Anda di halaman 1dari 17

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

INDUSTRI BOBBIN PTPN X JEMBER

MAKALAH TEKNOLOGI LIMBAH

Disusun oleh :

1. Dwi Riska Yuliani 141810301002


2. Anisa Kholifatul 141810301004
3. Widya Puspita Dewi 141810301005
4. Anis Sa’adah 141810301008
5. Siti Zulaicha 141810301021
6. Suci Nur Jannah 141810301022

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PTPN X (Persero)
Unit Industri Bobbin

PT. Perkebunan Nusantara X (PTPN X) merupakan perusahaan yang


bergerak dalam pemasaran produk tembakau. Perusahaan ini berlokasi
dikecamatan Arjasa, Kabupaten Jember- Jawa Timur. PTPN X tidak hanya
bergerak pada pemasaran langsung produk tembakau, akan tetapi perusahaan ini
juga mengembangkan usaha lain berupa jasa cutting tembakau menjadi
pembungkus cerutu. Berdasarkan surat keputusan direksi PTPTN X No.CC-
SURKP/13.050 tahun 2013 dan No.XX-SURKP/13.076 tahun 2013, Usaha ini
dikelola pada PTPN X Unit Industri Bobbin Kebun Kertosari. Pada prosesnya
usaha Cutting tembakau Industri Bobbin menghasilkan limbah berupa limbah cair,
polusi dan limbah B3. sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah tersebut agar
tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan, salah satu usaha
pengelolaan limbah yang dilakukan adalah pengadaan unit Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL).
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu unit yang
amat vital bagi perusahaan atau industri yang dalam kegiatannya menghasilkan air
limbah baik dari kegiatan utama maupun kegiatan pendukung. IPAL merupakan
suatu perangkat peralatan teknik beserta perlengkapannya yang memproses atau
mengolah cairan sisa proses produksi pabrik, sehingga cairan tersebut layak
dibuang ke lingkungan. Air limbah yang berasal dari limbah industri diolah di
WWTP (Wastewater Treatment Plant), dan air limbah domestik diolah di STP
(Sewage Treatment Plant).
Output dari IPAL untuk setiap jenis perusahaan telah diatur dalam Baku
Mutu Limbah Cair yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
Provinsi atau Kabupaten/Kota. Pemenuhan baku mutu limbah cair akan mencegah
masalah hukum, menghindari keluhan dari masyarakat dan meningkatkan citra
perusahaan. Sebaliknya, pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah dapat
mendatangkan sanksi hukum baik administrasi, pidana maupun perdata seperti
yang diatur dalam Undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kadangkala, sanksi langsung dilakukan oleh
masyarakat untuk menghentikan operasi perusahaan.
Air limbah yang dihasilkan pada industri bobbin ini adalah air dari hasil
pembasahan tembakau dengan kadar air 18-22. Pembasahan ( gambar 1)
dilakukan agar tembakau tidak mudah sobek.

Gambar 1. Pembasahan Tembakau


IPAL yang dilakukan disesuikan dengan baku mutu yang telah ditentukan baik
pengolahan limbah B3, udara dan air. IPAL yang dilakukan ada 2 sistem yaitu
sistem Bio untuk pengolahan zat kimia dan Ozonik (AOP) untuk menjernihkan
warna. Layout IPAL Bobbin, menjelaskan bagaimana proses jalanya pengolahan
air limbah yang dihasilkan dari industri bobbin dari berdasarkan IPAL sampai
layak menjadi air limbah yang dibuang kelingkungan.
A. Layout IPAL
Layout IPAL Bobbin, menjelaskan bagaimana proses jalanya pengolahan
air limbah yang dihasilkan dari industri bobbin dari berdasarkan IPAL sampai
layak menjadi air limbah yang dibuang kelingkungan, diipaparkan pada gambar 2,
yaitu :

