Anda di halaman 1dari 5

AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan /atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), permen no. 27 tahun
1999 merupakan dasar hukum AMDAL. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup yang diterbitkan pada tahun 2012, yaitu peraturan teknis terkait terbitnya
PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan tersebut adalah
peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan. Secara umum yang
bertanggungjawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah
BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL adalah aspek fisik-kimia, aspek
ekologi, aspek sosial-ekonomi, aspek sosial-bidaya, dan aspek kesehatan
masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. AMDAL dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup disekitarnya. Yang dimaksud
lingkungan hidup disini adalah aspek biotik, abiotik, dan kultural.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa di dalam dunia bisnis dewasa
ini, persaingan usaha yang semakin ketat memaksa setiap perusahaan untuk
selalu perbaikan mutu dan inovasi terhadap hasil produksinya. Akibatnya
perhatian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup semakin
berkurang, bahkan bila perlu menjadi perhatian nomor kesekian dari keseluruhan
program perusahaan. Terlepas dari keadaan demikian, ada sebuah fakta yang
tidak perlu dipungkiri lagi bahwa setiap perusahaan mempunyai peran strategis
dalam mempertahankan daya dukung lingkungan bagi kelanjutan hidup
manusia. Untuk itu dari negara sudah mengantur kewajiban perusahaan untuk
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 23 tahun 1997.
Dasar-dasar hukum AMDAL :
1.
2.
3.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Pedoman penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah
salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib
mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.

AMDAL
digunakan
untuk
mengambil
keputusan
penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

tentang

Dokumen AMDAL terdiri dari :

Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh
Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah
perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan


Menguraikan rona lingkungan awal
Memprediksi dampak penting
Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL

Pendekatan Studi AMDAL


Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksaan AMDAL,
penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan
melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut :
1. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3. Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Tujuan AMDAL sendiri adalah :

Mengidentifikasi semua rencana usaha yang akan dilaksanakan


Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan
terkena dampak besar dan penting
Memperkirakan dan mengevaluasi rencana usaha yang menimbulkan
dampak besar dan penting
Merumuskan RKL dan RPL

Kegunaan dilaksanakannya studi AMDAL :

Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah


Membantu proses pengambilan keputsan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana
usaha dan/atau kegiatan

Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan


pemantauan lingkungan hidup
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan/usaha kegiatan

Pihak-Pihak dalam AMDAL


Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi
mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan. Hasil studi ini terdiri dari beberapa dokumen. Atas dasar beberapa
dokumen ini kebijakan dipertimbangkan dan diambil. Dokumen AMDAL harus
disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha. Dalam penyusunan dokumen
AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan
dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAl harus telah memiliki sertifikat
Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan
materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal nomor
09/2000.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai
AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen
AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di
tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup
Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang
berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan
terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi
Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup,
sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat
yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai
berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor
pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan
hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan
menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. Semua
kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib
mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa
menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000
tentang Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses

AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak


memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL
peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya
saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses
penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka saran, pendapat dan
tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan
lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Sistematika Penyusunan Dokumen AMDAL
AMDAL perlu disusun secara sistematis, sehingga dapat:
1. Langsung mengemukakan masukan oenting yang bermanfaat bagi
pengambilan keputusan rencana usaha
2. Mudah dipahami isinya oleh semua pihak termasuk masyarakat
3. Memuat uraian singkat tentang rencana usaha dan dampaknya serta
kesenjangan data informasi yang dihadapi selama menyusun AMDAL
Kegunaan dan keperluan rencana usaha dan/atau kegiatan
Kegunaan dan keperluan mengapa rencana usaha harus dilakukan ditinjau
dari segi kepentingan pemrakarsa maupun segi menunjang program
pembangunan.
1. Penentuan batas lahan yang langsung akan digunakan oleh rencana usaha
harus dinyatakan dengan peta berskala memadai
2. Hubungan antara lokasi rencana usaha dengan jarak dan tersedianya SDA
hayati dan non hayati
3. Alternatif usaha berdasarkan hasil studi kelayakan
4. Tata letak usaha dilengkapi dengan peta berskala memadai yang memuat
informasi tentang letak bangunan dan struktur lainnya yang akan
dibangun
5. Tahap pelaksanaan
a. Tahap prakonstuksi/persiapan
b. Tahap konstuksi
c. Tahap operasi
d. Tahap pasca operasi
Prosedur AMDAL
Prosedur AMDAL terdiri dari :
1.
2.
3.
4.

Proses penapisan (screening) wajib AMDAL


Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL proses penapisan atau
kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu
menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau
tidak.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib


Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan
lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan
perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa
dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan
Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang
Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik,
dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya
kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan
oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan
menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki
untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat
melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan
dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut
dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42
tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan
yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari
kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen
sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya
akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan
sekaligus dapat memperbaiki ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen
AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam
dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan
perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah
Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000,
dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi
industri/bisnis, dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai