu 20o C. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai:
BOD5 = {(Co C5) k (APo AP5)} x p ( 3 )
Dimana :
Co = Kadar oksigen terlarut nol hari dari sampel (mg/lt),
C5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari sampel (mg/lt),
APo = Kadar oksigen terlarut nol hari dari larutan pengencer (mg/lt),
AP5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari larutan pengencer (mg/lt),
k = Faktor koreksi = 1,
p = Faktor pengenceran.
e.
Oxygen Demand / COD termasuk parameter yang cukup penting sebagai salah satu indikator
kualitas air. Parameter ini dapat menggambarkan kualitas lingkungan air akibat pengaruh
gejala alam dan aktivitas manusia. COD merupakan salah satu parameter kimia yang
digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran limbah organik yang telah terjadi
pada sungai, danau, sumur penduduk dan air laut. Semakin besar nilai COD suatu sumber
alam, semakin besar pula tingkat pencemaran yang terjadi terhadap sumber tersebut.
Parameter COD terkait sangat erat dengan kandungan zat organik dan anorganik yang dapat
dioksidasi dalam suatu badan air.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara
alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air.
Ada beberapa metode persiapan sampel yang telah lama dikenal dalam analisis COD
yaitu metode refluks dengan pemanas listrik (konduksi). Metode ini biasanya menggunakan
pemanas listrik konvensional seperti hot plate. Oven listrik ataupun heating block yang
didasarkan pada pemindahan panas dari wadah ke larutan dan selanjutnya ke sampel yang
akan didestruksi, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu selama 2 jam pada
suhu 145-200o C untuk mencapai hasil destruksi yang sempurna. Metode ini dapat dibagi 2
yaitu sistem refluk terbuka dan sistem refluk tertutup. Pada sistem refluk terbuka dapat
digunakan bermacam jenis air limbah dan jumlah sampel dapat lebih banyak karena
menggunakan gelas erlenmeyer berukuran 250 ml. Pada sistem ini biasanya menggunakan
hot plate sebagai pemanasnya. Sedangkan pada sistem refluk tertutup menggunakan sejenis
tabung reaksi yang terbuat dari borosilikat dan tertutup dengan ukuran tertentu (1,6 x 10 cm;
2 x 15 cm; atau 2,5 x 15cm) dengan diameter 2 cm dan kapasitas 2,5 10 ml larutan sampel.
Jika dibandingkan dengan sistem refluk terbuka pada sistem refluk tertutup ini lebih
ekonomis dari segi bahan pereaksi dan dapat mengoksidasi senyawasenyawa organik yang
mudah menguap dengan sempurna karena senyawasenyawa tersebut mengalami kontak yang
cukup lama dengan zat pengoksidasi yang digunakan. Biasanya pada sistem ini digunakan
oven listrik sebagai pemanasnya.
Keuntungan menggunakan metode refluk (Martini, Tri. 2006) :
1.
Daya oksidasinya lebih kuat dibandingkan dengan zat pengoksidasi yang lainnya secara
Fisik
1) Suhu Inlet= 25.0 Outlet= 24.8 (satuan C)
2) TSS Inlet=27 Outlet= 9.6 (satuan mg/l)
2. Kimia
1) pH Inlet= 7.77 Outlet= 8.05
2) DO Inlet= 3.91 Outlet= 7.71 (satuan mg/l)
3) DHL Inlet=921 Outlet= 1029 (satuan 5/cm)
4) BOD1 Inlet= 60 Outlet= 40 (satuan mg/l)
5) COD Inlet=147 Outlet= 69 (satuan mg/l)
BAB V
MASALAH DAN SOLUSI DI IPAL MOJOSONGO
I.
Masalah
Masalah-masalah yang dihadapi oleh IPAL di Kota Surakarta secara teknis maupun
non-teknis, entah dari IPAL Semanggi, IPAL Laweyan, IPAL Mojosongo, IPAL Pucangsawit
secara umum sama. Berikut merupakan masalah yang dialami oleh IPAL Mojosongo, antara
lain :
1. Kesadaran dari masyarakat pelanggan untuk membayar tagihan Limbah Cair masih
rendah dan sulitnya koordinasi antara pihak IPAL dengan pelanggan.
2. Sanksi bagi pelanggan yang nunggak pembayaran tagihan Limbah Cair tidak ada.
3. Masyarakat masih menganggap permasalahan sambungan air limbah, belum begitu
penting.
4. Tarif yang dibebankan kepada pelanggan Limbah Cair dinilai sudah tidak sesuai
dengan biaya operasional sekarang.
5. Minimnya fasilitas yang diberikan untuk penjaga/karyawan di IPAL Mojosongo.
6. Minimnya keamanan yang diberikan oleh penjaga/karyawan di IPAL Mojosongo,
sehingga mengakibatkan adanya 2 orang meninggal dunia.
7. Kurangnya tenaga kerja di IPAL dan minimnya sumber daya manusia yang kualitatif
8. Pompa aerator sering tersumbat
II. Solusi
Solusi-solusi dari permasalahan yang telah dipaparkan di bab V untuk IPAL Mojosongo
diantaranya :
1. Melakukan review terhadap Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004
tanggal 7 Juni 2004 dan keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor 10/DPRD/VI/2004
tanggal 7 Juni 2004 Tentang Persetujuan Perubahan Atas Keputusan Walikota
Surakarta Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Persetujuan Tarif Pengelolaan Limbah dan
Golongan Pelanggan Limbah.
2. Meningkatkan jumlah SR Air Limbah baik rumah tangga maupu kawasan Bisnis,
karena Jaringan Air Limbah sudah banyak yang dibangun di jalur-jalur utama Kota
Surakarta.
3. Menyambung SR Air Limbah pada pelanggan Air Minum, begitu juga sebaliknya,
Menyambung SR Air Minum pada pelanggan Air Limbah, untuk peningkatan
pendapatan dari Tagihan Air Limbah.
4. Menyiapkan Sanksi Bagi Pelanggan Air Limbah yang Menunggak, baik sanksi
administrasi maupun denda.
5. Meningkatkan Sosialisasi kepada Masyarakat, dalam bentuk pertemuan warga, media
cetak dan elektronik tentang tagihan-tagihan, serta larangan membuang sampah padat
di 9kamar mandi.
6. Meningkatkan Fasilitas untuk Para Penjaga/Karyawan di IPAL Mojosongo, karena
setelah survey faktanya untuk fasilitas di IPAL Mojosongo sendiri untuk
penjaga/karyawan sangatlah minim.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-terpusat-offsitesystem
http://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-setempat-onsitesystem-7869036
Tugas Akhir Pengujian Kualitas Air di Instalansi Pengolahan Air Limbah Mojosongo Kota
Surakarta. 2011. Universitas Sebelas Maret.
Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah.
Hasil Uji Laboratorium PDAM Surakarta.