Gambar 2. Layout IPAL Bobbin


Pengolahan air limbah berdasarkan layout IPAL tersebut yaitu, limbah
awal akan masuk ke bak ekualisasi, kemudian dilakukan penurunan pH hingga
diperoleh pH mendekati netral menggunakan asam sulfat. Limbah tersebut
selanjutnya dialirkan menuju activated sludge chamber (tangki aerasi). Proses
selanjutnya setelah keluar dari tangki aerasi adalah disedimentasi di tangki
sedimen, lalu dialirkan menuju bak aerasi anaerob, dilanjutkan ke carbon filter
dan tangki selanjutnya untuk diteruskan ke ruang ozone (AOP) baru dialirkan ke
tempat penampung akhir limbah yang layak di buang kelingkungan. Penjelasan
detail layout IPAL industry Bobbin adalah sebagai berikut :
1. Ekualisasi
Ekualisasi merupakan teknik peningkatan efektivitas pada proses
selanjutnya dalam pengolahan limbah. Proses ini menggunakan sebuah bak
penampung yang disebut dengan bak ekualisasi. Bak Ekualisasi pada umumnya
berbentuk segi empat dan melingkar. Proses pengendapan tidak melibatkan
penambahan bahan kimia. Tahap ekualisasi melibatkan filtrasi sisa-sisa daun pada
proses awal sebelum pengolahan limbah lebih lanjut. Bak ekualisasi memiliki
mesin aerator yang berfungsi mengaduk dan meningkatkan kadar oksigen dalam
air limbah. Bak ini digunakan untuk mengatasi adanya masalah operasional,yaitu :
 Sebagai kolam penampungan pertama dan pencampuran air limbah dari
berbagai kegiatan produksi
 Menghomogenkan air limbah yang masuk dari beberapa sumber
 Mengatur debit air limbah yang harus dialirkan ke unit IPAL selanjutnya
sehingga jumlahnya konstan dan menghindari terjadinya masalah-masalah
operasi pada downstream karena adanya variasi atau fluktuasi
(ketidaktetapan atau guncangan) aliran.
Hal ini pada umumnya dilakukan dengan menampung limbah dalam suatu bak
ekualisasi sebelum dimasukan ke unit pengolah limbah selanjutnya. Sebelum
memasuki proses aerasi, limbah diturunkan pH-nya hingga mendekati pH netral
menggunakan H2SO4.

2. Bak Aerasi
Actived Sludge Chamber (Aerasi Aerob) merupakan salah satu bagian dari
unit IPAL di perusahaan BOBBIN Kabupaten Jember. Bagian unit ini berfungsi
sebagai tempat penguraian limbah organik dari hasil pengolahan produk industri
di perusahaan BOBBIN menggunakan bakteri. Mekanisme kerja dari unit ini
adalah aerasi aerob, yaitu penggunaan bakteri, dan udara (dissolved oksigen) pada
proses pengurangan larutan-larutan kimia yang terdapat dalam limbah. Bakteri
yang digunakan oleh perusahaan BOBBIN adalah jenis bakteri yang berasal dari
lumpur aktif sepitenk. Alasan penggunaan lumpur tersebut dikarenakan pada
lumpur tersebut terdapat berbagai macam bakteri yang mampu mendegradasi zat-
zat kimia yang terdapat pada limbah. Pemilihan lumpur sepitenk yang digunakan
berdasarkan lama waktu tanah tersebut telah digunakan sebagai tempat
pembuangan. Tanah yang dipilih adalah tanah yang paling lambat telah menjadi
tempat pembuangan tinja selama 5 tahun. Proses pengambilan lumpur aktif
sepitenk hanya dilakukan satu tahap diawal pemasangan dengan cara melakukan
penyedotan pada titik yang ditentukan.
Proses selanjutnya adalah pengembangbiakan bakteri pada lumpur
tersebut. Tahapan awal pada proses pengembangbiakan adalah inkubasi bakteri
selama kurang lebih satu bulan sebelum dimasukkannya limbah pada tanki
tersebut. Selama 1 bulan dilakukan pengecekan pH, dan kondisi bakteri. Bakteri
tersebut diberikan nutrisi berupa tetes tebu ataupun gula pasir, pupuk urea,
ponska, dan yakult. Pemberian nutrisi ini bertujuan agar bakteri dapat berkembang
dengan baik. Bakteri tersebut dikontrol pertumbuhannya melalui pengamatan
spektroskopi menggunakan mikroskop. Apabila bakteri telah memenuhi kriteria
standar untuk digunakan sebagai pengurai limbah maka dilakukan proses
pengolahan limbah pada unit tersebut dengan cara menambahkan limbah yang
akan diolah. Daya tampung limbah pada unit aerasi aerob di pabrik BOBBIN ini
adalah sebesar 80 mL/ 30 menit. Limbah yang berlebih dialirkan kedalam Buffer
tank II. Unit ini merupakan salah satu bagian unit IPAL di pabrik BOBBIN.
Buffer Tank berfungsi sebagai tempat untuk bak cadangan penampungan limbah
yang berlebih yang masuk kedalam aerasi aerob. Mekanisme kerja dari unit ini
adalah limbah berlebih yang masuk pada sludge chamber aerasi aerob akan
ditampung dalam buffer tank, lalu dialirkan kembali kedalam aerasi aeron apabila
limbah yang terdapat dalam aerasi aerob telah diproses dan telah berpindah
memasuki unit proses selanjutnya. Buffer tank hanya sebagai bak cadangan untuk
mengatur debit imbah yang masuk dalam sludge chamber aerasi aerob.

3. Bak Sedimentasi (Settling Chamber)


Tahapan yang terjadi setelah proses penguraian pada tanki aerasi aerob
adalah pengolahan menuji tanki sedimentasi. Tangki sedimentasi berfungsi utuk
mengendapkan lumpur yang terikut pada proses dan memisahkan bagian lumpur
dengan bagian yang lebih bening dari hasil pengolahan limbah di unit aerasi.
Bagian yang bening akan diteruskan masuk ke unit bak aerasi anaerob, sedangkan
lumpur yang terendapkan akan dikembalikan ke unit aerasi, sehingga dapat
digunakan kembali dan tidak ada yang terbuang.

Gambar 3. Bak sedimentasi (Settling Chamber)

4. Biofilter Aerob Chamber

Gambar 4. Biofilter aerob chamber


Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan
cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan
media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme. Biofiler yang baik
adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur menyerupai
saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun baik secara
teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari media
penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang akan
melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm).
Biofilter aerob chamber ini digunakan dua jenis tempat untuk tumbuh dan
berkembangnya bakteri yaitu sarang tawon dan bioball, seperti pada Gambar 5.

(a) (b)
Gambar 5. Media Biofilter (a) Bioball (b) Sarang Tawon
Salah satu media penyangga yang digunakan adalah bioball. Bioball
mempunyai keunggulan antara lain pemasangannya mudah, ringan, dan mudah
dicuci ulang. Jenis bioball yang dipilih pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) kali ini yang berbentuk bola dengan diameter ± 3 cm. Bioball jenis ini
dipilih karena memiliki diameter paling kecil dan dengan bentuknya yang seperti
bola (random packing) dapat meminimalkan terjadinya clogging (tersumbat).
Bioball ini berfungsi sebagai tempat hidup bakteri-bakteri yang diperlukan untuk
menjaga kualitas air. Sedangkan untuk biofilter tipe sarang tawon dibuat dengan
cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC. Biofilter tipe sarang
tawon mempunyai luas permukaan spesifik yang besar dan volume rongga
(porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah
yang besar untuk mengurangi penyumbatan. Oleh karena itu, memungkinkan
untuk pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi
pengolahan yang cukup besar.
Air limbah yang berasal dari settling chamber akan dialirkan menuju
biofilter aerob. Biofilter aerob dalam prosesnya diberikan aerasi atau dihembus
dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik
yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air
maupun yang menempel pada permukaan media sehingga dapat meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik. Setiap 2-3 bulan sekali bakteri dan lumpur yang
ada dalam biofilter aerob akan dialirkan menuju active sludge chamber. Hal ini
berfungsi untuk pengembangbiakan bakteri yang ada. Sedangkan air yang telah
terpisah akan dialirkan menuju proses anaerob untuk diproses lebih lanjut.

5. Bak Aerasi Anaerob


Proses pemisahan selanjutnya yakni masuk pada bak aerasi anaerob.
Perbedaan antara aerasi aerob dan anaerob adalah pada proses aerob
membutuhkan oksigen sedangkan pada anaerob tidak membutuhkan adanya
oksigen, Oksigen ini sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme bakteri.
Bakteri kemungkinan masih tersisa pada proses sedimentasi yang kemudian akan
ikut masuk ke bak aerasi anaerob dengan limbah. Tahap anaerob ini bisa
dipastikan bahwa bakterinya mati. Pada proses anaerob ini juga terjadi
pengendapan suspended solid sedangkan cairannya yang sudah terbebas dari
suspended solid menuju ke proses AOP (Advanced Oxidation Process) dengan
Ozonisasi. Sementara itu pada proses anaerob pH dari limbah harus berkisar
antara 6,5-7,5. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada proses anaerob ini
optimumbekerja pada pH tersebut. Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada
nilai 6,2 dan jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya
berada pada pH 7 – 8 untuk menghindari keracunan H2S.

6. Karbon Aktif
Pada tahapan ini terjadi proses penyerapan sisa-sisa TSS dari limbah oleh
karbon aktif yang terdapat pada tanki. Hasil yang diperoleh dari pengolahan pada
unit carbon filter ini berupa air yang belum jernih (berwarna kuning bening),
namun kadar COD pada air tersebut telah memenuhi standar baku mutu
pemerintah yaitu sebesar 200 ppm. Karbon tersebut diaktifkan dengan cara dicuci
seminggu sekali menggunakan air dan setiap 2 bulan sekali dicuci menggunakan
larutan asam sulfat. Fungsi pencucian yaitu untuk backwash.

7. Proses AOP
AOP (Advanced Oxidation Processes) adalah satu atau kombinasi dari
beberapa proses seperti ozone, hydrogen peroxide, ultraviolet light, titanium
oxide, photo catalyst, sonolysis, electron beam, electrical discharges (plasma)
serta beberapa proses lainnya untuk menghasilkan hidroksil radikal. Sistem
instrumentasi yang digunakan adalah metode Advanced Oxidation Processes
(AOP). Sistem AOP yang digunakan adalah kombinasi antara Ozon-UV-H2O2 dan
karbon aktif. Ozon pada proses ini dihasilkan dari O2 murni yang ditembak
dengan modul tertentu. Ozon berfungsi mengoksidasi komponen-komponen
makromolekul dalam air limbah yang belum dapat terdegradasi setelah berbagai
proses dalam sistem IPAL. Pada pabrik Bobbin Kebun Kertosari memiliki 8 unit
modul penembak listrik O2 untuk menghasilkan ozon. Konsep dasar sistem AOP
yaitu dengan menggunakan ozon dan uliteraviolet. Ozon merupakan oksidator
yang kuat yaitu dengan adanya unsur oksigen yang tidak stabil, sehingga sangat
reaktif. Hal ini dapat diterangkan dalam reaksi berikut ini:
O2 + UV O*.......................(1)
O*+ O2 O3..........................(2)

O* (oksigen radikal) apabila bertumbukan dengan air akan membentuk ion


hidroksil (OH-), membentuk OH- radikal yang kemudian akan berperan dalam
merombak ikatan-ikatan pada senyawa organik maupun anorganik. Sistem AOP
bekerja memanfaatkan hydroxyl radical (·OH) yang dihasilkan dari reaksi antara
kombinasi Ozon-UV-H2O2 dalam air. Karbon aktif bekerja dalam membantu
proses absorpsi mikro polutan hasil oksidasi dari sistem AOP. Proses AOP sendiri
dilakukan selama 4 jam. Prinsip teknologi AOP adalah menciptakan oksidasi yang
kuat dengan bantuan tenaga listrik dengan tegangan dan frekuensi tertentu.
Tahapan proses pengolahan limbah dengan AOP adalah :
a. Air limbah dilewatkan ke unit AOP untuk direaksikan dengan O3-UV-
H2O2.
b. Proses oksidasi terjadi di unit AOP.
c. Air limbah yang sudah teroksidasi dilewatkan unit karbon (C), selanjutnya
air limbah yang sudah melewati tahapan-tahapan tersebut kemudian di
analisa kadar CODnya
Pengolahan air limbah yang melibatkan metode AOP ini relatif
memerlukan biaya cukup besar karena O2 murni yang dugunakan cukup mahal,
selain itu modul penembak listrik untuk menghasilkan ozon juga relatif mahal.
Setiap unit modul penembak listrik dibeli seharga sekitar satu miliar rupiah.
Pabrik Bobbin Kebun Kertosari yang fokus pada bisnis tembakau ini telah
menerapkan sistem IPAL yang merupakan gabungan antara proses biologis dan
ozonik selama kurang lebih dua tahun terakhir.

B. Hasil Pengolahan Limbah Industri Bobbin


Limbah hasil proses pembasahan daun tembakau dari Industri Bobbin
sebelum melalui IPAL berwarna coklat kemerahan pekat yang mengindikasikan
masih banyaknya terdapat komponen-komponen indikator bahaya pada air
limbah. Indikator tersebut diantaranya COD, BOD5, lemak dan minyak, TSS,
fenol, dan lain-lain. Limbah cair setelah melalui proses IPAL mulai dari proses
equalisasi hingga proses penampungan akhir menjadi tak berwarna namun sedikit
keruh kecoklatan yang menandakan kadar COD, BOD5, lemak dan minyak, TSS,
fenol, dan lain-lain telah berkurang seperti pada gambar berikut:
a b c
Gambar 6. Air Limbah Industri Bobbin (a) setelah dilakukan semua treatment (b)
sebelum masuk proses AOP (c) limbah awal yang belum diolah
Air limbah industri tembakau Bobbin telah diuji pada 29 Agustus 2017 di
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya dan laporan
sudah diterima pada 14 September 2017. Sampel yang diuji sebanyak 5 liter air
limbah dalam jerigen. pH diukur pada saat pengujian di laboratorium. Hasil yang
didapat pada uji laboratorium dituliskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Limbah Cair Industri Bobbin
Hasil Uji
Parameter Uji Satuan Metode Uji
Sebelum Sesudah
pH - 8,01 6 SNI 06-6989.11 : 2004
Zat Padat
Tersuspesi mg/L 820 12 SNI 06-6989.3 : 2004
(TSS)
Minyak dan
mg/L 18,4 3,73 SNI 6989.10 : 2011
Lemak
BOD mg/L 1091,64 6,12 SNI 6989.72 : 2009
COD mg/L 8169,64 10 SNI 6989.2 : 2009
Baku Cara Uji dan Air
Phenol mg/L 45,21 0,53
Limbah di Jatim, 1990
Amoniak (NH3) mg/L 239.49 22,96 SNI 06-6989.30 : 2005
(Sumber: Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya,
2017)
Limbah cair daun tembakau dari Industri Bobbin diuji di Laboratorium
Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya pada tanggal 29 Agustus
2017. Laporan hasil uji laboratorium No. 4926/17/LHU/2/IX/2017 yaitu inlet
IPAL menunjukkan bahwa limbah cair hasil dari pembasahan tembakau pada
Industri Bobbin memiliki pH sebesar 8,01 dengan metode uji SNI 06-6989.11-
2004. Ditinjau dari nilai pH yang dihasilkan, limbah cair daun tembakau
tergolong bersifat basa. Nilai TSS (zat padat tesuspensi) yang dihasilkan sebesar
820 mg/L dengan metode uji SNI 06-6989.3-2004. Kandungan minyak dan lemak
diperoleh sebesar 18,4 mg/L dengan metode uji SNI 6989.10-2011. Nilai BOD5
diperoleh sebesar 1091,64 mg/L dengan metode uji SNI 6989.72: 2009. Nilai
COD diperoleh sebesar 8169,64 mg/L dengan metode uji SNI 6989.2: 2009.
Kadar fenol diperoleh sebesar 45,21 mg/L dengan metode uji sesuai Baku Cara
Uji Air dan Air Limbah di Jatim, 1990 dan kadar amoniak (NH3) diperoleh
sebesar 239,49 mg/L dengan metode uji SNI 06-6989.30-2005. Parameter uji
fenol belum masuk ruang lingkup akreditasi. Sampel yang diuji sebanyak 5 liter
air limbah dalam jerigen. pH diukur pada saat pengujian di laboratorium.
Laporan hasil uji laboratorium No. 4927/17/LHU/2/IX/2017 outlet IPAL
menunjukkan data yang berbeda bahwa limbah cair hasil dari pembasahan
tembakau pada Industri Bobbin memiliki pH sebesar 6. Ditinjau dari nilai pH
yang dihasilkan, limbah cair daun tembakau tergolong bersifat asam. Nilai TSS
(zat padat tesuspensi) yang dihasilkan sebesar 12 mg/L, kandungan minyak dan
lemak sebesar 3,73 mg/L, BOD5 sebesar 6,12 mg/L, COD sebesar 10 mg/L, fenol
sebesar 0,53 mg/L dan amoniak (NH3) sebesar 22,96 mg/L. Parameter uji fenol
belum masuk ruang lingkup akreditasi. Sampel yang diuji sebanyak 5 liter air
limbah dalam jerigen. pH diukur pada saat pengujian di laboratorium.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kualitas air limbah yang diuji tidak
memenuhi persyaratan baku mutu air limbah industri rokok dan cerutu sesuai
dengan PERGUB JATIM No. 72 Tahun 2013. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
kadar amoniak dan kandungan fenol yang masih berada di atas standar mutu yang
ditetapkan. Adanya amoniak yang berlebih menunjukkan kandungan nitrogen
yang tinggi dalam air limbah. Oleh karenanya air limbah yang dihasilkan masih
keruh. Adanya senyawa fenolik seperti lignin juga mempengaruhi kejernihan air
limbah dikarenakan lignin memiliki berat molekul yang besar dan sulit untuk
didegradasi menggunakan sistem IPAL yang telah ada, sehingga dibutuhkan
proses alternatif untuk menghilangkan lignin tersebut. Syarat baku mutu air
limbah industri rokok dan cerutu berdasarkan PERGUB JATIM No. 72 Tahun
2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Rokok dan Cerutu
Persyaratan Mutu
PERGUB JATIM No. 72 Tahun 2013
Parameter Uji Satuan
Kategori Kategori Kategori Kategori
1 II III 1V
pH - 6-9 6-9 6-9 6-9
Zat Padat Tersuspesi mg/L 100 100 100 100
(TSS)
Minyak dan Lemak mg/L 5 5 5 5
BOD mg/L 150 100 80 60
COD mg/L 300 200 160 120
Phenol mg/L 0,5 0,5 0,5 0,5
Amoniak (NH3) mg/L 3,0 10 2,0 10
(Sumber : PERGUB JATIM No. 72 Tahun 2013)
Keterangan :
Kategori I : Sumber air limbah yang berasal dari proses primer basah dan
sumber air limbah yang berasal dari proses sekunder, termasuk
sumber air limbah yang hanya berasal dari proses primer basah
Kategori II : Air limbah industri Kategori I digabung dengan air limbah
domestik
Kategori III : Sumber air limbah yang berasal dari proses primer kering
dan/atau sumber air limbah yang berasal dari proses sekunder,
termasuk industri cerutu dan industri rokok tanpa cengkeh.
Kategori IV : Air limbah industri Kategori III digabung dengan air limbah
domestik.
C. Alternatif Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan IPAL di industri Bobbin sudah baik namun ada beberapa
metode yang bisa dilakukan untuk mengurangi kandungan amoniak yang masih
tinggi. Solusi untuk IPAL pada PT. Industri Bobbin adalah sebaiknya pada proses
pengolahan secara biologi tidak hanya mengandalkan poses aerob yang terjadi di
tangki aerasi. Meskipun, tangki aerasi terjadi proses aerob yang dapat melarutkan
zat-zat pengotor karena adanya oksigen yang larut dalam air limbah serta
penambahan bakteri dan lumpur aktif agar kadar COD (Chemical Oxygen
Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) menurun tetapi perlakuan
tersebut masih belum cukup. Hal ini dikarenakan, kadar amonia dari air limbah
daun tembakau Industri Bobbin masih cukup tinggi dan tidak memenuhi
persyaratan mutu dengan kisaran 7 kali lipat dari nilai maksimum dalam mg/L
pada Kategori I. Nilai fenol air limbah daun tembakau Industri Bobbin juga masih
di atas kadar maksimum dalam mg/L dari persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
PERGUB JATIM No. 72 Tahun 2013.
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan
tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan
terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash
mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan
cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah. Lime (kapur) merupakan jenis koagulan yang dipakai
pada limbah cair dengan kadar alkalinya tinggi serta mengandung kalsium,
oksigen dan magnesium. Selain berfungsi sebagai koagulan, lime juga digunakan
sebagai bahan alkalinitas dan penyesuai pH (pH adjustment) pH kondisi operasi 9
– 11. Ada 2 jenis lime yang digunakan, yaitu quicklime (CaO) dan hydrated lime
(Ca(OH)2 ).Reaksi yang berlangsung :
CaO + H2O Ca(OH)2
Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2 2 CaCO3 + 2 H2O
2 Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2 2 CaCO3 + Mg(OH)2 + 2 H2O
5 Ca(OH)2+ 3 PO43- Ca5OH(PO4)3 + 9 OH-
3 Ca(OH)2 + 2 PO43- Ca3(PO4)2 + 6 OH-
4 Ca(OH)2 + 3 PO43- + H2O Ca4H(PO4)3 + 9 OH-
Mekanisme proses : kapur berupa CaO dilarutkan ke dalam air sehingga
akan terbentuk larutan Ca(OH)2. Larutan Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam air
limbah yang akan diolah dan dilakukan pengadukan sampai terbentuk flok-flok
yang kemudian akan mengendap. Bereaksi pada air limbah dengan menurunkan
kadar zat padat tersuspensi (TSS) maupun zat padat terlarut (TDS). Sehingga
menggunakan metode koagulasi ini dapat mengurangi kadar fenol dari limbah
pabrik bobbin.
Amonia yang menjadi salah satu hasil dari limbah ini bersifat racun bagi
mayoritas ikan dan teroksidasi secara biologis oleh mikroorganisme menjadi nitrit
yang berbahaya bagi manusia. Sehingga perlu dilakukan proses nitrifikasi –
denitrifikasi, dimana proses ini akan menghilangkan nitrat melalui proses
biologis. Penggabungan proses nitrifikasi – denitrifikasi yang dikombinasikan
dengan lumpur aktif dapat menyebabkan kadar COD limbah cair turun, sehingga
proses nitrifikasi-denitrifikasi heterotrofik tersebut memerlukan banyak masukan
sumber karbon. Sehingga, diperlukan pelarut organik berupa metanol sebagai
sumber karbon. Namun, proses kinerja ini tidak terkendali ketika terjadi fluktuasi
karakteristik limbah yang ekstrim dan kadar amonia masih tergolong tinggi. Oleh
karena itu, diberikan alternatif dengan penambahan mikroalga sehingga tidak
diperlukan penambahan pelarut organik. Mikroalga merupakan mikroba autotrof
yang mampu memanfaatkan (NH2)2CO dan NH3-N sebagai sumber nitrogen
(sumber N) dan gas karbon dioksida (CO2) sebagai sumber karbon (sumber C).
Penambahan mikroalga dalam skala besar selalu berasosiasi dengan bakteri yang
ada di tangki aerasi, sehingga interaksi bakter – mikroalga mampu memurnikan
air limbah.
Aktivitas metabolisme bakteri heterotropik-aerobik dalam tangki aerasi
menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan sebagainya. Mikroalga menyerap
senyawa-senyawa tersebut dan menghasilkan bahan organik, O2dan H2O. Oksigen
yang diproduksi mikroalga digunakan oleh bakteri aerobik-heterotrofik
diantaranya untuk reaksi nitrifikasi dan bakteri aerobik-denitrifikasi. Mikroalga
menggunakan CO2 dari bakteri aerob dan amonia untuk membentuk protoplasma
sel dan melepaskan molekul oksigen untuk proses fotosintesis. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan (fotosintesis) microalgae adalah intensitas
cahaya, suhu air, Ph, makro dan mikronutrien, 5 konsentrasi. Sumber nitrogen
utama yang dapat digunakan oleh microalgae adalah nitrat dan amonia-N,
sedangkan penggunaan nitrit dibatasi oleh toksisitasnya. Bila nitrat dan amonia-N
terdapat bersama, maka nitrat tidak akan diabsorpsi sampai semua amonia-N
habis terserap. Oleh karena itu, penggunaan mikroalga dapat menyerap kadar
amonia yang ada dalam air limbah. Bakteri memanfaatkan bahan organik yang
dihasilkan oleh microalgae atau berasal dari microalgae mati sebagai sumber
karbon untuk mensintesa sel baru dan untuk kebutuhan energi membentuk produk
akhir seperti CO2, NH4+ pada proses respirasi dan sintesis.
Microalgae memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbon untuk fotosintesis.

Anda mungkin juga menyukai